Posts

Kulihat Betapa Baiknya Tuhan Melalui Sakitnya Papaku

Oleh Agustinus Ryanto

Tahun 2022 tak pernah kubayangkan akan semengerikan ini. Setelah serangkaian kejadian yang memahitkan hati, di akhir Maret kudapati telepon mendadak di tengah malam yang mengabariku kalau papaku yang bertubuh prima tanpa ada riwayat sakit apa pun kini tergolek tak berdaya, di batas antara hidup dan maut. Dia dilarikan ke ICU setelah kecelakaan tiga hari sebelumnya. Nyawanya ditopang oleh deru ventilator dan alat monitor jantung.

Telepon itu kuterima jam sebelas malam. Sudah tak ada lagi kendaraan antarkota yang bisa membawaku pulang ke. Sembari menunggu bus pertama yang akan berangkat jam lima subuh, pikiranku kacau. Tak menyangka apabila peristiwa yang musababnya terdengar konyol bisa menghancurkan hidup papaku. Kisah nahas ini bermula saat papaku beserta istri dan anaknya yang lain tengah berjalan-jalan di kompleks perumahan. Karena melihat ular, dia melompat dan terperosok ke selokan sedalam kira-kira tiga meter. Bonggol sendi yang menghubungkan tulang paha dan pinggangnya patah. Setelah serangkaian pengobatan non-medis yang dilakukan, keadaannya terus memburuk sehingga dia pun dilarikan ke ICU. Patah tulang itu turut membangkitkan penyakit lain dalam tubuhnya. Dia didiagnosis Pneumonia dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), komplikasi pada paru-paru yang diakibatkan paparan asap rokok dan polusi, juga infeksi pada ususnya.

Dua belas malam kuhabiskan menemaninya di tepi ranjang. Banyak orang datang memberiku penghiburan dan dukungan, tetapi itu tak menghilangkan rasa heran dalam benakku.

Papaku bukanlah orang yang dekat dengan Tuhan. Di balik tubuh tegapnya, dia memang seorang perokok berat yang bisa menghabiskan tiga bungkus rokok dalam sehari. Keluarga kami pun retak setelah keputusan papa untuk meninggalkan kami dan membangun hidup barunya bersama orang lain. Beberapa orang yang dulu pernah disakiti olehnya menyebut bahwa sakit ini adalah karma atas tindakan papa, tetapi hatiku menolak konsep itu.

Sungguhkah Tuhan menghukum papa dengan intensi untuk membalaskan dendam?

Cara pemulihan yang tak terbayangkan

Hingga hari ini, papaku masih tergolek lemah tak berdaya. Kondisi fisiknya yang telah membaik, kembali memburuk. Namun, pengalamanku selama 12 hari berada di sisinya memberiku sebuah pemahaman baru tentang apa itu pemulihan yang sejati, yang datangnya dari Sang Ilahi.

Dunia memaknai konsep pulih berdasarkan ekspektasi manusia. Yang rusak menjadi utuh. Yang hilang menjadi ditemukan. Yang sakit menjadi sembuh. Pemulihan yang setiap kita harapkan adalah sebuah keadaan yang secara kasat mata berbalik 180 derajat. Tetapi, tak selalu pemulihan itu memberikan hasil yang demikian. Alkitab mencatat akan kisah Lazarus yang sakit hingga ia pun meninggal.

Kabar sakitnya Lazarus telah disampaikan oleh Maria dan Marta. Mereka berseru, “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.” (Yohanes 11:3). Kita bisa menerka bagaimana perasaan kedua wanita tersebut menghadapi saudara mereka yang kesakitan. Mungkin mereka panik, gusar, dan berharap agar mukjizat kesembuhan segera dinyatakan oleh Yesus. Ketika mendengar kabar itu, Yesus pun merespons. Kata-Nya, “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” (ayat 4). Alih-alih segera berangkat, Yesus malah sengaja tinggal dua hari lebih lama, dan ketika Dia tiba, Lazarus telah terbaring empat hari lamanya dalam kubur. Maria dan Marta mengungkapkan rasa sedih dan kecewanya pada Yesus dengan berkata, “Tuhan sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati” (ayat 21&32).

Yesus mengerti dukacita yang Maria dan Marta alami sehingga Dia pun turut menangis (ayat 35). Syahdan, mukjizat pun terjadi. Oleh kuasa-Nya, Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Kita tidak tahu bagaimana respons Maria dan Marta terhadap kebangkitan saudaranya itu sebab Alkitab tidak mencatat lebih detail. Tetapi, kebenaran yang kupetik dari kisah Lazarus ini begitu menguatkan hatiku.

Betapa Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri yang tak mampu kita jelaskan dengan jalan pikiran kita. Pemulihan yang sejati, yang datang dari Tuhan bukanlah membalikkan keadaan agar sesuai dengan harapan dan kehendak kita, tetapi agar Allah dimuliakan dan kemuliaan-Nya itulah yang akan membawa orang-orang percaya kepada Dia yang diutus Bapa (ayat 42). Ada kalanya cara pemulihan-Nya membuat kita tak percaya. Mungkin Tuhan mengizinkan sakit berat, kehilangan, atau dukacita terjadi, tetapi jika itu adalah kehendak-Nya, maka biarlah itu terjadi, sebab kita tahu bahwa Allah adalah kasih (1 Yoh 4:16) dan segala jalan-jalan-Nya sempurna (Mzm 18:31). Bukan untuk membawa kecelakaan bagi kita, tetapi untuk mendatangkan kebaikan. Bukan sebagai karma dan hukuman agar kita menderita tak berdaya, tetapi sebagai dekapan kasih-Nya agar kita tahu bahwa di tengah dunia yang telah jatuh dalam dosa, segala hal buruk bisa menimpa, tetapi orang yang percaya dan dikasihi-Nya dipelihara-Nya selalu dalam segala musim kehidupan.

Di tengah malam, kala kuusap rambut papaku, kuajak dia berdoa dan bernyanyi. Dengan suara lemah dan tetesan air mata, dia mengikuti ucapan doaku. Dia yang menghilang jauh dari keluarga dan Tuhan Yesus, kembali mengucap lewat mulutnya bahwa Kristus adalah Juruselamat dan dia pun bersemangat untuk pulih, untuk kelak dalam tubuhnya memuliakan Tuhan.

Hingga hari ini papaku masih tergolek lemas di rumah sakit. Operasi telah dilakukan, bahkan sudah dibolehkan pulang, tetapi ada penyakit lain yang menggerogoti tubuhnya yang membuatnya kembali lagi dilarikan ke bangsal perawatan, dengan selang oksigen dan sonde yang masuk ke dalam tubuhnya.

Masa-masa ini sungguh tidak mudah, tidak hanya untuk papaku, bahkan untuk aku cerna juga. Rasanya seperti masuk ke dalam terowongan yang gelap dan aku belum bisa melihat cahaya di ujung sana. Namun satu yang aku percaya, apabila Tuhan berkenan memberikan kesembuhan saat ini juga, maka mudah bagi-Nya seperti membalikkan telapak tangan. Namun, apabila Dia mengizinkan papaku melewati proses yang lebih berat dan lama, maka aku percaya tentunya Tuhan punya maksud, dan maksud-Nya selalu baik. Jadilah kehendak-Nya di bumi seperti di surga. Hanya, kumohonkan dalam hati agar dalam segala keadaan, kami tak pernah melepaskan iman percaya kami kepada-Nya. Sebab iman itulah yang menjadikan kami hidup, dan iman itu jugalah yang kelak akan membawa kami menyaksikan kemuliaan-Nya dinyatakan bagi kami maupun semua orang yang percaya kepada-Nya.

Menghadapi Penderitaan Tidak dengan Tawar Hati

Oleh Alvin Nursalim

Menjalani kehidupan pasti akan menghadapi penderitaan. Dalam profesiku sebagai dokter, rasa sakit, tangis, dan kesedihan adalah kawan yang menjadi keseharianku.

Pastinya teman-teman setuju bahwa rumah sakit bukanlah tempat berlibur. Di sini setiap pasien datang berobat dan berharap sembuh. Aku ingat ketika aku masih menempuh studi kedokteran dulu, biasanya aku akan sampai di rumah sakit sekitar jam 05:30 pagi. Aku dan rekan-rekan tim medis lainnya datang lebih pagi karena jumlah pasien yang menjadi tanggung jawab residen (dokter yang sedang mengambil program pendidikan spesialis) memang cukup banyak jumlahnya.

Para pasien bahkan datang lebih subuh dari kami. Mereka datang lebih awal untuk mengambil nomor pendaftaran. Rumah sakit tempat kami melayani adalah rumah sakit rujukan. Alhasil, pasien datang dari berbagai daerah dan pelosok negeri. Ada pasien-pasien yang masih anak kecil, masih tertidur di kursi roda mereka dan turut mengantre sedari subuh. Pecah tangis seringkali memenuhi ruangan karena kesakitan yang dialami oleh mereka.

Keadaan tersebut tidak berubah. Rumah sakit tetap penuh, malah mungkin lebih penuh karena pandemi Covid-19. Aku terpanggil untuk melayani pasien-pasien yang terinfeksi virus ini. Dewasa, anak kecil, wanita hamil, semua tidak luput dari virus. Rasa khawatir dan tangis dari pihak keluarga tidak asing bagi telingaku.

Menyaksikan penderitaan yang begitu nyata setiap hari seringkali membuatku termenung. Aku bertanya, “Bapa, mengapa ada penderitaan di dunia ini? Mengapa ada kemiskinan yang membuat banyak orang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan hariannya? Mengapa ada penyakit yang memberikan rasa sakit pada banyak orang?”

Pernahkah teman-teman juga bertanya-tanya seperti itu? Mencari tahu mengapa Tuhan tidak menciptakan dunia di mana semua orang seang, berkecukupan, dan tiada penderitaan?

Apakah Tuhan memahami penderitaan manusia?

Pertanyaan itu membawaku untuk menggali lebih dalam tentang penderitaan manusia. Ketika mengalami penderitaan, kita sebagai manusia sering bertanya apakah Tuhan memahami penderitaan kita. Tetapi, kita lupa bahwa diri-Nyalah sejatinya yang paling memahami penderitaan.

Yesus mengakhiri pelayanan-Nya di bumi dengan dihina, dihukum, dan dipaku di kayu salib. Dia mengalami tak cuma penderitaan fisik, juga penderitaan mental di tangan tentara Romawi dan orang-orang yang mencaci-Nya. Dia ditinggalkan oleh teman-teman terdekat-Nya di saat Dia paling membutuhkannya. Penderitaan Yesus telah ternubuatkan dalam tulisan Yesaya, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan” (Yesaya 53:3).

Jika kita bergumul dan berdoa pada-Nya, kita sejatinya sedang menyampaikan pergumulan manusia kepada Tuhan yang sangat dekat dan memahami penderitaan. Dia bukan Tuhan yang jauh dan tidak dapat berempati atas penderitaan manusia. Kita datang kepada Tuhan yang benar-benar tahu dan peduli, Dia adalah Tuhan yang juga merasakan bagaimana berada di titik nadir.

Selanjutnya, Yesaya 53:4 menulis, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.”

Penderitaan Yesus melampaui apa yang dapat kita bayangkan. Di kayu salib, semua kejahatan dunia diarahkan pada satu Sosok yang bersih dan murni, yaitu Sang Anak Allah. Yesus melakukannya agar kita beroleh kehidupan, sehingga kejahatan tidak membinasakan manusia.

Mengapa Tuhan dengan segala kuasa-Nya tidak menghilangkan saja penderitaan?

Pertanyaan tersebut memiliki jawaban: suatu hari kejahatan akan disingkirkan selama-lamanya. Suatu hari tidak akan ada lagi dukacita atau rasa sakit. Tuhan akan menghapus setiap air mata (Wahyu 21:4). Tetapi, hari tersebut belumlah tiba.

Jika kita merenungkan posisi kita: siapakah kita manusia berdosa sehingga kita bertanya dan menghakimi Tuhan? Kita adalah ciptaan-Nya dan diciptakan untuk memuliakan-Nya. Justru, seharusnya kita bertanya, apakah hak kita sebagai manusia berdosa untuk menuntut kepada Tuhan yang sudah menebus dosa kita? Namun, terlepas dari segala dosa kita, Tuhan selalu menawarkan diri-Nya sendiri. Dia tidak cuma memberi kita berkat atau janji, tetapi Dia memberi diri-Nya sendiri. Dia merindukan kita datang kepada-Nya, berbicara dengan-Nya, dan membawa penderitaan kita kepada-Nya. Dalam penderitaan kita, Dia tidak meninggalkan kita sendirian. Jika kita berpaling kepada-Nya, ada kekuatan yang tidak pernah kita duga; ada kenyamanan dan pengharapan untuk hari ini dan esok.

Aku ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah doa yang kuterjemahkan dari kumpulan doa puritan, The Valley of Vision. Doa ini begitu indah dan berisikan permohonan manusia agar bisa terus memuji keagungan Tuhan dan berserah kepada-Nya, terlepas dari keadaan yang tampaknya tidak sesuai harapan.

Tuhan, tinggi dan suci, lemah lembut dan rendah hati,

Engkau telah membawaku ke lembah penglihatan
Di mana aku tinggal di kedalaman tapi melihat-Mu di ketinggian,
dikelilingi gunung dosa aku melihat kemuliaan-Mu.

Biarkan aku belajar dengan paradoks
bahwa jalan turun adalah jalan ke atas,
bahwa menjadi rendah berarti tinggi,
bahwa patah hati adalah hati yang disembuhkan,
bahwa roh yang menyesal adalah roh yang bersukacita,
bahwa jiwa yang bertobat adalah jiwa yang menang,
bahwa tidak memiliki apa-apa berarti memiliki semua,
bahwa memikul salib adalah memakai mahkota,
bahwa memberi berarti menerima,
bahwa lembah adalah tempat penglihatan.

Tuhan, di siang hari bintang bisa dilihat dari sumur terdalam,
dan semakin dalam sumur, semakin terang bintang-bintang-Mu bersinar;

Biarkan aku menemukan cahaya-Mu dalam kegelapanku,
hidup-Mu dalam kematianku,
kegembiraan-Mu dalam kesedihanku,
anugerah-Mu dalam dosaku,
kekayaan-Mu dalam kemiskinanku,
kemuliaan-Mu di lembahku.

Tuhan Yesus memberkati kita semua.


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Di Tengah Keadaan yang Tak Mudah, Pilihlah untuk Taat

Taat, mudah diucapkan sulit dipraktikkan. Apalagi jika ketaatan itu seolah membuat hidup kita malah menjadi susah. Tetapi, Alkitab memberitahu kita bahwa selalu ada berkat dalam ketaatan kita kepada-Nya.