Posts

Reuni Terakbar

Sabtu, 27 September 2014

Reuni Terakbar

Baca: 1 Tesalonika 4:13-18

4:13 Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.

4:14 Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.

4:15 Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal.

4:16 Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit;

4:17 sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.

4:18 Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini.

Kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. —1 Tesalonika 4:17

Reuni Terakbar

Saya tidak akan pernah melupakan masa-masa ketika duduk berjaga di sisi tempat tidur ayah saya pada hari-hari terakhirnya bersama kami di dunia. Sampai saat ini, peristiwa kepulangannya tersebut masih terus memberikan pengaruh yang sangat besar bagi saya. Ayah adalah orang yang selalu siap menolong saya. Saya dapat meneleponnya kapan pun saya memerlukan nasihat. Saya menyimpan banyak kenangan indah dari pengalaman kami memancing bersama; kami suka berbincang tentang Allah dan Alkitab, dan saya juga sering meminta Ayah menceritakan hal-hal menarik dari masa mudanya ketika ia hidup di tengah lingkungan peternakan.

Namun saat Ayah menghembuskan napas terakhirnya, saya pun tersadar akan kematian sebagai akhir yang tidak dapat diubah. Ia telah pergi meninggalkan dunia ini. Dan hati saya pun terasa begitu hampa.

Namun demikian, bahkan di tengah-tengah rasa kehilangan dan dukacita yang mendalam, firman Allah memberikan dorongan kekuatan bagi sebuah hati yang hampa. Rasul Paulus mengajarkan kepada kita bahwa pada saat kedatangan Tuhan Yesus, orang-orang yang telah mendahului kita akan dibangkitkan terlebih dahulu dan kita “akan diangkat bersama-sama dengan mereka . . . . Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1Tes. 4:17). Itulah reuni yang sangat saya nanti-nantikan! Tidak hanya untuk dipertemukan kembali dengan Ayah, tetapi juga hidup bersama Yesus untuk selamanya.

C. S. Lewis berkata, “Orang Kristen takkan pernah mengucapkan selamat tinggal.” Saya tidak sabar menantikan reuni terakbar itu! —JMS

Tuhan, di tengah-tengah kesedihan dan rasa kehilangan kami,
ingatkan kami tentang reuni kekal nan agung yang menanti kami.
Hiburkanlah kami di tengah dukacita dan penuhi hati kami dengan
sukacita sembari kami menantikan hari kedatangan-Mu kembali!

Hai maut, di manakah sengatmu? —1 Korintus 15:55

Tak Ada yang Bisa Hidup Tanpa Allah!

Seri Kesaksian Atlet

Isaac Diaz

Sepakbola telah menjadi bagian dari hidup Isaac Diaz, sejak ia masih bayi dengan sebuah bola sepak di atas ranjangnya hingga pengalamannya bermain sebagai pemain profesional di tengah stadion yang gegap gempita. Ia mencapai banyak kesuksesan meskipun ia berasal dari suatu kota kecil.

“Ketika aku lahir, di ranjang bayiku ada sebuah bola sepak… dan aku bermain sepakbola terus sejak saat itu,” kata Diaz. “Kota kelahiranku, Fresia, adalah kota kecil, tetapi ada sebuah akademi sepakbola bagi kaum muda di sana. Selain bermain di tingkat lokal, ayahku membawaku ke berbagai pelosok negeri untuk membuatku menikmati pengalaman dari beragam turnamen dan kompetisi lainnya. Aku sangat beruntung bisa naik ke tingkat profesional dan bermain di tengah stadion-stadion yang penuh dengan penonton. Sungguh luar biasa rasanya.” Diaz bermain bagi klub divisi satu Universidad de Chile dan dua kali berhasil membawa timnya masuk dalam Copa Libertadores.

Namun suatu pengalaman tragedi menimpanya, dan dengan kematian saudara laki-lakinya, iman yang sangat berarti dan dihayati oleh orangtuanya tidak lagi menjadi bagian penting dari hidup Diaz. Setelah beberapa waktu lamanya ia merenungi pengalaman itu, dan setelah Allah menyatakan diri-Nya kepada Diaz, ia pun kembali meyakini imannya dan menyerahkan hidupnya bagi Kristus.

“Keluargaku selalu beribadah di gereja, tetapi jujur saja, aku ikut dengan mereka karena aku diharuskan oleh orangtuaku,” kata Diaz. “Aku masih ingat betul ketika kami duduk di bangku gereja. Dengan kematian kakakku, akhirnya aku menyadari siapa Allah bagiku—dan apa artinya Dia di dalam hidupku. Aku percaya 100 persen tidak ada orang yang dapat hidup tanpa Allah!”

Sekalipun iman Diaz menolongnya untuk bertahan dari hari ke hari, ia memahami bahwa ia tidaklah kebal terhadap kesulitan hidup. Imannya tidak mencegah kejadian buruk terjadi dalam hidupnya, tetapi iman itu sanggup menolongnya mengatasi masa-masa sulit yang akan terjadi sewaktu-waktu.

“Aku telah menyadari bahwa Allah sering melakukan hal-hal yang mustahil. Aku hanya perlu percaya kepada-Nya dan pada firman-Nya,” kata Diaz.

Diaz kemudian membagikan salah satu pelajaran berharga yang ia dapatkan dari firman Tuhan: “Raja Salomo adalah orang yang sangat bijaksana. Ketika ia menjadi raja di usia muda, Tuhan menampakkan diri kepada-Nya dan berkata, ‘Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu’ (1 Raja-Raja 3:5). Dari semua hal yang dapat dikehendaki oleh Salomo, ia meminta ‘hati yang faham menimbang perkara’. Ia tahu bahwa mengandalkan Allah untuk menuntun langkahnya adalah kunci dari hidup yang berhasil. Dari Amsal 3:5-6, Salomo menuliskan pengalaman pribadinya, ‘Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.’ Kiranya engkau juga akan percaya kepada Allah dan mengenal Dia dengan sepenuh hatimu.”

Sumber: Sports Spectrum

 

🙂 Untuk direnungkan

1. Mana yang selama ini lebih membuatmu makin bergantung pada Allah: hidup yang lancar atau pengalaman hidup yang sulit?

2. Menurutmu, mungkinkah ada orang yang bisa hidup tanpa Allah? Mengapa?

Soraklah Haleluya!

Rabu, 23 April 2014

Soraklah Haleluya!

Baca: 1 Korintus 15:50-58

15:50 Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.

15:51 Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah,

15:52 dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.

15:53 Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati.

15:54 Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan.

15:55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?”

15:56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.

15:57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

15:58 Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Hai maut, di manakah sengatmu? —1 Korintus 15:55

Soraklah Haleluya!

Beberapa hari lalu, di arena olahraga dalam kompleks kami, saya memperhatikan sahabat karib saya, Bob, sedang mengayuh sepeda dengan bersemangat sambil terus menatap alat monitor tekanan darah yang dipasang pada jarinya.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku.

“Memperhatikan apakah aku masih hidup,” gerutunya.

“Lalu apa yang akan kaulakukan jika kau melihat dirimu ternyata meninggal?” balasku.

“Bersorak haleluya!” jawabnya dengan tersenyum lebar.

Selama bertahun-tahun saya telah menyaksikan kekuatan batin yang dahsyat dalam diri Bob: suatu ketahanan yang penuh kesabaran di saat menghadapi ketidaknyamanan dan kemunduran fisik, serta iman dan pengharapan yang bertumbuh menjelang masa senja hidupnya. Jelaslah bahwa ia telah menemukan bukan saja pengharapan, tetapi maut juga telah kehilangan daya untuk menakut-nakutinya.

Siapakah yang dapat menemukan kedamaian dan pengharapan— dan bahkan sukacita—menjelang kematiannya? Hanya mereka yang dipersatukan dengan Allah pemilik kekekalan oleh iman dan yang mengetahui bahwa mereka memiliki kehidupan kekal (1Kor. 15:52,54). Bagi mereka yang memiliki jaminan itu, seperti teman saya Bob, maut telah kehilangan sengatnya. Mereka dapat berbicara dengan sukacita luar biasa tentang kepastian akan bertatap muka dengan Kristus!

Mengapa harus takut pada kematian? Mengapa tidak bersukacita saja? Hal itu akan seperti yang ditulis oleh penyair John Donne (1572-1631), “Menutup mata sesaat, lalu terbangun dalam kekekalan.” —DHR

Di balik malam terbitlah fajar,
Bersama Yesus kita senang.
Jerih dunia telah berakhir
Di balik malam sorga terang. —Brock
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 284)

Bagi orang Kristen, kematian adalah bayangan terakhir dari kegelapan duniawi sebelum terbitnya fajar surgawi.

Berharga Di Mata Allah

Kamis, 30 Januari 2014

Berharga Di Mata Allah

Baca: Mazmur 116

116:1 Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku.

116:2 Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.

116:3 Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan.

116:4 Tetapi aku menyerukan nama TUHAN: “Ya TUHAN, luputkanlah kiranya aku!”

116:5 TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang.

116:6 TUHAN memelihara orang-orang sederhana; aku sudah lemah, tetapi diselamatkan-Nya aku.

116:7 Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu.

116:8 Ya, Engkau telah meluputkan aku dari pada maut, dan mataku dari pada air mata, dan kakiku dari pada tersandung.

116:9 Aku boleh berjalan di hadapan TUHAN, di negeri orang-orang hidup.

116:10 Aku percaya, sekalipun aku berkata: “Aku ini sangat tertindas.”

116:11 Aku ini berkata dalam kebingunganku: “Semua manusia pembohong.”

116:12 Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?

116:13 Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN,

116:14 akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya.

116:15 Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.

116:16 Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku!

116:17 Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN,

116:18 akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya,

116:19 di pelataran rumah TUHAN, di tengah-tengahmu, ya Yerusalem! Haleluya!

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. —Mazmur 116:15

Berharga Di Mata Allah

Sebagai tanggapan terhadap kabar telah berpulangnya seorang teman dekat kami, seorang saudara seiman yang bijak mengirimkan kepada saya kata-kata berikut, “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (Mzm. 116:15). Iman teman kami yang menyala-nyala kepada Yesus Kristus menjadi karakteristik dominan yang menandai hidupnya. Oleh karena itu, kami yakin ia sudah pulang ke rumah Bapa di surga, dan keluarganya pun memiliki keyakinan yang sama. Hanya saja, saya masih begitu terfokus dengan dukacita yang mereka alami. Memang selayaknya kita menunjukkan kepedulian kepada orang lain yang berduka dan mengalami kehilangan.

Namun ayat dari Mazmur tadi membuat saya berpikir tentang cara pandang Tuhan terhadap kematian sahabat kami ini. Sesuatu yang “berharga” pastilah bernilai tinggi. Meskipun demikian, ada makna yang lebih besar di sini. Ada sesuatu dalam kematian orang yang dikasihi Tuhan yang melampaui rasa dukacita kita atas kepergian mereka.

Satu terjemahan Alkitab memberi penjelasan, “Berharga (penting dan bukan hal sepele) di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya (umat-Nya).” Versi lain mengatakan, “Orang-orang yang dikasihi Tuhan begitu berharga bagi-Nya dan Dia tidak membiarkan mereka mati begitu saja.” Allah tak menganggap enteng kematian. Yang ajaib dari anugerah dan kuasa-Nya adalah sebagai orang percaya, hilangnya nyawa di bumi juga akan membawa manfaat besar.

Saat ini kita hanya mengetahui gambarannya secara sekilas. Suatu hari nanti, kita akan memahami semuanya dalam terang-Nya yang sempurna. —DCM

Jadi saat napas terakhirku
Mengoyak tabir kehidupan
Dengan kematian aku lolos dari maut
Dan memperoleh hidup kekal. —Montgomery

Iman membangun suatu jembatan yang cukup untuk menyeberangi teluk kematian.

Kawan Seperjalanan

Selasa, 19 November 2013

Kawan Seperjalanan

Baca: Mazmur 39

Sebab aku menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku. —Mazmur 39:13

Baru-baru ini saya mencari tahu kabar tentang teman-teman seangkatan dari seminari tempat saya belajar dahulu. Saya mendapati banyak kawan saya yang telah meninggal dunia, dan ini mengingatkan saya akan singkatnya hidup. Masa hidup manusia mencapai 70 tahun, bisa kurang atau lebih, setelah itu kita pun lenyap (Mzm. 90:10). Pemazmur asal Israel itu memang benar: Kita tak lain adalah orang yang menumpang dan pendatang di bumi (39:13).

Singkatnya hidup membuat kita berpikir tentang “akhir hidup” kita—batas umur kita dan betapa fananya hari-hari itu (ay.5), suatu perasaan yang tumbuh semakin jelas ketika kita semakin mendekati akhir hidup kita. Dunia ini bukanlah rumah kita; kita hanya menumpang dan menjadi pendatang.

Namun kita tidak sendirian dalam perjalanan ini. Kita adalah orang asing dan pendatang bersama Allah (39:13), dan pemikiran inilah yang membuat perjalanan hidup kita terasa lebih ringan, lebih melegakan, dan lebih menenangkan hati. Kita melintasi dunia ini dan menuju ke alam baka yang akan datang bersama Bapa penuh kasih sebagai teman seperjalanan dan penuntun yang selalu menyertai kita. Kita hanyalah orang asing di dunia ini, tetapi kita tak pernah sendirian dalam perjalanan ini (73:23-24). Kita memiliki satu Pribadi yang bersabda, “Aku menyertai kamu senantiasa” (Mat. 28:20).

Mungkin kita pernah kehilangan ayah, ibu, pasangan serta teman-teman kita, tetapi kita senantiasa tahu bahwa Allah terus berjalan menyertai kita. Satu pepatah lama menyatakannya demikian: “Teman seperjalanan yang baik akan membuat perjalanan kita terasa lebih ringan.” —DHR

Waktuku ada di tangan Bapaku;
Adakah yang kuragukan lagi?
Dia yang merancang jalannya
Menuntunku sampai akhirnya. —Fraser

Di tengah pergulatan Anda dalam hidup ini, biarlah Yesus mengangkat beban berat Anda.

Sebuah Akhir?

Jumat, 18 Oktober 2013

Sebuah Akhir?

Baca: 1 Korintus 15:50-58

Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. —1 Korintus 15:57

Segala sesuatu di dunia ini pasti akan berakhir, dan kenyataan itu terkadang membuat ciut hati. Perasaan seperti itu Anda rasakan ketika Anda sedang membaca sebuah buku yang begitu bagus sehingga Anda tidak ingin buku tersebut tamat. Atau ketika Anda menonton sebuah film dan Anda berharap filmnya bisa berlanjut sedikit lebih panjang lagi.

Namun segala hal—baik atau buruk—pasti akan mencapai “akhir”. Bahkan, kehidupan juga pasti berakhir—terkadang lebih cepat dari yang kita harapkan. Setiap dari kita yang pernah berdiri di sisi peti mati dari seseorang yang kita sayangi pastilah mengetahui betapa pedihnya perasaan hampa dalam hati yang berharap seandainya hidup kekasih kita itu belum berakhir.

Syukurlah, Yesus melangkah ke tengah kancah kekecewaan yang timbul atas kematian, dan melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia memberi kita pengharapan. Di dalam Dia, “akhir” adalah sebuah awal menuju kekekalan yang bebas dari kematian, dan kata-kata seperti “segalanya sudah berakhir” pun diganti dengan ungkapan penuh sukacita dari “sampai selama-selamanya”. Karena tubuh kita tidak abadi, Paulus meyakinkan kita bahwa “kita semuanya akan diubah” (1Kor. 15:51) dan mengingatkan kita bahwa karena Kristus telah menaklukkan kematian, kita dapat dengan penuh keyakinan berkata, “Hai maut di manakah kemenanganmu?” (ay.55).

Jadi janganlah hati Anda gelisah. Kesedihan kita memang nyata, tetapi hati kita dapat dipenuhi dengan rasa syukur, karena Allah “telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (ay.57). —JMS

Tuhan, jaga mata dan hati kami agar tidak terpaku pada sukacita
atau kekecewaan yang sifatnya sementara, melainkan kepada
keabadian yang penuh kemenangan. Terima kasih atas kematian dan
kebangkitan-Mu yang menjamin masa depan kami selamanya.

Dalam Kristus, akhir hidup menjadi permulaan baru.

Bisa Anda Kalahkan!

Sabtu, 30 Maret 2013

Bisa Anda Kalahkan!

Baca: Matius 28:1-10

“Hai maut, di manakah sengatmu?” —1 Korintus 15:55

Saya tertarik mendengar iklan radio tentang suatu seminar yang akan datang. Si penyiar mengatakan, “Anda bisa mengalahkan kematian (death)—untuk selamanya! Hadiri seminar saya dan saya akan tunjukkan caranya.” Sejenak saya bertanya-tanya apa yang akan diungkapkan oleh pembicara yang dapat mengalahkan kematian dan saran apa yang mungkin diberikannya. Mungkinkah hal itu berkaitan dengan diet, olahraga atau membekukan tubuh kita? Setelah mendengarkan lebih lama, saya baru menyadari bahwa yang sebenarnya ia katakan adalah, “Anda bisa mengalahkan utang (debt)—untuk selamanya.”

Kabar yang paling membahagiakan adalah bahwa kita memang dapat mengalahkan kematian karena Yesus telah menebus utang kita! (1Kor. 15:55-57). Utang dosa manusia berarti kita terpisah dari Allah, tetapi Yesus dengan rela menyerahkan nyawa dan disalibkan untuk menebus utang kita. Ketika Maria Magdalena dan seorang Maria yang lain pergi ke kuburan pada hari ketiga untuk mengurapi tubuh-Nya, seorang malaikat berkata: “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya” (Mat. 28:6). Dengan sukacita yang besar, mereka berlari untuk meneruskan kabar itu kepada murid-murid-Nya. Di tengah perjalanan, Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata, “Salam bagimu!” (ay.9). Yesus telah bangkit, dan para pengikut-Nya memang pantas untuk bersukacita.

Yesus telah menghapuskan sengat maut (1Kor. 15:55). Sekarang kita juga punya kemenangan dengan jalan percaya pada kematian Sang Anak Allah dan kebangkitan-Nya bagi kita. Melalui karya Yesus yang sempurna, kita bisa mengalahkan kematian—untuk selamanya! —AMC

Tuhanku, terima kasih Engkau mengorbankan nyawa-Mu bagi dosa
kami sehingga kami boleh hidup. Kami berterima kasih karena
kematian dan kebangkitan-Mu memberi kami kepastian bahwa kelak
kami akan bersama-Mu di tempat yang tak mengenal kematian.

Kita memiliki utang yang tak dapat kita tebus; Yesus menebus utang yang tidak dimiliki-Nya.

Kakek Menyelinap Keluar

Rabu, 27 Februari 2013

Kakek Menyelinap Keluar

Baca: Mazmur 16

Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram. —Mazmur 16:9

Sepupu saya, Ken, berjuang melawan kanker dengan penuh semangat selama 4 tahun. Di hari-hari terakhirnya, istri, ketiga anaknya, dan beberapa orang cucunya berkumpul bersama, meluangkan waktu dan mengucapkan pesan-pesan terakhir untuk melepasnya. Pada satu waktu ketika semua orang sedang keluar sejenak dari kamar perawatan, Ken pun menghembuskan napas terakhirnya. Setelah keluarga menyadari bahwa Ken telah pergi, dengan manis salah seorang cucu perempuannya yang masih kecil berkata, “Tadi Kakek menyelinap keluar.” Pada satu detik, Tuhan ada bersama dengan Ken di bumi ini; pada detik berikutnya, roh Ken sudah bersama Tuhan di surga.

Mazmur 16 merupakan mazmur favorit Ken yang ia minta untuk dibacakan pada pemakamannya. Ia setuju dengan pemazmur Daud yang mengatakan bahwa tidak ada harta yang lebih berharga daripada hubungan pribadi seseorang dengan Allah (ay.2,5). Dengan Tuhan sebagai tempat perlindungannya, Daud juga tahu bahwa kematian tidak akan merampas kehidupan dari orang percaya. Ia berkata, “Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati” (ay.10). Ken dan siapa pun yang mengenal Yesus sebagai Juruselamat tidak akan ditinggalkan dalam kematian.

Karena kematian dan kebangkitan Yesus, kita juga akan bangkit suatu hari nanti (Kis. 2:25-28; 1 Kor. 15:20-22). Dan kita akan mengalami bahwa “di tangan kanan [Allah] ada nikmat senantiasa” (Mzm. 16:11). —AMC

“Di dalam Dia yang dikasihi-Nya” aku diterima,
Bangkit, naik, dan duduk di tempat maha tinggi;
Bebas dari dosa lewat anugerah-Nya mulia,
Aku diberi satu tempat di surga. —Martin

Allah adalah harta kita sekarang, dan bersama-Nya di surga akan ada nikmat untuk selamanya.

Misteri Kebenaran

Jumat, 8 Februari 2013

Misteri Kebenaran

Baca: Yohanes 17:20-26

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. —Mazmur 116:15

Terkadang ketika Allah yang tidak terbatas menyampaikan isi pikiran-Nya kepada manusia yang terbatas, hasilnya adalah sebuah misteri. Contohnya terlihat pada salah satu ayat terkemuka dalam kitab Mazmur yang cenderung lebih menimbulkan pertanyaan dibandingkan jawaban: “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (116:15).

Saya sulit menerimanya dan tidak mengerti bagaimana hal itu dapat terjadi. Saya memandang segala sesuatu dengan mata duniawi, dan saya merasa sulit untuk melihat apa yang “berharga” dari peristiwa meninggalnya putri kami akibat kecelakaan mobil di usianya yang ke-17—atau ketika siapa pun di antara kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi.

Namun kita mulai menguak misteri itu ketika memahami bahwa apa yang berharga di mata Tuhan tidaklah terbatas pada berkat-berkat duniawi. Ayat ini mengungkapkan cara pandang surgawi. Misalnya, saya memahami melalui Mazmur 139:16 bahwa kehadiran Melissa di surga telah dinantikan oleh Allah. Allah telah menanti kedatangan Melissa di surga, dan ini merupakan suatu hal yang berharga di mata Allah. Pikirkan juga tentang hal ini: Bayangkan sukacita Bapa ketika Dia menyambut anak-anak-Nya pulang dan melihat sukacita mereka yang terbesar ketika mereka akhirnya bertatap muka dengan Anak-Nya (lihat Yoh. 17:24).

Ketika kematian dialami para pengikut Kristus, Allah membuka tangan-Nya untuk menyambut mereka ke dalam hadirat-Nya. Bahkan di tengah lembah air mata, kita dapat melihat betapa berharganya hal itu di mata Allah. —JDB

Tuhan, ketika dukacita mencengkeram hati kami pada saat kami
memikirkan kematian kekasih kami, ingatkan kami akan sukacita
yang Kau rasakan ketika kekasih kami itu menikmati sukacita surga.
Kiranya hal itu memberi kami pengharapan dan penghiburan.

Terbenamnya matahari di suatu tempat berarti terbitnya matahari di tempat lain.