Posts

Karunia Kemurahan Hati

Hari ke-28 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:14-17

4:14 Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.

4:15 Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.

4:16 Karena di Tesalonikapun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku.

4:17 Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.

Bingkisan makanan yang keluarga kami terima 17 tahun lalu masih menjadi sesuatu yang begitu berkesan di rumah kami.

Saat itu, aku baru saja pulang setelah menjalani operasi tulang belakang di rumah sakit di Selandia Baru. Selama hampir seminggu, orang tuaku menghabiskan waktu mereka untuk menemaniku di rumah sakit. Ketika kami pulang, tak ada bahan makanan di rumah kami. Betapa terkejut dan senangnya kami ketika pendeta Daniel Yi dan keluarganya mengunjungi kami sambil membawa bingkisan makanan.

Keluargaku baru saja pindah ke Selandia Baru. Kami masih jemaat baru di gereja dan tidak punya banyak kenalan dekat. Ketika Pendeta Yi datang membawa bingkisan makanan, kami terharu. Ada seseorang di luar sana yang rela meluangkan waktu, tenaga, dan uangnya untuk memberikan berkat buat kami, meskipun sejatinya ia belum benar-benar mengenal kami. Peristiwa ini menunjukkan pada kami bagaimana rasanya menjadi tubuh Kristus—komunitas dari orang-orang percaya yang saling mendukung dan peduli. Kehadiran orang-orang seperti itu mendatangkan penghiburan besar buat kami di masa-masa sulit.

Rasa haru yang kami rasakan terhadap Pendeta Yi mungkin mirip dengan apa yang Paulus juga rasakan ketika ia menulis ungkapan terima kasihnya kepada jemaat di Filipi atas bantuan mereka di saat ia kesusahan (ayat 14).

Pada saat itu, Paulus melakukan pekerjaan yang sulit namun berguna untuk menyebarluaskan firman Allah. Akan tetapi, Paulus hanyalah manusia biasa. Paulus punya kebutuhan yang harus ia penuhi, seperti pakaian dan makanan. Ketika berita penderitaan Paulus tersebar, jemaat Filipi adalah satu-satunya jemaat yang mengirimkan bantuan kasih kepada Paulus. Aku yakin Paulus tentu merasa senang ketika mengetahui bahwa pekerjaan yang ia lakukan dalam hidup mereka tidaklah sia-sia—dan bahwa ada orang yang memedulikannya.

Tidak hanya satu kali, jemaat Filipi mengirimkan bantuan berulang kali. Alasannya sederhana: mereka telah menerima berkat dari pekerjaan Paulus dan ingin membantunya untuk menyebarkan Injil lebih lagi (Filipi 1:5).

Aku yakin, ini bukanlah hal mudah bagi jemaat Filipi. Mereka harus mengorbankan sesuatu untuk bisa menolong Paulus. Namun, teladan mereka, juga Pendeta Yi telah mengingatkanku bahwa pengorbanan yang berasal dari hati itu adalah salah satu cara untuk kita memperhatikan anggota tubuh Kristus yang lain (Filipi 2:3-4).

Selain terharu akan kebaikan jemaat Filipi, Paulus berharap agar mereka memperoleh hasil panen yang melimpah atas apa yang telah mereka perbuat. Paulus pun berdoa agar mereka “makin diperbesar keuntungannya” (ayat 17). Mungkin berkat atau keuntungan itu bukan berupa materi, namun Paulus ingin mereka tahu bahwa apapun yang mereka tabur di dunia ini merupakan suatu pekerjaan yang memiliki nilai di surga—dan mereka akan menerima hadiah surgawi kelak.

Aku pernah bergumul dalam mengelola keuanganku, namun kebaikan Pendeta Yi telah menginspirasiku untuk membagikan kasih kepada orang lain, meskipun aku merasa kurang. Ketika aku mendapatkan pekerjaan paruh waktu, aku menyisihkan sedikit gajiku untuk membeli hadiah Natal kepada organisasi Bala Keselamatan. Sampai sekarang aku masih rutin melakukannya.

Mungkin apa yang kulakukan bukanlah hal besar, tapi aku berharap usaha untuk memberi berkat buat orang lain ini dapat menolong meringankan beban mereka.—Michele Ong, Selandia Baru

Handlettering oleh Ferren Manuela

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikirkan suatu waktu ketika kamu terberkati karena seseorang. Tulislah surat, email, atau chat mereka sebagai bentuk terima kasihmu akan berkat yang mereka berikan!

2. Apakah ada seseorang di sekitarmu yang membutuhkan bantuan dan dapat kamu bantu, entah itu secara finansial atau lainnya?

3. Bagaimana fakta bahwa kita akan mendapat hadiah surgawi atas kebaikan yang kita lakukan memotivasimu untuk menjadi berkat bagi orang lain?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Michele Ong, Selandia Baru | Michele pernah bercita-cita jadi perenang handal. Michele senang mendengar cerita-cerita tentang kehidupan yang Tuhan ubahkan ketika seseorang berada di titik nadir.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Kemurahan Hati

Oleh: Joshua J.Sengge

kemurahan-hati

Suatu kali di kantor, seorang pemuda mengeluh kepada saya, ”Mengapa ya, orang non-Kristen itu lebih baik daripada orang-orang Kristen?” Keluhannya dilandasi alasan spesifik yang tidak akan saya ceritakan di sini. Namun, jujur saja saya cukup kaget mendengar kesimpulannya tentang orang-orang Kristen. Jangan-jangan ini mewakili apa yang dirasakan banyak orang tentang para pengikut Kristus pada zaman ini. Eksklusif. Egois. Tidak peduli dengan sesama.

Orang-orang yang hidup di abad pertama memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang para pengikut Kristus. Catatan Kisah Para Rasul 2:41-47 memberitahu kita bahwa para murid Kristus ini “disukai semua orang” (ayat 47). Bahkan, tiap-tiap hari ada saja orang yang memutuskan untuk ikut bergabung dengan mereka, yang berarti juga ikut mempraktikkan cara hidup mereka. Seperti apakah cara hidup jemaat mula-mula yang begitu menarik hati orang-orang di sekitar jemaat?

Mereka bukan hanya orang-orang yang rajin belajar Firman Tuhan dari para rasul (ayat 42). Mereka juga adalah orang-orang yang menunjukkan perhatian dan kasih satu sama lain. Mereka selalu berkumpul untuk berdoa, memuji Tuhan, juga mengadakan perjamuan makan di rumah jemaat secara bergilir (ayat 42, 46). Mereka peka terhadap orang-orang yang berkekurangan, bahkan tak segan menjual harta milik mereka untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan (ayat 44-45). Bisa dikatakan jemaat mula-mula ini adalah komunitas yang dikenal bukan hanya sebagai kelompok religius, tetapi juga kelompok yang sangat murah hati. Kualitas kerohanian mereka bisa dirasakan oleh semua orang di sekitar mereka, menarik orang untuk ingin mengenal juga Tuhan yang membentuk karakter mereka demikian indah (ayat 47).

Hari ini, saya yakin banyak orang Kristen yang tak kalah rajin bersekutu, berdoa, dan belajar Firman Tuhan. Namun, berapa banyak yang masih menunjukkan kemurahan hati? Mungkin pemuda di kantor saya itu benar. Kita yang mengaku pengikut Kristus hanya pandai berbicara mengenai Allah, tetapi tidak menunjukkan tindakan yang sesuai dengan apa yang kita bicarakan. Mengaku mengasihi Allah, namun tidak mengasihi sesama yang ditempatkan Allah di sekitar kita. Pengetahuan kita tentang kehendak Allah hanya berhenti di kepala, tidak mewarnai keseluruhan cara hidup kita. Padahal, bukankah seharusnya pengenalan yang makin dalam akan Allah akan terlihat melalui cara kita memperlakukan sesama?

Mari memeriksa diri dengan jujur. Sudahkah selama ini kita sungguh bertekun belajar Firman Tuhan? Jika sudah, seberapa banyak cara hidup kita mencerminkan apa yang kita pelajari itu? Bagaimana selama ini kita menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang di sekitar kita?