Diangkat Menjadi Anak
Kamis, 31 Januari 2019
Baca: Galatia 4:1-7
4:1 Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikitpun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan dari segala sesuatu;
4:2 tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.
4:3 Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia.
4:4 Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.
4:5 Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.
4:6 Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!”
4:7 Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.
Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974
Allah mengutus Anak-Nya . . . supaya kita diterima menjadi anak. —Galatia 4:4-5
Saya merasa senang ketika seorang dermawan membangun panti asuhan untuk anak-anak tunawisma. Saya lebih senang lagi ketika orang itu melangkah lebih jauh dan mengangkat salah satu anak itu menjadi anaknya sendiri. Kebanyakan anak yatim piatu sudah merasa bahagia ketika ada yang membiayai hidup mereka. Namun, saat anak itu tahu bahwa sang penyandang dana tak hanya menolongnya, tetapi juga menginginkan dirinya, bayangkan bagaimana perasaannya!
Saat kamu menjadi anak Allah, kamu tentu tahu, karena kamu mengalaminya sendiri. Kita sudah sangat bersyukur bahwa Allah begitu mengasihi kita hingga Dia mengirimkan Anak-Nya agar kita “tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Itu sudah cukup bagi kita. Namun, Allah melangkah lebih jauh. Tindakan Allah “mengutus Anak-Nya, . . . untuk menebus” kita bukanlah tujuan akhir, melainkan Dia ingin “supaya kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4-5).
Rasul Paulus menyebut kita sebagai “anak” (kata dengan bentuk maskulin dalam bahasa aslinya) karena pada zaman itu, yang mewarisi kekayaan orangtua adalah anak laki-laki. Maksudnya, sekarang siapa saja yang beriman kepada Yesus, baik laki-laki maupun perempuan, akan menjadi “anak” Allah dengan hak penuh sebagai ahli waris yang setara (ay.7).
Allah tidak hanya ingin menyelamatkanmu. Dia menginginkanmu. Allah telah mengadopsi kamu ke dalam keluarga-Nya, memberimu nama-Nya (Why. 3:12), dan dengan bangga menyebut kamu anak-Nya. Tak seorang pun dapat melebihi kasih-Nya kepadamu. Allah tak hanya memberkati, tetapi juga mengangkatmu sebagai anak. Sebagai anak, kamu sangat dikasihi oleh Allah Bapa. —Mike Wittmer
Bapa, alangkah istimewanya dapat menyebut-Mu sebagai Bapa! Terima kasih karena Engkau telah menyelamatkan dan menginginkan diriku.
Kamu tak hanya diselamatkan, tetapi juga dikasihi.
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 25-26; Matius 20:17-34