Posts

Mengarungi Derasnya Arus

Jumat, 26 Mei 2017

Mengarungi Derasnya Arus

Baca: 1 Tawarikh 28:9-20

28:9 Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya.

28:10 Camkanlah sekarang, sebab TUHAN telah memilih engkau untuk mendirikan sebuah rumah menjadi tempat kudus. Kuatkanlah hatimu dan lakukanlah itu.”

28:11 Lalu Daud menyerahkan kepada Salomo, anaknya, rencana bangunan dari balai Bait Suci dan ruangan-ruangannya, dari perbendaharaannya, kamar-kamar atas dan kamar-kamar dalamnya, serta dari ruangan untuk tutup pendamaian.

28:12 Selanjutnya rencana dari segala yang dipikirkannya mengenai pelataran rumah TUHAN, dan bilik-bilik di sekelilingnya, mengenai perbendaharaan-perbendaharaan rumah Allah dan perbendaharaan-perbendaharaan barang-barang kudus;

28:13 mengenai rombongan-rombongan para imam dan para orang Lewi dan mengenai segala pekerjaan untuk ibadah di rumah TUHAN dan segala perkakas untuk ibadah di rumah TUHAN.

28:14 Juga ia memberikan emas seberat yang diperlukan untuk segala perkakas pada tiap-tiap ibadah; dan diberikannya perak seberat yang diperlukan untuk segala perkakas perak pada tiap-tiap ibadah,

28:15 yakni sejumlah emas untuk kandil-kandil emas dan lampu-lampunya yang dari emas, seberat yang diperlukan tiap-tiap kandil dan lampu-lampunya, dan perak untuk kandil perak seberat yang diperlukan perak untuk satu kandil dan lampu-lampunya, sesuai dengan pemakaian tiap-tiap kandil dalam ibadah.

28:16 Kemudian diberikannya sejumlah emas untuk meja-meja roti sajian, meja demi meja, dan perak untuk meja-meja dari perak;

28:17 selanjutnya emas murni untuk garpu-garpu, dan bokor-bokor penyiraman dan kendi-kendi, juga untuk piala-piala dari emas seberat yang diperlukan untuk tiap-tiap piala, dan perak untuk piala dari perak seberat yang diperlukan untuk tiap-tiap piala;

28:18 juga emas yang disucikan untuk mezbah pembakaran ukupan seberat yang diperlukan dan emas untuk pembentukan kereta yang menjadi tumpangan kedua kerub, yang mengembangkan sayapnya sambil menudungi tabut perjanjian TUHAN.

28:19 Semuanya itu terdapat dalam tulisan yang diilhamkan kepadaku oleh TUHAN, yang berisi petunjuk tentang segala pelaksanaan rencana itu.

28:20 Lalu berkatalah Daud kepada Salomo, anaknya: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, dan lakukanlah itu; janganlah takut dan janganlah tawar hati, sebab TUHAN Allah, Allahku, menyertai engkau. Ia tidak akan membiarkan dan meninggalkan engkau sampai segala pekerjaan untuk ibadah di rumah Allah selesai.

Janganlah takut dan janganlah tawar hati, sebab Tuhan Allah, Allahku, menyertai engkau. Ia tidak akan membiarkan dan meninggalkan engkau. —1 Tawarikh 28:20

Mengarungi Derasnya Arus

Awalnya saya menikmati pengalaman pertama saya berarung jeram, tetapi kemudian saya mendengar debur arus air yang deras di depan saya. Emosi saya pun bercampur aduk—rasa ketidakyakinan, ketakutan, dan ketidakamanan muncul bersamaan. Mengarungi jeram merupakan pengalaman yang sangat menggentarkan! Namun kemudian, tiba-tiba saja, semua itu selesai. Pemandu kami yang duduk di bagian belakang rakit telah berhasil memandu kami melewati jeram itu. Saya aman—setidaknya sampai menghadapi jeram-jeram berikutnya.

Masa-masa transisi dalam hidup kita dapat diibaratkan berarung jeram. Kita mengalami loncatan-loncatan perubahan yang tidak dapat kita hindari dari satu masa kehidupan ke masa berikutnya—dari berkuliah ke berkarier, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dari tinggal bersama orangtua menjadi tinggal sendiri atau bersama pasangan, dari masa kerja ke masa pensiun, dari masa muda menjadi masa tua. Semua perubahan itu ditandai dengan rasa tidak pasti dan tidak aman.

Dalam salah satu masa transisi terpenting yang pernah dicatat dalam sejarah Perjanjian Lama, Salomo mewarisi takhta dari ayahnya, Daud. Saya yakin pada saat itu ia dipenuhi dengan keraguan akan masa depannya. Apa nasihat ayahnya? “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, dan lakukanlah itu; . . . sebab Tuhan Allah, Allahku, menyertai engkau” (1Taw. 28:20).

Kita semua akan mengalami masa-masa transisi yang sulit dalam hidup ini. Namun, bersama Allah di dalam rakit kehidupan ini, kita tidak akan pernah sendirian. Dengan memusatkan pandangan kita kepada Pribadi yang memandu kita dalam melintasi jeram-jeram kehidupan, kita akan mengalami sukacita dan rasa aman. Bukankah Dia telah memandu banyak orang sebelum kita? —Joe Stowell

Allah akan memandu kita melintasi derasnya arus perubahan zaman.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 28-29; Yohanes 9:24-41

Jalanan Tak Berlampu

Rabu, 10 Mei 2017

Jalanan Tak Berlampu

Baca: Yosua 1:1-9

1:1 Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian:

1:2 “Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu.

1:3 Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa.

1:4 Dari padang gurun dan gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu akan menjadi daerahmu.

1:5 Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.

1:6 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka untuk diberikan kepada mereka.

1:7 Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi.

1:8 Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.

1:9 Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.”

Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi. —Yosua 1:9

Jalanan Tak Berlampu

Dalam perjalanan pulang setelah liburan keluarga, kami menyusuri jalan yang melewati bagian-bagian terpencil di pusat negara bagian Oregon. Selama hampir dua jam setelah senja turun, kami berkendara melewati tebing yang curam dan melintasi gurun belantara. Sinar lampu dari 20 mobil yang lewat pada saat itu tidak cukup mengurangi pekatnya malam. Akhirnya bulan pun terbit di cakrawala hingga terlihat jelas ketika kami melintasi jalan yang mendaki, tetapi tertutup saat kami melintasi dataran. Putri saya berkomentar bahwa sinar bulan itu mengingatkannya akan kehadiran Allah. Saya bertanya apakah ia perlu melihat sinar bulan itu untuk meyakinkannya bahwa Allah hadir. Putri saya menjawab, “Memang tidak perlu, tetapi sinar itu sangat membantu.”

Setelah kematian Musa, Yosua melanjutkan kepemimpinan atas bangsa Israel dan ditugasi untuk membawa umat pilihan Allah itu masuk ke Tanah Perjanjian. Meski tugas itu diterimanya dari Allah, Yosua pastilah merasa gentar oleh besarnya tanggung jawab itu. Allah pun berkenan memberikan jaminan kepada Yosua bahwa Dia akan menyertainya ke mana pun ia akan melangkah (Yos. 1:9).

Dalam perjalanan hidup ini, sering kita harus melewati wilayah-wilayah yang belum pernah kita lalui sebelumnya. Kita mengarungi masa demi masa dengan jalan yang tidak selalu jelas di depan kita. Rencana Allah mungkin tidak selalu dapat kita lihat dengan jelas, tetapi Dia telah berjanji untuk menyertai kita “senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20). Sungguh luar biasa jaminan yang kita terima di tengah ketidakpastian atau tantangan apa pun yang mungkin kita hadapi. Bahkan ketika perjalanan hidup kita terasa gelap, Tuhan Sumber Terang itu senantiasa menyertai kita. —Kirsten Holmberg

Tuhan, terima kasih karena Engkau senantiasa hadir di dekatku bahkan di saat aku tak bisa melihat-Mu. Hiburlah aku dengan kehadiran-Mu.

Allah senantiasa menyertai kita bahkan di saat kita tak bisa melihat-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 10-12; Yohanes 1:29-51

Artikel Terkait:

Keluarga Ya Kayak Gini …

Berkat dari Kenangan

Jumat, 5 Mei 2017

Berkat dari Kenangan

Baca: Yeremia 29:4-14

29:4 “Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel, kepada semua orang buangan yang diangkut ke dalam pembuangan dari Yerusalem ke Babel:

29:5 Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya;

29:6 ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!

29:7 Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.

29:8 Sungguh, beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Janganlah kamu diperdayakan oleh nabi-nabimu yang ada di tengah-tengahmu dan oleh juru-juru tenungmu, dan janganlah kamu dengarkan mimpi-mimpi yang mereka mimpikan!

29:9 Sebab mereka bernubuat palsu kepadamu demi nama-Ku. Aku tidak mengutus mereka, demikianlah firman TUHAN.

29:10 Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini.

29:11 Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

29:12 Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;

29:13 apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati,

29:14 Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan keadaanmu dan akan mengumpulkan kamu dari antara segala bangsa dan dari segala tempat ke mana kamu telah Kuceraiberaikan, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu. —

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, . . . yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. —Yeremia 29:11

Berkat dari Kenangan

Mengalami kehilangan dan kekecewaan dapat membuat kita merasa marah, bersalah, dan bingung. Mungkin kesempatan telah tertutup karena pilihan kita sendiri atau kita mengalami tragedi karena perbuatan orang lain. Akibatnya, kita mengalami apa yang disebut Oswald Chambers sebagai “kesedihan tak terkatakan atas ‘apa yang seharusnya terjadi’”. Apalagi, usaha kita untuk mengenyahkan kenangan yang menyakitkan itu tidak pernah berhasil.

Chambers mengingatkan bahwa Tuhan tetap bekerja dalam hidup kita. Ia menasihati, “Jangan pernah takut saat Allah membawa kembali kenangan tentang masa lalu. Biarkan itu muncul. Segala teguran, hukuman, dan kepedihan yang dialami merupakan pelayanan dari Allah. Allah akan mengubah ‘apa yang seharusnya terjadi’ menjadi sarana pertumbuhan yang indah untuk masa depan.”

Di masa Perjanjian Lama, saat Allah membuang orang Israel ke Babel, Dia meminta mereka untuk melayani-Nya di negeri asing itu dan terus bertumbuh dalam iman sampai waktunya Dia membawa mereka kembali ke tanah air mereka. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11).

Allah mendesak mereka untuk tidak mengabaikan masa lalu atau terjebak di dalamnya, melainkan berfokus kepada-Nya dan memandang masa depan. Pengampunan Tuhan sanggup mengubah kenangan yang pedih menjadi keyakinan pada kasih-Nya yang kekal. —David McCasland

Ya Bapa, terima kasih untuk rancangan-Mu bagi kami, dan untuk masa depan yang menanti kami dalam kasih-Mu.

Allah dapat memakai kekecewaan kita yang terdalam untuk menumbuhkan iman kita kepada-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 19-20; Lukas 23:1-25

Pertanyaan untuk Allah

Senin, 1 Mei 2017

Pertanyaan untuk Allah

Baca: Hakim-Hakim 6:11-16,24

6:11 Kemudian datanglah Malaikat TUHAN dan duduk di bawah pohon tarbantin di Ofra, kepunyaan Yoas, orang Abiezer itu, sedang Gideon, anaknya, mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian.

6:12 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.”

6:13 Jawab Gideon kepada-Nya: “Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian.”

6:14 Lalu berpalinglah TUHAN kepadanya dan berfirman: “Pergilah dengan kekuatanmu ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus engkau!”

6:15 Tetapi jawabnya kepada-Nya: “Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku.”

6:16 Berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis.”

6:24 Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamainya: TUHAN itu keselamatan. Mezbah itu masih ada sampai sekarang di Ofra, kota orang Abiezer.

Pergilah dengan kekuatanmu . . . . Akulah yang menyertai engkau. —Hakim-Hakim 6:14,16

Pertanyaan untuk Allah

Apa yang akan kamu lakukan jika Tuhan tiba-tiba muncul di hadapanmu dengan membawa sebuah pesan? Itulah yang dialami Gideon pada masa Israel kuno. “Malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: ‘Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.’” Gideon bisa saja menjawab cukup dengan sebuah anggukan, tetapi ia justru berkata: “Ah, tuanku, jika Tuhan menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami?” (Hak. 6:12-13). Gideon ingin tahu mengapa seolah-olah Allah telah meninggalkan umat-Nya.

Allah tidak menjawab pertanyaan itu. Meskipun Gideon dan bangsanya telah mengalami serangan musuh, kelaparan, dan bersembunyi di gua-gua selama tujuh tahun terakhir, Allah tidak menjelaskan mengapa Dia tidak pernah turun tangan. Allah bisa saja menyingkapkan dosa-dosa bangsa Israel di masa lalu sebagai alasan, tetapi sebaliknya Dia memberi Gideon pengharapan untuk masa depan. Allah berkata, “Pergilah dengan kekuatanmu . . . . Akulah yang menyertai engkau” (ay.14,16).

Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa Allah mengizinkan penderitaan terjadi dalam hidupmu? Daripada menjawab pertanyaan yang spesifik itu, Allah dapat memuaskanmu dengan kedekatan-Nya dengan kamu hari ini dan mengingatkan bahwa kamu dapat mengandalkan kekuatan-Nya di saat kamu merasa lemah. Ketika Gideon akhirnya percaya bahwa Allah menyertainya dan akan menolongnya, ia pun membangun mezbah dan menamainya “Tuhan itu keselamatan” (ay.24).

Alangkah damainya saat mengetahui bahwa apa pun yang kita lakukan dan ke mana pun kita melangkah, kita melakukannya bersama dengan Allah yang berjanji tidak akan pernah membiarkan atau meninggalkan anak-anak-Nya. —Jennifer Benson Schuldt

Yang lebih baik daripada menerima jawaban untuk pertanyaan-pertanyaanmu? Mempercayai Allah yang Mahabaik dan Mahakuasa.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 10-11; Lukas 21:20-38

Ketika Pagi Datang

Sabtu, 29 April 2017

Ketika Pagi Datang

Baca: Ibrani 11:1-8

11:1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

11:2 Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita.

11:3 Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.

11:4 Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.

11:5 Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.

11:6 Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.

11:7 Karena iman, maka Nuh–dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan–dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya.

11:8 Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. —Ibrani 11:1

Ketika Pagi Datang

Waktu itu sudah sangat larut saat kami singgah untuk bermalam di sebuah penginapan di luar kota Munich. Kami sangat senang saat melihat kamar kami memiliki balkon, meskipun kabut tebal membuat kami tidak dapat melihat kegelapan di luar. Namun, ketika matahari terbit beberapa jam kemudian, kabut pun mulai memudar. Kemudian kami bisa melihat sesuatu yang sebelumnya terselubung oleh kegelapan malam—pemandangan yang begitu indah—padang rumput yang menghijau dan teduh, domba-domba yang merumput dengan lonceng-lonceng kecil berdenting di leher mereka, dan awan putih besar di langit yang terlihat begitu mirip dengan domba-domba yang gemuk dan besar!

Terkadang hidup dapat diselubungi oleh tebalnya kabut keputusasaan. Situasi yang kita hadapi mungkin terlihat begitu kelam sehingga kita mulai kehilangan harapan. Namun, seperti sinar matahari yang mengusir kabut, iman kita kepada Allah dapat mengusir kabut keraguan kita. Ibrani 11 mendefinisikan iman sebagai “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (ay.1). Pasal itu kemudian mengingatkan kita pada iman dari Nuh “yang diberitahu oleh Allah tentang hal-hal yang akan terjadi kemudian, yang tidak dapat dilihat olehnya” tetapi ia menaati Allah (ay.7 BIS). Abraham juga pergi ke negeri yang ditunjukkan Allah, meski ia tidak mengetahui ke mana ia pergi (ay.8).

Meskipun kita tidak pernah melihat Allah dan tidak selalu merasakan kehadiran-Nya, Allah selalu hadir dan Dia akan menolong kita untuk melewati malam-malam yang terkelam sekalipun. —Cindy Hess Kasper

Bapa, terima kasih karena Engkau berjanji untuk menyertai kami di sepanjang hidup kami. Pada saat kami ragu, tolonglah kami untuk meyakini bahwa Engkau memegang kendali dan kami dapat mempercayai-Mu.

Iman adalah radar yang dapat melihat apa yang ada di balik kabut. —Corrie Ten Boom

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 6-7; Lukas 20:27-47

Artikel Terkait:

Skripsi dan Iman

Berserah

Kamis, 20 April 2017

Berserah

Baca: Kejadian 12:1-9

12:1 Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;

12:2 Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.

12:3 Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

12:4 Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.

12:5 Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran; mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ.

12:6 Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu.

12:7 Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.” Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya.

12:8 Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN.

12:9 Sesudah itu Abram berangkat dan makin jauh ia berjalan ke Tanah Negeb.

Berfirmanlah Tuhan kepada Abram, “Pergilah . . . ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.” —Kejadian 12:1

Berserah

Untuk merayakan ulang tahun pernikahan kami, Mike meminjam sebuah sepeda tandem agar kami dapat menikmati petualangan romantis bersama. Ketika kami mulai mengayuh, saya menyadari bahwa sebagai pengendara yang duduk di belakang, pandangan saya terhalang oleh bahu suami saya yang lebar. Selain itu, setang sepeda yang saya pegang tidak bisa dibelokkan dan tidak mempengaruhi arah sepeda. Hanya setang di bagian depan yang menentukan arah sepeda; setang yang saya pegang hanya berguna untuk menopang bagian atas dari tubuh saya. Hanya ada dua pilihan bagi saya: menjadi frustrasi karena tidak bisa menentukan arah sepeda, atau sebaliknya, menikmati perjalanan dan sepenuhnya mempercayai Mike untuk mengarahkan kami ke jalan yang aman.

Ketika Allah meminta Abram untuk meninggalkan keluarga dan tanah kelahirannya, Dia tidak memberikan banyak petunjuk tentang tujuan dari perjalanan itu. Tidak ada koordinat lokasi yang diberikan. Tidak ada deskripsi tentang tanah yang asing tersebut atau apa saja sumber daya alam di sana. Bahkan tidak ada petunjuk sama sekali tentang lamanya waktu yang harus ditempuh untuk sampai di sana. Allah hanya memberikan perintah agar Abram “pergi” ke tanah yang akan ditunjukkan-Nya. Ketaatan Abram kepada perintah itu, meski tanpa petunjuk detail yang biasanya dibutuhkan kebanyakan orang, menunjukkan bahwa ia beriman kepada Allah (Ibr. 11:8).

Ketika menghadapi keadaan hidup ini yang serba tidak pasti dan di luar kendali kita, marilah kita berusaha meniru teladan Abram dalam mengikut dan mempercayai Allah. Tuhan akan mengarahkan kita ke jalan yang benar. —Kirsten Holmberg

Tuhan, tolong aku mempercayai-Mu dalam segala ketidakpastian di hidupku.

Allah dapat dipercaya untuk menuntun jalan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 9-11; Lukas 15:11-32

Bagaimana Kamu akan Dikenang?

Rabu, 22 Maret 2017

Bagaimana Kamu akan Dikenang?

Baca: Ibrani 11:23-28

11:23 Karena iman maka Musa, setelah ia lahir, disembunyikan selama tiga bulan oleh orang tuanya, karena mereka melihat, bahwa anak itu elok rupanya dan mereka tidak takut akan perintah raja.

11:24 Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun,

11:25 karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa.

11:26 Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.

11:27 Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.

11:28 Karena iman maka ia mengadakan Paskah dan pemercikan darah, supaya pembinasa anak-anak sulung jangan menyentuh mereka.

[Musa] menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah. —Ibrani 11:26

Bagaimana Kamu akan Dikenang?

Sebuah tugu peringatan berdiri di lokasi bekas penjara tahanan Jepang di Tiongkok, tempat seorang tokoh meninggal dunia pada tahun 1945. Pada tugu itu tertulis demikian, “Eric Liddell lahir di Tianjin dari orangtua asal Skotlandia pada tahun 1902. Kariernya mencapai puncak dengan keberhasilannya meraih medali emas dalam perlombaan lari 400 meter di Olimpiade tahun 1924. Ia kembali ke Tiongkok untuk bekerja sebagai guru di Tianjin. . . . Seluruh hidupnya dicurahkan untuk mendorong kaum muda agar mau memberikan kontribusi mereka yang terbaik demi kemajuan umat manusia.”

Di mata banyak orang, keberhasilan terbesar Eric adalah dalam bidang olahraga. Namun, ia juga dikenang untuk kontribusinya dalam hidup banyak kaum muda di Tianjin, Tiongkok, negara kelahiran yang sangat dicintainya. Ia hidup dan melayani dengan penuh iman.

Apa yang akan dikenang dari diri kita? Prestasi pendidikan, jabatan dalam pekerjaan, atau kesuksesan finansial, mungkin membuat kita diingat oleh orang lain. Namun, yang akan dikenang lama setelah kita tiada adalah karya diam-diam yang kita tanamkan dalam hidup orang lain.

Dalam Ibrani 11, pasal Alkitab yang menyoroti tentang iman, Musa dikenang sebagai seseorang yang memilih untuk menyatukan dirinya dengan umat Allah daripada menikmati kemewahan Mesir (ay.26). Ia memimpin dan melayani umat Allah dengan penuh iman. —C. P. Hia

Mintalah kepada Allah untuk menunjukkan kepadamu bagaimana kamu dapat membawa pengaruh yang baik dalam hidup orang lain. Dalam hal apakah kamu ingin dikenang?

Kesetiaan kepada Tuhan adalah kesuksesan yang sejati.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 10-12; Lukas 1:39-56

Artikel Terkait:

5 Hal yang Perlu Diwaspadai dalam Meraih Sukses

Siapa yang tidak ingin sukses? Kita semua tentu ingin. Pertanyaannya, kesuksesan seperti apa yang ingin kita raih? Dan, apa saja yang telah dan sedang kita lakukan untuk memastikan kita dapat meraih sukses itu? Adakalanya kita terlalu cepat puas dengan sukses yang sementara. Ini dicerminkan oleh pilihan-pilihan yang kita ambil.

Berikut lima sikap yang perlu kita waspadai dalam meraih sukses.

Mayday!

Sabtu, 11 Maret 2017

Mayday!

Baca: Mazmur 86:1-13

86:1 Doa Daud. Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku.

86:2 Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi, selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu.

86:3 Engkau adalah Allahku, kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari.

86:4 Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku.

86:5 Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Mu.

86:6 Pasanglah telinga kepada doaku, ya TUHAN, dan perhatikanlah suara permohonanku.

86:7 Pada hari kesesakanku aku berseru kepada-Mu, sebab Engkau menjawab aku.

86:8 Tidak ada seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak ada seperti apa yang Kaubuat.

86:9 Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu.

86:10 Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah.

86:11 Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu.

86:12 Aku hendak bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allahku, dengan segenap hatiku, dan memuliakan nama-Mu untuk selama-lamanya;

86:13 sebab kasih setia-Mu besar atas aku, dan Engkau telah melepaskan nyawaku dari dunia orang mati yang paling bawah.

Pada hari kesesakanku aku berseru kepadaMu, sebab Engkau menjawab aku. —Mazmur 86:7

Mayday!

Sinyal tanda bahaya internasional “Mayday” selalu diulang tiga kali berturut-turut—“Mayday-Mayday-Mayday”—sehingga mereka yang mendengarnya memahami dengan jelas bahwa sedang terjadi situasi yang benar-benar membahayakan nyawa. Kata itu diciptakan pada tahun 1923 oleh Frederick Stanley Mockford, seorang petugas radio senior di Bandara Croydon di London. Bandara yang sekarang sudah tutup itu pernah menjadi tujuan penerbangan dari dan ke Bandara Le Bourget di Paris. MenuRut catatan Museum Maritim Nasional, Mockford menciptakan kata “Mayday” dari kata dalam bahasa Prancis m’aidez, yang berarti “tolong aku”.

Sepanjang hidupnya, Raja Daud berulang kali menghadapi situasi yang mengancam nyawa di mana sepertinya tidak ada lagi jalan keluar. Namun, di Mazmur 86 kita membaca bahwa dalam masa kesesakannya, Daud selalu berpegang kepada Tuhan. Ia berkata, “Pasanglah telinga kepada doaku, ya Tuhan, dan perhatikanlah suara permohonanku. Pada hari kesesakanku aku berseru kepada-Mu, sebab Engkau menjawab aku” (ay.6-7).

Daud juga melihat jauh melampaui bahaya di hadapannya dengan meminta Allah untuk memimpin langkahnya. “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu” (ay.11). Ketika krisis yang dihadapinya telah berlalu, Daud ingin terus berjalan bersama Allah.

Situasi-situasi berat yang kita hadapi dapat membuka jalan bagi kita untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Hal itu dimulai ketika kita berseru kepada Tuhan untuk meminta pertolongan-Nya dalam kesulitan yang kita hadapi dan juga kemudian untuk memimpin kita setiap hari di jalan-Nya. —David McCasland

Tuhan, meski kami berseru kepada-Mu agar Engkau menolong kami hari ini, tolonglah kami terus berjalan bersama-Mu di saat masalahku telah berlalu.

Allah mendengar seruan kita meminta tolong dan Dia menuntun kita di jalan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 14-16; Markus 12:28-44

Artikel Terkait:

Sia-Siakah Pergumulanku?

Berdoa bagi sesuatu yang kita anggap mustahil itu memang tidak mudah. Sering kali orang lain meremehkan pergumulan itu, bahkan mereka menganggap bahwa apa yang kita doakan itu tidak akan terwujud, dan apa yang kita doakan itu sia-sia. Benarkah demikian? Apakah pergumulan kita akan berakhir sia-sia?