Posts

Dia Pernah Mengalaminya

Sabtu, 28 Mei 2016

Dia Pernah Mengalaminya

Baca: Ibrani 2:10-18

2:10 Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah–yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan–,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.

2:11 Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara,

2:12 kata-Nya: “Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaat,”

2:13 dan lagi: “Aku akan menaruh kepercayaan kepada-Nya,” dan lagi: “Sesungguhnya, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Ku.”

2:14 Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;

2:15 dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.

2:16 Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani.

2:17 Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.

2:18 Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.

Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai. —Ibrani 2:18

Dia Pernah Mengalaminya

Agar para arsitek muda yang bekerja baginya memahami kebutuhan orang-orang yang rumahnya mereka rancang, David Dillard meminta mereka untuk “menginap”. Mereka mengenakan piyama dan menghabiskan waktu selama 24 jam di sebuah panti wreda dalam kondisi yang sama seperti para penghuni panti yang berusia 80-an dan 90-an tahun. Anak-anak muda itu mengenakan penutup telinga untuk berpura-pura kehilangan pendengaran, membebat jari-jari mereka untuk membatasi geraknya, dan mengganti kacamata untuk merasakan masalah penglihatan. Dillard mengatakan, “Manfaat terbesarnya adalah bahwa para arsitek berusia sekitar 27 tahun itu kembali dengan hati yang jauh lebih peka. Mereka bertemu dengan orang orang dan mampu memahami keadaan mereka” (Rodney Brooks, USA Today).

Yesus menjalani hidup di bumi ini selama 33 tahun dan ikut merasakan pengalaman yang manusiawi. Yesus menjadi sama seperti kita, “dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya” (Ibr. 2:17), sehingga Dia tahu bagaimana rasanya hidup di dalam tubuh manusiawi di muka bumi ini. Dia memahami pergumulan yang kita hadapi dan sanggup memberikan penguatan yang kita butuhkan.

“Sebab oleh karena [Yesus] sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai” (ay.18). Tuhan bisa saja menghindari salib, tetapi Dia menaati Bapa-Nya. Melalui kematian-Nya, Dia mematahkan kuasa Iblis dan membebaskan kita dari ketakutan kita akan kematian (ay.14-15).

Dalam setiap pencobaan, Yesus senantiasa menyertai kita untuk memberi kita keberanian, kekuatan, dan harapan. —David McCasland

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah mengalami sendiri hidup sebagai manusia di bumi ini dan untuk penyertaan-Mu atas kami. Kiranya kami mengalami kehadiran-Mu hari ini.

Yesus mengerti.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 4-6; Yohanes 10:24-42

Artikel Terkait:

Cerpen: (Takkan Pernah) Berjalan Sendiri

Sebuah cerpen yang mengisahkan perjuangan seorang gadis bernama Amanda. Teman-temannya menjulukinya “Amanda yang tegar” dan itu bukan tanpa alasan jika melihat semua pergumulan hidup yang telah ia lalui hingga sekarang.

Santapan yang Memuaskan

Rabu, 18 Mei 2016

Santapan yang Memuaskan

Baca: Lukas 10:38-11:4

10:38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.

10:39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,

10:40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”

10:41 Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,

10:42 tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

11:1 Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.”

11:2 Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.

11:3 Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya

11:4 dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”

Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya. —Lukas 11:3

Santapan yang Memuaskan

Saya belajar menghafal dan mengucapkan Doa Bapa Kami sejak masih di sekolah dasar. Setiap kali mengucapkan, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11), saya selalu teringat akan persediaan makanan yang pas-pasan di rumah kami. Hanya setelah ayah kembali dari perjalanannya ke kota, kami dapat menikmati makanan yang lebih memadai. Jadi, memohon kepada Allah untuk memberikan makanan kami yang secukupnya setiap hari adalah doa yang sangat relevan bagi saya.

Saya merasa penasaran ketika bertahun-tahun kemudian saya menemukan buklet renungan Our Daily Bread (Santapan Rohani). Saya tahu judulnya dikutip dari isi Doa Bapa Kami, tetapi saya yakin buklet itu tidak mungkin berbicara tentang santapan berupa makanan fisik. Setelah membaca buklet tersebut secara teratur, saya mendapati bahwa “santapan” yang dimaksud adalah makanan rohani bagi jiwa, dengan pembahasan firman Allah dan ilustrasi yang bermanfaat di dalamnya.

Santapan rohanilah yang dipilih Maria ketika ia duduk di dekat kaki Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya dengan penuh perhatian (Luk. 10:39). Sementara Marta menyibukkan dirinya dengan santapan jasmani, Maria mengambil waktu untuk duduk dekat tamu mereka, Tuhan Yesus, dan mendengarkan-Nya. Baiklah kita juga mengambil waktu untuk mendengarkan-Nya. Dialah Roti Hidup (Yoh. 6:35), dan Dia mengenyangkan hati kita dengan santapan rohani. Hanya Dialah Santapan yang memuaskan jiwa. —Lawrence Darmani

Sekarang aku duduk di hadapan-Mu, Tuhan, hendak belajar dari-Mu. Hatiku terbuka untuk mendengar-Mu melalui firman-Mu.

“Akulah roti hidup.” —Yesus

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 4-6; Yohanes 6:1-21

Artikel Terkait:

Kembali Bertekun dalam Firman-Nya

Saat Helen pertama kali mengenal Tuhan, dia begitu bersemangat membaca firman Tuhan. Namun setelah beberapa waktu, semangatnya berangsur surut. Bagaimana perjuangannya untuk kembali bertekun membaca firman-Nya? Temukan kesaksiannya di dalam artikel ini.

Kasih yang Ajaib

Kamis, 28 April 2016

Kasih yang Ajaib

Baca: Maleakhi 1:1-10; 4:5-6

1:1 Ucapan ilahi. Firman TUHAN kepada Israel dengan perantaraan Maleakhi.

1:2 “Aku mengasihi kamu,” firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?” “Bukankah Esau itu kakak Yakub?” demikianlah firman TUHAN. “Namun Aku mengasihi Yakub,

1:3 tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.”

1:4 Apabila Edom berkata: “Kami telah hancur, tetapi kami akan membangun kembali reruntuhan itu,” maka beginilah firman TUHAN semesta alam: “Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan merobohkannya; dan orang akan menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai selama-lamanya.”

1:5 Matamu akan melihat dan kamu sendiri akan berkata: “TUHAN maha besar sampai di luar daerah Israel.”

1:6 Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?”

1:7 Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?” Dengan cara menyangka: “Meja TUHAN boleh dihinakan!”

1:8 Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN semesta alam.

1:9 Maka sekarang: “Cobalah melunakkan hati Allah, supaya Ia mengasihani kita!” Oleh tangan kamulah terjadi hal itu, masakan Ia akan menyambut salah seorang dari padamu dengan baik? firman TUHAN semesta alam.

1:10 Sekiranya ada di antara kamu yang mau menutup pintu, supaya jangan kamu menyalakan api di mezbah-Ku dengan percuma. Aku tidak suka kepada kamu, firman TUHAN semesta alam, dan Aku tidak berkenan menerima persembahan dari tanganmu.

4:5 Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu.

4:6 Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.

 

“Aku mengasihi kamu,” firman Tuhan. —Maleakhi 1:2

Kasih yang Ajaib

Tindakan bersejarah terakhir dalam Perjanjian Lama digambarkan di kitab Ezra dan Nehemia ketika Allah mengizinkan umat Israel kembali dari pengasingan dan menetap kembali di Yerusalem. Kota Daud kembali didiami oleh keluarga-keluarga orang Ibrani, sebuah bait suci yang baru dibangun, dan tembok-temboknya diperbaiki.

Hal itu mengarahkan kita kepada Maleakhi. Nabi Maleakhi kemungkinan besar hidup sezaman dengan Nehemia. Kitabnya menjadi penutup dari Perjanjian Lama. Perhatikan hal pertama yang dikatakannya kepada umat Israel: “‘Aku mengasihi kamu,’ firman Tuhan.” Dan lihatlah tanggapan bangsa itu: “Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?” (1:2).

Menakjubkan, bukan? Kesetiaan Allah telah terbukti di sepanjang perjalanan sejarah mereka, tetapi setelah ratusan tahun Allah terus menerus memelihara umat pilihan-Nya, baik melalui perkara yang ajaib maupun yang biasa, mereka masih bertanya-tanya tentang bukti dari kasih-Nya. Selanjutnya, Maleakhi mengingatkan umat Israel akan ketidaksetiaan mereka (lihat ay.6-8). Pengalaman panjang mereka menunjukkan pola bahwa pemeliharaan Allah atas mereka akan diikuti dengan ketidakpatuhan, kemudian disusul penghukuman dari Allah.

Waktunya sudah tiba untuk sebuah cara baru—dan segera akan tiba. Sang nabi memberikan petunjuk tentang hal itu di Maleakhi 4:5-6. Sang Mesias akan datang. Akan ada harapan di masa mendatang bagi seorang Juruselamat yang akan menunjukkan kepada kita kasih-Nya dan yang membayar lunas hukuman atas dosa kita sekali untuk selamanya.

Mesias itu sungguh telah datang! Harapan Maleakhi telah menjadi kenyataan di dalam diri Yesus. —Dave Branon

Bapa, terima kasih untuk kisah yang telah Engkau ceritakan di dalam firman-Mu mengenai umat Israel. Cerita itu mengingatkan kami untuk bersyukur atas apa yang telah Engkau lakukan bagi kami. Terima kasih karena kasih-Mu yang begitu ajaib Engkau mengaruniakan Yesus bagi kami.

Barangsiapa percaya kepada Yesus akan mempunyai hidup kekal.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 3-5; Lukas 20:1-26

Pengorbanan Agung

Jumat, 15 April 2016

Pengorbanan Agung

Baca: Ibrani 10:5-18

10:5 Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki–tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku–.

10:6 Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan.

10:7 Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.”

10:8 Di atas Ia berkata: “Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya” –meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat–.

10:9 Dan kemudian kata-Nya: “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.

10:10 Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.

10:11 Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa.

10:12 Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah,

10:13 dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpuan kaki-Nya.

10:14 Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.

10:15 Dan tentang hal itu Roh Kudus juga memberi kesaksian kepada kita,

10:16 sebab setelah Ia berfirman: “Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu,” Ia berfirman pula: “Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka,

10:17 dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka.”

10:18 Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa.

Tuhan Yesus Kristus . . . telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita. —Galatia 1:3-4

Pengorbanan Agung

W. T. Stead, wartawan asal Inggris yang hidup di awal abad ke-20, dikenal berpikiran maju dan suka menulis tentang isu-isu sosial yang kontroversial. Ia pernah menulis dua artikel yang membahas tentang bahaya dari kapal-kapal penumpang yang beroperasi dengan jumlah sekoci penolong yang tidak sebanding dengan kapasitas penumpangnya. Ironisnya, Stead berada di atas kapal Titanic ketika kapal itu menabrak gunung es di Atlantik Utara pada tanggal 15 April 1912. Menurut laporan, setelah membantu para wanita dan anak-anak naik ke dalam sekoci, Stead mengorbankan nyawanya dengan membiarkan orang lain memakai pelampungnya dan mengambil tempatnya di sekoci yang ada agar mereka dapat diselamatkan.

Pengorbanan diri memang sangat mengharukan. Tidak ada teladan pengorbanan diri yang lebih besar daripada yang telah diberikan oleh Yesus Kristus. Penulis kitab Ibrani berkata, “Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah. . . . Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibr. 10:12,14). Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus memulai dengan kata-kata yang menggambarkan tentang pengorbanan agung itu: “Tuhan Yesus Kristus . . . telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini” (Gal. 1:3-4).

Penyerahan diri Yesus yang menggantikan kita menjadi bukti kasih-Nya bagi kita. Pengorbanan-Nya yang rela itu masih terus membawa jiwa-jiwa pada keselamatan dan menawarkan kepada manusia jaminan hidup kekal bersama-Nya. —Bill Crowder

Ya Allah yang penuh kasih dan rahmat, tak ada kata-kata yang cukup untuk merangkum keajaiban dari pengorbanan Kristus yang menggantikan kami. Kiranya kasih kami mendorong kami untuk beriman dan menyembah-Mu, karena Anak-Mu yang mati bagi kami itu layak menerima segala pujian.

Yesus menyerahkan nyawa-Nya demi menunjukkan kasih-Nya bagi kita.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 27-29; Lukas 13: 1-22

Salib di Bukit Hollywood

Rabu, 6 April 2016

Salib di Bukit Hollywood

Baca: 1 Korintus 1:18-31

1:18 Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.

1:19 Karena ada tertulis: “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.”

1:20 Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?

1:21 Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.

1:22 Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,

1:23 tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,

1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.

1:25 Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.

1:26 Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang.

1:27 Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,

1:28 dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,

1:29 supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.

1:30 Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita.

1:31 Karena itu seperti ada tertulis: “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.”

Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus. Galatia 6:14

Salib di Bukit Hollywood

Salah satu ikon yang paling dikenali di Amerika Serikat adalah penanda bertuliskan “HOLLYWOOD” yang terdapat di California Selatan. Orang dari seluruh penjuru dunia datang ke kota penuh gemerlap itu untuk melihat cetakan kaki para bintang di atas semen dan berharap dapat berpapasan dengan sejumlah selebriti. Penanda yang menjulang dari kaki bukit dekat kota itu tidak mungkin terlewatkan oleh para pengunjung.

Namun ada simbol lain di bukit Hollywood yang tidak terlalu dikenal, padahal simbol itu memiliki makna kekal. Sebuah salib berukuran hampir 10 meter, yang disebut sebagai Hollywood Pilgrimage Memorial Monument (Monumen Peringatan Peziarah di Hollywood), menjulang tegak menghadap ke arah kota. Salib itu ditempatkan di sana untuk mengenang Christine Wetherill Stevenson, seorang pewaris harta yang pada dekade 1920-an mendirikan Pilgrimage Theater (sekarang menjadi Teater John Anson Ford), tempat pementasan The Pilgrimage Play, sebuah drama tentang Kristus.

Kedua ikon tersebut memperlihatkan kekontrasan yang menarik. Sebaik atau seburuk apa pun sebuah film, nilai hiburan, kontribusi artistik, dan relevansi dari film tersebut tidak akan bertahan lama.

Sebaliknya, salib mengingatkan kita akan sebuah drama yang bersifat kekal. Karya Kristus merupakan kisah tentang Allah Mahakasih yang mencari dan mengundang kita untuk menerima pengampunan total yang ditawarkan-Nya. Drama agung dari kematian Yesus merupakan bagian dari catatan sejarah, sementara kebangkitan-Nya mengalahkan maut dan memberi dampak kekal bagi kita semua. Sungguh, salib Kristus tidak akan pernah kehilangan makna dan kuasanya. —Dennis Fisher

Bapa, terima kasih untuk dampak kekal dari salib Kristus. Tolong kami untuk mengerti dan menghargai kasih yang membuat Anak-Mu rela memikul salib-Nya demi kami.

Untuk mengenal makna yang sejati dari salib, kamu harus mengenal Pribadi yang mati pada salib itu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 4-6; Lukas 9:1-17

Pemeras Minyak

Kamis, 24 Maret 2016

Pemeras Minyak

Baca: Markus 14:32-39

14:32 Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: “Duduklah di sini, sementara Aku berdoa.”

14:33 Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar,

14:34 lalu kata-Nya kepada mereka: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.”

14:35 Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya.

14:36 Kata-Nya: “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.”

14:37 Setelah itu Ia datang kembali, dan mendapati ketiganya sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: “Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?

14:38 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah.”

14:39 Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.

Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. —Markus 14:32

Pemeras Minyak

Jika kamu mengunjungi pedesaan Kapernaum di sebelah Danau Galilea, kamu akan melihat pameran alat pemeras minyak kuno. Dengan bahan dari batu basal, alat pemeras minyak itu terdiri atas dua bagian: bagian dasar dan roda penggiling. Bagian dasarnya berbentuk bundar, berukuran besar dan mempunyai cekungan yang terpahat di dalamnya. Buah zaitun ditaruh dalam cekungan itu, lalu roda penggiling yang juga terbuat dari batu berat digulirkan di atas buah zaitun tersebut untuk mengeluarkan minyaknya.

Pada malam sebelum kematian-Nya, Yesus pergi ke bukit Zaitun yang menghadap ke kota Yerusalem. Di sana, di sebuah taman bernama Getsemani, Yesus berdoa kepada Bapa dengan menyadari apa yang akan dialami-Nya sebentar lagi.

Kata Getsemani berarti “tempat pemerasan minyak”—dan itu dengan tepat menggambarkan masa-masa awal dari penderitaan berat yang dialami Yesus demi kita. Di Getsemani, “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk. 22:44).

Yesus, Sang Anak, menderita dan mati untuk “menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29) dan memulihkan hubungan kita yang terputus dengan Allah Bapa. “Sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya . . . Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes. 53:4-5)

Hati kita pun berseru dalam sembah syukur. —Bill Crowder

Bapa, mampukan aku untuk memahami apa yang telah ditanggung Anak-Mu demi diriku. Mampukan aku untuk menghargai kedalaman kasih yang membuat Kristus, Tuhanku, rela diremukkan untuk tiap kesalahanku dan demi keselamatanku.

Lenyaplah segala pelanggaranku, dan kini aku bebas— semua karena Yesus mati bagiku. —W. G. Ovens

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 16-18; Lukas 2:1-24

Pondok Kuno yang Sarat Kisah

Rabu, 23 Maret 2016

Pondok Kuno yang Sarat Kisah

Baca: Ibrani 9:11-15

9:11 Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, –artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, —

9:12 dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.

9:13 Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah,

9:14 betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.

9:15 Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama.

[Kristus] telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia. —Ibrani 9:11

Pondok Kuno yang Sarat Kisah

Ada sebuah pondok kuno indah yang dibangun dengan ahli dari kayu-kayu yang dipotong dengan tangan. Namun bangunan itu sendiri hanyalah sebagian dari keunikan yang dimiliki pondok tersebut. Pada dinding dalamnya tergantung berbagai harta warisan keluarga yang sarat dengan kenangan. Di atas meja, terletak sebuah keranjang telur hasil anyaman tangan, baki kuno, dan lampu petromaks. Di pintu depan bertengger sebuah topi yang telah usang. “Ada kisah di balik setiap benda tersebut,” ucap si pemilik pondok dengan bangga.

Ketika Allah memerintahkan Musa untuk membangun Kemah Suci, setiap bagian mempunyai “kisahnya” masing-masing (Kel. 25-27). Kemah itu hanya memiliki satu pintu masuk, sama seperti kita hanya punya satu jalan kepada Allah (lihat Kis. 4:12). Tabir tebal yang memisahkan manusia dari Tempat Mahakudus di mana hadirat Allah berdiam menyatakan bahwa dosa memisahkan kita dari Allah. Di dalam Tempat itu terdapat tabut perjanjian yang melambangkan hadirat Allah. Imam besar adalah pendahulu dari Imam Besar yang akan datang, yaitu Yesus. Darah korban persembahan melambangkan pengorbanan Kristus yang sempurna: “Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus . . . dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal” (Ibr. 9:12).

Semua itu mengisahkan tentang Kristus dan karya yang dituntaskan-Nya demi kita. Dia melakukannya “supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan” (ay.15). Yesus mengundang kita untuk menjadi bagian dari kisah-Nya. —Tim Gustafson

Adakah benda yang bermakna khusus bagimu dan mengapa demikian? Kisah apa yang ada di balik kehadiran benda itu? Bagaimana kisah itu dapat menolongmu untuk memperkenalkan seseorang kepada Yesus?

Yesus menanggung dosa kita agar kita beroleh keselamatan.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 13-15; Lukas 1:57-80

Air Pun Merah Tersipu

Minggu, 20 Maret 2016

Air Pun Merah Tersipu

Baca: Yohanes 1:1-14

1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

1:2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.

1:3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.

1:4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.

1:5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.

1:6 Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;

1:7 ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.

1:8 Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.

1:9 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.

1:10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.

1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.

1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;

1:13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.

1:14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Pada mulanya adalah Firman; . . . Segala sesuatu dijadikan oleh Dia. Yohanes 1:1,3

Air Pun Merah Tersipu

Mengapa Yesus datang ke dunia sebelum ditemukannya fotografi dan video? Bukankah Dia akan bisa menjangkau lebih banyak orang jika setiap orang bisa melihat-Nya? Lagi pula, ada ungkapan yang berkata, sebuah gambar bernilai ribuan kata.

“Tidak,” kata Ravi Zacharias, sambil menegaskan bahwa sebuah kata justru dapat bernilai “ribuan gambar”. Sebagai bukti, beliau mengutip kalimat yang luar biasa dari syair karya Richard Crashaw, “Air pun mengenali Pencipta-Nya dan merah tersipu.” Dalam sebaris kalimat yang sederhana itu, Crashaw merangkum inti dari mukjizat pertama yang dilakukan Yesus (Yoh. 2:1-11). Karya ciptaan mengenali Yesus sebagai Penciptanya. Seorang tukang kayu biasa tidak akan bisa mengubah air menjadi anggur.

Dalam kesempatan lain, Yesus menenangkan badai hanya dengan berkata, “Diam! Tenanglah!” Murid-murid-Nya yang tertegun bertanya-tanya, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” (Mrk. 4:39,41). Di lain waktu, Yesus berkata kepada orang-orang Farisi, bahwa jika orang banyak tidak memuji-Nya, “batu ini akan berteriak” (Luk 19:40). Batu-batu pun mengenali diri-Nya.

Yohanes mengatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya” (Yoh. 1:14). Dari pengalamannya bersama Yesus, Yohanes juga menulis, “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, . . . Firman hidup—itulah yang kami tuliskan kepada kamu” (1Yoh. 1:1). Seperti Yohanes, kita dapat menggunakan perkataan kita untuk memperkenalkan orang lain kepada Yesus, Sang Penguasa atas angin, air, dan alam semesta. —Tim Gustafson

Yesus, kami mengakui bahwa Engkaulah Pencipta yang mengenal dan mengasihi ciptaan-Mu. Namun Engkau menanti kami untuk mengundang-Mu masuk dalam tiap aspek kehidupan kami. Ampuni kami jikalau kami pernah menjauh dari-Mu. Hari ini kami memilih untuk mengenal-Mu lebih dalam lagi.

Firman yang tertulis menyingkapkan tentang Sang Firman Hidup.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 4-6; Lukas 1:1-20