Posts

Tutup Kuping

Selasa, 26 Maret 2019

Tutup Kuping

Baca: Keluaran 5:24-6:8

5:24 Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa: “Sekarang engkau akan melihat, apa yang akan Kulakukan kepada Firaun; sebab dipaksa oleh tangan yang kuat ia akan membiarkan mereka pergi, ya dipaksa oleh tangan yang kuat ia akan mengusir mereka dari negerinya.”

6:1 Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Akulah TUHAN.

6:2 Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.

6:3 Bukan saja Aku telah mengadakan perjanjian-Ku dengan mereka untuk memberikan kepada mereka tanah Kanaan, tempat mereka tinggal sebagai orang asing,

6:4 tetapi Aku sudah mendengar juga erang orang Israel yang telah diperbudak oleh orang Mesir, dan Aku ingat kepada perjanjian-Ku.

6:5 Sebab itu katakanlah kepada orang Israel: Akulah TUHAN, Aku akan membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir, melepaskan kamu dari perbudakan mereka dan menebus kamu dengan tangan yang teracung dan dengan hukuman-hukuman yang berat.

6:6 Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu, supaya kamu mengetahui, bahwa Akulah, TUHAN, Allahmu, yang membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir.

6:7 Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah TUHAN.”

Mereka tidak mendengarkan Musa karena mereka putus asa dan karena perbudakan yang berat itu. —Keluaran 6:8

Daily Quotes ODB

Karakter kartun Winnie the Pooh pernah berkata, “Kalau orang yang engkau ajak bicara sepertinya tidak mendengarkan, bersabarlah. Mungkin telinganya sedang tertutup oleh sesuatu.”

Pengalaman bertahun-tahun mengajarkan saya bahwa perkataan Winnie itu ada benarnya. Saat seseorang tidak mau mendengarkan nasihat kamu yang sebenarnya bermanfaat baginya, mungkin memang ia sedang enggan untuk menyimak. Atau mungkin ada hambatan lain: Ada orang yang sulit mendengarkan nasihat karena mereka sedang kecewa dan putus asa.

Musa berkata bahwa ia berusaha berbicara kepada orang-orang Israel tetapi mereka tidak mau mendengarkannya karena perbudakan yang kejam telah membuat mereka putus asa (Kel. 6:8). Istilah putus asa di sini dalam bahasa Ibrani secara harfiah berarti “kehabisan napas”, dan itu diakibatkan oleh pengalaman perbudakan yang pahit di Mesir. Oleh karena itu, keengganan orang Israel mendengarkan perintah Musa haruslah dimaklumi dan dikasihani, bukan justru dikecam.

Apa yang harus kita lakukan ketika orang lain tidak mau mendengarkan? Perkataan Winnie the Pooh sangatlah bijak: “Bersabarlah.” Allah berkata, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati” (1Kor. 13:4); kasih itu rela menunggu. Tuhan belum selesai membentuk orang itu. Dia sedang berkarya melalui kesedihan mereka dan kasih serta doa-doa kita. Mungkin saja, pada waktu-Nya, Dia akan membuka telinga mereka untuk mau mendengar. Bersabarlah. —David H. Roper

Ketika ada seseorang yang tidak mau mendengarkanmu, pelajaran apa yang dapat kamu terima tentang hubunganmu sendiri dengan Tuhan? Bagaimana kasih dan kesabaran saling melengkapi dalam sebuah hubungan yang penuh kasih?

Bersabarlah, karena Allah belum selesai membentuk kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 22-24; Lukas 3

Menghadapi Penundaan

Kamis, 18 Januari 2018

Menghadapi Penundaan

Baca: Kejadian 45:1-8

45:1 Ketika itu Yusuf tidak dapat menahan hatinya lagi di depan semua orang yang berdiri di dekatnya, lalu berserulah ia: “Suruhlah keluar semua orang dari sini.” Maka tidak ada seorangpun yang tinggal di situ bersama-sama Yusuf, ketika ia memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya.

45:2 Setelah itu menangislah ia keras-keras, sehingga kedengaran kepada orang Mesir dan kepada seisi istana Firaun.

45:3 Dan Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya: “Akulah Yusuf! Masih hidupkah bapa?” Tetapi saudara-saudaranya tidak dapat menjawabnya, sebab mereka takut dan gemetar menghadapi dia.

45:4 Lalu kata Yusuf kepada saudara-saudaranya itu: “Marilah dekat-dekat.” Maka mendekatlah mereka. Katanya lagi: “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir.

45:5 Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.

45:6 Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai.

45:7 Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong.

45:8 Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.

Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah. —Kejadian 45:8

Menghadapi Penundaan

Kita sering menghadapi berbagai macam penundaan. Kerusakan sistem komputer global menyebabkan pembatalan penerbangan besar-besaran sehingga ratusan ribu penumpang pun terlantar di sejumlah bandara. Di lain waktu, ketika badai musim dingin melanda, kecelakaan yang menimpa beberapa mobil membuat sejumlah jalan raya utama harus ditutup. Seseorang yang sudah berjanji untuk “segera” mengirimkan jawaban, ternyata tidak menepatinya. Penundaan-penundaan seperti itu acap kali membuat kita marah dan frustrasi. Namun sebagai pengikut Kristus, kita dapat datang kepada-Nya untuk meminta pertolongan.

Salah satu teladan yang sangat baik tentang kesabaran di Alkitab adalah Yusuf. Ia pernah dijual kepada pedagang budak oleh saudara-saudaranya yang iri hati, dituduh secara tidak adil oleh istri majikannya, dan kemudian dipenjara di Mesir. “Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf” (Kej. 39:20-21). Beberapa tahun kemudian, ketika Yusuf berhasil menafsirkan mimpi Firaun, ia pun diangkat menjadi penguasa kedua atas Mesir (Pasal 41).

Buah yang paling luar biasa dari kesabarannya muncul ketika saudara-saudaranya datang untuk membeli gandum selama masa kelaparan. “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir,” kata Yusuf kepada mereka, “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu . . . Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah” (45:4-5,8).

Dalam segala penundaan yang kita alami, biarlah kita menjadi seperti Yusuf—memupuk kesabaran, memperoleh perspektif baru, dan mengalami damai sejahtera yang datang dari sikap mempercayai Tuhan. —David C. McCasland

Bapa di surga, dalam segala penundaan yang kami alami, kiranya kami terus meyakini tuntunan-Mu yang setia dan mengalami penyertaan-Mu di setiap situasi yang ada.

Kepercayaan kepada Allah memampukan kita untuk menerapkan iman kita dengan sabar.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 43–45; Matius 12:24-50

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Tora Tobing

Tidak Bisa Dibatalkan

Senin, 8 Februari 2016

Tidak Bisa Dibatalkan

Baca: Galatia 5:13-26

5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.

5:14 Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”

5:15 Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.

5:16 Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.

5:17 Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging–karena keduanya bertentangan–sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.

5:18 Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat.

5:19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,

5:20 penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah,

5:21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu–seperti yang telah kubuat dahulu–bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

5:22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,

5:23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.

5:24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.

5:25 Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,

5:26 dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki.

Buah Roh ialah: . . . kelemahlembutan, penguasaan diri. —Galatia 5:22-23

Tidak Bisa Dibatalkan

Saya tak bisa membatalkan tindakan yang telah saya lakukan. Seorang wanita memarkir mobilnya dan menghalangi saya yang hendak menuju ke pompa bensin. Wanita itu sedang keluar sebentar dari mobilnya untuk membuang sampah. Karena sudah tidak sabar menanti, saya membunyikan klakson. Dengan jengkel saya pun memutar balik dan mencari jalan lain. Namun segera saya merasa tidak enak hati karena sudah bersikap tidak sabar dan enggan untuk menunggu 30 detik hingga mobil itu bergerak. Saya juga meminta pengampunan dari Allah. Memang, wanita itu seharusnya parkir di tempat yang telah ditentukan. Namun seharusnya saya bisa menanggapinya dengan sabar dan ramah, bukan dengan kasar. Sayangnya, sudah terlambat bagi saya untuk meminta maaf karena wanita itu telah pergi.

Banyak ayat dalam kitab Amsal yang menantang kita untuk memikirkan tanggapan apa yang patut kita berikan manakala seseorang menghalangi rencana kita. Ada ayat yang berkata, “Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga, tetapi bijak, yang mengabaikan cemooh” (Ams. 12:16). Selain itu, “Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak” (20:3). Kemudian ada satu ayat lagi yang bernada sangat tegas: “Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya” (29:11).

Adakalanya membiasakan diri untuk bersikap sabar dan ramah memang terasa sulit. Namun Rasul Paulus berkata bahwa “buah Roh” (Gal. 5:22-23) merupakan karya Allah. Ketika kita bergantung kepada Allah dan bekerja sama dengan-Nya, Dia akan menghasilkan buah Roh tersebut dalam diri kita. Ubahlah kami, ya Tuhan. —Anne Cetas

Tuhan, jadikanlah aku seorang yang lemah lembut. Kiranya aku tidak lekas merasa frustrasi ketika ada masalah menjengkelkan yang menimpa hidupku. Beriku kesabaran dan kemampuan untuk mengendalikan diri.

Allah menguji kesabaran kita agar kita dapat berjiwa besar.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 4-5; Matius 24:29-51

Orang-Orang Yang Sulit

Kamis, 7 Agustus 2014

Orang-Orang Yang Sulit

Baca: Efesus 4:1-12

4:1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.

4:2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.

4:3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:

4:4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,

4:5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,

4:6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.

4:7 Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.

4:8 Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."

4:9 Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?

4:10 Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.

4:11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,

4:12 untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,

Hiduplah sesuai dengan kedudukanmu sebagai orang yang sudah dipanggil oleh Allah. . . . Tunjukkanlah kasihmu dengan membantu satu sama lain. —Efesus 4:1-2 BIS

Orang-Orang Yang Sulit

Dalam buku God in the Dock (Allah Teradili), penulis C. S. Lewis menggambarkan sejumlah tipe orang yang sulit untuk diajak bergaul. Sifat egois, pemarah, cemburuan, atau kebiasaan-kebiasaan lainnya sering kali menyulitkan hubungan kita dengan mereka. Terkadang kita berpikir, Rasanya hidup akan menjadi jauh lebih mudah andai saja aku tidak harus berhadapan dengan orang-orang yang sulit seperti itu.

Lalu Lewis membalikkan pandangan tersebut dengan menunjukkan bahwa rasa frustrasi semacam itulah yang tiap hari harus dihadapi Allah dengan kita masing-masing. Lewis menuliskan: “Kamulah orang yang sulit itu. Kamu juga mempunyai cela yang fatal pada karaktermu. Segala harapan dan rencana orang lain berulang kali kandas saat berhadapan dengan karaktermu sama seperti harapan dan rencanamu kandas saat berhadapan dengan karakter mereka.” Kesadaran diri itu haruslah mendorong kita untuk berusaha menunjukkan kesabaran dan penerimaan terhadap orang lain, sama seperti yang ditunjukkan Allah terhadap kita setiap hari.

Dalam kitab Efesus, Paulus menasihati kita untuk bergaul dengan menunjukkan sifat yang “selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasih [kita] dengan membantu satu sama lain” (4:2 bis). Seseorang yang sabar akan lebih mampu menghadapi orang yang sulit tanpa terpancing untuk melampiaskan kemarahan dan membalas. Sebaliknya, ia akan mampu bertahan dan menunjukkan sikap penuh kasih walaupun dihadapkan pada tingkah laku yang menyebalkan.

Adakah orang-orang yang sulit di dalam hidupmu? Mintalah Allah untuk menunjukkan kasih-Nya melalui dirimu. —HDF

Ada orang yang terasa sulit untuk dikasihi,
Jadi kita merasa tak ada gunanya untuk peduli;
Tetapi Allah berkata, “Kasihi mereka seperti Aku mengasihimu—
Kau akan memuliakan-Ku saat kau bagikan kasih-Ku.” —Cetas

Pandanglah sesama sebagaimana Allah memandangmu.

Pengaruh Jawaban Yang Lemah Lembut

Selasa, 10 April 2012

Pengaruh Jawaban Yang Lemah Lembut

Baca: Amsal 15:1-4

Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. —Amsal 15:1

Mobil saya mogok di tengah terowongan ketika pengemudi lain bersusah payah melewati mobil saya, mereka melampiaskan frustrasinya dengan marah-marah. Akhirnya, mobil saya diderek ke bengkel untuk diperbaiki. Namun mobil saya mogok lagi, sehingga saya terdampar di jalan raya antar kota pada pukul 2 pagi. Saya harus kembali membawanya ke bengkel tadi.

Sayangnya, bengkel itu juga menjadi tempat parkir selama pertandingan bisbol tim Boston Red Sox. Keesokan harinya sepulang kerja, ketika saya tiba di sana untuk mengambilnya, mobil saya terjebak di antara 30 mobil lainnya!

Saya harus akui bahwa ocehan dan teriakan saya tak sepenuhnya memuliakan Kristus. Setelah menyadari bahwa sikap itu membuat mereka semakin ogah membantu saya saat bengkel itu sudah mau tutup, saya berniat untuk menyerah dan keluar dari situ. Saya bergegas ke pintu kaca, tetapi saya sulit membukanya. Amarah saya memuncak ketika para pekerja bengkel justru menertawakan saya.

Belum jauh melangkah, saya tersadar betapa sikap saya sama sekali tidak memuliakan Kristus. Saya berbalik untuk mengetuk pintu yang telah terkunci dan mengucapkan kata “maaf” kepada para pekerja bengkel itu. Mereka sangat kaget! Mereka pun mengizinkan saya masuk kembali, dan dengan lemah lembut, saya mengatakan bahwa sebagai orang Kristen saya tak pantas bersikap seperti itu. Beberapa menit kemudian, mereka mulai memindahkan mobil-mobil lain sehingga mobil saya bisa keluar. Saya mengalami alangkah benarnya, bahwa perkataan yang lemah lembut, dan bukan yang pedas, bisa mengubah keadaan (Ams. 15:1). —RKK

Kiranya dalam cengkeraman amarah kutemukan
Kuasa diri untuk jinakkan lidah dan bibir;
Namun jika aku gagal, kiranya Allah berikanku
Keteguhan hati untuk mengampuni. —Kilgore

Jawaban yang lemah lembut sering kali menjadi alat untuk meredakan hati yang keras.

Anak Lelaki Dan Kudanya

Rabu, 14 Desember 2011

Baca: Kolose 3:12-17

[Kita] dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar. —Kolose 1:11

Saat saya berumur sekitar 5 tahun, ayah memutuskan bahwa saya perlu memiliki seekor kuda untuk saya pelihara. Ia membelikan saya seekor kuda betina tua dan membawanya ke rumah. Saya menamainya Dixie.

Dixie adalah seekor binatang yang menakutkan untuk anak berperawakan kecil seusia saya. Tidak ada pelana yang cukup kecil dan sanggurdi yang cukup pendek untuk pijakan kaki saya, sehingga saya sering menunggangi Dixie tanpa pelana.

Tubuh Dixie yang gempal membuat saya harus meregangkan kaki lebar-lebar, dan ini membuat saya sulit untuk duduk tenang di atas punggungnya. Namun, setiap kali saya terjatuh, Dixie akan berhenti, memandangi saya, dan menunggu saya berusaha untuk naik lagi ke punggungnya. Hal ini membuat saya melihat sifat Dixie yang paling mengagumkan: ia sangat sabar.

Sebaliknya, saya yang kurang sabar terhadap Dixie. Namun, ia menghadapi kemarahan saya yang kekanak-kanakan dengan penuh kesabaran dan tak pernah sekalipun membalas. Saya ingin menjadi seperti Dixie, memiliki kesabaran yang memaafkan banyak kesalahan. Saya harus bertanya kepada diri sendiri, “Bagaimanakah reaksi saya ketika seseorang membuat saya jengkel?” Apakah saya menanggapinya dengan rendah hati, lemah lembut, dan sabar? (Kol. 3:12). Atau sebaliknya, dengan kesal dan tanpa toleransi?

Untuk memaafkan kesalahan. Untuk mengampuni 70 kali 7 kali. Untuk menerima kelemahan dan kegagalan sesama. Untuk menunjukkan belas kasihan dan kebaikan kepada mereka yang menjengkelkan kita. Kemampuan untuk mengendalikan jiwa kita seperti itu sungguh adalah karya Allah. —DHR

Allah sumber anugerah dan kebaikan,
Ajarku untuk selalu berbuat baik,
Senantiasa lemah lembut dan mengampuni
Dengan mengutamakan Sang Juruselamat. —Brandt

Kasih yang lahir di Kalvari rela menderita dan menahan diri, mau memberi dan mengampuni.