Posts

Bagaimana Menemukan Kepuasan?

Oleh Sarah Calen

Aku menyebut diriku sebagai workaholic, si pecandu kerja. Aku punya kecenderungan untuk bekerja, dan bekerja, lalu bekerja lagi. Aku senang mencapai tujuan dan menyelesaikan tugas-tugasku. Selalu ada buku, bisnis, atau ide kreatif baru yang ingin aku selesaikan. Aku terus berusaha supaya progress-ku maju, kucoba menyelesaikan semua yang aku bisa. 

Tapi, akhir-akhir ini, aku merasa Tuhan mengajakku untuk berlatih merasa puas. Alih-alih bekerja keras untuk mencapai lebih banyak hal, aku merasa tertarik untuk menikmati saat-saat ini, menghargai musim kehidupan yang sekarang sedang terjadi atasku.

Kepuasan dalam masa-masa sulit

Undangan untuk melatih kepuasan diri ini pertama kali datang di tengah-tengah waktu yang tidak nyaman buatku, yang sedang dalam masa pemulihan dari kecanduan kerja. Aku tidak memiliki project dari client (mimpi buruk setiap freelancer) dan tidak ada tanda-tanda akan datangnya tawaran baru. Biasanya, aku akan menghubungi beberapa kontak yang hampir selalu memiliki pekerjaan untukku kerjakan, namun aku merasa Tuhan berkata ‘tidak’ pada ide ini.  

Saat itu aku sungguh tidak puas. Dan, karena aku tidak memiliki pekerjaan untuk mengisi waktu, hari-hariku pun dipenuhi pergumulan. Aku harus mengatasi apa yang membuatku merasa tidak puas. Aku tahu aku punya Tuhan yang mencukupkan segala sesuatu, tapi aku masih ingin lebih!

Aku merasa terjebak di tempat yang tidak aku inginkan, tetapi aku tahu dan yakin bahwa aku berada di tempat yang Tuhan inginkan. Pemahaman ini menolongku untuk berhenti sejenak dan mengevaluasi situasiku. Aku sadar bahwa aku telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk bekerja dan berjuang. Aku lupa untuk menghargai semua yang aku miliki—kesehatanku, komunitas yang mendukung, kendaraan, tempat tinggal, teman sekamar yang baik—semuanya merupakan jawaban atas doa-doaku di masa lalu. Ketika aku terobsesi untuk selalu meraih lebih, aku sedang mengabaikan berkat-berkat yang ada di depanku.

Ketika aku berlatih untuk merasa puas, bahkan di musim kehidupan yang jauh dari nyaman, aku mulai menjadi lebih bersyukur. Meskipun aku tidak berada di tempat yang aku inginkan, ketika aku lebih fokus pada kebaikan Tuhan daripada apa yang kurang, rasa syukur pun hadir di dalam diriku. Aku pun mulai menghayati Mazmur 34:1, yang berbunyi,

“Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.” 

Aku tidak pernah mengira bahwa melatih rasa puas akan menghasilkan rasa syukur yang sejati dalam hatiku, tetapi justru inilah cara yang tepat.

Jika kamu sedang merasa kurang, tidak puas, terlepas apa pun kondisimu, aku mendorongmu untuk cobalah melambatkan ritme hidupmu. Ambillah waktu khusus untuk mencari Tuhan dan mintalah Dia untuk menyatakan apa yang sedang Dia lakukan dalam hidupmu saat ini. Mintalah Dia untuk menunjukkan bagaimana Dia telah memberkatimu, bahkan di tengah-tengah kesulitan sekalipun. 

Meskipun merasa puas dan bersyukur tidak akan secara ajaib mengubah semua kesusahan kita, namun hal ini dapat membantu kita menemukan sukacita, damai sejahtera, dan pengharapan di tengah-tengah masa-masa sulit tersebut.

Kepuasan dalam kelimpahan

Sekarang, aku berada di fase yang sama sekali berbeda. Rasanya, setelah berbulan-bulan menunggu kepastian, seluruh hidupku berubah dalam waktu satu minggu. Sekarang aku punya lebih banyak pekerjaan, lebih banyak daripada ekspektasiku dulu. Aku membantu teman A mengembangkan bisnis kecilnya yang sedang naik daun, lalu membantu teman B untuk memulai perusahaannya, dan juga bekerjasama dengan teman C untuk merintis usaha yang benar-benar baru. Aku kagum bahwa aku dapat berkontribusi mengubah kehidupan orang lain, tetapi aku sangat sadar akan godaan untuk aku kembali ke gaya hidup yang workaholic.

Berlatih merasa puas tetap jadi tujuanku meskipun aku tidak lagi ada dalam masa-masa sulit. 

Aku tidak menyadari bahwa belajar untuk mempraktikkan rasa puas di saat kekurangan akan mempersiapkanku juga untuk merasa puas di saat kelimpahan. Karena, bahkan ketika segala sesuatunya baik-baik saja, ketidakpuasan masih bisa muncul. Ada daya tarik yang sangat nyata untuk menginginkan lebih; bahkan saat ini, ketika segala sesuatunya baik-baik saja, aku masih bisa menemukan diriku terdorong ke arah ketidakpuasan. 

Pada masa-masa yang nyaman dan tidak kekurangan, aku berpegang kembali ke 1 Timotius 6:6, yang mengatakan, “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” 

Aku belajar bahwa di masa kelimpahan ini, pekerjaan, penghasilan, dan kesempatan yang aku peroleh tidak harus menjadi fokusku. Sebaliknya, aku dapat memilih untuk tetap bersyukur dan puas, bahkan dengan segala sesuatu yang saat ini terjadi di sekitarku, tanpa keinginan untuk melakukan atau memiliki lebih banyak lagi. 

Jika kamu sekarang sedang mengalami masa-masa kelimpahan, entah apa pun profesi atau statusmu, aku mendorongmu untuk ‘berjalan’ lebih lambat . Alih-alih berfokus untuk mendapatkan semua yang kamu inginkan atau impikan, mintalah kepada Tuhan untuk menunjukkan kepadamu apa yang Dia ingin kamu lakukan saat-saat ini. Mintalah Dia untuk menunjukkan kepadamu bagaimana kamu bisa lebih bersyukur dan puas. 

Rasa puas dibutuhkan di setiap musim kehidupan. Ketika kita melambatkan ritme hidup kita, kita akan melihat lebih jelas semua yang sedang dan telah Tuhan lakukan untuk kita. Kita dapat memilih untuk bersyukur, baik ketika segala sesuatunya berantakan, atau ketika segala sesuatunya sempurna. Kepuasan bukanlah sesuatu yang kita latih untuk mendapatkan sesuatu yang lain, tetapi merupakan suatu keuntungan yang besar bagi diri kita sendiri.

Aku tahu bahwa melatih diri merasa puas tidak sekadar berhenti mengingini sesuatu, bisa jadi ini akan jadi topik bahasan yang lebih luas. Jadi inilah beberapa hal praktis yang telah membantuku merasa puas:

a. Aku mencatat doa-doaku

Tindakan sederhana berupa menuliskan doa-doaku, termasuk apa yang aku syukuri, adalah pengingat nyata akan pemeliharaan Tuhan yang dapat aku lakukan secara teratur.

b. Menghabiskan waktu di alam

Bagiku, berjalan-jalan setiap hari di alam membantuku mengingat betapa agungnya Tuhan dan betapa kerdilnya aku. Keindahan alam mengingatkanku akan kebaikan Tuhan.

d. Mengurangi penggunaan media sosial

Meskipun media sosial dapat menjadi alat yang luar biasa untuk terhubung dengan orang lain, aku tahu bahwa medsos juga bisa meniupkan bara ketidakpuasan dalam diriku. Bijaksana menggunakan medsos menolongku untuk tetap fokus pada hal yang paling penting.

e. Berbagi cerita secara jujur dengan orang-orang yang dipercaya

Segera setelah aku tahu bahwa kepuasan adalah kata yang tepat untukku saat ini, aku menceritakannya kepada beberapa teman. Pada saat-saat ketika ketidakpuasan mulai muncul lagi, aku bisa menghubungi mereka dan mengobrol tentang ini

Artikel ini diterjemahkan dari Reclaim Today

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Rahasia

Sabtu, 29 Februari 2020

Rahasia

Baca: Filipi 4:10-19

4:10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.

4:11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.

4:12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.

4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

4:14 Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.

4:15 Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.

4:16 Karena di Tesalonikapun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku.

4:17 Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.

4:18 Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.

4:19 Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.

Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku. —Filipi 4:12

Rahasia

Kadang-kadang saya merasa kucing saya, Heathcliff, begitu ingin tahu. Ketika saya pulang belanja, Heathcliff bergegas memeriksa isi kantong belanjaan saya. Saat saya memotong-motong sayuran, ia berdiri dengan kedua kaki belakangnya sambil memperhatikan sayur itu dan meminta bagiannya. Namun, ketika saya memberikan apa yang ia incar, tidak lama kemudian ia tidak lagi berminat, lalu pergi dengan tampang bosan.

Namun, melihat tingkah Heathcliff membuat saya harus berkaca. Saya teringat pada kelakuan saya sendiri yang selalu menginginkan lebih dan lebih lagi. Itu karena saya berasumsi bahwa apa yang saya miliki sekarang tidak akan cukup.

Menurut Paulus, rasa cukup bukan hal yang alami dalam diri, melainkan harus dipelajari (flp. 4:11). Manusia selalu berusaha mengejar apa saja yang kita pikir akan memuaskan kita, dan langsung beralih ke yang lain begitu menyadari bahwa yang sebelumnya tidak memuaskan kita. Rasa tidak cukup kita juga terwujud dalam sikap membentengi diri dari hal-hal yang kita curigai sebagai ancaman.

Ironisnya, terkadang kita harus mengalami dahulu hal-hal yang paling kita takutkan agar kita dapat benar-benar merasakan sukacita. Setelah mengalami banyak hal buruk dalam hidupnya, Paulus dapat menyaksikan sendiri “rahasia” dari rasa cukup yang sejati (ay.11-12). Itulah realitas misterius yang kita alami di saat kita menyerahkan segala kerinduan kita akan pemenuhan diri kepada Allah. Sebagai hasilnya, kita mengalami damai sejahtera yang melampaui segala akal (ay.6-7) untuk dibawa semakin dalam menikmati kuasa, keindahan, dan anugerah Kristus. —Monica Brands

WAWASAN
Paulus benar-benar tahu caranya merasa cukup dalam segala situasi. Ia memiliki hak istimewa karena lahir sebagai warga negara Romawi. Sebagai “orang Ibrani asli” (Filipi 3:5) yang belajar di bawah bimbingan Gamaliel, seorang rabi yang dihormati (Kisah Para Rasul 22:3), Paulus juga menikmati warisan keagamaan yang kuat. Namun, ia mengalami kesulitan yang amat berat. 2 Korintus 11 menguraikan serangkaian penderitaan yang dialaminya, termasuk dipenjara, dipukuli, disesah, dilempari batu, karam kapal, kelaparan, kehausan, dan sulit tidur (ay.23-28). Ingatlah segala kesulitan ini ketika Anda mendengar Paulus berkata, “Segala perkara dapat kutanggung [tetap merasa cukup] di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13).—Tim Gustafson

Pernahkah kamu mengalami damai yang melampaui segala akal di saat kamu justru tidak mengharapkannya? Kerinduan atau ketakutan besar apa yang perlu kamu bawa sekarang ke hadapan Allah?

Bapa Surgawi, tolonglah aku untuk tidak lagi mencari kebahagiaanku sendiri, melainkan rela menikmati setiap saat bersama-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun:

Handlettering oleh Dinda Sopamena

Kaya di Hadapan Allah

Selasa, 25 Februari 2020

Kaya di Hadapan Allah

Baca: 1 Timotius 6:6-11

6:6 Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.

6:7 Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.

6:8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.

6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.

6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

6:11 Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.

Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. —1 Timotius 6:6

Kaya di Hadapan Allah

Kedua orangtua saya tahu apa artinya hidup susah sejak kecil karena mereka dibesarkan pada masa Depresi Besar. Alhasil, mereka suka bekerja keras dan sangat cermat mengatur uang. Namun, mereka tidak pelit. Mereka tidak segan-segan memberikan waktu, talenta, dan harta mereka kepada gereja, yayasan amal, dan kaum yang membutuhkan bantuan. Mereka benar-benar mengelola uang mereka dengan bijak dan memberi dengan sukacita.

Sebagai pengikut Yesus, orangtua saya benar-benar menaati peringatan Rasul Paulus: “Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan” (1Tim. 6:9).

Paulus memberikan nasihat tersebut kepada Timotius, gembala muda di Efesus, kota makmur dengan kekayaan yang menggoda semua orang. Paulus mengingatkan, “Akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (ay.10). Jika demikian, apa penawar bagi keserakahan? Yesus berkata, dengan menjadi “kaya di hadapan Allah” (lihat Luk. 12:13-21). Dengan mencari, menghargai, dan mengasihi Bapa Surgawi kita lebih dari segalanya, Dia akan terus menjadi sukacita kita yang terbesar. Pemazmur menulis, “Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami” (mzm. 90:14).

Dengan bersukacita di dalam Allah setiap hari, kita dibebaskan dari nafsu untuk mendambakan sesuatu yang lebih, dan kita pun menemukan rasa puas. Kiranya Yesus memurnikan kerinduan hati kita dan menjadikan kita kaya di hadapan Allah!—Patricia Raybon

WAWASAN
Kata-kata Paulus kepada Timotius mengenai uang merefleksikan kata-katanya dalam Kisah Para Rasul 20:35 ketika ia mengutip kata-kata Yesus, “Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.” Namun, dalam Perjanjian Baru, tidak ada catatan bahwa Yesus mengucapkan kata-kata tersebut secara persis. Jadi dari mana Paulus mendapatkan perkataan tersebut? Salah satu kemungkinan adalah ia sedang mengutip tradisi oral yang diwariskan dari para saksi mata. Kemungkinan lainnya adalah Paulus mengatakan, dengan kata-katanya sendiri, apa yang telah ia pelajari dari kehidupan dan kata-kata Yesus.
Paulus dididik dalam sebuah sistem yang cenderung menghasilkan pemimpin-pemimpin yang mencintai uang dengan mengorbankan orang-orang miskin (Lukas 16:14; 20:46-47). Sungguh terjadi perubahan yang drastis pada jiwanya untuk dapat mendengar dan mempercayai teladan Yesus dalam perkataan dan perbuatan—bahwa nilai hidup kita tidak ditentukan dari seberapa banyak yang kita miliki (12:15).—Mart DeHaan

Pernahkah kamu lalai mengelola uang, atau memandangnya secara berlebihan? Apakah kamu mau menyerahkan kekhawatiranmu tentang keuangan kepada Allah?

Ya Allah, kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu dan gantikan keserakahan kami dengan kerinduan yang suci akan Engkau.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 12-14; Markus 5:21-43

Demi Kasih atau Uang

Sabtu, 3 Agustus 2019

Demi Kasih atau Uang

Baca: Lukas 19:1-10

19:1 Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu.

19:2 Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya.

19:3 Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.

19:4 Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ.

19:5 Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.”

19:6 Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.

19:7 Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.”

19:8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.”

19:9 Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.

19:10 Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”

Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu. —Lukas 12:15

Demi Kasih atau Uang

Oscar Wilde, penyair asal Irlandia pernah berkata, “Waktu saya muda, saya pikir uanglah yang terpenting dalam hidup; sekarang setelah saya tua, saya tahu bahwa itu memang benar.” Ia mengatakan itu sebagai guyonan, sementara ia sendiri hanya hidup sampai umur empat puluh enam tahun, jadi belum benar-benar “tua”. Wilde mengerti sepenuhnya bahwa hidup bukanlah soal uang semata-mata.

Uang hanya bersifat sementara, sesuatu yang bisa datang dan pergi. Oleh karena itu, kehidupan ini harus lebih daripada hanya soal uang dan apa yang bisa dibeli olehnya. Yesus menantang orang-orang sezaman-Nya—kaya maupun miskin—untuk mengatur ulang sistem nilai yang mereka anut. Dalam Lukas 12:15, Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” Dalam budaya kita yang selalu mengejar lebih banyak, lebih baru, lebih bagus, ada berkat tersendiri ketika kita memiliki kepuasan batin dan sudut pandang yang benar terhadap uang dan harta benda.

Setelah bertemu dengan Yesus, seorang pemimpin muda yang kaya pergi dengan hati sedih, sebab ia tidak rela melepaskan harta bendanya yang banyak (lihat Luk. 18:18-25). Sebaliknya, Zakheus si pemungut cukai melepaskan dengan rela sebagian besar harta yang telah ia kumpulkan sepanjang hidupnya (luk. 19:8). Perbedaannya terletak pada sikap mereka dalam memahami hati Kristus. Oleh anugerah-Nya, kita pun dapat memiliki sudut pandang yang benar terhadap harta benda yang kita miliki agar semua itu tidak berbalik menguasai kita. —Bill Crowder

WAWASAN
Sebagai kepala pemungut cukai, Zakheus adalah orang kaya (Lukas 19:2). Dalam dunia Perjanjian Baru, para pemungut cukai dianggap “orang berdosa” (ay.7) dan sangat dibenci oleh masyarakat karena banyak dari mereka menjadi kaya dengan cara mencurangi orang lain. Tawaran Zakheus untuk memberikan setengah dari harta miliknya kepada yang miskin dan mengembalikan empat kali lipat kepada orang yang ia peras (ay.8) membuktikan bahwa hatinya sungguh telah berubah. Hal ini menunjukkan apa yang ia rela serahkan demi Yesus. Kristus pun menghargai Zakheus di depan orang banyak dengan menyebutnya “anak Abraham,” menyatakan keselamatan baginya dan keluarganya (ay.9). Zakheus terhilang, tetapi ia ditemukan dan diselamatkan oleh Anak Manusia (ay.10). —Julie Schwab

Apa yang tidak bisa kamu lepaskan dalam hidup ini? Mengapa demikian? Apakah hal tersebut sesuatu yang bersifat kekal atau hanya sementara?

Bapa, berilah hikmat-Mu agar aku memiliki sudut pandang yang benar terhadap harta benda dan sistem nilai yang mencerminkan kekekalan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 63-65; Roma 6

Handlettering oleh Marcella Liem

Obsesi

Selasa, 16 Juli 2019

Obsesi

Baca: Mazmur 16:1-11

16:1 Miktam. Dari Daud. Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.

16:2 Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”

16:3 Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku.

16:4 Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti allah lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku.

16:5 Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.

16:6 Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku.

16:7 Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.

16:8 Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.

16:9 Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram;

16:10 sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.

16:11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.

Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau! —Mazmur 16:2

Obsesi

My precious . . .” Setelah pertama kalinya muncul dalam trilogi Lord of the Rings karya Tolkien, makhluk kurus kering bernama Gollum dengan obsesi gilanya terhadap “cincin kekuasaan” telah menjadi tokoh yang menggambarkan keserakahan, obsesi, bahkan kegilaan manusia.

Yang menggelisahkan, sosok itu tidak asing bagi kita. Dalam hubungan cinta dan bencinya dengan cincin itu dan dirinya sendiri, suara Gollum menyuarakan dahaga yang terdapat dalam hati kita sendiri. Entah dahaga itu terhadap satu hal tertentu, atau hanya kerinduan samar terhadap sesuatu yang “lebih,” kita meyakini bahwa akhirnya kita akan puas setelah mendapatkan apa yang kita idam-idamkan. Namun ternyata, apa yang kita pikir dapat memuaskan justru membuat kita merasa lebih hampa daripada sebelumnya.

Hidup tidak seharusnya seperti itu. Seperti yang diungkapkan Daud dalam Mazmur 16, ketika hasrat hati mendesak kita untuk mati-matian mengejar kepuasan yang sia-sia (ay.4), kita perlu ingat untuk datang kepada Allah untuk menerima perlindungan (ay.1) dan bahwa tidak ada yang baik bagi kita di luar Allah (ay.2).

Saat kita berhenti mencari kepuasan “di luar sana” dan memilih untuk memandang kepada keindahan Allah (ay.8), pada akhirnya kita bisa merasakan kepuasan sejati—kehidupan yang menikmati sukacita di hadapan [Allah]”, dengan berjalan bersama-Nya setiap saat di “jalan kehidupan”—sekarang sampai selama-lamanya (ay.11). —Monica Brands

WAWASAN
Pada awal mazmur, biasanya terdapat keterangan pembuka sebelum lirik atau sajaknya. Keterangan tersebut umumnya menyatakan penulis mazmur dan alasan penulisannya (lihat Mazmur 3, 18). Keterangan itu juga memberikan informasi tentang siapa mazmur itu ditulis, bagaimana mazmur tersebut harus dibawakan, petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan musik, dan nada musik (lihat Mazmur 6, 7, 56, 60). Pendahuluan pada Mazmur 16 memberitahukan bahwa mazmur tersebut adalah “miktam Daud.” Catatan ini juga muncul pada lima mazmur lain (Mazmur 56-60). Para pakar Alkitab tidak menemukan kesepakatan tentang apa itu miktam, maka dalam sebagian besar Alkitab versi bahasa Inggris, kata miktam tidak diterjemahkan. Beberapa ahli berpendapat bahwa miktam mungkin adalah suatu “persembahan”; tetapi sebagian lain perpendapat bahwa miktam merujuk pada mazmur-mazmur yang berkaitan dengan penebusan dosa karena akar kata “miktam” berarti “menutupi.” —K. T. Sim

Hal apa yang sering kamu cari untuk memuaskan diri saat kamu jauh dari Allah? Siapa yang dapat menjadi sumber dukungan dan kasih bagimu saat kamu terjerat dalam kecanduan mendapatkan lebih dan lebih lagi?

Ya Allah, ampuni aku karena aku mengira bisa mendapatkan apa yang kubutuhkan di luar Engkau. Terima kasih, Engkau selalu hadir bahkan di saat aku melupakan-Mu. Bawalah aku dekat kepada-Mu agar hidup bersukacita bersama-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 16-17; Kisah Para Rasul 20:1-16

Handlettering oleh Agnes Paulina

Terhindar dari Jerat

Senin, 15 Juli 2019

Terhindar dari Jerat

Baca: 1 Timotius 6:6-10

6:6 Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.

6:7 Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.

6:8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.

6:9 Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.

6:10 Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

Saya sudah mengenal rahasianya untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga. —Filipi 4:12 BIS

Terhindar dari Jerat

Tumbuhan Venus flytrap pertama kali ditemukan di rawa berpasir tidak jauh dari rumah kami di Carolina Utara. Tumbuhan tersebut menarik untuk diamati karena termasuk tumbuhan karnivora atau pemakan daging. Venus flytrap mengeluarkan sari bunga berbau manis yang menjadi jerat warna-warni dengan tampilan menyerupai kelopak bunga yang terbuka. Ketika seekor serangga merayap masuk, sensor-sensor yang terletak di tepi bunga akan bereaksi dan kelopaknya akan langsung menutup serta menjerat serangga itu dalam waktu kurang dari satu detik. Perangkapnya menutup semakin rapat dan mengeluarkan enzim yang menghabisi korban perlahan-lahan, sehingga tumbuhan itu memperoleh nutrisi yang tidak didapatkan dari tanah berpasir tempatnya bertumbuh.

Firman Allah berbicara tentang perangkap lain yang dapat menjerat tanpa terduga. Rasul Paulus memperingatkan Timotius, anak didiknya: “Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. . . . Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1Tim. 6:9-10).

Uang dan harta dapat menjanjikan kebahagiaan, tetapi ketika hal-hal itu menjadi utama dalam hidup kita, kita pun terancam bahaya. Kita dapat menghindari jerat itu dengan menjalani hidup dalam kerendahan hati yang penuh syukur dan terpusat pada kebaikan Allah yang kita terima melalui Yesus Kristus: “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (1Tim. 6:6).

Segala kekayaan yang fana di dunia ini tidak akan pernah dapat memuaskan kita seperti Allah. Kepuasan yang kekal dan sejati hanya diperoleh melalui hubungan kita dengan Dia. —James Banks

WAWASAN
Paulus banyak mencurahkan hidupnya untuk mendidik para pemuda dalam pelayanan, salah satunya Timotius. Ibu Timotius bernama Eunike, seorang perempuan Yahudi, sedangkan ayahnya seorang Yunani. Neneknya, Lois, juga seorang pengikut Kristus (Kisah Para Rasul 16:1; 2 Timotius 1:5). Tidak diceritakan bagaimana Timotius menjadi orang percaya, tetapi tampaknya karena pengaruh ibu dan neneknya, sebab dalam 2 Timotius 3:14-15 diceritakan bahwa sejak kecil ia telah diajar tentang Kitab Suci “yang dapat memberi hikmat . . . dan menuntun kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Paulus mengganggap Timotius sebagai anak, menyebutnya “anakku yang sah di dalam iman” (1 Timotius 1:2). Paulus juga sangat peduli dengan Timotius sehingga walaupun ia sedang berada di penjara Romawi menunggu kematian (2 Timotius 4:6), Paulus menyediakan waktu untuk menulis surat kepada Timotius untuk memberinya semangat dalam pelayanannya di Efesus. —Bill Crowder

Mana yang lebih sering kamu pikirkan: uang atau hubunganmu dengan Allah? Bagaimana kamu dapat memberikan prioritas tertinggi bagi Allah hari ini?

Ya Tuhan, Engkaulah karunia terbesar dalam hidupku! Tolonglah aku untuk hidup dengan rasa puas atas kehadiran-Mu hari ini.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 13-15; Kisah Para Rasul 19:21-41

Tenanglah, Hai Jiwaku!

Senin, 9 Juli 2018

Tenanglah, Hai Jiwaku!

Baca: Mazmur 131

131:1 Nyanyian ziarah Daud. TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku.

131:2 Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.

131:3 Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!

Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku. —Mazmur 131:2

Tenanglah, Hai Jiwaku!

Bayangkanlah orangtua yang dengan penuh kasih berusaha menenangkan anaknya yang sedang sedih, kecewa, atau menderita. Dengan lembut ia bergumam ke telinga sang anak—“ssttt.” Sikap tubuh dan gumaman sederhana itu dimaksudkan untuk menghibur dan menenangkan si buah hati. Kita dapat membayangkannya karena itu terjadi di mana saja dan kapan saja. Banyak dari kita pernah memberi atau menerima ungkapan penuh kasih seperti itu. Gambaran itulah yang terlintas di benak saya ketika merenungkan Mazmur 131:2.

Gaya bahasa dan alur tulisan dari mazmur itu mengindikasikan bahwa Daud sebagai penulis telah mengalami sesuatu yang memicunya untuk sungguh-sungguh merenung. Pernahkah kamu mengalami kekecewaan, kekalahan, atau kegagalan yang mendorong kamu untuk berdoa dan merenung dengan khusyuk? Apa yang kamu lakukan ketika situasi kehidupan ini membuatmu terpuruk? Bagaimana responsmu ketika gagal dalam ujian, kehilangan pekerjaan, atau mengalami putus hubungan? Daud mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan sekaligus menelusuri dan memeriksa jiwanya secara jujur (Mzm. 131:1). Saat hendak berdamai dengan situasi yang dihadapinya, ia pun menemukan kepuasan seperti yang dialami seorang anak kecil yang merasa nyaman hanya dengan berbaring di dekat ibunya (ay.2).

Situasi-situasi dalam kehidupan ini terus berubah dan terkadang membuat kita terpuruk. Namun, kita bisa berharap dan merasa tenang ketika tahu bahwa ada satu Pribadi yang telah berjanji tidak akan pernah meninggalkan atau mengabaikan kita. Kita dapat mempercayai-Nya sepenuhnya. —Arthur Jackson

Bapa, saat segala sesuatu berubah dalam hidupku, tolonglah aku untuk tidak cemas, melainkan tetap mempercayai-Mu dan menemukan kepuasan hanya di dalam-Mu.

Kepuasan hanya ditemukan di dalam Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 38-40; Kisah Para Rasul 16:1-21

Rahasia dari Damai Sejahtera

Senin, 23 April 2018

Rahasia dari Damai Sejahtera

Baca: 2 Tesalonika 3:16-18

3:16 Dan Ia, Tuhan damai sejahtera, kiranya mengaruniakan damai sejahtera-Nya terus-menerus, dalam segala hal, kepada kamu. Tuhan menyertai kamu sekalian.

3:17 Salam dari padaku, Paulus. Salam ini kutulis dengan tanganku sendiri. Inilah tanda dalam setiap surat: beginilah tulisanku.

3:18 Kasih karunia Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai kamu sekalian!

Ia, Tuhan damai sejahtera, kiranya mengaruniakan damai sejahtera-Nya terus-menerus, dalam segala hal, kepada kamu. —2 Tesalonika 3:16

Rahasia dari Damai Sejahtera

Grace adalah wanita yang sangat istimewa. Satu kata terlintas dalam benak saya saat memikirkan tentang dirinya: damai sejahtera. Ekspresi yang tenang dan teduh pada wajahnya sangat jarang berubah sepanjang enam bulan saya mengenalnya, walaupun suaminya didiagnosis mengidap penyakit langka dan kemudian dirawat di rumah sakit.

Saat saya bertanya kepada Grace apa rahasia dari damai sejahteranya, ia menjawab, “Itu bukan sebuah rahasia, tetapi seorang Pribadi. Yesus hidup di dalamku. Tidak ada alasan lain yang bisa menjelaskan ketenangan yang saya alami di tengah pergumulan ini.”

Rahasia dari damai sejahtera terletak pada hubungan kita dengan Yesus Kristus. Dialah damai sejahtera kita. Ketika Yesus menjadi Tuhan dan Juruselamat kita, dan saat kita diubah menjadi semakin serupa dengan-Nya, damai sejahtera itu menjadi nyata. Hal-hal seperti penyakit, kesulitan keuangan, atau bahaya lainnya mungkin saja kita alami, tetapi damai sejahtera meyakinkan kita bahwa Allah memegang hidup kita di tangan-Nya (Dan. 5:23). Kita percaya bahwa Dia bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan.

Pernahkah kamu mengalami damai sejahtera yang melampaui akal dan pemahaman manusia itu? Apakah kamu memiliki keyakinan iman bahwa Allah yang memegang kendali atas segala sesuatu? Saya berharap agar hari ini kita semua mengumandangkan kata-kata yang pernah ditulis Rasul Paulus: “Ia, Tuhan damai sejahtera, kiranya mengaruniakan damai sejahtera-Nya.” Dan kiranya kita merasakan damai sejahtera itu “terus-menerus, dalam segala hal” (2Tes. 3:16). —Keila Ochoa

Tuhan terkasih, berilah kami damai sejahtera-Mu di setiap waktu dan dalam setiap keadaan.

Mempercayai Yesus berarti menerima damai sejahtera.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 16-18; Lukas 17:20-37

Yang Terbaik dari Semuanya

Selasa, 19 September 2017

Yang Terbaik dari Semuanya

Baca: Mazmur 73:21-28

73:21 Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya,

73:22 aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu.

73:23 Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku.

73:24 Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.

73:25 Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.

73:26 Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.

73:27 Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada-Mu akan binasa; Kaubinasakan semua orang, yang berzinah dengan meninggalkan Engkau.

73:28 Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan ALLAH, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya.

Saya sudah mengenal rahasianya untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga. —Filipi 4:12 BIS

Yang Terbaik dari Semuanya

“Punyaku lebih kecil dari punya kakak!”

Semasa kecil, saya dan kakak-kakak saya terkadang bertengkar gara-gara ukuran kue buatan ibu yang dibagi-bagikannya kepada kami. Suatu hari, ayah memperhatikan kelakuan kami dengan heran, lalu ia tersenyum kepada ibu sambil mengangkat piringnya: “Bu, beriku potongan kue sebesar cintamu.” Saya dan kakak-kakak saya diam terpaku melihat ibu tertawa dan kemudian memberikan potongan yang paling besar untuk ayah.

Jika kita berfokus pada milik orang lain, kita sering jatuh pada sikap iri hati. Namun, firman Tuhan membuka mata kita untuk melihat sesuatu yang jauh lebih berharga daripada harta duniawi. Pemazmur menulis, “Bagianku ialah Tuhan, aku telah berjanji untuk berpegang pada firman-firman-Mu. Aku memohon belas kasihan-Mu dengan segenap hati, kasihanilah aku sesuai dengan janji-Mu” (Mzm. 119:57-58). Lewat inspirasi dari Roh Kudus, pemazmur menyatakan kebenaran bahwa tiada hal yang yang lebih berarti daripada kedekatan dengan Allah.

Adakah yang lebih baik untuk kita miliki daripada Pencipta kita yang Mahakasih dan Mahakuasa? Tidak ada sesuatu pun di bumi yang dapat menandingi-Nya, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari-Nya. Hati manusia bagaikan ruang hampa yang sangat luas; seseorang mungkin saja memiliki “segalanya” di dunia ini dan tetap merasa gelisah. Namun ketika Allah menjadi sumber kebahagiaan kita, kita benar-benar akan memiliki kepuasan sejati. Ada ruang dalam diri kita yang hanya dapat diisi oleh Allah. Hanya Dia yang dapat memberi kita kedamaian yang dirindukan hati kita. —James Banks

Tuhan yang penuh kasih, terima kasih karena tak ada sesuatu dan seorang pun yang dapat memenuhi setiap kebutuhanku seperti yang Engkau lakukan.

Saat kita menjadi milik-Nya, Dia menjadi milik kita selamanya. Kau ciptakan kami bagi-Mu. Hati kami resah sebelum mendapat kelegaan di dalam-Mu. —Augustinus dari Hippo

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 1-3 dan 2 Korintus 11:16-33