Posts

Pertanyaan di Hari Natal

Selasa, 4 Desember 2018

Pertanyaan di Hari Natal

Baca: Matius 16:13-21

16:13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?”

16:14 Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.”

16:15 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”

16:16 Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”

16:17 Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.

16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.

16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”

16:20 Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapapun bahwa Ia Mesias.

16:21 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” —Matius 16:15

Pertanyaan di Hari Natal

Jauh sebelum kalender menunjukkan bulan Desember, kemeriahan Natal mulai tampak di kota kami yang terletak di wilayah utara. Pepohonan dan semak-semak di halaman sebuah klinik digantungi lampu hias warna-warni sehingga pada malam hari cahayanya berpendar memukau. Kantor lain menghias bangunannya seperti sebuah kado Natal raksasa yang megah. Ke mana pun mata memandang, terlihat jelas adanya semangat Natal—atau setidaknya kegiatan berbagai usaha yang menjajakan produknya menjelang Natal.

Ada yang menyukai tampilan mewah itu, ada pula yang memandang sinis. Namun, pertanyaan terpenting bukanlah bagaimana pandangan orang tentang Natal. Sebaliknya, kita perlu merenungkan apa makna perayaan itu bagi kita masing-masing.

Tiga puluh tahun lebih setelah kelahiran-Nya, Yesus bertanya kepada para murid, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (mat. 16:13). Mereka pun melaporkan perkataan orang lain: Yohanes Pembaptis, Elia, atau salah satu dari para nabi. Kemudian, pertanyaan Yesus menjadi lebih pribadi sifatnya: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (ay.15). Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (ay.16).

Banyak orang merayakan Natal tanpa memikirkan siapa sesungguhnya Bayi yang kelahirannya dirayakan itu. Ketika berbincang dengan mereka, kita dapat menolong mereka memikirkan pertanyaan penting ini: Apakah Natal hanya sebuah kisah mengharukan tentang bayi yang lahir di kandang, ataukah Pencipta kita benar-benar datang kepada ciptaan-Nya dan menjadi manusia seperti kita? —Tim Gustafson

Bapa di surga, kiranya perayaan Natal tahun ini, baik mewah maupun sederhana, dapat memuliakan Sang Mesias yang datang untuk menebus ciptaan-Nya.

Menurutmu, siapakah Yesus?

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 47-48; 1 Yohanes 3

Kresendo Tertinggi

Jumat, 26 Oktober 2018

Kresendo Tertinggi

Baca: 1 Yohanes 4:14-21

4:14 Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.

4:15 Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah.

4:16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.

4:17 Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.

4:18 Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.

4:19 Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.

4:20 Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.

4:21 Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.

Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. —1 Yohanes 4:14

Kresendo Tertinggi

Saya diajar orangtua untuk menyukai semua jenis musik—dari musik country hingga musik klasik. Jadi jantung saya berdegup kencang ketika memasuki Moscow Conservatory, salah satu gedung konser terbaik di Rusia, untuk mendengar penampilan Simfoni Nasional Rusia. Ketika konduktor memimpin para musisi untuk melantunkan karya Tchaikovsky yang luar biasa, alunan musiknya berangsur-angsur meninggi hingga tiba pada kresendo tertinggi dengan kuat—itulah klimaks musikal yang amat mendalam dan dramatis. Itu bagaikan suatu momen magis sehingga penonton pun serentak berdiri memberikan pujian.

Kitab Suci juga bergerak menuju kresendo tertinggi dan terkuat dalam sejarah, yakni salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Dalam momen-momen setelah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa di taman Eden, Allah berjanji bahwa seorang Penebus akan datang (Kej. 3:15), dan di sepanjang Perjanjian Lama, janji itu terus bergerak maju. Janji itu bergema dalam korban anak domba Paskah (Kel. 12:21), dalam harapan para nabi (1Ptr 1:10), dan dalam kerinduan dari umat Allah.

1 Yohanes 4:14 menegaskan puncak dari kisah Perjanjian Lama itu: “Kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.” Apa yang dilakukan-Nya? Allah menggenapi janji penyelamatan-Nya atas dunia yang sudah hancur oleh dosa ini ketika Yesus mati dan bangkit kembali untuk mengampuni dan memulihkan kita kepada Sang Pencipta. Suatu hari nanti, Dia akan datang kembali dan memulihkan seluruh ciptaan-Nya.

Saat kita mengingat apa yang telah dilakukan Anak Allah bagi kita, kita pun merayakan kresendo tertinggi dari anugerah dan penyelamatan Allah bagi kita dan dunia-Nya—Yesus Kristus! —Bill Crowder

Ya Bapa, pengaruh dari kedatangan Anak-Mu ke dunia ini sungguh tiada tara. Aku bersyukur Dia telah datang untuk membebaskanku dan akan datang kembali untuk memulihkan dunia-Mu.

Rayakanlah Yesus, pemberian Allah yang terbesar bagi kita!

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 9-11; 1 Timotius 6

Puntung Kayu Allah

Selasa, 2 Oktober 2018

Puntung Kayu Allah

Baca: Zakharia 3:1-7

3:1 Kemudian ia memperlihatkan kepadaku imam besar Yosua berdiri di hadapan Malaikat TUHAN sedang Iblis berdiri di sebelah kanannya untuk mendakwa dia.

3:2 Lalu berkatalah Malaikat TUHAN kepada Iblis itu: “TUHAN kiranya menghardik engkau, hai Iblis! TUHAN, yang memilih Yerusalem, kiranya menghardik engkau! Bukankah dia ini puntung yang telah ditarik dari api?”

3:3 Adapun Yosua mengenakan pakaian yang kotor, waktu dia berdiri di hadapan Malaikat itu,

3:4 yang memberikan perintah kepada orang-orang yang melayaninya: “Tanggalkanlah pakaian yang kotor itu dari padanya.” Dan kepada Yosua ia berkata: “Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan kesalahanmu dari padamu! Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta.”

3:5 Kemudian ia berkata: “Taruhlah serban tahir pada kepalanya!” Maka mereka menaruh serban tahir pada kepalanya dan mengenakan pakaian kepadanya, sedang Malaikat TUHAN berdiri di situ.

3:6 Lalu Malaikat TUHAN itu memberi jaminan kepada Yosua, katanya:

3:7 “Beginilah firman TUHAN semesta alam: Apabila engkau hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan melakukan tugas yang Kuberikan kepadamu, maka engkau akan memerintah rumah-Ku dan mengurus pelataran-Ku, dan Aku akan mengizinkan engkau masuk ke antara mereka yang berdiri melayani di sini.

Dosamu telah kubuang, engkau akan kuberi pakaian yang baru. —Zakharia 3:4 BIS

Puntung Kayu Allah

Setelah meraih anak yang terkecil, pelayan wanita yang panik itu bergegas keluar dari rumah yang sedang dilalap api. Ia masih berteriak keras memanggil Jacky, anak yang berumur lima tahun.

Namun, Jacky tidak mengikutinya. Di luar rumah, seorang warga cepat-cepat mengambil tindakan. Ia memanjat bahu temannya untuk menaiki jendela loteng, lalu ia menarik Jacky keluar dan membawanya ke tempat aman—persis sebelum atap rumah itu runtuh. “Jacky kecil seperti puntung kayu yang ditarik dari api,” kata Susanna, ibunya. “Puntung kayu” itu kemudian tumbuh menjadi pemberita Injil besar bernama John Wesley (1703-1791).

Susanna Wesley mengutip tulisan Zakharia, seorang nabi yang memberi kita wawasan berharga tentang karakter Allah. Saat menulis tentang penglihatan yang diterimanya, Zakharia membawa kita memasuki ruang pengadilan tempat Iblis berdiri di sebelah Imam Besar Yosua (3:1). Iblis mendakwa Yosua, tetapi Tuhan menghardik Iblis dan berkata, “Orang ini bagaikan puntung kayu yang ditarik dari nyala api” (ay.2 BIS). Kemudian Tuhan berkata kepada Yosua, “Dosamu telah kubuang, engkau akan kuberi pakaian yang baru” (ay.4 BIS).

Lalu Tuhan memberi Yosua tantangan—dan kesempatan: “Kalau engkau mematuhi hukum-hukum-Ku dan melakukan tugas-tugas yang Kuberikan kepadamu, maka untuk seterusnya engkau boleh menjadi pemimpin di dalam Rumah-Ku dan mengurus pelatarannya” (ay.7 BIS).

Sungguh indah gambaran anugerah yang kita terima dari Allah melalui iman kita kepada Yesus! Dia menarik kita dari api neraka, membersihkan kita, dan berkarya dalam diri kita sembari kita mengikuti tuntunan Roh-Nya. Kita pun dapat disebut sebagai puntung kayu yang ditarik dari api oleh Allah. —Tim Gustafson

Bapa, terima kasih karena Engkau menyelamatkan kami dan mendamaikan kami dengan-Mu. Kami mohon tuntunan Roh-Mu saat kami melayani-Mu hari ini.

Allah menyelamatkan kita karena Dia mengasihi kita; lalu Dia memperlengkapi kita untuk membagikan kasih-Nya kepada sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 14-16; Efesus 5:1-16

Artikel Terkait:

Mengapa Aku Tetap Berharap

Kepuasan Tertinggi

Jumat, 14 September 2018

Kepuasan Tertinggi

Baca: Yesaya 55:1-7

55:1 Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!

55:2 Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat.

55:3 Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud.

55:4 Sesungguhnya, Aku telah menetapkan dia menjadi saksi bagi bangsa-bangsa, menjadi seorang raja dan pemerintah bagi suku-suku bangsa;

55:5 sesungguhnya, engkau akan memanggil bangsa yang tidak kaukenal, dan bangsa yang tidak mengenal engkau akan berlari kepadamu, oleh karena TUHAN, Allahmu, dan karena Yang Mahakudus, Allah Israel, yang mengagungkan engkau.

55:6 Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!

55:7 Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya.

Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! —Yesaya 55:1

Kepuasan Tertinggi

Saat membagikan makanan ringan kepada anak-anak dalam suatu kegiatan Sekolah Alkitab, kami melihat seorang anak kecil yang makan dengan lahap. Kemudian ia juga memakan remah-remah makanan milik anak-anak lain di mejanya. Bahkan setelah saya memberinya sekantong popcorn, ia belum kenyang juga. Sebagai pembimbing, kami sangat prihatin dan bingung mengapa anak kecil itu begitu lapar.

Lalu saya terpikir, bukankah kita juga bisa menjadi seperti anak kecil itu dalam hal emosi? Kita mencari-cari cara untuk memuaskan kerinduan kita yang terdalam, tetapi kita tidak pernah menemukan sesuatu yang dapat memuaskan kita sepenuhnya.

Nabi Yesaya mengundang mereka yang haus, “Marilah dan minumlah” dan kepada yang lapar, “Makanlah” (Yes. 55:1). Namun kemudian, ia bertanya, “Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?” (ay.2). Yang dimaksud Yesaya bukan hanya lapar secara fisik. Allah sanggup memuaskan kelaparan rohani dan emosi kita dengan menjanjikan kehadiran-Nya. “Perjanjian abadi” di ayat 3 mengingatkan kita pada janji yang dibuat Allah kepada Daud dalam 2 Samuel 7:8-16. Melalui keturunan Daud, seorang Juruselamat akan datang untuk menghubungkan kembali manusia dengan Allah. Di kemudian waktu, dalam Yohanes 6:35 dan 7:37, Yesus memberikan undangan yang sama dengan undangan yang diberikan oleh Yesaya. Dengan cara itu, Yesus menunjukkan bahwa diri-Nya adalah Juruselamat yang pernah dinubuatkan oleh Yesaya dan nabi-nabi lainnya.

Apakah kamu lapar? Allah mengundang kamu untuk datang kepada-Nya dan dipenuhi hadirat-Nya. —Linda Washington

Bapa, aku ingin mengenal-Mu lebih dalam. Hanya Engkau yang dapat memuaskan kerinduanku yang terdalam.

Hanya Allah yang bisa memuaskan kelaparan rohani kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 19-21; 2 Korintus 7

Artikel Terkait:

Penjara Bukan Penghalang

Hati Sang Petugas Polisi

Sabtu, 1 September 2018

Hati Sang Petugas Polisi

Baca: Matius 18:1-10

18:1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?”

18:2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka

18:3 lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.

18:5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

18:6 “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.

18:7 Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.

18:8 Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal.

18:9 Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua.

18:10 Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.

Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. —Matius 18:10

Hati Sang Petugas Polisi

Saat petugas polisi Vic Miglio kembali ke kantornya, ia langsung duduk dan menyandarkan diri ke dinding karena keletihan. Sebuah kasus kekerasan dalam rumah tangga telah menghabiskan sebagian waktunya hari itu. Peristiwa tersebut membuat seorang pria ditahan, seorang anak perempuan dilarikan ke rumah sakit, dan seorang ibu terguncang. Rasanya, kasus tersebut akan menggayuti pikiran si polisi muda itu untuk waktu yang lama.

“Kamu sudah berbuat yang terbaik, Vic,” atasannya mencoba bersimpati. Namun, kata-kata itu tidak menolong. Ada polisi yang bisa meninggalkan pekerjaan mereka di kantor, tetapi tidak bagi Vic Miglio. Hatinya begitu terbebani oleh kasus-kasus sulit seperti ini.

Hati Miglio mencerminkan belas kasihan Yesus. Murid-murid Yesus pernah datang kepada-Nya dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” (Mat. 18:1). Yesus memanggil seorang anak kecil, lalu berkata kepada murid-murid-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (ay.3). Kemudian Dia memberikan peringatan keras kepada siapa saja yang mencoba untuk menyesatkan anak-anak (ay.6). Anak-anak begitu istimewa bagi Yesus hingga Dia mengatakan, “Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga” (ay.10).

Alangkah bahagianya mengetahui bahwa kasih Yesus bagi anak-anak juga berkaitan dengan kasih-Nya bagi kita semua! Karena itulah, Dia mengundang kita, melalui iman seperti anak-anak, untuk menjadi anak-anak-Nya. —Tim Gustafson

Tuhan, ingatkan kami untuk mengasihi anak-anak seperti Engkau mengasihi mereka, bahkan datang kepada-Mu dengan iman yang percaya seperti anak-anak.

Keluarga di bumi bisa mengecewakan kita, tetapi tidak dengan Bapa kita di surga.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 135-136; 1 Korintus 12

Hati yang Lapar

Kamis, 16 Agustus 2018

Hati yang Lapar

Baca: Yohanes 6:32-40

6:32 Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga.

6:33 Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.”

6:34 Maka kata mereka kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.”

6:35 Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

6:36 Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.

6:37 Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.

6:38 Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.

6:39 Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.

6:40 Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”

Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. —Yohanes 6:35

Hati yang Lapar

Saat berkendara bersama suami, saya melihat-lihat e-mail di ponsel saya dan dikejutkan oleh munculnya iklan sebuah toko donat di kota saya. Toko itu baru saja kami lewati! Tiba-tiba saja perut saya keroncongan karena lapar. Alangkah hebatnya cara teknologi memungkinkan para penjual merayu kita untuk mencoba produk atau jasa mereka.

Sembari menutup e-mail tersebut, saya teringat kepada Allah yang terus-menerus rindu menarik saya mendekat kepada-Nya. Dia selalu mengetahui di mana saya berada dan rindu untuk mempengaruhi pilihan-pilihan yang saya buat setiap hari. Saya bertanya-tanya, Apakah hati saya juga begitu mendambakan-Nya seperti perut saya yang lapar karena menginginkan donat?

Dalam Yohanes 6, setelah mukjizat Yesus memberi makan lima ribu orang, para murid sangat berharap Yesus akan selalu memberi mereka “roti yang . . . memberi hidup kepada dunia” (ay.33-34). Yesus menanggapi di ayat 35, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” Sungguh luar biasa bagaimana hubungan pribadi dengan Yesus dapat selalu memberikan asupan rohani yang kita butuhkan sehari-hari!

Iklan toko donat tadi menyasar kelaparan jasmani saya, tetapi pengetahuan Allah yang sempurna akan kondisi hati saya telah mendorong saya untuk mengenali kebutuhan saya yang tiada habisnya akan Dia dan untuk menerima kepuasan sejati yang hanya dapat ditemukan di dalam Dia. —Elisa Morgan

Ya Allah, ingatkan aku bahwa aku membutuhkan kehadiran-Mu setiap hari.

Hanya Yesus yang menyediakan roti yang benar-benar memuaskan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 94-96; Roma 15:14-33

Apa Kegemaran Kamu?

Rabu, 18 Juli 2018

Apa Kegemaran Kamu?

Baca: Mazmur 20:7-10

20:7 Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya.

20:8 Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita.

20:9) Mereka rebah dan jatuh, tetapi kita bangun berdiri dan tetap tegak.

20:10 Ya TUHAN, berikanlah kemenangan kepada raja! Jawablah kiranya kami pada waktu kami berseru!

Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama Tuhan, Allah kita. —Mazmur 20:8

Apa Kegemaran Kamu?

Salah seorang pegawai di bank tempat saya menabung memasang foto mobil Shelby Cobra tipe roadster (2 kursi tanpa atap permanen) pada jendela kerjanya. (Cobra adalah mobil dengan performa tinggi yang diproduksi oleh Ford Motor Company.)

Suatu hari, ketika bertransaksi di bank tersebut, saya bertanya kepadanya apakah itu mobilnya. “Bukan,” jawabnya, “itu hanya kegemaran yang saya kejar. Itulah alasan saya bangun dan bekerja setiap hari. Suatu hari nanti, saya akan memiliki mobil itu.”

Saya memahami kegemaran anak muda itu. Salah satu teman saya memiliki mobil Cobra, dan saya pernah sekali mengendarai mobil itu! Mobil yang sangat tangguh! Namun, mobil Cobra, seperti apa pun hal lainnya di dunia ini, tidak sepatutnya menjadi tujuan hidup kita. Menurut pemazmur, orang yang percaya pada hal-hal selain Allah akan “rebah dan jatuh” (Mzm. 20:9).

Itu karena kita diciptakan untuk Allah, dan tak ada satu pun hal yang dapat menggantikannya. Itulah kebenaran yang kita alami sendiri dalam hidup sehari-hari: Kita membeli ini atau itu karena berpikir bahwa semua itu akan membuat kita bahagia. Namun, seperti anak yang menerima selusin lebih hadiah Natal, kita pun bertanya kepada diri sendiri, “Cuma segini?” Selalu saja ada yang kurang.

Tak ada satu pun hal yang ditawarkan dunia ini—hal-hal yang sangat baik sekalipun—yang dapat sepenuhnya memuaskan kita. Hal-hal itu mungkin memberi sedikit kepuasan, tetapi itu pun segera lenyap (1Yoh. 2:17). Memang benar, “Allah tidak bisa memberi kita kebahagiaan dan damai yang terlepas dari diri-Nya,” C. S. Lewis menyimpulkan. “Karena memang tidak ada hal semacam itu.” —David H. Roper

Aku telah temukan Dia yang lama didambakan jiwaku! Yesus puaskan kerinduanku—melalui darah-Nya, telah diselamatkan-Nya daku. Clara Williams

Ada kerinduan dalam setiap hati yang hanya dapat dipuaskan oleh Yesus.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 20-22; Kisah Para Rasul 21:1-17

Seruan Orang Buta

Selasa, 5 Juni 2018

Seruan Orang Buta

Baca: Lukas 18:35-43

18:35 Waktu Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis.

18:36 Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: “Apa itu?”

18:37 Kata orang kepadanya: “Yesus orang Nazaret lewat.”

18:38 Lalu ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”

18:39 Maka mereka, yang berjalan di depan, menegor dia supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku!”

18:40 Lalu Yesus berhenti dan menyuruh membawa orang itu kepada-Nya. Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya:

18:41 “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang itu: “Tuhan, supaya aku dapat melihat!”

18:42 Lalu kata Yesus kepadanya: “Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!”

18:43 Dan seketika itu juga melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah.

Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku! —Lukas 18:38

Seruan Orang Buta

Beberapa tahun lalu, seorang rekan perjalanan memperhatikan bahwa saya berusaha sangat keras untuk dapat melihat benda-benda yang terletak di kejauhan. Ia kemudian melakukan satu hal yang sederhana, tetapi mengubah hidup saya. Ia melepas kacamatanya dan meminta saya untuk memakainya. Ketika saya memakai kacamatanya, penglihatan saya yang semula kabur, langsung menjadi jelas. Akhirnya saya pun pergi ke dokter dan ia meresepkan sepasang kacamata yang bisa saya pesan untuk memperbaiki masalah penglihatan saya.

Bagian dari Lukas 18 yang kita baca hari ini bercerita tentang seseorang yang tidak bisa melihat sama sekali. Menjalani hidup dalam kegelapan total telah memaksanya untuk bekerja sebagai pengemis. Berita tentang Yesus, sang guru dan pembuat mukjizat yang terkenal, telah didengarnya. Ketika rute perjalanan Yesus membawa-Nya melewati tempat orang buta itu mengemis, tersulutlah harapan dalam hati orang itu. “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” serunya (ay.38). Walaupun tidak bisa melihat secara fisik, secara rohani orang itu dapat melihat jati diri Yesus yang sebenarnya dan ia percaya bahwa Dia sanggup memenuhi kebutuhannya. Kepercayaannya itu mendorongnya untuk semakin keras berseru, “Anak Daud, kasihanilah aku!” (ay.39). Hasilnya? Kebutaannya disembuhkan, dan ia tidak lagi mengemis melainkan memuliakan Allah karena kini ia dapat melihat (ay.43).

Di masa-masa kegelapan, ke manakah kamu berpaling? Atas dasar apa kamu berseru? Kepada siapa kamu berseru? Kacamata memang menolong untuk memperbaiki penglihatan saya, tetapi jamahan Yesus, Anak Allah, yang penuh belas kasihan sanggup membuka mata hati seseorang yang buta secara rohani. —Arthur Jackson

Ya Bapa, bukalah mata hatiku supaya aku melihat dengan jelas siapakah Yesus dan apa yang sanggup dilakukan-Nya.

Allah Bapa berkenan membuka mata hati mereka yang memohon kepada-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 23-24; Yohanes 15

Mematahkan Belenggu

Senin, 30 April 2018

Mematahkan Belenggu

Baca: Efesus 1:3-14

1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.

1:4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.

1:5 Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,

1:6 supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.

1:7 Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,

1:8 yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian.

1:9 Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus

1:10 sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.

1:11 Aku katakan “di dalam Kristus”, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan—kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya—

1:12 supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.

1:13 Di dalam Dia kamu juga—karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu—di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.

1:14 Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.

Di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa. —Efesus 1:7

Mematahkan Belenggu

Kami merasakan kunjungan ke Christ Church Cathedral di Stone Town, Zanzibar, begitu menyentuh hati. Itu karena bangunan katedral tersebut tepat berada di lokasi yang sebelumnya merupakan pasar budak terbesar di Afrika Timur. Para perancang katedral itu ingin menunjukkan melalui simbol-simbol fisik bagaimana Injil telah mematahkan belenggu perbudakan. Lokasi tersebut tidak lagi menjadi lambang dari kekejaman dan kejahatan yang mengerikan, melainkan lambang dari anugerah Allah yang menjadi nyata.

Mereka yang membangun katedral tersebut ingin mengekspresikan bagaimana kematian Yesus di kayu salib memberikan kebebasan dari dosa. Itulah yang disampaikan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, “Di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan” (Ef. 1:7). Dalam ayat tersebut, kata penebusan mengacu pada gagasan di Perjanjian Lama tentang tempat jual-beli, ketika orang membeli kembali seseorang atau suatu barang. Yesus membeli kembali manusia dari hidupnya yang diperbudak dosa dan kesalahan.

Dalam kata-kata pembuka Paulus di dalam suratnya tersebut (ay.3-14), kita membaca bagaimana ia begitu melimpah dengan sukacita saat memikirkan kemerdekaannya di dalam Kristus. Dalam pujian demi pujian, Paulus merujuk kepada karya anugerah Allah bagi kita melalui kematian Yesus, yang telah membebaskan kita dari belenggu dosa. Kita tidak perlu lagi diperbudak oleh dosa, karena kita telah dimerdekakan untuk hidup bagi Allah dan demi kemuliaan-Nya. —Amy Boucher Pye

Allah Bapa, melalui kematian Anak-Mu, Engkau telah memberi kami hidup kekal. Tolong kami untuk membagikan karunia tersebut kepada seseorang hari ini.

Yesus telah menebus kita dari perbudakan dosa.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 8-9; Lukas 21:1-19