Posts

Bawalah Anak Itu Kepada-Ku

Minggu, 15 Februari 2015

Bawalah Anak Itu Kepada-Ku

Baca: Markus 9:14-27

9:14 Ketika Yesus, Petrus, Yakobus dan Yohanes kembali pada murid-murid lain, mereka melihat orang banyak mengerumuni murid-murid itu, dan beberapa ahli Taurat sedang mempersoalkan sesuatu dengan mereka.

9:15 Pada waktu orang banyak itu melihat Yesus, tercenganglah mereka semua dan bergegas menyambut Dia.

9:16 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Apa yang kamu persoalkan dengan mereka?"

9:17 Kata seorang dari orang banyak itu: "Guru, anakku ini kubawa kepada-Mu, karena ia kerasukan roh yang membisukan dia.

9:18 Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang. Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat."

9:19 Maka kata Yesus kepada mereka: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!"

9:20 Lalu mereka membawanya kepada-Nya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa.

9:21 Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya.

9:22 Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami."

9:23 Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

9:24 Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"

9:25 Ketika Yesus melihat orang banyak makin datang berkerumun, Ia menegor roh jahat itu dengan keras, kata-Nya: "Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi!"

9:26 Lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: "Ia sudah mati."

9:27 Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri.

Kata Yesus kepada mereka: “. . . . Bawalah anak itu ke mari!” —Markus 9:19

Bawalah Anak Itu Kepada-Ku

Aku tak percaya kepada Allah dan aku tak mau pergi,” teriak Mark.

Amy bergumul untuk menenangkan perasaannya. Anak laki-lakinya itu telah berubah dari seorang anak yang riang menjadi seorang pemuda yang pemarah dan pembangkang. Kehidupan mereka terasa bagai medan pertempuran, dan hari Minggu menjadi hari yang menegangkan karena Mark menolak pergi ke gereja bersama keluarganya. Akhirnya, orangtua yang putus asa itu berkonsultasi dengan seorang konselor yang mengatakan: “Mark harus menempuh perjalanan imannya sendiri. Anda tak bisa memaksanya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Berilah Allah kesempatan untuk berkarya. Teruslah berdoa, dan sabar menunggu.”

Amy pun menunggu dan berdoa. Suatu pagi ia teringat pada perkataan Yesus yang pernah dibacanya. Murid-murid Yesus telah gagal menolong seorang anak yang kerasukan setan, tetapi Yesus memiliki jawabannya: “Bawalah anak itu ke mari” (Mrk. 9:19). Matahari bersinar menembus jendela yang ada di samping Amy, sambil memantulkan cahayanya ke lantai. Jika Yesus dapat menyembuhkan seorang anak dalam situasi gawat seperti itu, pasti Dia juga dapat menolong anaknya. Amy membayangkan dirinya dan Mark berdiri dalam cahaya itu bersama Yesus. Lalu ia membayangkan dirinya melangkah mundur, menyerahkan Mark kepada Pribadi yang tentu mengasihi anaknya lebih dari kasih yang dapat diberikannya.

Setiap hari, di dalam hatinya, Amy menyerahkan Mark kepada Allah, dengan bersandar pada keyakinan bahwa Allah mengetahui betul kebutuhan Mark, dan bahwa pada waktu dan cara-Nya sendiri, Dia akan berkarya di dalam hidup Mark. —MS

Bapa, aku membawa orang yang kukasihi kepada-Mu karena aku
tahu bahwa Engkau mengasihinya melebihi kasihku kepadanya.
Engkau memahami apa yang harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhannya. Kuserahkan dirinya dalam pemeliharaan-Mu.

Doa adalah ungkapan iman yang percaya bahwa Allah tahu segalanya dan peduli.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 17-18; Matius 27:27-50

Hidup Yang Berlimpah Air

Kamis, 12 Februari 2015

Hidup Yang Berlimpah Air

Baca: Yeremia 17:1-8

17:1 "Dosa Yehuda telah tertulis dengan pena besi, yang matanya dari intan, terukir pada loh hati mereka dan pada tanduk-tanduk mezbah mereka

17:2 sebagai peringatan terhadap mereka! –Mezbah-mezbah mereka dan tiang-tiang berhala mereka memang ada di samping pohon yang rimbun di atas bukit yang tinggi,

17:3 yakni pegunungan di padang. –Harta kekayaanmu dan segala barang perbendaharaanmu akan Kuberikan dirampas sebagai ganjaran atas dosamu di segenap daerahmu.

17:4 Engkau terpaksa lepas tangan dari milik pusakamu yang telah Kuberikan kepadamu, dan Aku akan membuat engkau menjadi budak musuhmu di negeri yang tidak kaukenal, sebab dalam murka-Ku api telah mencetus yang akan menyala untuk selama-lamanya."

17:5 Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!

17:6 Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.

17:7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!

17:8 Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.

Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, . . . yang daunnya tetap hijau. —Yeremia 17:8

Hidup Yang Berlimpah Air

Saya mempunyai seorang sahabat yang tinggal di sebuah peternakan yang terletak di suatu area terbuka dari negara bagian Montana. Adapun jalan menuju rumahnya adalah sebuah jalan setapak yang panjang dan berkelok-kelok melewati padang gurun yang kering dan tandus. Saat berkendara menuju ke rumahnya, Kamu dapat melihat perbedaan yang kontras antara pemandangan tadi dengan sederetan pepohonan dan tanaman hijau yang tumbuh serampangan di seputar peternakannya. Di tengah peternakan itu mengalir salah satu sungai yang terbaik di Amerika Utara untuk memancing ikan trout, dan tanaman apa pun yang tumbuh pada tepian sungai tersebut telah menerima manfaat dari sumber air yang tak pernah habis dan bernilai penting itu.

Itulah gambaran yang diberikan Nabi Yeremia ketika ia mengatakan bahwa orang yang menaruh harapannya pada Tuhan itu “seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air” (Yer. 17:8). Banyak orang yang mungkin memilih berada di bawah panas terik dan kekeringan mencekik dalam suatu hidup yang terpisah dari Allah, tetapi mereka yang percaya kepada Allah akan hidup segar dan berbuah. Bergantung kepada-Nya adalah seperti merambatkan akar kita ke dalam air kebaikan-Nya yang menyegarkan. Kita dikuatkan oleh keyakinan bahwa kasih setia-Nya bagi kita takkan pernah berakhir.

Pada akhirnya, Allah akan memulihkan segala sesuatu. Dengan mempercayai bahwa Allah akan mengubah kepedihan kita menjadi kebaikan dan juga memakai penderitaan untuk mendewasakan kita, kita akan dimampukan oleh-Nya untuk menghasilkan buah di tengah lahan yang kering dan tandus. —JMS

Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau tidak pernah meninggalkanku
sendiri di bawah panas teriknya kehidupan. Aku akan merambatkan
akar imanku kepada sungai janji-Mu yang tak pernah lalai
Kau tepati dan kasih setia-Mu yang tak berkesudahan!

Rambatkan akarmu kepada sungai kebaikan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 13; Matius 26:26-50

Kebaikan Yang Tersebar Luas

Kamis, 15 Januari 2015

KomikStrip-WarungSateKamu-20150115-Tempat-Bersandar

Baca: Markus 10:13-16

10:13 Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.

10:14 Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.

10:15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."

10:16 Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.

Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. —Markus 10:14

Kebaikan Yang Tersebar Luas

Berita tentang suatu perbuatan baik sederhana yang terjadi dalam suatu gerbong kereta bawah tanah di New York telah tersebar ke seluruh dunia. Seorang pria muda sedang terlelap, dengan tudung kaos menutupi kepalanya. Kepalanya itu juga bersandar di bahu seorang penumpang yang lebih tua. Ketika seorang penumpang lain tergerak untuk membangunkan pria muda itu, pria tua tadi berkata perlahan, “Ia pasti telah melalui suatu hari yang berat. Biarkan ia tidur. Kita semua pernah mengalami hal serupa.” Pria tua itu membiarkan penumpang yang kelelahan tadi tidur di bahunya selama hampir satu jam, sampai ia perlahan-lahan bangkit dari duduknya karena hendak turun di stasiun tujuannya. Sementara itu, seorang penumpang mengabadikan kejadian itu dan memasang fotonya pada media sosial, dan foto itu pun tersebar luas.

Kebaikan yang ditunjukkan pria tua tersebut seakan menggaungkan apa yang kita semua dambakan—suatu kebaikan yang mencerminkan hati Allah. Kita melihat kebaikan yang lemah lembut itu dalam diri Yesus ketika murid-murid-Nya mencoba untuk menjaga-Nya dari keriuhan dan kerumunan anak-anak. Yesus justru berkeras untuk memeluk anak-anak itu dan memberkati mereka (Mrk. 10:16). Lewat peristiwa itu, Yesus mengundang kita semua untuk beriman kepada-Nya selayaknya seorang anak kecil (ay.13-16).

Yesus memberitahukan kepada kita bahwa kita semua aman bersama Dia. Baik kita terbangun atau tertidur, kita dapat bersandar kepada-Nya. Ketika kita lelah pun, Dia menyediakan tempat perteduhan yang aman bagi kita. —MRD II

Di bawah naung sayap-Hu terpelihara
Meski g’lap malam angin ributlah.
Demi iman aku dilindungkan-Nya
‘Ku ditebus jadi anak-Nya. —Cushing
(Nyanyian Kemenangan Iman, No. 88)

Allah adalah tempat berlindung yang aman.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 36-38, Matius 10:21-42

Keajaiban Jantung

Rabu, 10 Desember 2014

Keajaiban Jantung

Baca: Ayub 38:1-11

38:1 Maka dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub:

38:2 “Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan?

38:3 Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.

38:4 Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!

38:5 Siapakah yang telah menetapkan ukurannya? Bukankah engkau mengetahuinya? –Atau siapakah yang telah merentangkan tali pengukur padanya?

38:6 Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya

38:7 pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai?

38:8 Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim? —

38:9 ketika Aku membuat awan menjadi pakaiannya dan kekelaman menjadi kain bedungnya;

38:10 ketika Aku menetapkan batasnya, dan memasang palang dan pintu;

38:11 ketika Aku berfirman: Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan!

Kepada-Mulah aku bertopang mulai dari kandungan. —Mazmur 71:6

Keajaiban Jantung

Setiap hari jantung kita berdetak sekitar 100.000 kali, memompa darah ke setiap sel yang ada dalam tubuh kita. Itu berarti secara total jumlahnya sekitar 35 juta detak per tahun dan 2,5 milyar detak sepanjang hidup manusia pada umumnya. Ilmu kedokteran memberi tahu kita bahwa setiap kontraksi yang terjadi itu setara dengan usaha yang kita butuhkan untuk menggenggam sebuah bola tenis dengan telapak tangan kita dan meremasnya kuat-kuat.

Akan tetapi, sehebat-hebatnya jantung kita, hal itu hanyalah satu contoh dari keberadaan dunia yang telah diciptakan untuk menyatakan sesuatu tentang diri Pencipta kita. Itulah gagasan yang terkandung di balik cerita tentang seorang laki-laki bernama Ayub.

Ketika Ayub dihempaskan oleh berbagai masalah yang menimpa silih berganti, ia pun merasa diabaikan. Pada saat Allah akhirnya berbicara, Dia tidak menyebutkan alasan mengapa Ayub menderita. Dia juga tidak mengatakan kepada Ayub bahwa kelak Dia sendiri akan menderita baginya. Sebaliknya, Allah menarik perhatian Ayub pada serangkaian keajaiban alam yang sebenarnya selalu tampak nyata di hadapan kita—bahkan terkadang dengan begitu gamblang—yakni suatu hikmat dan kuasa yang jauh lebih besar daripada hikmat dan kuasa kita sendiri (Ayb. 38:1-11).

Jadi, apa yang dapat kita pelajari dari canggihnya organ jantung yang selalu bekerja keras itu? Pelajarannya mungkin sama seperti yang kita terima ketika mendengar bunyi ombak yang menerjang tepian pantai dan melihat bintang-bintang yang bersinar lembut di langit pada malam hari. Kita belajar bahwa kuasa dan hikmat dari Allah Sang Pencipta kita itu membuat Dia layak kita percayai. —MRD II

Tuhan, Engkaulah Allah kami, kami milik-Mu;
Kami diciptakan dengan begitu menakjubkan;
Lewat setiap seluk-beluk rangka tubuh kami
Kami melihat hikmat, kuasa, dan kasih-Mu. —NN.

Ketika kita merenungkan kuasa Allah dalam mencipta, kita juga melihat kuasa-Nya dalam memelihara kita.

Kelupaan Yang Baik

Selasa, 27 Mei 2014

Kelupaan Yang Baik

Baca: Yohanes 10:1-10

10:1 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok;

10:2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.

10:3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.

10:4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.

10:5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”

10:6 Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.

10:7 Maka kata Yesus sekali lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu.

10:8 Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.

10:9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.

10:10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.

Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat. —Yohanes 10:9

Kelupaan Yang Baik

Kantor saya terletak di lantai bawah, tetapi saya sering bolak-balik ke lantai atas ke sejumlah kamar di rumah saya untuk satu atau beberapa keperluan. Masalahnya, ketika sampai di lantai atas, saya sering kali lupa akan apa yang hendak saya lakukan. Seorang peneliti bernama Gabriel Radvansky menemukan satu penjelasan tentang fenomena itu. Ia mengemukakan pendapat bahwa sebuah pintu berfungsi sebagai suatu “pembatas antarperistiwa”.

Setelah melakukan 3 eksperimen yang berbeda, Gabriel mengajukan teori bahwa sebuah pintu memberikan sinyal pada otak bahwa informasi yang terdapat dalam memori boleh disimpan. Akan tetapi alangkah frustrasinya saya ketika harus berdiri terpaku dan berusaha mengingat-ingat tujuan saya naik ke lantai atas. Meskipun demikian, kelupaan juga dapat menjadi suatu hal yang baik. Ketika saya menutup pintu kamar tidur kami di malam hari dan bersiap untuk tidur, alangkah indahnya karena saya dapat melupakan segala masalah yang ada di sepanjang hari itu.

Ketika memikirkan perkataan Yesus yang menyebut diri-Nya sebagai “pintu” (Yoh. 10:7-9), saya kembali memperoleh penghayatan baru untuk metafora ini. Saat masuk ke dalam kandang, kawanan domba itu masuk ke dalam suatu tempat aman yang terlindung dari para pencuri dan pemangsa. Begitu pula bagi orang percaya, Sang Gembala yang Baik menjadi pintu antara kita dengan musuh. Ketika kita masuk ke dalam pemeliharaan-Nya, kita dapat “melupakan” segala bahaya dan ancaman. Kita dapat menikmati berkat kelupaan yang diberikan Allah dan mempercayakan diri dalam perlindungan Sang Gembala yang Baik. —JAL

Terima kasih, Bapa, untuk kedamaian hati yang kami alami
karena kami mengetahui bahwa Engkau memperhatikan segala
peristiwa yang terjadi dalam hidup kami. Tolong kami untuk
mempercayakan diri sepenuhnya dalam perlindungan-Mu.

Yesus adalah pintu yang menjaga kita dari segala bahaya di luar sana.

Berbahagialah Orang Yang Lemah Lembut

Minggu, 30 Maret 2014

Berbahagialah Orang Yang Lemah Lembut

Baca: Matius 5:1-10

5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.

5:2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:

5:3 “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. —Matius 5:5

Berbahagialah Orang Yang Lemah Lembut

Dalam bahasa Inggris, istilah meek (lemah lembut) sering kali disalahkaitkan dengan kata weak (kelemahan). Sebuah kamus yang populer memberikan pengertian sekunder tentang istilah “lemah lembut”: “terlalu tunduk; mudah dipengaruhi; tidak bernyali; tidak bersemangat”. Pengertian itu membuat sebagian orang bertanya-tanya mengapa Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat. 5:5).

W. E. Vine, seorang ahli bahasa Yunani, mengatakan bahwa kelemahlembutan dalam Alkitab merupakan suatu sikap di hadapan Allah “ketika kita menerima perlakuan-Nya terhadap kita sebagai kebaikan, dan kita tidak menolak atau melawannya”. Kita melihat hal itu dalam Yesus yang melakukan kehendak Bapa-Nya dengan penuh sukacita.

Selanjutnya, Vine berkata bahwa “kelemahlembutan yang diperlihatkan Tuhan dan diberikan kepada orang percaya ini adalah hasil dari kuasa . . . Tuhan itu ‘lemah lembut’ karena Dia memiliki sumber daya tak terbatas dari Allah yang dapat dipergunakan-Nya.” Yesus bisa saja memanggil para malaikat dari surga untuk mencegah penyaliban-Nya.

Yesus berkata kepada para pengikut-Nya yang letih lesu dan berbeban berat, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat. 11:29). Dialah teladan sempurna dari kelemahlembutan.

Ketika kita sedang lelah dan bersusah hati, Yesus mengundang kita untuk menerima damai sejahtera yang dialami ketika kita mempercayai-Nya dengan lemah lembut. —DCM

Kasih membuat Juruselamat mati gantiku.
Mengapakah Dia begitu mengasihiku?
Tanpa melawan, Dia dibawa ke salib Kalvari.
Mengapakah Dia begitu mengasihiku? —Harkness

Allah berdiam di surga dan juga di dalam hati yang lemah lembut dan penuh syukur. —Walton

Mengarungi Badai

Sabtu, 25 Mei 2013

Mengarungi Badai

Baca: Mazmur 107:23-32

Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya, . . . dan dikeluarkan- Nya mereka dari kecemasan mereka. —Mazmur 107:25,28

Bangsa Axum kuno (yang tinggal di Laut Merah di Ethiopia modern) menemukan bahwa angin badai dari musim penghujan dapat dimanfaatkan oleh layar kapal untuk mengarungi lautan dengan lebih cepat. Daripada gentar terhadap angin badai dan hujan yang terjadi, mereka belajar untuk berlayar dengan mengarungi badai.

Mazmur 107 memberikan suatu gambaran indah tentang bagaimana Allah mengizinkan suatu badai menerpa kita, dan kemudian menyediakan pertolongan bagi kita untuk mengarungi badai tersebut. “Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya, . . . dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka” (Mzm. 107:25,28).

Sikap mempercayai Allah untuk memperoleh tuntunan di masa sulit ini dipaparkan dalam Alkitab. Ibrani 11 memuat daftar banyak orang yang menggunakan masalah mereka sebagai kesempatan untuk menunjukkan iman dan mengalami anugerah, pemeliharaan, dan penyelamatan dari Allah: “yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan” (Ibr. 11:33-34).

Badai hidup memang tidak terelakkan. Meski reaksi awal kita mungkin adalah lari dari masalah, kita dapat memohon kepada Allah untuk mengajarkan kita bagaimana mempercayai-Nya untuk memandu kita dalam mengarungi badai hidup. —HDF

Ketika hidup terombang-ambing oleh badai di lautan
Dihantam kuat oleh ombak derita dan duka,
Datanglah kepada Tuhan dan percata kepada-Nya,
Dia akan memberimu damai dan kelegaan. —Sper

Lebih baik berlayar mengarungi badai bersama Kristus daripada berlayar tenang tanpa Dia.

Kekayaan Jiwa

Selasa, 12 Maret 2013

Kekayaan Jiwa

Baca: Amsal 30:1-9

Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. —Amsal 30:8

Dengan harapan bisa memenangi rekor hadiah undian sebesar 640 juta dolar, orang Amerika menghabiskan uang sekitar 1,5 miliar dolar untuk membeli tiket di acara pengundian lotere besar-besaran di awal tahun 2012. Peluang menangnya hanya 1 dari 176 juta—suatu angka yang luar biasa besar—tetapi orang masih saja rela antri di berbagai toko, stasiun pengisi bahan bakar, dan kafe untuk membeli sebuah kesempatan untuk menjadi kaya. Ada sesuatu di dalam diri kita yang membuat kita berpikir bahwa banyak uang akan menyelesaikan masalah kita dan membuat hidup kita lebih baik.

Seorang tokoh di Alkitab, Agur, memiliki cara pandang yang berbeda tentang kekayaan ketika meminta Allah untuk mengabulkan dua permohonan sebelum ia meninggal.

Pertama, Agur berkata, “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan” (Ams. 30:8). Integritas adalah kunci untuk menjalani hidup tanpa kekhawatiran. Jika kita tidak menyembunyikan apa pun, tidak ada yang perlu kita takutkan. Tipu muslihat memperbudak, tetapi kejujuran memerdekakan. Kedua, ia berkata, “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku” (ay.8). Kepuasan bersumber dari sikap mempercayai Allah sebagai penyedia hidup kita dan menerima dengan penuh syukur yang Dia sediakan. Agur berkata bahwa Sang Penciptalah yang “menetapkan segala ujung bumi . . . Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya” (ay.4-5).

Integritas dan kepuasan adalah kekayaan jiwa yang tersedia bagi semua orang. Tuhan kita berkenan memberikan harta kekayaan ini kepada semua orang yang memintanya. —DCM

Kepuasan tidak berasal dari kekayaan—
Itu bukan sesuatu yang bisa kau beli;
Kepuasan datang untuk memberimu damai
Saat bersandar pada pemeliharaan Allah. —Branon

Ketidakpuasan membuat kita miskin sedangkan kepuasan membuat kita kaya!