Posts

Diangkat Menjadi Anak

Kamis, 31 Januari 2019

Diangkat Menjadi Anak

Baca: Galatia 4:1-7

4:1 Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikitpun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan dari segala sesuatu;

4:2 tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.

4:3 Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia.

4:4 Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.

4:5 Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.

4:6 Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

4:7 Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.

Allah mengutus Anak-Nya . . . supaya kita diterima menjadi anak. —Galatia 4:4-5

Diangkat Menjadi Anak

Saya merasa senang ketika seorang dermawan membangun panti asuhan untuk anak-anak tunawisma. Saya lebih senang lagi ketika orang itu melangkah lebih jauh dan mengangkat salah satu anak itu menjadi anaknya sendiri. Kebanyakan anak yatim piatu sudah merasa bahagia ketika ada yang membiayai hidup mereka. Namun, saat anak itu tahu bahwa sang penyandang dana tak hanya menolongnya, tetapi juga menginginkan dirinya, bayangkan bagaimana perasaannya!

Saat kamu menjadi anak Allah, kamu tentu tahu, karena kamu mengalaminya sendiri. Kita sudah sangat bersyukur bahwa Allah begitu mengasihi kita hingga Dia mengirimkan Anak-Nya agar kita “tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Itu sudah cukup bagi kita. Namun, Allah melangkah lebih jauh. Tindakan Allah “mengutus Anak-Nya, . . . untuk menebus” kita bukanlah tujuan akhir, melainkan Dia ingin “supaya kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4-5).

Rasul Paulus menyebut kita sebagai “anak” (kata dengan bentuk maskulin dalam bahasa aslinya) karena pada zaman itu, yang mewarisi kekayaan orangtua adalah anak laki-laki. Maksudnya, sekarang siapa saja yang beriman kepada Yesus, baik laki-laki maupun perempuan, akan menjadi “anak” Allah dengan hak penuh sebagai ahli waris yang setara (ay.7).

Allah tidak hanya ingin menyelamatkanmu. Dia menginginkanmu. Allah telah mengadopsi kamu ke dalam keluarga-Nya, memberimu nama-Nya (Why. 3:12), dan dengan bangga menyebut kamu anak-Nya. Tak seorang pun dapat melebihi kasih-Nya kepadamu. Allah tak hanya memberkati, tetapi juga mengangkatmu sebagai anak. Sebagai anak, kamu sangat dikasihi oleh Allah Bapa. —Mike Wittmer

Bapa, alangkah istimewanya dapat menyebut-Mu sebagai Bapa! Terima kasih karena Engkau telah menyelamatkan dan menginginkan diriku.

Kamu tak hanya diselamatkan, tetapi juga dikasihi.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 25-26; Matius 20:17-34

Orang Baik dari Berbagai Bangsa

Minggu, 27 Januari 2019

Orang Baik dari Berbagai Bangsa

Baca: Ester 4:5-14

4:5 Maka Ester memanggil Hatah, salah seorang sida-sida raja yang ditetapkan baginda melayani dia, lalu memberi perintah kepadanya menanyakan Mordekhai untuk mengetahui apa artinya dan apa sebabnya hal itu.

4:6 Lalu keluarlah Hatah mendapatkan Mordekhai di lapangan kota yang di depan pintu gerbang istana raja,

4:7 dan Mordekhai menceritakan kepadanya segala yang dialaminya, serta berapa banyaknya perak yang dijanjikan oleh Haman akan ditimbang untuk perbendaharaan raja sebagai harga pembinasaan orang Yahudi.

4:8 Juga salinan surat undang-undang, yang dikeluarkan di Susan untuk memunahkan mereka itu, diserahkannya kepada Hatah, supaya diperlihatkan dan diberitahukan kepada Ester. Lagipula Hatah disuruh menyampaikan pesan kepada Ester, supaya pergi menghadap raja untuk memohon karunianya dan untuk membela bangsanya di hadapan baginda.

4:9 Lalu masuklah Hatah dan menyampaikan perkataan Mordekhai kepada Ester.

4:10 Akan tetapi Ester menyuruh Hatah memberitahukan kepada Mordekhai:

4:11 “Semua pegawai raja serta penduduk daerah-daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap laki-laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil, hanya berlaku satu undang-undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup. Dan aku selama tiga puluh hari ini tidak dipanggil menghadap raja.”

4:12 Ketika disampaikan orang perkataan Ester itu kepada Mordekhai,

4:13 maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: “Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi.

4:14 Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.”

Mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu. —Ester 4:14

Orang Baik dari Berbagai Bangsa

Di Yad Vashem, Museum Peringatan Holocaust di Yerusalem, saya dan suami mengunjungi taman Orang Baik dari Berbagai Bangsa, yang dibangun untuk menghormati mereka yang mempertaruhkan nyawa dalam menyelamatkan orang Yahudi selama peristiwa Holocaust. Di sana, kami bertemu sekelompok orang dari Belanda. Seorang wanita dari rombongan itu datang untuk melihat nama kakek dan neneknya yang tercantum pada plakat besar. Karena penasaran, kami pun bertanya tentang kisah keluarganya.

Kakek nenek wanita itu—Pdt. Pieter dan Adriana Müller—adalah anggota jaringan perlawanan yang mengadopsi seorang anak laki-laki Yahudi berumur dua tahun menjadi putra bungsu mereka pada tahun 1943-1945.

Tersentuh oleh ceritanya, kami lalu bertanya, “Apakah anak itu selamat?” Seorang pria yang lebih tua dalam rombongan tadi menyahut, “Sayalah anak itu!”

Keberanian banyak orang untuk menyelamatkan orang Yahudi itu mengingatkan saya pada Ratu Ester. Ia mungkin sempat berpikir bisa lolos dari keputusan Raja Ahasyweros untuk memusnahkan orang Yahudi pada sekitar tahun 475 sm karena ia berhasil menyembunyikan asal-usulnya. Namun, Ester akhirnya tergerak untuk bertindak—meski risikonya mati—ketika sepupunya memohon agar Ester tidak mengabaikan asal-usulnya sebagai orang Yahudi, sebab ia ditempatkan pada posisinya sebagai ratu “justru untuk saat yang seperti ini” (Est. 4:14).

Kita mungkin belum pernah didesak membuat keputusan hidup-mati seperti itu. Namun, adakalanya kita menghadapi pilihan untuk menentang ketidakadilan atau tetap diam; untuk membantu seseorang yang mengalami kesulitan atau menutup mata. Kiranya Allah memberi kita keberanian melakukan yang benar. —Lisa Samra

Bapa, terima kasih atas kasih-Mu bagi orang yang tertindas dan tak berdaya. Tolong kami untuk peka pada tuntunan-Mu agar tahu kapan harus bertindak.

Adakah orang-orang yang perlu kamu bela? Mintalah Allah untuk memberimu keberanian bertindak pada waktu yang tepat.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 16-18; Matius 18:1-20

Bebas dalam Batasan

Sabtu, 26 Januari 2019

Bebas dalam Batasan

Baca: Mazmur 119:33-48

119:33 Perlihatkanlah kepadaku, ya TUHAN, petunjuk ketetapan-ketetapan-Mu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir.

119:34 Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.

119:35 Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya.

119:36 Condongkanlah hatiku kepada peringatan-peringatan-Mu, dan jangan kepada laba.

119:37 Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!

119:38 Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu.

119:39 Lalukanlah celaku yang menggetarkan aku, karena hukum-hukum-Mu adalah baik.

119:40 Sesungguhnya aku rindu kepada titah-titah-Mu, hidupkanlah aku dengan keadilan-Mu!

119:41 Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu,

119:42 supaya aku dapat memberi jawab kepada orang yang mencela aku, sebab aku percaya kepada firman-Mu.

119:43 Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu.

119:44 Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya.

119:45 Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu.

119:46 Aku hendak berbicara tentang peringatan-peringatan-Mu di hadapan raja-raja, dan aku tidak akan mendapat malu.

119:47 Aku hendak bergemar dalam perintah-perintah-Mu yang kucintai itu.

119:48 Aku menaikkan tanganku kepada perintah-perintah-Mu yang kucintai, dan aku hendak merenungkan ketetapan-ketetapan-Mu.

Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya. —Mazmur 119:35

Bebas dalam Batasan

Suatu hari di musim dingin, anak-anak saya merengek untuk main seluncuran salju. Suhu saat itu hampir mencapai minus tujuh belas derajat Celcius. Kepingan-kepingan salju menerpa jendela kami. Saya mempertimbangkan sejenak permohonan mereka, lalu mengizinkan mereka—dengan syarat mereka harus berpakaian tebal, tidak boleh berjauhan, dan tidak boleh lebih dari 15 menit.

Karena kasih, saya membuat aturan itu supaya anak-anak saya bisa bebas bermain tanpa kedinginan dan membeku di luar. Saya pikir, penulis Mazmur 119 mengenali maksud yang sama dalam diri Allah ketika ia menuliskan dua ayat yang berurutan tetapi yang seakan bertentangan: “Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya” lalu “Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu” (ay.44-45). Mengapa pemazmur menghubungkan kelegaan dengan kehidupan rohani yang menaati hukum-hukum Allah?

Dengan mengikuti instruksi Allah yang penuh hikmat, kita dapat terhindar dari konsekuensi yang mengikuti pilihan buruk yang akan kita sesali di kemudian hari. Tanpa beban rasa bersalah atau kepedihan, kita menjadi lebih lega dan bebas menikmati hidup kita. Allah tidak ingin mengendalikan kita dengan berbagai aturan tentang apa yang boleh atau tidak boleh kita lakukan; sebaliknya, Dia memberikan tuntunan sebagai bukti kasih-Nya kepada kita.

Saya senang menyaksikan anak-anak saya berseluncur menuruni bukit dengan riang gembira. Mereka bebas bermain dalam batasan yang saya berikan. Paradoks menarik itu juga berlaku dalam hubungan kita dengan Allah—hal itulah yang membuat kita dan pemazmur berkata, “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya” (ay.35). —Jennifer Benson Schuldt

Ya Tuhan, ajarku menyukai perintah-perintah-Mu seperti pengalaman pemazmur. Aku ingin memuliakan Engkau lewat pilihan-pilihan yang kuambil setiap hari.

Ketika hati dipenuhi kasih, kita akan taat kepada Allah dengan rela.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 14-15; Matius 17

Dimensi Tak Terbatas

Jumat, 11 Januari 2019

Dimensi Tak Terbatas

Baca: Efesus 3:16-21

3:16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu,

3:17 sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.

3:18 Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,

3:19 dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.

3:20 Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,

3:21 bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya. Amin.

Aku berdoa, supaya kamu . . . dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus. —Efesus 3:18

Dimensi Tak Terbatas

Saya bergeming di atas alas tidur dan menahan napas ketika mesinnya bergerak. Saya tahu banyak orang sudah pernah menjalani pemeriksaan MRI. Namun, bagi saya yang menderita klaustrofobia (takut dalam ruangan yang sempit dan tertutup), saat menjalani proses itu, saya perlu memusatkan perhatian pada hal lain—lebih tepatnya, satu Pribadi—yang lebih besar daripada diri saya sendiri.

Seiring dengan bunyi dengung mesin, saya pun mengingat penggalan Kitab Suci, “Betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus” (Ef. 3:18). Dalam doanya bagi jemaat Efesus, Paulus menggambarkan empat dimensi kasih Allah untuk menekankan kasih dan kehadiran-Nya yang tak terukur.

Posisi dalam tabung MRI itu memberi gambaran baru bagi pemahaman saya. Lebar: jarak lima belas sentimeter di sisi tangan kiri dan kanan saya yang rapat dengan dinding tabung. Panjang: jarak antara kedua pintu tabung dari ujung kepala sampai kaki. Tinggi: jarak lima belas sentimeter dari hidung saya ke “langit-langit” tabung. Dalam: penopang tabung yang tertanam pada lantai di bawah saya. Empat dimensi itu melukiskan kehadiran Allah yang melingkupi dan menopang saya di dalam tabung MRI tersebut—dan di tiap situasi kehidupan saya.

Kasih Allah melingkupi kita SELURUHNYA. Lebar: Dia mengulurkan tangan-Nya untuk menjangkau semua orang di mana saja. Panjang: kasih-Nya tidak pernah berakhir. Tinggi: Dia mengangkat kita. Dalam: Dia masuk ke dalam hidup kita, menopang kita dalam segala situasi. Tiada satu hal pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah! (Rm. 8:38-39). —Elisa Morgan

Ya Tuhan, tolong kami berdiam sejenak untuk merenungkan betapa panjang, lebar, tinggi, dan dalamnya kasih-Mu bagi kami!

Situasi apa saja yang membuat kamu meragukan kasih Allah? Bagaimana kamu dapat memilih untuk mempercayai-Nya?

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 27-28; Matius 8:18-34

Berjalan dalam Terang

Jumat, 4 Januari 2019

Berjalan dalam Terang

Baca: Ibrani 12:18-24

12:18 Sebab kamu tidak datang kepada gunung yang dapat disentuh dan api yang menyala-nyala, kepada kekelaman, kegelapan dan angin badai,

12:19 kepada bunyi sangkakala dan bunyi suara yang membuat mereka yang mendengarnya memohon, supaya jangan lagi berbicara kepada mereka,

12:20 sebab mereka tidak tahan mendengar perintah ini: “Bahkan jika binatangpun yang menyentuh gunung, ia harus dilempari dengan batu.”

12:21 Dan sangat mengerikan pemandangan itu, sehingga Musa berkata: “Aku sangat ketakutan dan sangat gemetar.”

12:22 Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah,

12:23 dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna,

12:24 dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.

Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. —Yohanes 1:4

Berjalan dalam Terang

Kegelapan meliputi desa kami di tengah hutan setelah bulan menghilang ditutupi awan. Kilat membelah langit, diikuti hujan badai dan guntur menggelegar. Saat masih anak-anak, saya sering terbangun ketakutan sambil membayangkan semua jenis monster mengerikan yang siap menerkam saya! Namun, saat fajar menyingsing, bunyi-bunyi itu lenyap, matahari terbit, dan ketenangan muncul kembali seiring kicauan burung-burung menyambut sinar mentari. Begitu tajam kontras antara kegelapan malam yang mencekam dan terang pagi yang penuh keceriaan.

Penulis surat Ibrani mengingat masa-masa ketika bangsa Israel begitu takut dan gemetar sewaktu gelap disertai guruh meliputi Gunung Sinai (Kel. 20:18-19). Bagi mereka, kehadiran Allah terasa gelap dan menakutkan, bahkan ketika Dia mengaruniakan Hukum Taurat dengan penuh kasih. Hal itu terjadi, karena sebagai umat yang berdosa, orang Israel tak sanggup memenuhi standar Allah. Dosa menyebabkan mereka berjalan dalam kegelapan dan ketakutan (Ibr. 12:18-21).

Namun, “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan” (1Yoh. 1:5). Dalam Ibrani 12, Gunung Sinai menjadi lambang kekudusan Allah dan hidup lama kita yang penuh pemberontakan, sedangkan keelokan Bukit Sion melambangkan kasih karunia Allah dan hidup baru dari orang percaya dalam Yesus, “Pengantara perjanjian baru” (ay.22-24).

Siapa saja yang mengikut Yesus “tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh. 8:12). Di dalam Dia, kita dapat meninggalkan kelamnya hidup lama dan merayakan sukacita berjalan dalam terang dan Kerajaan-Nya. —Lawrence Darmani

Terima kasih, Tuhan Yesus, karena Engkau telah membawaku keluar dari kegelapan kepada terang-Mu yang ajaib. Tolong aku untuk menghindari kegelapan dan terus berjalan dalam terang hingga tiba di kekekalan.

Bagaimana hidupmu diubahkan sejak percaya pada Yesus? Dalam hal apa saja kamu ingin lebih bertumbuh dalam iman?

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 10-12; Matius 4

Pembawa Pesan

Senin, 31 Desember 2018

Pembawa Pesan

Baca: Maleakhi 3:1-5

3:1 Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam.

3:2 Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu.

3:3 Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.

3:4 Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.

3:5 Aku akan mendekati kamu untuk menghakimi dan akan segera menjadi saksi terhadap tukang-tukang sihir, orang-orang berzinah dan orang-orang yang bersumpah dusta dan terhadap orang-orang yang menindas orang upahan, janda dan anak piatu, dan yang mendesak ke samping orang asing, dengan tidak takut kepada-Ku, firman TUHAN semesta alam.

 

Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku. —Maleakhi 3:1

Pembawa Pesan

“Ada pesan untukmu!” seru seorang wanita yang bekerja di konferensi yang saya hadiri, seraya menyerahkan secarik kertas untuk saya baca. Saya tak tahu apakah harus gugup atau gembira. Namun, ketika membaca, “Keponakanmu sudah lahir!” saya pun langsung bersukacita.

Suatu pesan bisa berisi kabar baik, berita buruk, atau kata-kata yang mendorong kita. Dalam Perjanjian Lama, Allah memakai para nabi untuk menyampaikan pesan pengharapan atau penghukuman. Namun, bila diperhatikan dengan cermat, pesan penghukuman-Nya pun dimaksudkan untuk menuntun kepada pertobatan, penyembuhan, dan pemulihan.

Dua jenis pesan tersebut muncul dalam Maleakhi 3 ketika Tuhan menjanjikan seorang utusan yang akan menyiapkan jalan bagi-Nya. Yohanes Pembaptis mengumumkan kedatangan Sang Pembawa Pesan sejati, yaitu Yesus (lihat Mat. 3:11)—“Malaikat Perjanjian” (Mal. 3:1) yang akan menggenapi janji-janji Allah. Dia akan bertindak “seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu” (ay.2), karena Dia akan menyucikan orang-orang yang mempercayai firman-Nya. Tuhan mengirim pesan untuk menyucikan umat-Nya sebab Dia peduli pada kesejahteraan mereka.

Pesan Allah berisi kasih, pengharapan, dan kebebasan. Dia mengutus Anak-Nya untuk berbicara dengan bahasa yang kita mengerti—pesan-Nya terkadang berisi teguran, tetapi selalu mengandung pengharapan. Percayalah pada pesan-Nya. —Amy Boucher Pye

Tuhan Yesus Kristus, tolonglah supaya aku tak hanya memahami pesan-Mu, tetapi juga menerapkannya dalam hidupku.

Mintalah kepada Tuhan agar Dia menolongmu membagikan kabar baik-Nya kepada orang lain di tahun yang baru.

Bacaan Alkitab Setahun: Maleakhi 1-4; Wahyu 22

Artikel Terkait:

Nenekku dan perempuan Nepal

Tempat Tertinggi

Kamis, 27 Desember 2018

Tempat Tertinggi

Baca: Kolose 1:15-23

1:15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,

1:16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.

1:17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.

1:18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.

1:19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,

1:20 dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.

1:21 Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,

1:22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.

1:23 Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.

 

Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. —Kolose 1:17

Tempat Tertinggi

Suatu hari, suami saya mengajak seorang teman ke gereja. Setelah kebaktian, temannya bertanya, “Aku suka lagu-lagu yang dinyanyikan dan juga suasananya. Hanya, aku tidak mengerti, mengapa orang Kristen begitu menghormati Yesus?” Suami saya lalu menjelaskan kepadanya bahwa kekristenan sesungguhnya adalah hubungan dengan Kristus. Tanpa Kristus, kekristenan tak ada artinya. Kita berkumpul dan memuji Tuhan Yesus karena perbuatan-Nya dalam kehidupan kita.

Siapakah Yesus dan apa yang telah dikerjakan-Nya? Rasul Paulus menjawab pertanyaan itu dalam Kolose 1. Tak seorang pun pernah melihat Allah, tetapi Yesus datang sebagai gambar Allah (ay.15). Yesus, Anak Allah, datang untuk mati bagi kita dan membebaskan kita dari dosa. Dosa telah memisahkan kita dari Allah yang kudus, maka damai sejahtera hanya dapat diperoleh melalui pribadi yang sempurna, yaitu Yesus (ay.14,20). Dengan kata lain, Yesus sudah memberikan kepada kita apa yang tak dapat diberikan oleh siapa pun—jalan kepada Allah dan hidup kekal (Yoh. 17:3).

Mengapa Dia layak dihormati setinggi itu? Yesus telah menaklukkan kematian. Dia memenangkan hati kita dengan kasih dan pengorbanan-Nya. Dia memberi kita kekuatan baru tiap hari. Dialah segalanya bagi kita!

Kita memberi-Nya kemuliaan karena Dia layak menerimanya. Kita meninggikan Dia karena Dia memang layak ditinggikan. Berikanlah kepada-Nya tempat tertinggi di hati kita. —Keila Ochoa

Yesus, Engkaulah Juruselamat dan Tuhanku. Aku mau memberi-Mu tempat tertinggi di hidupku.

Tuhan Yesus adalah pusat penyembahan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Zakharia 1-4; Wahyu 18

Hari yang Biasa Saja?

Rabu, 26 Desember 2018

Hari yang Biasa Saja?

Baca: Kisah Para Rasul 3:17-26

3:17 Hai saudara-saudara, aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian karena ketidaktahuan, sama seperti semua pemimpin kamu.

3:18 Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankan-Nya dahulu dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, yaitu bahwa Mesias yang diutus-Nya harus menderita.

3:19 Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan,

3:20 agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan, dan mengutus Yesus, yang dari semula diuntukkan bagimu sebagai Kristus.

3:21 Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu.

3:22 Bukankah telah dikatakan Musa: Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu.

3:23 Dan akan terjadi, bahwa semua orang yang tidak mendengarkan nabi itu, akan dibasmi dari umat kita.

3:24 Dan semua nabi yang pernah berbicara, mulai dari Samuel, dan sesudah dia, telah bernubuat tentang zaman ini.

3:25 Kamulah yang mewarisi nubuat-nubuat itu dan mendapat bagian dalam perjanjian yang telah diadakan Allah dengan nenek moyang kita, ketika Ia berfirman kepada Abraham: Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati.

3:26 Dan bagi kamulah pertama-tama Allah membangkitkan Hamba-Nya dan mengutus-Nya kepada kamu, supaya Ia memberkati kamu dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu.”

 

Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Allah nenek moyang kita telah memuliakan Hamba-Nya, yaitu Yesus. —Kisah Para Rasul 3:13

Hari yang Biasa Saja?

Dalam cerita Christmas Every Day karangan William Dean Howells, dikisahkan seorang gadis kecil yang harapannya terkabul, yaitu Natal sepanjang tahun. Namun, pada hari ketiga, keceriaan Natal mulai menipis. Tak lama kemudian, semua orang sudah muak melihat permen. Kalkun menjadi langka dan dijual dengan harga selangit. Kado tak lagi diterima dengan gembira karena sudah bertumpuk di mana-mana. Orang saling membentak dengan jengkel. Tahun itu terasa panjang dan menjemukan.

Untungnya, cerita Howell hanya sebuah kisah satir. Namun, alangkah luar biasanya ketika sang tokoh utama Natal tak pernah membuat kita jemu meskipun Dia terus-menerus muncul di sepanjang Alkitab.

Setelah Yesus naik ke surga, Rasul Petrus memberitakan kepada orang banyak di Bait Allah Yerusalem bahwa Yesuslah yang dinubuatkan Musa ketika ia berkata, “Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku” (Kis. 3:22, Ul. 18:18). Janji Allah kepada Abraham, “Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati,” sesungguhnya mengacu kepada Yesus (Kis. 3:25; Kej. 22:18). Petrus menegaskan, “Semua nabi yang pernah berbicara, mulai dari Samuel, dan sesudah dia, telah bernubuat tentang zaman ini,” yaitu kedatangan Mesias (Kis. 3:24).

Setelah perayaan Natal selesai, kita bisa menjaga semangatnya terus hidup. Dengan melihat Kristus dalam seluruh cerita Alkitab, kita pun menyadari betapa Natal itu lebih dari sekadar hari yang biasa saja. —Tim Gustafson

Bapa, terima kasih karena Engkau telah mengaruniakan Anak-Mu dan mewahyukan kisah-Nya pada lembaran-lembaran Alkitab.

Meski kemeriahan Natal telah usai, jagalah agar semangatnya tidak pudar.

Bacaan Alkitab Setahun: Hagai 1-2; Wahyu 17

Mengharapkan Juruselamat

Selasa, 11 Desember 2018

Mengharapkan Juruselamat

Baca: Matius 13:53-58

13:53 Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Iapun pergi dari situ.

13:54 Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?

13:55 Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?

13:56 Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?”

13:57 Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.”

13:58 Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ.

“Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria?” —Matius 13:55

Mengharapkan Juruselamat

Montir itu tampak masih muda—terlalu muda untuk membereskan mesin mobil kami yang tidak bisa menyala. Dalam keraguan, suami saya, Dan, berbisik, “Ia masih kecil.” Ketidakpercayaannya kepada montir itu mirip seperti gerutuan orang banyak di Nazaret yang meragukan Yesus.

“Bukankah Ia ini anak tukang kayu?” tanya mereka (mat. 13:55) ketika Yesus mengajar di rumah ibadah. Sambil mencemooh, warga kota itu heran melihat seseorang yang mereka kenal bisa menyembuhkan dan mengajar. Mereka pun bertanya, “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?” (ay.54). Alih-alih percaya kepada Yesus, mereka merasa terganggu oleh kuasa yang ditunjukkan-Nya (ay.15,58).

Demikian pula kita mungkin sulit mempercayai hikmat dan kuasa Juruselamat kita, terutama untuk hal-hal yang biasa dialami sehari-hari. Ketika tidak mengharapkan pertolongan-Nya, mungkin saja kita akan melewatkan mukjizat-Nya yang mengubahkan hidup kita (ay.58).

Suami saya akhirnya menyadari bahwa bantuan yang ia perlukan sudah ada di hadapannya. Ia mau menerima pertolongan anak muda itu dan mengizinkannya memeriksa aki mobil tua kami. Hanya dengan mengganti satu baut, montir itu pun dapat menyalakan mesin mobil dalam sekejap. Mesin menderum dan lampu-lampu menyorot terang. “Lampunya terang sekali seperti pada hari Natal,” kata Dan.

Itulah yang kita harap akan dialami ketika Sang Juruselamat membawa cahaya, kehidupan, dan pertolongan yang selalu baru dalam perjalanan kita sehari-hari bersama-Nya. —Patricia Raybon

Ketika aku meragukan Engkau, ya Tuhan, tolonglah aku yang tidak percaya ini.

Hal praktis apa yang bisa kamu lakukan untuk mengingatkan diri sendiri maupun orang lain bahwa Allah sanggup dan berdaulat penuh?

Bacaan Alkitab Setahun: Hosea 5-8; Wahyu 2