Posts

Perkara Besar!

Jumat, 30 Agustus 2019

Perkara Besar!

Baca: Mazmur 126

126:1 Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi.

126:2 Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!”

126:3 TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.

126:4 Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb!

126:5 Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.

126:6 Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.

Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? —Roma 8:31

Perkara Besar!

Pada tanggal 9 November 1989, dunia terperangah mendengar kabar runtuhnya Tembok Berlin. Tembok yang membagi dua kota Berlin di Jerman itu akhirnya runtuh, dan kota yang sudah terbelah selama dua puluh delapan tahun pun dipersatukan kembali. Meski pusat kebahagiaan itu ada di Jerman, tetapi seluruh dunia yang menyaksikan ikut bergembira. Perkara besar telah terjadi!

Ketika bangsa Israel kembali ke tanah air mereka pada tahun 538 sm setelah hidup dalam pembuangan di negeri asing selama hampir tujuh puluh tahun, peristiwa itu juga punya arti yang sangat besar. Mazmur 126 diawali dengan melihat ke belakang, kepada pengalaman Israel yang membahagiakan itu. Peristiwa tersebut diwarnai dengan tawa, nyanyian sukacita, dan pengakuan bangsa-bangsa bahwa Allah telah melakukan perkara-perkara besar bagi umat-Nya (ay.2). Apa tanggapan orang-orang yang telah menerima belas kasihan Allah yang membebaskan mereka? Sukacita besar atas perkara besar yang Allah kerjakan (ay.3). Lebih dari itu, karya-Nya di masa lalu menjadi dasar bagi permohonan di masa kini dan pengharapan yang cerah untuk masa depan (ay.4-6).

Tidaklah sulit bagi kamu dan saya untuk mengingat-ingat perkara besar yang pernah Allah kerjakan dalam hidup kita, terutama jika kita percaya kepada Allah melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Penggubah himne dari abad ke-19, Fanny Crosby, mengungkapkan hal tersebut ketika ia menulis, “Tiada terukur besar hikmat-Nya; penuhlah hatiku sebab Anak-Nya” [NKB No. 3]. Ya, kemuliaan bagi Allah, atas perkara-perkara besar yang telah dikerjakan-Nya! —Arthur Jackson

WAWASAN
Mazmur 126 adalah salah satu nyanyian ziarah, judul yang terdapat dalam lima belas mazmur (120-134). Semuanya itu dikenal sebagai nyanyian-nyanyian ziarah dan kemungkinan besar dinyanyikan oleh orang Yahudi ketika mereka mendaki ke Bait Allah di Yerusalem untuk menghadiri tiga perayaan wajib (Paskah atau hari raya Roti Tidak Beragi; Pentakosta atau hari raya Tujuh Minggu; dan Tabernakel atau hari raya Pondok Daun). Peraturan tentang kewajiban ini terdapat dalam Ulangan 16:16. Para pakar Alkitab lain menafsirkan bahwa mazmur ini dinyanyikan oleh para penyanyi Lewi ketika mereka menaiki anak tangga Bait Allah. Mazmur 126 mengajak para penyembah untuk bersukacita saat mengenang bagaimana “TUHAN memulihkan keadaan Sion” (ay.1) atau Yerusalem, kemungkinan besar ketika bangsa itu kembali dari pembuangan di Babel pada zaman Ezra. —Alyson Kieda

Perkara-perkara besar apa yang pernah Allah kerjakan dalam hidupmu? Bagaimana iman dan pengharapanmu dapat semakin dikuatkan dengan mengingat-ingat perkara-perkara tersebut?

Perkara-perkara besar di masa lalu dapat membangkitkan sukacita, permohonan, dan pengharapan besar untuk masa kini dan masa depan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 129-131; 1 Korintus 11:1-16

Dikejutkan oleh Hikmat

Minggu, 25 Agustus 2019

Dikejutkan oleh Hikmat

Baca: 1 Korintus 1:18-25

1:18 Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.

1:19 Karena ada tertulis: “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.”

1:20 Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?

1:21 Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.

1:22 Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,

1:23 tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,

1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.

1:25 Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.

O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! —Roma 11:33

Dikejutkan oleh Hikmat

“Sepertinya semakin aku bertambah tua, semakin Ayah terlihat bijak. Kadang saat aku menasihati anakku, aku mendengar perkataan Ayah keluar dari mulutku!”

Pernyataan anak perempuan saya yang blak-blakan itu membuat saya tertawa. Hal yang sama saya rasakan terhadap kedua orangtua saya sendiri. Sering saya menasihati anak-anak saya dengan nasihat yang telah saya terima dari mereka. Setelah menjadi ayah, perspektif saya tentang kebijaksanaan orangtua berubah. Apa yang pernah saya anggap sepele ternyata jauh lebih bijaksana daripada yang dahulu saya kira—saya hanya tidak bisa langsung memahaminya saat itu.

Alkitab mengajarkan bahwa “yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia” yang paling cerdas (1kor. 1:25). “Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” tentang Sang Juruselamat yang menderita (ay.21).

Allah selalu punya cara untuk mengejutkan kita. Alih-alih datang sebagai raja perkasa seperti yang diharap-harapkan oleh dunia, Anak Allah justru datang sebagai hamba yang menderita dan mati secara mengenaskan di atas kayu salib—sebelum kemudian dibangkitkan dalam kemuliaan yang tak tertandingi.

Menurut hikmat Allah, kerendahan hati lebih berharga daripada kebanggaan diri, dan kasih menunjukkan nilainya lewat belas kasihan dan kebaikan yang sesungguhnya tidak layak diterima. Melalui salib, Mesias yang tak tertaklukkan itu menjadi korban tertinggi—supaya Dia “menyelamatkan dengan sempurna” (ibr. 7:25) semua orang yang percaya kepada-Nya! —James Banks

WAWASAN
Paulus menulis surat 1 Korintus dari Efesus di Asia, sebuah provinsi Romawi, menjelang akhir tahun ketiga pelayanannya di sana (sekitar tahun 55-57 M). Menurut penulis Ray Stedman dalam tafsiran 1 dan 2 Korintus karangannya, Korintus sebagai kota pelabuhan yang kaya adalah sebuah “pusat perdagangan” dan kota wisata, tetapi juga “kota dengan kemerosotan moral -prostitusi dan bentuk imoralitas lainnya.” Penduduknya juga “menyembah Afrodit, dewi seksualitas Yunani.” Jadi, orang Kristen dalam gereja baru yang dirintis Paulus di Korintus pada perjalanan misi kedua berhadapan dengan budaya yang bertentangan dengan Injil. Pada surat ini, Paulis memberikan panduan dan semangat untuk umat percaya yang sedang bergumul untuk hidup bagi Yesus di tengah kebudayaan mereka. Dia membahas berbagai isu seperti perpecahan dan imoralitas, serta mengenai apa artinya merdeka dalam Kristus. —Alyson Kieda

Kapankah jalan-jalan Allah pernah membuat kamu bingung? Bagaimana kamu merasa terhibur oleh kenyataan bahwa jalan-jalan-Nya bukanlah jalan kita?

Ya Bapa, aku memuji-Mu karena hikmat dari jalan-jalan-Mu. Tolonglah aku mempercayai-Mu dan berjalan bersama-Mu dengan rendah hati hari ini.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 119:1-88; 1 Korintus 7:20-40

Kamu Harus Rileks!

Sabtu, 24 Agustus 2019

Kamu Harus Rileks!

Baca: Mazmur 116:1-9

116:1 Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku.

116:2 Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.

116:3 Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan.

116:4 Tetapi aku menyerukan nama TUHAN: “Ya TUHAN, luputkanlah kiranya aku!”

116:5 TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang.

116:6 TUHAN memelihara orang-orang sederhana; aku sudah lemah, tetapi diselamatkan-Nya aku.

116:7 Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu.

116:8 Ya, Engkau telah meluputkan aku dari pada maut, dan mataku dari pada air mata, dan kakiku dari pada tersandung.

116:9 Aku boleh berjalan di hadapan TUHAN, di negeri orang-orang hidup.

Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab Tuhan telah berbuat baik kepadamu. —Mazmur 116:7

Kamu Harus Rileks!

“Kamu harus rileks,” kata tokoh dokter dalam film besutan Disney berjudul Rescuers Down Under, saat sedang merawat Wilbur si elang laut yang terluka. “Rileks? Aku rileks, kok!” sergah Wilbur, yang jelas-jelas tidak rileks dan justru semakin panik. “Mau lebih rileks bagaimana lagi? Nanti aku malah mati!”

Pernahkah kamu merasakan hal yang sama? Dalam film tersebut kepanikan Wilbur sebenarnya bisa dimengerti mengingat metode yang digunakan oleh si dokter tidak terlalu meyakinkan. Namun, adegan tersebut menarik karena mencerminkan dengan baik perasaan kita saat sedang panik.

Ketika kita sedang merasa sangat takut, nasihat untuk rileks bisa jadi terdengar konyol. Saya tahu bagaimana rasanya ketika hal-hal yang mengerikan dalam hidup ini datang bertubi-tubi dan “tali-tali maut” (mzm. 116:3) membuat saya tegang, sehingga secara naluriah saya cenderung melawan dan bukan rileks.

Namun demikian . . . sering kali di tengah kepanikan, usaha saya untuk melawan justru semakin membuat kegelisahan saya menjadi-jadi dan saya pun dilumpuhkan oleh ketakutan. Akan tetapi, saat saya, sekalipun agak terpaksa, mengizinkan diri saya merasakan kesakitan dan menyerahkannya kepada Allah (ay.4), sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ketegangan yang saya rasakan pun mereda (ay.7) dan damai sejahtera yang tidak saya mengerti melanda hati saya.

Saat kehadiran Roh Kudus yang menenangkan itu melingkupi saya, saya pun semakin memahami kebenaran dari inti Injil: perjuangan kita yang terbaik adalah dengan berserah ke dalam dekapan tangan Allah yang kuat (1ptr. 5:6-7). —Monica Brands

WAWASAN
Orang yang pernah nyaris kehilangan nyawanya akan semakin menyadari nilai kehidupan dan pentingnya hidup benar di hadapan Allah. Dalam mazmur ini, pemazmur yang tidak disebut namanya bersyukur kepada Allah karena telah meluputkannya dari maut (116:3,8). Dengan keyakinan pada kedaulatan Allah atas hidup dan matinya, ia menulis, “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (ay.15). Setelah mendapatkan kesempatan baru untuk hidup, pemazmur dengan penuh syukur bertanya, “Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?” (ay.12). Ia pun mempersembahkan tahun-tahun “perpanjangannya” dengan melayani Allah seumur hidup sebagai ungkapan syukur atas kebaikan-Nya (ay.13-19). Ia bertekad untuk “berjalan di hadapan TUHAN di negeri orang-orang hidup” (ay.9). Hizkia dan Yunus juga memanjatkan doa serupa setelah hidup mereka diselamatkan (Yesaya 38:10-20; Yunus 2:1-9). —K.T.Sim

Pergumulan apa yang menjerat kamu seperti “tali-tali maut” dalam hidupmu? Bagaimana kamu dapat bertumbuh menjadi lebih bergantung pada kasih dan pemeliharaan Allah dalam situasi sulit?

Ya Allah, tolonglah kami menyerahkan upaya kami yang sia-sia untuk memegang kendali dan melepaskan beban yang tidak perlu kami pikul supaya kami mengalami kasih karunia dan kebaikan-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 116-118; 1 Korintus 7:1-19

Kamu Letih?

Minggu, 18 Agustus 2019

Kamu Letih?

Baca: 1 Raja-Raja 19:1-9

19:1 Ketika Ahab memberitahukan kepada Izebel segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi itu dengan pedang,

19:2 maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”

19:3 Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana.

19:4 Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.”

19:5 Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!”

19:6 Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula.

19:7 Tetapi malaikat TUHAN datang untuk kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata: “Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.”

19:8 Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.

19:9 Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?”

Seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!” —1 Raja-Raja 19:5

Kamu Letih?

“Adakalanya, secara emosional, kita merasa sudah bekerja sehari penuh hanya dalam waktu satu jam,” tulis Zack Eswine dalam buku The Imperfect Pastor (Gembala Gereja yang Tidak Sempurna). Meski yang dimaksudkannya adalah beban yang sering ditanggung oleh para gembala gereja, pernyataan tersebut juga berlaku bagi setiap dari kita. Beban emosional dan tanggung jawab yang berat dapat menyebabkan kita lelah secara fisik, mental, dan spiritual. Ketika itu terjadi, yang kita inginkan hanyalah tidur.

Dalam 1 Raja-Raja 19, Nabi Elia berada dalam keadaan letih luar biasa. Kita membaca bahwa Ratu Izebel telah mengancam untuk membunuhnya (ay.1-2), setelah ia mengetahui bahwa Elia telah membunuh semua nabi Baal (lihat 18:16-40). Elia begitu takut, sehingga ia lari dan memohon Tuhan mengambil nyawanya (19:3-4).

Dalam ketakutannya, ia berbaring dan tidur. Seorang malaikat menyentuhnya dua kali dan berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!” (ay.5,7). Setelah yang kedua kali, Elia dikuatkan oleh makanan yang disediakan Allah, lalu “ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya” sampai tiba di sebuah gua (ay.8-9). Di sana, Tuhan datang kepadanya dan mengulangi kembali perintah yang harus Elia kerjakan (ay.9-18)—Elia pun disegarkan sehingga sanggup meneruskan pekerjaan yang ditugaskan Allah kepadanya.

Terkadang kita juga perlu diberi semangat di dalam Tuhan. Penguatan itu bisa hadir lewat pembicaraan dengan seorang saudara seiman, lagu pujian, atau waktu doa dan perenungan Alkitab.

Kamu letih? Serahkanlah bebanmu kepada Allah hari ini, agar kamu disegarkan! Dia akan menanggung bebanmu. —Julie Schwab

WAWASAN
Ahab adalah raja ketujuh dari kerajaan Israel Utara. Istrinya, Izebel, yang terkenal jahat adalah putri raja Sidon. Di bawah pengaruh dan dominasi istrinya (1 Raja-Raja 21:25), Ahab membawa bangsa itu kepada penyembahan Baal dan Asyera, ilah-ilah Kanaan, lebih parah daripada yang pernah dilakukan sebelumnya (16:29-33). Izebel sendiri menafkahi 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera dengan menyediakan makanan bagi mereka (18:19). Ia giat menentang ibadah Yahweh dan membantai nabi-nabi-Nya dengan biadab (ay.4,13). Ia begitu menakutkan hingga nabi besar Elia pun kabur menyelamatkan diri ketika diancam akan dibunuh oleh Izebel (19:2-3). —K.T.Sim

Area mana dalam hidupmu yang dirasa perlu mendapat dorongan semangat? Dorongan seperti apakah itu dan bagaimana kamu dapat memperolehnya?

Allah yang Pengasih, tolonglah aku untuk berpaling kepada-Mu ketika aku letih. Terima kasih, karena di dalam Engkau, aku memperoleh kelegaan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 100-102; 1 Korintus 1

Handlettering oleh Febronia

Background photo credit: Blake Wisz

Ilusi Memegang Kendali

Rabu, 14 Agustus 2019

Ilusi Memegang Kendali

Baca: Yakobus 4:13-17

4:13 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”,

4:14 sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.

4:15 Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.”

4:16 Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.

4:17 Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.

Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. —Yakobus 4:14

Ilusi Memegang Kendali

Penelitian Ellen Langer pada tahun 1975 yang berjudul “The Illusion of Control” (Ilusi Memegang Kendali) dilakukan untuk menguji seberapa besar manusia dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Ia menemukan bahwa sering kali kita terlalu berlebihan dalam mengukur pengaruh kita terhadap berbagai situasi. Penelitian tersebut juga menunjukkan bagaimana kenyataan hampir selalu menghancurkan ilusi kita.

Kesimpulan Langer tersebut didukung oleh percobaan-percobaan yang dilakukan oleh pihak-pihak lain setelah studi awal itu diterbitkan. Namun, sebenarnya di dalam Alkitab, Yakobus sudah terlebih dahulu mengidentifikasi fenomena tersebut jauh sebelum Langer menemukannya. Dalam Yakobus 4, ia menulis, “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (ay.13-14).

Lalu Yakobus memberikan solusi agar kita tidak merasa seolah-olah dapat mengendalikan hidup kita, dengan mengarahkan kita kepada satu-satunya Pribadi yang memegang kendali total atas segalanya: “Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu’” (ay.15). Hanya dalam beberapa ayat, Yakobus sudah menyebutkan tentang kegagalan utama dalam diri manusia serta cara mengatasinya.

Kiranya kita mengerti bahwa masa depan tidak tergantung pada diri kita sendiri. Karena Allah saja yang memegang kendali atas segala sesuatu, kita dapat mempercayai rencana-Nya bagi kita! —Remi Oyedele

WAWASAN
Ada sejumlah bukti meyakinkan bahwa surat Yakobus dalam Perjanjian Baru ditulis oleh saudara kandung Yesus (Markus 6:3). Walaupun surat tersebut tidak disebut-sebut oleh para bapa gereja sampai abad ketiga dan empat, rasul Paulus pernah menyinggung tentang pertemuannya dengan Yakobus, “saudara Tuhan Yesus” (Galatia 1:19; 2:9) yang kemudian menjadi pemimpin gereja di Yerusalem. Yakobus yang disebut oleh Paulus ini memainkan peranan penting dalam menyelesaikan perselisihan masalah etnis dan perdebatan agama yang sedang memecah belah para pengikut Yesus (Kisah Para Rasul 15:13-21). Dengan kata-kata yang penuh kasih karunia dan cara pandang yang segar, Yakobus mengungkapkan pikirannya dengan hikmat sebagaimana terdapat dalam surat Yakobus (Yakobus 1:5; 3:17).
Nasihat yang menenangkan seperti ini menunjukkan suatu kemungkinan yang menarik. Yakobus barangkali telah mendapat pelajaran berharga dari kakaknya, Yesus, jauh sebelum ia menjadi pengikut Kristus dan anggota jemaat-Nya (Yakobus 1:1; 2:1). —Mart DeHaan

Dalam hal apa saja kamu merasa bisa mengendalikan hidupmu sendiri? Bagaimana kamu dapat menyerahkan rencana hidup kamu kepada Allah dan mempercayakan masa depan kamu di tangan-Nya?

Manusia mempunyai banyak rencana, tetapi hanya keputusan Tuhan yang terlaksana. Amsal 19:21 bis

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 89-90; Roma 14

Handlettering oleh Elizabeth Rachel Soetopo

Sekalipun

Minggu, 11 Agustus 2019

Sekalipun

Baca: Habakuk 3:17-19

3:17 Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,

3:18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.

3:19 ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi).

Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. —Habakuk 3:18

Sekalipun

Pada tahun 2017, kesempatan terbuka bagi kami untuk menolong para korban bencana Badai Harvey di Amerika Serikat di kota Houston. Awalnya kami hendak menguatkan mereka yang tertimpa musibah, tetapi dalam prosesnya, iman kami sendiri yang diuji dan dikuatkan saat kami mendampingi mereka di dalam gereja dan rumah mereka yang rusak oleh bencana.

Keteguhan iman yang ditunjukkan oleh sejumlah orang setelah mengalami musibah itulah yang kita lihat diungkapkan oleh Nabi Habakuk di akhir nubuatan yang diberikannya pada abad ke-7 sm. Ia menubuatkan bahwa akan datang masa-masa yang sukar (1:5-2:1); keadaan akan memburuk terlebih dahulu sebelum kemudian membaik. Di akhir nubuatannya, sang nabi merenungkan tentang kemungkinan hilangnya harta benda dan kata “sekalipun” muncul lebih dari sekali: “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang” (3:17).

Bagaimana sepatutnya kita menghadapi kehilangan yang tak terbayangkan seperti merosotnya kesehatan, kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dikasihi, atau bencana alam yang meluluhlantakkan semuanya? “Syair di Masa Sukar” yang dicatat Nabi Habakuk memanggil kita untuk kembali beriman dan percaya kepada Allah, sumber keselamatan (ay.18), kekuatan, dan keteguhan (ay.19) di masa lalu, masa sekarang, dan untuk selama-lamanya. Pada akhirnya, mereka yang percaya kepada-Nya tidak akan pernah dikecewakan. —Arthur Jackson

WAWASAN
Kitab Habakuk adalah salah satu dari dua belas kitab Nabi Kecil dalam Perjanjian Lama; disebut Nabi Kecil karena masa pelayanan kenabian mereka relatif pendek. Kitab Habakuk yang singkat ini hanya terdiri dari tiga pasal dan merupakan suatu percakapan antara sang nabi dengan Allah, berupa doa atau keluhan Habakuk dan jawaban-jawaban Allah. Karena pasal 3 diapit oleh catatan musik—(shigionoth—nada ratapan, ay.1; “Dengan permainan kecapi,” ay.19), ada kemungkinan Habakuk adalah seorang Lewi dan pemusik di Bait Allah. Seperti nabi-nabi lainnya, Habakuk meratapi kejahatan yang terjadi pada masanya. Walaupun Yehuda mengalami pembaharuan singkat di bawah pemerintahan Yosia, bangsa itu kembali berpaling dari Allah karena pengaruh buruk kekuasaan raja Manasye dan Amon. Dalam bacaan hari ini, Habakuk menegaskan kepercayaannya kepada Allah apapun yang terjadi (ay.17-19). —Alyson Kieda

Bagaimana cara Allah menjawab kebutuhanmu di masa-masa sulit? Bagaimana kamu dapat menguatkan orang lain pada saat mereka menghadapi krisis?

Bapa, di saat hidup terasa sulit dan tak menentu, jagalah imanku agar tetap teguh di dalam Engkau, sumber keselamatan dan kekuatanku.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 81-83; Roma 11:19-36

Handlettering oleh Vivi Lio

Setia dalam Tahanan

Senin, 22 Juli 2019

Setia dalam Tahanan

Baca: Kejadian 39:6-12,20-23

39:6 Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.

39:7 Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: “Marilah tidur dengan aku.”

39:8 Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: “Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku,

39:9 bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”

39:10 Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia.

39:11 Pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah.

39:12 Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.

39:20 Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.

39:21 Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.

39:22 Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya.

39:23 Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil.

Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf. —Kejadian 39:20-21

Setia dalam Tahanan

Haralan Popov tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya ketika bel pintu rumahnya berbunyi pada dini hari di tahun 1948. Tanpa peringatan apa pun, petugas polisi Bulgaria membawa dan menjebloskan Haralan ke penjara karena imannya. Ia harus mendekam di balik terali besi selama tiga belas tahun, dengan terus berdoa memohon kekuatan dan semangat. Meski mendapat perlakuan yang buruk, ia tahu Allah menyertainya. Haralan pun membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada para tahanan lain—dan banyak di antara mereka menjadi percaya.

Dalam Kejadian 37, Yusuf tidak tahu apa yang akan terjadi kepadanya setelah saudara-saudaranya tega menjualnya sebagai budak kepada pedagang yang lalu membawanya ke Mesir dan menjualnya kepada Potifar, seorang pejabat tinggi Mesir. Yusuf pun hidup di tengah budaya orang-orang yang mempercayai banyak dewa. Keadaan menjadi semakin buruk ketika istri Potifar berusaha merayu Yusuf. Ketika Yusuf berulang kali menolak rayuan tersebut, istri Potifar memfitnahnya, sehingga Yusuf dijebloskan ke dalam penjara (39:16-20). Namun, Allah tidak pernah meninggalkannya. Allah tidak hanya menyertai Yusuf, tetapi juga “membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya”, bahkan “melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu” (39:3,21).

Yusuf tentu pernah merasa takut. Namun, ia tetap setia dan selalu menjaga integritasnya. Allah terus menyertai Yusuf dalam perjalanannya yang sulit dan mempunyai rencana yang besar atas hidupnya. Allah juga mempunyai rencana atas hidupmu. Kuatkanlah hatimu dan berjalanlah dalam iman, dengan terus percaya bahwa Allah melihat dan mengetahui pergumulan kamu. —Estera Pirosca Escobar

WAWASAN
Kejadian 39 meliputi sepuluh tahun kehidupan Yusuf sejak ia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya hingga dicampakkan secara tidak adil ke dalam penjara. Selama waktu tersebut, ia menjadi budak di Mesir dan pelayan di rumah Potifar. Dalam pasal ini, empat kali ditegaskan bahwa Allah sendiri menyertai Yusuf (ay.2, 3, 21, 23). —Bill Crowder

Situasi sulit apa yang pernah kamu alami—mungkin kamu pernah difitnah? Mengapa penting bagimu mempertahankan integritas dalam masa-masa sulit seperti itu?

Ya Allah, terima kasih Engkau selalu menyertaiku, bahkan ketika keadaan membuatku merasa tidak nyaman. Tolonglah aku selalu setia kepada-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 31-32; Kisah Para Rasul 23:16-35

Handlettering oleh Kent Nath

Tidak Pernah Terlambat

Minggu, 21 Juli 2019

Tidak Pernah Terlambat

Baca: Markus 5:35-43

5:35 Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: “Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?”

5:36 Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!”

5:37 Lalu Yesus tidak memperbolehkan seorangpun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes, saudara Yakobus.

5:38 Mereka tiba di rumah kepala rumah ibadat, dan di sana dilihat-Nya orang-orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring.

5:39 Sesudah Ia masuk Ia berkata kepada orang-orang itu: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!”

5:40 Tetapi mereka menertawakan Dia. Maka diusir-Nya semua orang itu, lalu dibawa-Nya ayah dan ibu anak itu dan mereka yang bersama-sama dengan Dia masuk ke kamar anak itu.

5:41 Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,”* yang berarti: /”Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!”

5:42 Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub.

5:43 Dengan sangat Ia berpesan kepada mereka, supaya jangan seorangpun mengetahui hal itu, lalu Ia menyuruh mereka memberi anak itu makan.

Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!” —Markus 5:36

Tidak Pernah Terlambat

Ketika ibu mertua saya terkena serangan jantung, beliau beruntung dapat segera menerima pertolongan medis yang tepat. Dokter mengatakan bahwa pasien kritis yang mendapat pertolongan dalam lima belas menit pertama setelah serangan memiliki peluang selamat hingga 33 persen. Namun, hanya 5 persen yang selamat apabila ditangani lewat dari rentang waktu itu.

Dalam perjalanan menyembuhkan anak Yairus yang sakit parah (dan jelas membutuhkan pertolongan segera), Yesus justru melakukan hal yang tidak lazim: Dia berhenti sejenak (Mrk. 5:30). Dia berhenti untuk mengetahui siapa yang telah menjamah jubah-Nya, lalu berbicara dengan wanita itu. Bisa dibayangkan pikiran Yairus saat itu: Sungguh waktu yang tidak tepat, anak perempuanku hampir mati! Ketakutannya pun menjadi kenyataan—tampaknya Yesus menunda terlalu lama dan anak perempuannya meninggal dunia (ay.35).

Namun, Yesus berpaling kepada Yairus dan mengucapkan kata-kata yang menguatkan: “Jangan takut, percaya saja” (ay.36). Kemudian, dengan tidak menghiraukan ejekan orang-orang, Yesus berbicara kepada anak perempuan Yairus dan anak itu pun hidup kembali! Melalui peristiwa itu, Yesus menunjukkan bahwa Dia tidak pernah terlambat. Waktu tidak dapat membatasi apa yang sanggup Dia lakukan dan kapan Dia memilih untuk melakukannya.

Berapa sering kita merasa Allah terlambat bertindak dalam menjawab kerinduan kita? Namun, sesungguhnya itu tidak benar. Allah tidak pernah terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan kasih-Nya yang baik dalam hidup kita. —Peter Chin

WAWASAN
Markus memakai cerita Yesus yang membangkitkan anak perempuan Yairus dari kematian sebagai ilustrasi tentang iman. Tak seperti murid-murid yang kurang beriman (Markus 4:40), dalam Markus 5, seorang perempuan disembuhkan karena imannya (ay. 34). Tidak lama setelah peristiwa kesembuhan ini, Yairus diberitahu bahwa anak perempuannya telah mati (ay. 35). Yesus mengatakan pada Yairus untuk “percaya” (ay. 36). Dalam bahasa Yunani, kata “percaya” ini ditulis dalam bentuk kata kerja yang memiliki makna “terus menerus” atau “selalu”, sehingga dapat diterjemahkan, “Tetaplah percaya.” Kelihatannya, sudah tak ada alasan bagi Yairus untuk mengharapkan kesembuhan anaknya, tetapi Yesus mendorongnya untuk tetap berharap. Dengan demikian, Markus memberi gambaran tentang iman yang terus berharap walaupun tidak ada alasan lagi. Meski tak semua dukacita bisa dipulihkan dalam hidup ini, kebangkitan Kristus berarti selalu ada alasan bagi orang percaya untuk tetap percaya (lihat 2 Korintus 4:13-14). —Monica Brands

Pernahkah kamu mengalami bagaimana Tuhan bekerja menurut waktu-Nya sendiri? Mengapa penting bagimu untuk berserah kepada kedaulatan Allah—dengan mengakui bahwa rencana-Nya adalah yang terbaik bagi hidupmu?

Tuhan Yesus, tolonglah aku mengingat bahwa Engkau berdaulat atas segalanya, termasuk waktu, dan Engkau tidak pernah terlambat untuk mewujudkan rencana-rencana-Mu yang sempurna.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 29-30; Kisah Para Rasul 23:1-15

Handlettering oleh Marcella Liem

Obsesi

Selasa, 16 Juli 2019

Obsesi

Baca: Mazmur 16:1-11

16:1 Miktam. Dari Daud. Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.

16:2 Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”

16:3 Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku.

16:4 Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti allah lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku.

16:5 Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.

16:6 Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku.

16:7 Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.

16:8 Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.

16:9 Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram;

16:10 sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.

16:11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.

Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau! —Mazmur 16:2

Obsesi

My precious . . .” Setelah pertama kalinya muncul dalam trilogi Lord of the Rings karya Tolkien, makhluk kurus kering bernama Gollum dengan obsesi gilanya terhadap “cincin kekuasaan” telah menjadi tokoh yang menggambarkan keserakahan, obsesi, bahkan kegilaan manusia.

Yang menggelisahkan, sosok itu tidak asing bagi kita. Dalam hubungan cinta dan bencinya dengan cincin itu dan dirinya sendiri, suara Gollum menyuarakan dahaga yang terdapat dalam hati kita sendiri. Entah dahaga itu terhadap satu hal tertentu, atau hanya kerinduan samar terhadap sesuatu yang “lebih,” kita meyakini bahwa akhirnya kita akan puas setelah mendapatkan apa yang kita idam-idamkan. Namun ternyata, apa yang kita pikir dapat memuaskan justru membuat kita merasa lebih hampa daripada sebelumnya.

Hidup tidak seharusnya seperti itu. Seperti yang diungkapkan Daud dalam Mazmur 16, ketika hasrat hati mendesak kita untuk mati-matian mengejar kepuasan yang sia-sia (ay.4), kita perlu ingat untuk datang kepada Allah untuk menerima perlindungan (ay.1) dan bahwa tidak ada yang baik bagi kita di luar Allah (ay.2).

Saat kita berhenti mencari kepuasan “di luar sana” dan memilih untuk memandang kepada keindahan Allah (ay.8), pada akhirnya kita bisa merasakan kepuasan sejati—kehidupan yang menikmati sukacita di hadapan [Allah]”, dengan berjalan bersama-Nya setiap saat di “jalan kehidupan”—sekarang sampai selama-lamanya (ay.11). —Monica Brands

WAWASAN
Pada awal mazmur, biasanya terdapat keterangan pembuka sebelum lirik atau sajaknya. Keterangan tersebut umumnya menyatakan penulis mazmur dan alasan penulisannya (lihat Mazmur 3, 18). Keterangan itu juga memberikan informasi tentang siapa mazmur itu ditulis, bagaimana mazmur tersebut harus dibawakan, petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan musik, dan nada musik (lihat Mazmur 6, 7, 56, 60). Pendahuluan pada Mazmur 16 memberitahukan bahwa mazmur tersebut adalah “miktam Daud.” Catatan ini juga muncul pada lima mazmur lain (Mazmur 56-60). Para pakar Alkitab tidak menemukan kesepakatan tentang apa itu miktam, maka dalam sebagian besar Alkitab versi bahasa Inggris, kata miktam tidak diterjemahkan. Beberapa ahli berpendapat bahwa miktam mungkin adalah suatu “persembahan”; tetapi sebagian lain perpendapat bahwa miktam merujuk pada mazmur-mazmur yang berkaitan dengan penebusan dosa karena akar kata “miktam” berarti “menutupi.” —K. T. Sim

Hal apa yang sering kamu cari untuk memuaskan diri saat kamu jauh dari Allah? Siapa yang dapat menjadi sumber dukungan dan kasih bagimu saat kamu terjerat dalam kecanduan mendapatkan lebih dan lebih lagi?

Ya Allah, ampuni aku karena aku mengira bisa mendapatkan apa yang kubutuhkan di luar Engkau. Terima kasih, Engkau selalu hadir bahkan di saat aku melupakan-Mu. Bawalah aku dekat kepada-Mu agar hidup bersukacita bersama-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 16-17; Kisah Para Rasul 20:1-16

Handlettering oleh Agnes Paulina