Posts

Kebahagiaan Tertinggi

Jumat, 8 Januari 2016

Kebahagiaan Tertinggi

Baca: Yohanes 8:31-38

8:31 Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

8:33 Jawab mereka: “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?”

8:34 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

8:35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.

8:36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.”

8:37 “Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.

8:38 Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.”

 

Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu. —Yohanes 8:31-32

Kebahagiaan Tertinggi

“Semua orang melakukannya” tampaknya menjadi argumen terbaik saat saya masih muda. Namun argumen semacam itu tak pernah berhasil melunakkan orangtua saya, sekalipun saya telah berusaha keras memperoleh izin untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap tidak aman atau tidak bijaksana.

Saat usia bertambah, kita menambahkan alasan dan pembenaran pada daftar argumen kita untuk melakukan apa yang kita kehendaki: “Takkan ada yang terluka.” “Ini bukan hal yang ilegal.” “Ia yang lebih dahulu melakukannya kepadaku.” “Ia takkan tahu.” Di balik tiap argumen itu, ada keyakinan bahwa apa yang kita inginkan lebih penting daripada apa pun.

Gawatnya, cara berpikir yang sesat itu bisa menjadi dasar keyakinan kita akan Allah. Salah satu kebohongan yang terkadang kita percayai adalah kita, bukan Allah, merupakan pusat dari segala sesuatu. Kita berpikir kita akan bebas dan bahagia hanya apabila kita dapat mengatur segalanya sesuai keinginan kita. Kebohongan itu begitu meyakinkan karena menjanjikan cara yang lebih mudah dan cepat untuk mendapatkan keinginan kita. Kita berdalih, “Allah itu kasih, jadi Dia ingin aku melakukan apa pun yang membahagiakan diriku.” Namun cara berpikir seperti itu akan menghasilkan sakit hati, bukan kebahagiaan.

Yesus berkata kepada mereka yang percaya kepada-Nya bahwa kebenaran akan benar-benar memerdekakan mereka (Yoh. 8:31-32). Namun Dia juga memperingatkan, “Setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa” (ay.34). Sumber kebahagian tertinggi adalah kemerdekaan yang kita alami saat kita menerima kebenaran bahwa Yesus adalah jalan menuju kehidupan yang utuh dan bahagia. —Julie Ackerman Link

Tuhan, kami mengakui kecenderungan kami untuk mencari pembenaran atas segalanya demi mendapatkan kemauan kami. Tuntun kami hari ini agar kami memilih untuk menaati perintah-Mu daripada mengejar hasrat diri sendiri.

Tidak ada jalan pintas menuju kebahagiaan sejati.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 20-22; Matius 6:19-34

Pengorbanan Natal

Sabtu, 26 Desember 2015

Pengorbanan Natal

Baca: Galatia 4:1-7

4:1 Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikitpun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan dari segala sesuatu;

4:2 tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.

4:3 Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia.

4:4 Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.

4:5 Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.

4:6 Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

4:7 Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.

Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya. —Galatia 4:4

Pengorbanan Natal

Cerita pendek klasik karya O. Henry yang berjudul The Gift of the Magi (Persembahan Orang Majus) mengisahkan tentang Jim dan Della, pasangan suami-istri muda yang mengalami kesulitan keuangan. Ketika Natal semakin dekat, masing-masing dari mereka ingin memberikan hadiah istimewa kepada pasangannya, tetapi dana yang tidak mencukupi membuat mereka melakukan tindakan yang ekstrem. Milik Jim yang paling berharga adalah jam saku emasnya, sementara milik Della yang paling berharga adalah rambut panjangnya yang indah. Jadi Jim menjual jam sakunya agar dapat membeli sejumlah sisir untuk rambut Della, sedangkan Della menjual rambutnya untuk membeli rantai bagi jam saku Jim.

Kisah tersebut begitu disukai orang, karena ceritanya mengingatkan kita bahwa pengorbanan merupakan hakikat sekaligus ukuran dari cinta sejati. Pemikiran itu sangat sesuai dengan makna Natal, karena pengorbanan menjadi penggerak utama dari kisah kelahiran Kristus. Yesus Kristus dilahirkan untuk mati, dan Dia dilahirkan untuk mati bagi kita. Itulah sebabnya malaikat memberitahukan kepada Yusuf, “Engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21).

Jauh sebelum kelahiran Kristus, Dia telah ditetapkan untuk datang menyelamatkan kita dari jurang dosa. Hal itu berarti bahwa kita tidak akan pernah sepenuhnya menghargai kelahiran Kristus di palungan jika kita tidak memandang jauh hingga kepada kematian-Nya di kayu salib. Natal sepenuhnya adalah tentang kasih Kristus, yang terbukti dengan sangat jelas dalam pengorbanan-Nya bagi kita. —Bill Crowder

Bagaimana caramu berterima kasih kepada Yesus atas segala sesuatu yang telah Dia lakukan?

Fakta terbesar iman Kristen adalah Allah menganggap umat manusia
layak diselamatkan melalui pengorbanan Anak-Nya. —William Barclay

Bacaan Alkitab Setahun: Hagai 1-2; Wahyu 17

Hadiah yang Mudah Pecah

Jumat, 25 Desember 2015

Hadiah yang Mudah Pecah

Baca: Lukas 2:1-7

2:1 Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.

2:2 Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria.

2:3 Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri.

2:4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, –karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud–

2:5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung.

2:6 Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin,

2:7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.

Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu! —2 Korintus 9:15

Hadiah yang Mudah Pecah

Ketika kita memberikan sebungkus hadiah yang rapuh dan mudah pecah, kita akan menuliskan kata-kata “Mudah Pecah” dengan jelas pada kemasannya, karena kita tidak ingin seorang pun menjatuhkan atau merusakkan isinya.

Pemberian Allah bagi kita datang dalam kemasan yang sangat rapuh: seorang bayi. Terkadang kita membayangkan peristiwa Natal pertama itu sebagai adegan yang indah, tetapi setiap ibu yang pernah melahirkan akan mengatakan bahwa tidak demikian kenyataannya. Maria tentu merasa lelah, bahkan mungkin merasa khawatir. Bayi itu adalah anak pertamanya, dan Dia lahir dalam kondisi yang sangat tidak bersih. Bayi itu “dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk. 2:7).

Seorang bayi tentu membutuhkan perhatian terus-menerus. Bayi akan menangis, makan, tidur, dan bergantung penuh kepada orang yang merawatnya. Bayi tidak bisa membuat keputusan. Pada zaman Maria hidup, tingkat kematian bayi sangatlah tinggi, dan banyak ibu meninggal dunia pada saat melahirkan.

Mengapa Allah memilih cara yang sedemikian rapuh untuk mengutus Anak-Nya ke dunia? Karena Yesus harus menjadi sama seperti kita untuk dapat menyelamatkan kita. Pemberian Allah yang terbesar itu datang dalam rupa bayi yang rapuh. Allah mengambil risiko itu karena Dia mengasihi kita. Hari ini, marilah kita bersyukur kepada-Nya atas pemberian-Nya yang luar biasa! —Keila Ochoa

Ya Tuhanku, yang Mahakuasa dan Perkasa, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau rela menjadi kecil dan rapuh pada hari Natal pertama di masa lampau itu. Aku sungguh kagum bahwa Engkau melakukannya bagiku dan bagi seluruh umat manusia ciptaan-Mu.

Kiranya kamu mengalami damai Natal setiap hari sepanjang tahun.

Bacaan Alkitab Setahun: Zefanya 1-3; Wahyu 16

Misteri Natal

Kamis, 24 Desember 2015

Misteri Natal

Baca: 1 Timotius 3:14-16

3:14 Semuanya itu kutuliskan kepadamu, walaupun kuharap segera dapat mengunjungi engkau.

3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

3:16 Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.”

Sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita. —1 Timotius 3:16

Misteri Natal

Di awal kisah karya Charles Dickens yang berjudul A Christmas Carol (Sebuah Gita Natal), terdapat semacam misteri seputar tokoh utamanya yang bernama Ebenezer Scrooge. Mengapa ia begitu kejam? Bagaimana ceritanya hingga ia menjadi begitu egois? Lambat laun, sembari roh Natal membawa Scrooge untuk melihat hidupnya sendiri, jawaban demi jawaban pun terkuak. Kita melihat peristiwa-peristiwa yang mengubah wataknya dari seorang pemuda yang periang menjadi seorang kikir yang egois. Kita memperhatikan kesendirian dan kehancuran hati yang dialaminya. Ketika misteri itu terpecahkan, kita juga melihat terbukanya jalan menuju pemulihan. Kepeduliannya pada sesama menarik Scrooge keluar dari kegelapan jiwanya yang egois menuju pada kehidupan baru yang penuh sukacita.

Misteri yang jauh lebih penting, dan jauh lebih sulit dijelaskan, adalah rahasia yang Paulus bicarakan dalam 1 Timotius 3:16, “Sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’” Luar biasa! Allah “telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia.”

Yang menjadi misteri dalam Natal adalah bagaimana caranya Allah bisa menjadi manusia sementara Dia tetap sepenuhnya Allah. Hal itu bertentangan dengan akal manusia, tetapi dalam hikmat Allah yang sempurna, itulah rencana yang sudah ada sejak kekekalan.

“Siapakah gerangan Bayi ini?” Dialah Yesus Kristus—Allah yang menjelma menjadi manusia. —Bill Crowder

Inilah Rajamu yang oleh malak dielu. Mari seg’ra pergi melihat Mukhalismu! —Lagu Natal Tradisional (Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 60).

Allah berdiam di antara kita agar kelak kita dapat berdiam bersama-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Habakuk 1-3; Wahyu 15

Photo credit: Disney /

Satu Ukuran untuk Semua

Rabu, 23 Desember 2015

Satu Ukuran untuk Semua

Baca: Yohanes 3:10-21

3:10 Jawab Yesus: “Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?

3:11 Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami.

3:12 Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?

3:13 Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.

3:14 Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,

3:15 supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.

3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

3:17 Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.

3:18 Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.

3:19 Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.

3:20 Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak;

3:21 tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.”

Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. —Yohanes 3:16

Satu Ukuran untuk Semua

Waktu masih kecil, seperti kebanyakan anak, saya sangat menyukai Natal. Saya suka merangkak di bawah pohon Natal melihat-lihat hadiah yang ada sambil berharap isinya adalah mainan. Alangkah kecewanya saya apabila isinya baju dan celana. Hadiah orang dewasa itu tidak menarik! Pada Natal yang lalu, anak-anak memberi saya kaos kaki dengan warna dan corak yang cerah. Saya pun merasa seperti muda kembali! Orang dewasa sekalipun dapat memakai kaos kaki itu, seperti tertera pada labelnya, “Satu ukuran untuk semua.”

Pernyataan “satu ukuran untuk semua” mengingatkan saya akan hadiah Natal terbaik—kabar baik bahwa Yesus datang untuk semua orang. Kabar itu dibuktikan ketika undangan pertama diberikan oleh bala tentara malaikat kepada para gembala dari kelompok sosial yang terendah. Kabar itu semakin ditegaskan ketika para petinggi, yaitu orang majus yang kaya dan berkuasa, mengikuti bintang untuk datang dan menyembah Kristus yang masih kanak-kanak.

Setelah Yesus memulai pelayanan-Nya, seorang pemuka agama Yahudi mendatangi-Nya di malam hari. Di tengah pembicaraan mereka, Yesus mengundang “setiap orang yang percaya” untuk datang kepada-Nya. Tindakan sederhana untuk beriman kepada Kristus itu menganugerahkan hidup kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Yoh. 3:16).

Jika Yesus datang hanya bagi yang miskin dan terpinggirkan, atau hanya bagi yang terkenal dan kaya, banyak dari kita yang tidak akan menerima Dia. Namun Kristus datang bagi semua orang, terlepas dari statusnya, keadaan keuangannya, atau strata sosialnya. Dialah satu-satunya pemberian yang sungguh tepat bagi semua orang. —Joe Stowell

Tuhan, terima kasih karena semua orang dapat menerima kasih karunia-Mu. Ajarlah kami mensyukuri kenyataan bahwa kasih-Mu itulah yang memang kami perlu. Tolong kami untuk membagikan kasih itu pada sesama.

Pemberian Allah untuk dunia yang sekarat adalah Juruselamat yang memberikan hidup.

Bacaan Alkitab Setahun: Nahum 1-3; Wahyu 14

Photo credit: S2 Photography / Foter / CC BY-NC-ND

Penabuh Drum Cilik

Selasa, 22 Desember 2015

Penabuh Drum Cilik

Baca: Lukas 21:1-4

21:1 Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.

21:2 Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu.

21:3 Lalu Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu.

21:4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”

Janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya. —Lukas 21:4

Penabuh Drum Cilik

The Little Drummer Boy” (Si Penabuh Drum Cilik) adalah lagu Natal populer yang ditulis pada tahun 1941. Lagu aslinya berjudul Carol of the Drum dan ditulis berdasarkan sebuah lagu Natal yang populer dari tanah Ceko. Meski tokoh penabuh drum cilik tidak disebut sama sekali dalam kisah Natal di Matius 1-2 dan Lukas 2, lagu tersebut langsung menyentuh makna ibadah yang sejati. Dalam lagu itu digambarkan bagaimana seorang anak laki-laki dipanggil oleh orang majus dalam peristiwa kelahiran Kristus. Namun tidak seperti orang majus, penabuh drum cilik itu tidak mempunyai hadiah yang bisa ia berikan. Jadi, ia memberikan apa yang memang dimilikinya. Ia pun menabuh drumnya, sambil berkata, “Aku memberikan permainanku yang terbaik bagi-Nya.”

Hal tersebut mencerminkan makna ibadah yang Yesus gambarkan ketika Dia bercerita tentang seorang janda dan dua peser uangnya. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya” (Luk. 21:3-4).

Yang dimiliki penabuh drum cilik itu hanyalah drumnya dan yang dimiliki oleh janda miskin itu hanyalah dua keping uang. Namun Allah yang mereka sembah layak menerima semua yang mereka miliki. Dia juga layak menerima seluruh milik kita, karena Dia sendiri telah memberikan seluruh milik-Nya untuk kita. —Bill Crowder

Berserah kepada Yesus, tubuh, roh dan jiwaku, Kukasihi, kupercaya, kuikuti Dia t’rus. —Judson W. Van de Venter (Kidung Jemaat, No. 364)

Pemberianmu yang sedikit menjadi banyak apabila kamu menyerahkan seluruh milikmu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mikha 6-7; Wahyu 13

Kasih yang Ajaib

Senin, 21 Desember 2015

Kasih yang Ajaib

Baca: Yohanes 6:32-40

6:32 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga.

6:33 Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.”

6:34 Maka kata mereka kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.”

6:35 Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

6:36 Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.

6:37 Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.

6:38 Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.

6:39 Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.

6:40 Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”

Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. —Yohanes 6:38

Kasih yang Ajaib

Menjelang Natal pertama sejak suaminya meninggal, teman kami Davidene menulis sepucuk surat yang luar biasa. Di dalamnya ia membayangkan seperti apa suasana di surga ketika Yesus lahir ke dunia. “Allah sudah tahu itulah yang akan terjadi,” tulisnya. “Ketiganya adalah satu, dan Dia mengizinkan terjadinya keretakan dalam kesatuan-Nya yang mulia itu demi kita. Surga ditinggalkan oleh Allah Anak.”

Ketika Yesus mengajar dan menyembuhkan orang di bumi, Dia berkata, “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. . . . Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman” (Yoh. 6:38,40).

Kelahiran Yesus di Betlehem merupakan awal dari misi kedatangan-Nya ke dunia untuk menunjukkan kasih Allah dan memberikan nyawa-Nya di kayu salib untuk membebaskan kita dari hukuman dan kuasa dosa.

“Aku tak bisa membayangkan harus benar-benar melepas seseorang yang aku kasihi, yang telah menjadi satu denganku, demi orang lain,” Davidene menyimpulkan. “Namun Allah melakukannya. Dia rela surga yang mulia itu menjadi lebih sepi daripada rumahku, supaya aku bisa tinggal di surga-Nya bersama Dia selamanya.”

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). —David McCasland

Bapa di surga, kami takjub akan kasih-Mu yang ajaib kepada kami. Terima kasih karena Engkau telah mengaruniakan Anak Tunggal-Mu untuk menyelamatkan kami dari dosa.

Kelahiran Kristus membawa Allah kepada manusia; salib Kristus membawa manusia kepada Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Mikha 4-5; Wahyu 12

Pax Romana

Minggu, 20 Desember 2015

Pax Romana

Baca: Yesaya 8:23?9:6

8:23 Tetapi tidak selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terimpit itu. Kalau dahulu TUHAN merendahkan tanah Zebulon dan tanah Naftali, maka di kemudian hari Ia akan memuliakan jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, wilayah bangsa-bangsa lain.

9:1 Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.

9:2 Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan.

9:3 Sebab kuk yang menekannya dan gandar yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti pada hari kekalahan Midian.

9:4 Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api.

9:5 Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.

9:6 Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya. —Yesaya 9:5

Pax Romana

Alangkah mahalnya harga suatu peperangan. Satu situs internet melaporkan bahwa saat ini ada 64 negara yang sedang terlibat dalam konflik bersenjata. Kapan dan bagaimana semua perang itu akan berakhir? Kita menginginkan kedamaian, tetapi tidak dengan mengorbankan keadilan.

Yesus lahir pada masa “kedamaian”, tetapi kedamaian itu merupakan buah penindasan yang keras. Pax Romana atau kedamaian di bawah kekuasaan Romawi itu terjadi hanya karena penguasa menindas semua perbedaan pendapat.

Tujuh abad sebelum masa yang relatif damai tersebut, ada sepasukan musuh yang sudah bersiap menyerang Yerusalem. Dalam bayang-bayang peperangan, Allah membuat pernyataan yang luar biasa. “Mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar,” kata Nabi Yesaya (Yes. 9:1). “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; . . . Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan” (ay.5-6). Matius menyatakan bahwa nubuat Yesaya tersebut digenapi dalam Kristus sang Putra (Mat. 1:22-23; Baca Juga Yes. 7:14).

Kita mengagumi sang Bayi mungil di palungan itu. Namun Bayi yang tak berdaya itu juga adalah Tuhan yang Mahakuasa, “TUHAN semesta alam” (Yes. 13:13). Suatu hari kelak, Dia akan berkuasa “di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran” (9:6). Pemerintahan tersebut tidak akan menjadi seperti Pax Romana yang kejam, karena yang berkuasa adalah Sang Raja Damai. —Tim Gustafson

Bapa, tiada kata-kata yang cukup untuk mensyukuri kedatangan Anak Tunggal-Mu yang mendamaikan kami dengan-Mu melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kami bersyukur kepada-Mu bahwa Dia akan memerintah selamanya dalam damai dan kebenaran.

Anak Domba Allah itu juga adalah Singa dari Yehuda. (Wahyu 5:5)

Bacaan Alkitab Setahun: Mikha 1-3; Wahyu 11

Bait Ketujuh

Sabtu, 19 Desember 2015

Bait Ketujuh

Baca: Lukas 2:8-14

2:8 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.

2:9 Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.

2:10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:

2:11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.

2:12 Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”

2:13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya:

2:14 “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”

Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. —Lukas 2:11

Bait Ketujuh

Pada musim panas tahun 1861, Frances, istri Henry Wadsworth Longfellow, meninggal secara tragis dalam suatu kebakaran. Pada Natal pertama tanpa kehadiran istrinya, Longfellow menulis dalam buku hariannya, “Alangkah menyedihkannya masa Natal ini.” Tahun berikutnya keadaan tidak menjadi lebih baik, dan ia menulis, “Anak-anak mengucapkan ‘Selamat Natal’, tetapi itu tidak lagi berlaku bagiku.”

Tahun 1863, ketika perang saudara di Amerika masih berkecamuk, putra Longfellow masuk militer tanpa direstui ayahnya, dan kemudian terluka parah dalam perang. Pada hari Natal tahun itu, ketika lonceng gereja berdentang menandakan kedatangan Natal yang masih memedihkan hatinya, Longfellow menuliskan puisinya, “Aku Dengar Dentang Lonceng pada Hari Natal.”

Puisi itu dimulai dengan kalimat-kalimat riang dan indah, tetapi kemudian berubah menjadi kelam. Gambaran tentang kekerasan di bait keempat tidak sesuai dengan riangnya sebuah pujian Natal. Longfellow menulis, meriam “terkutuk” yang “bergemuruh” seakan menghina kabar kedamaian. Hingga bait kelima dan keenam, kesedihan Longfellow nyaris memuncak. “Bagai gempa yang mengoyak dasar lempengan benua,” tulisnya. Penyair itu nyaris putus asa: “Dalam nestapa, kutundukkan kepala; ‘Tiada lagi damai di bumi,’ keluhku.”

Namun demikian, dari pekatnya hari Natal yang suram itu, Longfellow mendengar bunyi pengharapan yang tidak dapat dibungkam. Ia pun menulis bait ketujuh berikut ini.

Lalu makin keraslah lonceng gereja berdentang: “Allah tidak mati, juga tak terlelap! Yang jahat akan kalah, yang benar akan menang. Damai sejahtera di bumi, di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!”

Perang masih terus berkecamuk, juga kenangan akan musibah di hidupnya. Namun semua itu tak dapat menghentikan Natal. Sang Juruselamat telah lahir! Dia berjanji, “Aku menjadikan segala sesuatu baru!” (Why. 21:5). —Tim Gustafson

Imanuel—Allah beserta kita!

Bacaan Alkitab Setahun: Yunus 1-4; Wahyu 10