Posts

Aman dalam Tangan-Nya

Selasa, 17 November 2015

Aman dalam Tangan-Nya

Baca: Yesaya 66:5-13

66:5 Dengarlah firman TUHAN, hai kamu yang gentar kepada firman-Nya! Saudara-saudaramu, yang membenci kamu, yang mengucilkan kamu oleh karena kamu menghormati nama-Ku, telah berkata: “Baiklah TUHAN menyatakan kemuliaan-Nya, supaya kami melihat sukacitamu!” Tetapi mereka sendirilah yang mendapat malu.

66:6 Dengar, bunyi kegemparan dari kota, dengar, datangnya dari Bait Suci! Dengar, TUHAN melakukan pembalasan kepada musuh-musuh-Nya!

66:7 Sebelum menggeliat sakit, ia sudah bersalin, sebelum mengalami sakit beranak, ia sudah melahirkan anak laki-laki.

66:8 Siapakah yang telah mendengar hal yang seperti itu, siapakah yang telah melihat hal yang demikian? Masakan suatu negeri diperanakkan dalam satu hari, atau suatu bangsa dilahirkan dalam satu kali? Namun baru saja menggeliat sakit, Sion sudah melahirkan anak-anaknya.

66:9 Masakan Aku membukakan rahim orang, dan tidak membuatnya melahirkan? firman TUHAN. Atau masakan Aku membuat orang melahirkan, dan menutup rahimnya pula? firman Allahmu.

66:10 Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya!

66:11 supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas.

66:12 Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.

66:13 Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem.

Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu. —Yesaya 66:13

Aman dalam Tangan-Nya

Saya duduk di samping tempat tidur putri saya di sebuah kamar pemulihan setelah ia menjalani operasi. Ketika ia mengedip-ngedipkan matanya, ia pun menyadari bahwa ia merasa tidak nyaman dan mulai menangis. Saya mencoba untuk menenangkannya dengan membelai lengannya, tetapi ia justru menjadi semakin kesal. Dengan bantuan perawat, saya memindahkan putri saya dari tempat tidur ke pangkuan saya. Saya mengusap air mata dari pipinya dan mengingatkannya bahwa nanti ia akan merasa lebih baik.

Melalui Yesaya, Allah berfirman kepada bangsa Israel, “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (Yes. 66:13). Allah berjanji untuk memberi anak-anak-Nya damai sejahtera dan Dia menggendong mereka sama seperti seorang ibu menggendong anaknya. Pesan yang penuh kasih sayang itu ditujukan bagi orang-orang yang takut kepada Allah—mereka yang “gentar kepada firman-Nya” (Yes. 66:5).

Kesanggupan dan kerinduan Allah untuk menghibur umat-Nya kembali dinyatakan dalam surat Paulus kepada orang-orang percaya di Korintus. Paulus mengatakan bahwa Tuhanlah “yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami” (2Kor. 1:3-4). Allah itu lemah lembut dan ikut menyelami kesusahan yang kita derita.

Kelak segala kesengsaraan akan usai. Air mata kita akan dihapuskan selamanya, dan dengan aman kita akan berada dalam tangan Allah selamanya (Why. 21:4). Hingga tiba saat itu, kita dapat mengandalkan kasih Allah yang menopang kita saat kita menderita. —Jennifer Benson Schuldt

Allah terkasih, tolong ingatkan aku bahwa tak ada apa pun yang dapat memisahkanku dari kasih-Mu. Yakinkanlah aku akan pemeliharaan-Mu melalui kuasa Roh Kudus.

Allah selalu menghibur umat-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 5-7; Ibrani 12

Photo credit: theloushe / Foter / CC BY-NC-ND

Charity Island

Senin, 9 November 2015

Charity Island

Baca: Mazmur 107:23-32

107:23 Ada orang-orang yang mengarungi laut dengan kapal-kapal, yang melakukan perdagangan di lautan luas;

107:24 mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di tempat yang dalam.

107:25 Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya.

107:26 Mereka naik sampai ke langit dan turun ke samudera raya, jiwa mereka hancur karena celaka;

107:27 mereka pusing dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk, dan kehilangan akal.

107:28 Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka,

107:29 dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang.

107:30 Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntun-Nya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka.

107:31 Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia.

107:32 Biarlah mereka meninggikan Dia dalam jemaat umat itu, dan memuji-muji Dia dalam majelis para tua-tua.

TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya. —Nahum 1:7

Charity Island

Charity Island adalah pulau terbesar di Teluk Saginaw yang menjadi bagian dari Danau Huron di Michigan. Selama bertahun-tahun pulau tersebut menyediakan sebuah mercusuar sebagai alat bantu navigasi dan pelabuhan yang aman bagi para pelayar di perairan tersebut. Nama Charity diberikan oleh para pelaut karena mereka percaya bahwa pulau itu ada di sana “karena kemurahan (charity) Allah.”

Terkadang dalam perjalanan hidup ini, kita harus mengarungi lautan masalah yang sulit dan mencekam. Seperti para pelaut itu, kita memerlukan panduan dan tempat yang aman; bahkan kita berharap mempunyai tempat seperti Charity Island bagi kita sendiri. Pemazmur memahami bahwa hanya Allah yang dapat membawa keteduhan pada laut yang bergelora dan memandu kita ke pelabuhan yang aman. Ia menulis, “Dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang. Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntun-Nya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka” (Mzm. 107:29-30).

Meski tidak ada orang yang ingin dilanda oleh badai kehidupan, pengalaman sulit yang kita alami bisa melipatgandakan ucapan syukur kita atas tuntunan dan perteduhan yang Allah berikan. Dia menyediakan terang dari Roh dan firman-Nya untuk menuntun kita. Kita rindu tiba di pelabuhan kasih-Nya yang aman. Hanya Dialah yang dapat menjadi “Charity Island” bagi hidup kita. —Dennis Fisher

Bapa, tolong aku untuk mencari terang-Mu yang menuntunku dalam mengatasi beragam badai kehidupan.

Allah yang hidup akan selamanya menjadi tempat perlindungan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 46-47; Ibrani 6

Badai Kehidupan

Jumat, 30 Oktober 2015

Badai Kehidupan

Baca: Markus 4:35-5:1

4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.”

4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.

4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

5:1 Lalu sampailah mereka di seberang danau, di daerah orang Gerasa.

Sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu . . . sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. —1 Petrus 1:6-7

Badai Kehidupan

Dalam Injil Markus, kita membaca tentang badai yang dahsyat. Waktu itu para murid sedang bersama Yesus di dalam perahu untuk menyeberangi Danau Galilea. Ketika “mengamuklah taufan yang sangat dahsyat,” para murid—di antaranya nelayan-nelayan yang sangat berpengalaman—merasa sangat ketakutan (4:37-38). Apakah Allah tidak peduli? Bukankah mereka dipilih langsung oleh Yesus sendiri dan paling dekat dengan Dia? Bukankah mereka sedang menaati Yesus yang meminta mereka “bertolak ke seberang” (ay.35)? Jika demikian, mengapa mereka harus mengalami keadaan sulit itu?

Tak seorang pun luput dari badai kehidupan. Namun seperti para murid yang awalnya takut terhadap badai itu tetapi yang kemudian lebih mengagumi Kristus, demikian juga badai yang kita hadapi pun dapat membawa kita pada pengenalan yang lebih mendalam akan Allah. “Siapa gerangan orang ini,” demikian para murid bertanya-tanya, “sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” (ay.41). Lewat pencobaan yang kita alami, kita dapat belajar bahwa tak ada badai yang terlalu besar untuk dapat menghalangi Allah menggenapi kehendak-Nya (5:1).

Meskipun kita mungkin belum mengerti alasan Allah mengizinkan pencobaan itu menerpa hidup kita, kita bersyukur kepada-Nya karena melalui pencobaan-pencobaan tersebut kita bisa lebih mengenal Dia. Kita hidup untuk melayani Allah karena Dia telah memelihara hidup kita. —Albert Lee

Tuhan, aku tahu aku tak perlu takut terhadap badai kehidupan di sekitarku. Tolong aku untuk tetap tenang karena aku aman di dalam-Mu.

Badai kehidupan akan membuktikan kekuatan sauh kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 20-21; 2 Timotius 4

Menjadi Tak Terlihat

Sabtu, 24 Oktober 2015

Menjadi Tak Terlihat

Baca: Keluaran 2:11-22

2:11 Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnyalah seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu.

2:12 Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir.

2:13 Ketika keesokan harinya ia keluar lagi, didapatinya dua orang Ibrani tengah berkelahi. Ia bertanya kepada yang bersalah itu: “Mengapa engkau pukul temanmu?”

2:14 Tetapi jawabnya: “Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?” Musa menjadi takut, sebab pikirnya: “Tentulah perkara itu telah ketahuan.”

2:15 Ketika Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk membunuh Musa. Tetapi Musa melarikan diri dari hadapan Firaun dan tiba di tanah Midian, lalu ia duduk-duduk di tepi sebuah sumur.

2:16 Adapun imam di Midian itu mempunyai tujuh anak perempuan. Mereka datang menimba air dan mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya.

2:17 Maka datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong mereka dan memberi minum kambing domba mereka.

2:18 Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: “Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?”

2:19 Jawab mereka: “Seorang Mesir menolong kami terhadap gembala-gembala, bahkan ia menimba air banyak-banyak untuk kami dan memberi minum kambing domba.”

2:20 Ia berkata kepada anak-anaknya: “Di manakah ia? Mengapakah kamu tinggalkan orang itu? Panggillah dia makan.”

2:21 Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada Musa.

2:22 Perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, maka Musa menamainya Gersom, sebab katanya: “Aku telah menjadi seorang pendatang di negeri asing.”

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. —Pengkhotbah 3:1

Menjadi Tak Terlihat

Di tempat saya tinggal, inilah masa ketika tanaman-tanaman menolak untuk mati, dengan cara tetap berada di bawah tanah sampai tiba waktu yang aman untuk muncul kembali. Sebelum salju turun dan tanah membeku, tanaman-tanaman itu menanggalkan kelopak bunganya yang telah bermekaran dengan indah dan menarik diri ke suatu tempat di mana mereka dapat beristirahat dan menyimpan energi untuk musim tumbuh berikutnya. Meski terlihat mati, sesungguhnya tanaman itu tidak mati, melainkan hanya istirahat. Ketika salju mencair dan tanah tidak lagi beku, tanaman itu akan bangun dan kembali menengadah ke langit untuk menyapa Sang Pencipta dengan warna-warna yang cemerlang dan bau yang harum semerbak.

Musim-musim dalam kehidupan kita pun menuntut kita untuk sesekali masuk dalam masa istirahat. Kita tidak mati, tetapi kita mungkin merasa tidak terlihat. Sepanjang masa-masa itu, kita mungkin merasa tidak berguna, kemudian kita bertanya-tanya apakah Allah akan dapat memakai hidup kita lagi. Namun demikian, masa-masa seperti itu sesungguhnya bermanfaat untuk melindungi dan menyiapkan kita. Ketika waktunya sudah tepat dan keadaannya aman, Allah akan memanggil kita sekali lagi untuk melayani dan menyembah Dia.

Musa pernah mengalami masa-masa seperti itu. Setelah membunuh orang Mesir yang melukai seorang Ibrani, Musa harus melarikan diri ke tanah Midian yang sangat jauh guna menyelamatkan nyawanya (Kel. 2:11-22). Di sana, Allah melindungi Musa dan menyiapkannya untuk tugas terbesar yang akan ia jalani dalam hidupnya (3:10). Jadi, teruslah bersemangat! Kita tidak pernah tidak terlihat oleh Allah. — Julie Ackerman Link

Tuhan, Kau Gembala kami, tuntun kami, domba-Mu;
B’rilah kami menikmati hikmat pengurbanan-Mu.
—Dorothy A. Thrupp [Kidung Jemaat, No. 407]

Tidak seorang pun yang tidak terlihat oleh Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 3-5; 1 Timotius 4

Menopang Saya

Kamis, 10 September 2015

Menopang Saya

Baca: Mazmur 34:2-8

34:2 Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.

34:3 Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.

34:4 Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!

34:5 Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.

34:6 Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu.

34:7 Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.

34:8 Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.

Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: “Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.” —Yesaya 41:13

Menopang Saya

Setelah saya tidak lagi ikut dalam perjalanan keluarga bersama orangtua, saya pun jarang berkunjung ke rumah kakek-nenek yang tinggal ratusan kilometer jauhnya. Karena itu di suatu waktu, saya memutuskan untuk terbang mengunjungi mereka di kota kecil Land O’Lakes, Wisconsin, sekaligus berlibur akhir pekan di sana. Ketika kami berkendara menuju ke bandara untuk mengantar saya pulang, nenek yang belum pernah naik pesawat terbang mulai mengutarakan kekhawatirannya, “Pesawat yang kamu tumpangi itu kecil sekali . . . Tak ada apa pun yang benar-benar menopangnya di atas sana, kan? . . . Aku pasti sangat ketakutan kalau terbang setinggi itu.”

Ketika akhirnya saya duduk di pesawat kecil itu, saya kembali merasakan ketakutan seperti saat pertama kalinya saya terbang. Apa yang sebenarnya menopang pesawat ini?

Rasa takut yang tidak beralasan, atau bahkan ketakutan yang wajar, tidak perlu menggentarkan kita. Daud pernah hidup sebagai seorang buronan, ketika ia takut kepada Raja Saul yang tak henti mengejarnya karena cemburu oleh ketenaran Daud di antara rakyatnya. Daud mendapatkan ketenangan dan penghiburan yang sejati hanya di dalam hubungannya dengan Allah. Di dalam Mazmur 34, ia menulis, “Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (ay.5).

Bapa kita di surga penuh dengan hikmat dan kasih sayang. Ketika hati kita mulai dikuasai ketakutan, kita perlu berhenti sejenak dan mengingat bahwa Dia adalah Allah kita dan Dia akan selalu menopang kita. —Cindy Hess Kasper

Bapa, terkadang ketakutanku menguasaiku. Namun aku tahu bahwa Engkau selalu menyertaiku. Kiranya kasih-Mu yang sempurna melenyapkan ketakutanku dan menenangkan hatiku yang cemas!

Saat meyakini bahwa Allah itu baik, kita dapat belajar untuk melepaskan ketakutan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 8-9; 2 Korintus 3

Usia Bukan Kendala

Selasa, 1 September 2015

Usia Bukan Kendala

Baca: 1 Korintus 12:12-26

12:12 Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.

12:13 Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.

12:14 Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.

12:15 Andaikata kaki berkata: “Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh”, jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh?

12:16 Dan andaikata telinga berkata: “Karena aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh”, jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh?

12:17 Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah pendengaran? Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman?

12:18 Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.

12:19 Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh?

12:20 Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh.

12:21 Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: “Aku tidak membutuhkan engkau.” Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: “Aku tidak membutuhkan engkau.”

12:22 Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan.

12:23 Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus. Dan terhadap anggota-anggota kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus.

12:24 Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus,

12:25 supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.

12:26 Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.

Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita. —1 Korintus 12:26

Usia Bukan Kendala

Setelah 50 tahun bekerja di lab gigi miliknya, Dave Bowman berencana untuk pensiun dan menikmati usia senjanya. Ia makin yakin akan keputusannya setelah didera penyakit diabetes dan menjalani operasi jantung. Namun, ketika mendengar tentang sekelompok pengungsi muda dari Sudan yang membutuhkan bantuan, ia pun mengambil keputusan yang mengubah hidupnya. Ia memutuskan untuk mensponsori lima orang di antara mereka.

Semakin mengenal para pemuda asal Sudan tersebut, ia mengetahui bahwa mereka tidak pernah berobat ke dokter umum atau dokter gigi sama sekali. Suatu hari di gereja seseorang menyebutkan ayat 1 Korintus 12:26, “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita”. Ayat itu melekat di benak Dave hingga ia tidak bisa melupakannya. Orang Kristen di Sudan menderita karena mereka tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, dan Dave merasa bahwa Allah mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Namun apa?

Meski telah berusia lanjut dan kondisi kesehatannya buruk, Dave mulai mencari cara untuk membangun sebuah pusat layanan kesehatan di Sudan. Sedikit demi sedikit, Allah memberikan sumber daya dan dana yang diperlukan, hingga pada tahun 2008 Memorial Christian Hospital (Rumah Sakit Kristen Memorial) pun resmi dibuka untuk umum. Sejak itu, ratusan orang yang sakit dan terluka telah dirawat dan diobati di sana.

Memorial Christian Hospital menjadi pengingat bahwa Allah memperhatikan orang yang menderita. Dan sering kali Dia bekerja melalui orang-orang seperti kita untuk membagikan kasih-Nya, bahkan ketika kita berpikir bahwa pekerjaan kita telah usai. — Julie Ackerman Link

Apakah kamu merasa bahwa Allah memanggilmu untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu? Berdoa dan mintalah kepada-Nya untuk menolongmu menjawab panggilan itu dan melangkah dalam iman.

Allah peduli pada penderitaan manusia.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 135-136; 1 Korintus 12

Persepsi Atau Realitas?

Selasa, 4 November 2014

KomikStrip-WarungSateKamu-20141104-Allah-Peduli

Baca: Markus 4:35-41

4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang."

4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.

4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"

4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"

4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"

Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa? —Markus 4:38

Persepsi Atau Realitas?

Kita sering mendengar pemeo, “Persepsi adalah realitas.” Bagi warga Amerika Serikat, pendapat itu mungkin terbukti pada 26 September 1960. Pada tanggal itu, berlangsung debat calon presiden yang untuk pertama kalinya ditayangkan di televisi. Di depan kamera, John Kennedy tampil dengan meyakinkan; sementara Richard Nixon terlihat gugup. Persepsi yang ditangkap pemirsa adalah bahwa John Kennedy akan menjadi pemimpin yang lebih tangguh. Debat tersebut tidak hanya mengubah hasil pemilihan, tetapi juga mengubah praktik politik di Amerika Serikat. Politik berdasarkan persepsi menjadi praktik yang umum.

Terkadang persepsi memang menjadi realitas, tetapi tidak selalu—apalagi persepsi kita tentang Allah. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya menyeberangi Danau Galilea dalam sebuah perahu nelayan yang kecil, badai tiba-tiba mengancam untuk menenggelamkan perahu tersebut. Melihat Yesus sedang tertidur, murid-murid yang dilanda kepanikan itu berusaha membangunkan-Nya, dan bertanya, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (Mrk. 4:38).

Pertanyaan mereka mirip dengan berbagai pertanyaan yang pernah saya ajukan. Adakalanya saya menganggap sikap diam Allah sebagai wujud ketidakpedulian-Nya. Namun sebenarnya, perhatian-Nya atas saya jauh melampaui apa yang dapat saya lihat atau ukur. Allah kita sungguh peduli atas segala sesuatu yang mengkhawatirkan kita. Dia mendorong kita untuk menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada- Nya, “sebab Ia yang memelihara [kita]” (1Ptr. 5:7). Itulah realitas yang sesungguhnya. —WEC

Ia mengawasi, Ia mengawasi,
Karena Ia yang rahmani.
Keadaan sukar, semua berubah,
Tuhan tetap mengawasi. —Graeff
(Puji-Pujian Kristen, No. 159)

Bahkan ketika kita tidak merasakan kehadiran Allah, kasih pemeliharaan-Nya terlihat nyata di sekitar kita.

Lepas Saja!

Minggu, 2 November 2014

Lepas Saja!

Baca: Mazmur 46

46:1 Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Alamot. Nyanyian.

46:2 Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.

46:3 Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;

46:4 sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Sela

46:5 Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai.

46:6 Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi.

46:7 Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur.

46:8 TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela

46:9 Pergilah, pandanglah pekerjaan TUHAN, yang mengadakan pemusnahan di bumi,

46:10 yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!

46:11 "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!"

46:12 TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! —Mazmur 46:11

Lepas Saja!

Saya ingat saya pernah mengikuti lomba makan apel ketika saya masih kecil. Permainan itu mengharuskan kedua tangan saya diikat di balik punggung. Apel yang tergantung pada seutas tali itu sangat sulit untuk saya gigit tanpa dibantu kedua tangan saya. Usaha itu membuat saya frustrasi. Perlombaan itu juga mengingatkan saya akan arti penting kedua tangan kita—kita makan dengan bantuan tangan, menyapa orang dengan tangan, dan menggunakan tangan untuk melakukan sebagian besar aktivitas penting dalam kehidupan kita sehari-hari.

Ketika membaca Mazmur 46:11, saya tertarik pada pernyataan Allah, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” Bahasa Ibrani untuk kata “diam” di ayat itu berarti “berhenti berjuang/berusaha”, atau dapat juga diartikan “menaruh tangan kita di kedua sisi tubuh kita”. Sekilas pernyataan itu terdengar seperti sebuah nasihat yang agak riskan, karena naluri awal kita saat menghadapi suatu masalah adalah untuk turun tangan dan berusaha mengendalikannya untuk keuntungan kita. Intinya Allah sedang berkata, “Lepaskan saja tanganmu! Biarkan Aku menangani masalahmu, dan yakinlah bahwa hasil akhirnya ada di tangan-Ku.”

Namun pada saat kita lepas tangan dan membiarkan Allah bekerja, kita bisa jadi merasa tidak berdaya. Kita tidak perlu merasa demikian, apabila kita mempercayai bahwa Allah sungguh merupakan “tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti” (ay.2) dan bahwa “TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub” (ay.8). Di tengah pergumulan berat, kita dapat bersandar pada tangan perlindungan Allah. —JMS

Tuhan, ampuni aku karena selalu ingin mengendalikan
hidupku sendiri. Ajarku untuk mempercayai pengaturan-Mu
yang bijaksana dan tepat waktu atas hidupku
dan untuk tidak ikut campur dalam karya-Mu. —NN.

Ketika kita menyerahkan masalah kita ke tangan Allah, Dia akan memberikan damai-Nya dalam hati kita.

Dia Menyebut Nama-Nama Semua Bintang

Kamis, 24 Juli 2014

Dia Menyebut Nama-Nama Semua Bintang

Baca: Mazmur 147:1-9

147:1 Haleluya! Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu.

147:2 TUHAN membangun Yerusalem, Ia mengumpulkan orang-orang Israel yang tercerai-berai;

147:3 Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;

147:4 Ia menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya.

147:5 Besarlah Tuhan kita dan berlimpah kekuatan, kebijaksanaan-Nya tak terhingga.

147:6 TUHAN menegakkan kembali orang-orang yang tertindas, tetapi merendahkan orang-orang fasik sampai ke bumi.

147:7 Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!

147:8 Dia, yang menutupi langit dengan awan-awan, yang menyediakan hujan bagi bumi, yang membuat gunung-gunung menumbuhkan rumput.

147:9 Dia, yang memberi makanan kepada hewan, kepada anak-anak burung gagak, yang memanggil-manggil.

Ia menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya. —Mazmur 147:4

Dia Menyebut Nama-Nama Semua Bintang

Pada suatu dataran tinggi di Gurun Pasir Atacama, Chili, terdapat suatu teleskop radio terbesar di dunia yang menunjukkan suatu pemandangan dari alam semesta yang belum pernah dilihat para astronom. Dalam suatu artikel terbitan kantor berita Associated Press, Luis Andres Henao menulis tentang para ilmuwan dari banyak negara yang datang untuk “mencari petunjuk-petunjuk tentang asal mula alam semesta—mulai dari abu dan gas yang paling dingin tempat galaksi-galaksi terbentuk dan bintang-bintang diciptakan sampai pada energi yang dihasilkan oleh peristiwa Big Bang.”

Alkitab pun merayakan kebesaran kuasa dan hikmat tak terselami dari Allah yang “menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya” (Mzm. 147:4). Namun Sang Pencipta alam semesta itu bukanlah sebuah kuasa yang jauh dan tak acuh, melainkan Bapa Surgawi Mahakasih yang “menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka” (ay.3). “TUHAN menegakkan kembali orang-orang yang tertindas” (ay.6) dan “senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya” (ay.11).

Allah begitu mengasihi kita sehingga “Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).

J. B. Phillips, seorang penulis berkebangsaan Inggris, menyebut bumi sebagai “planet yang dikunjungi”, tempat Sang Raja Kemuliaan terus berkarya menurut rencana-Nya.

Pengharapan kita untuk masa kini dan selamanya disandarkan pada belas kasihan dari Allah yang mengenal nama setiap bintang. —DCM

Allah yang ciptakan cakrawala,
Yang ciptakan lautan yang dalam,
Allah yang tempatkan bintang-bintang,
Juga Allah yang peduli padaku. —Berg

Allah, yang mengenal nama setiap bintang, juga mengenal nama kita satu per satu.