Posts

Memaknai Sengsara Kristus

Ilustrasi oleh: Betsymorla Arifin (@betsymorla)

MINGGU PALEM

“Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!” (Markus 11:9-10).

Warga Yerusalem begitu antusias menyambut Yesus yang masuk ke kota sambil menunggangi keledai. Mereka menyebarkan ranting-ranting hijau bahkan menghamparkan pakaiannya sebagai jalan buat Yesus.

Minggu palem yang kita rayakan hari ini menjadi sebuah pengingat akan minggu sengsara yang akan dilalui Yesus dalam perjalanan-Nya menuju Golgota. Kiranya hari ini kita tak hanya mengingat, melainkan membuka hati kita untuk menyambut Sang Raja yang bersedia menanggung derita agar kita beroleh pengampunan dan penebusan.

KAMIS PUTIH

Di malam sebelum Yesus ditangkap, Ia duduk bersama para murid-Nya untuk memecahkan roti, menuangkan anggur, dan bahkan membasuh kaki murid-murid-Nya (Lukas 22:19-20, Yohanes 13).

Yesus, yang adalah Raja, yang disambut secara luar biasa saat Dia memasuki Yerusalem, kini merendahkan diri-Nya untuk membasuh kaki para murid. Yesus hendak memberi kita teladan bahwa pemimpin yang sejati bukanlah pihak yang dilayani, melainkan yang melayani.

Yesus telah melayani kita terlebih dahulu, siapkah kita untuk melayani-Nya dengan melayani sesama kita?

JUMAT AGUNG

Yesus tiba di Taman Getsemani dan Dia meminta agar murid-murid-Nya berjaga-jaga sementara Dia berdoa. Yesus takut akan penderitaan yang akan Dia lalui, namun Dia memilih taat kepada Bapa (Matius 26:36-46). Para prajurit pun menangkap Yesus dan menggiring-Nya ke pengadilan. Yesus sendirian, murid-murid-Nya tak lagi bersama-Nya. Bahkan, Petrus, murid yang paling berani pun menyangkal-Nya.

Hari ini bukanlah sekadar hari yang biasa berlalu, sebuah sejarah besar yang mengubah kehidupan terjadi. Ketika Yesus mati, Dia telah menuntaskan janji penebusan-Nya. Kematian-Nya memberi jalan pendamaian bagi kita.

Sebagaimana Kristus yang telah mati di atas kayu salib, sudahkah kita juga menyalibkan dosa-dosa dan keinginan daging kita?

SABTU SUNYI

Yesus dibaringkan di dalam kubur yang dijaga oleh prajurit. Murid-murid-Nya berkumpul di tempat yang tersembunyi, mereka didera ketakutan karena Yesus telah mati. Meski begitu, Yesus akan membuktikan bahwa janji-Nya adalah benar, Dia akan bangkit pada hari yang ketiga dan mengalahkan maut (Lukas 24:46).

Dalam kehidupan kita, mungkin ada kalanya kita merasa takut seperti murid-murid. Pun Tuhan terasa seperti diam. Namun, sejatinya Tuhan tidak pernah berdiam diri. Tuhan selalu berkarya bahkan di saat-saat kita seolah tidak merasakan kehadiran-Nya sekalipun.

MINGGU PASKAH

Hari ini, Yesus membuktikan janji-Nya. Yesus bangkit dari kematian dan mengalahkan maut. Haleluya!

Kebangkitan inilah yang menjadi tonggak iman kita. Maut tak lagi berkuasa atas kita, kita telah ditebus-Nya dari dosa, dan kini kita dapat mengisi kehidupan dengan sukacita penuh bahwa Yesus telah memberi kita keselamatan dan hidup yang kekal. Tugas kita adalah bertekun dalam iman hingga waktu kedatangan Yesus yang kedua tiba.

Takkan Dicengkeram

Rabu, 24 Oktober 2018

Takkan Dicengkeram

Baca: Kisah Para Rasul 2:22-36

2:22 Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.

2:23 Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.

2:24 Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu.

2:25 Sebab Daud berkata tentang Dia: Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.

2:26 Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram,

2:27 sebab Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.

2:28 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan sukacita di hadapan-Mu.

2:29 Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini.

2:30 Tetapi ia adalah seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri di atas takhtanya.

2:31 Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan.

2:32 Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.

2:33 Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini.

2:34 Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku:

2:35 Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.

2:36 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.”

Karena tidak mungkin [Yesus] tetap berada dalam kuasa maut itu. —Kisah Para Rasul 2:24

Takkan Dicengkeram

Ketika berenang bersama teman-teman di Teluk Mexico, Caitlyn bertemu seekor hiu yang kemudian mencaplok kedua kakinya dan menarik tubuhnya. Caitlyn melawan dengan meninju hidung hiu tersebut. Ikan pemangsa itu pun melepaskan gigitannya dan akhirnya berenang menjauh. Ikan hiu itu tidak mampu untuk terus menahan Caitlyn dalam cengkeramannya, meskipun gigitan itu menimbulkan banyak luka dan membuat Caitlyn harus dirawat dengan lebih dari seratus jahitan.

Cerita itu mengingatkan saya pada fakta bahwa Yesus telah mengalahkan maut dengan telak dan menghabisi kuasanya yang mengintimidasi dan mengalahkan pengikut-pengikut-Nya. Petrus berkata, “Karena tidak mungkin [Yesus] tetap berada dalam kuasa maut itu” (Kis. 2:24).

Petrus menyampaikan kata-kata tersebut kepada orang banyak di Yerusalem. Mungkin banyak di antara mereka adalah orang yang sama yang pernah berteriak, “Salibkan Dia!” untuk mendakwa Yesus (Mat. 27:22). Akibatnya, para tentara Romawi memakukan Yesus pada kayu salib dan menggantung-Nya di sana sampai mereka yakin bahwa Dia sudah mati. Tubuh Yesus lalu dibawa ke makam tempat Dia dikuburkan selama tiga hari sampai Allah membangkitkan-Nya. Setelah kebangkitan Yesus, Petrus dan murid-murid lainnya berbincang dan makan bersama-Nya, dan setelah empat puluh hari, mereka melihat-Nya naik ke surga (Kis. 1:9).

Kehidupan Yesus di bumi berakhir dengan penderitaan fisik dan siksaan batin, tetapi akhirnya kuasa Allah menaklukkan maut. Karena itu, maut—atau pergumulan apa pun—tak mampu mencengkeram kita selamanya. Suatu hari nanti, semua orang percaya akan mengalami kehidupan kekal yang utuh di dalam hadirat-Nya. Perhatian yang kita pusatkan pada masa depan itulah yang akan menolong kita mengalami kemerdekaan pada masa kini. —Jennifer Benson Schuldt

Ya Tuhan Yesus, kemenangan-Mu atas kematian memberiku pengharapan! Aku memuji-Mu karena Engkau mati dan bangkit supaya aku beroleh hidup kekal.

Cengkeraman maut tidak akan sanggup mengalahkan kuasa Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 3-5; 1 Timotius 4

Duri yang Menusuk

Kamis, 18 Oktober 2018

Duri yang Menusuk

Baca: Yesaya 53:1-6

53:1 Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?

53:2 Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.

53:3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

53:4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.

53:5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

53:6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, . . . dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. —Yesaya 53:5

Duri yang Menusuk

Sebuah duri menusuk jari telunjuk saya dan membuatnya berdarah. Saya berteriak dan mengaduh, lalu menarik tangan saya dengan cepat. Namun, hal itu tidak seharusnya mengejutkan saya karena saya sedang memangkas semak berduri tanpa memakai sarung tangan.

Rasa sakit yang menjalar di jari saya—dan darah yang menetes—menandakan bahwa saya harus segera mencari pertolongan pertama. Sambil mencari perban, saya tiba-tiba teringat tentang Tuhan Yesus, Juruselamat saya. Para prajurit memaksa Yesus mengenakan mahkota duri di atas kepala-Nya (Yoh. 19:1-3). Jika satu duri saja sudah begitu menyakitkan seperti ini, entah sehebat apa penderitaan yang ditimbulkan oleh mahkota yang penuh duri itu? Itu pun hanya sebagian kecil dari penderitaan fisik yang dialami-Nya. Cambuk mencabik punggung-Nya. Paku menembus pergelangan tangan dan kaki-Nya. Tombak menusuk lambung-Nya.

Selain itu, Yesus juga menanggung penderitaan rohani. Yesaya 53:5 berkata, “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya.” Kata “keselamatan” yang disebutkan oleh Yesaya itu berbicara tentang pengampunan. Yesus memberi diri-Nya ditikam—dengan tombak, paku, dan mahkota duri—demi mendamaikan kita kepada Allah. Pengorbanan-Nya, yakni kerelaan-Nya untuk mati menggantikan kita, membuka jalan bagi kita untuk berhubungan kembali dengan Allah Bapa. Yesus melakukannya, seperti yang tertulis di Alkitab, bagimu, bagi saya. —Adam Holz

Bapa, aku tak bisa membayangkan besarnya derita yang harus dialami Anak-Mu demi menghapus dosaku. Terima kasih karena Engkau telah mengutus-Nya bagiku, untuk ditikam karena dosaku sehingga aku bisa menjalin kembali hubungan dengan-Mu.

Yesus memberi diri-Nya ditikam—dengan tombak, paku, dan mahkota duri—demi mendamaikan kita kepada Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 53-55; 2 Tesalonika 1

Cara-Cara yang Tak Terduga

Jumat, 21 September 2018

Cara-Cara yang Tak Terduga

Baca: 1 Raja-Raja 19:1-12

19:1 Ketika Ahab memberitahukan kepada Izebel segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi itu dengan pedang,

19:2 maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”

19:3 Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana.

19:4 Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.”

19:5 Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!”

19:6 Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula.

19:7 Tetapi malaikat TUHAN datang untuk kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata: “Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.”

19:8 Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.

19:9 Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?”

19:10 Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.”

19:11 Lalu firman-Nya: “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!” Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu.

19:12 Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa.

Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa. —Yohanes 14:9

Cara-Cara yang Tak Terduga

Pada tahun 1986, Levan Merritt yang berusia 5 tahun terjatuh dari ketinggian 6 m ke dalam kandang gorila di kebun binatang Jersey, Inggris. Saat orangtua Levan dan para pengunjung berteriak minta tolong, muncullah gorila jantan dewasa bernama Jambo. Jambo pun berdiri di antara Levan yang tak berdaya dan beberapa gorila lainnya. Lalu dengan lembut, Jambo membelai punggung Levan. Ketika Levan mulai menangis, Jambo mengarahkan gorila-gorila lain ke kandang mereka masing-masing. Pada saat itulah, para penjaga kebun binatang dan ambulans datang menyelamatkan Levan. Lebih dari 30 tahun kemudian, Levan masih ingat bagaimana Jambo, si gorila raksasa yang lembut itu, telah bertindak dengan cara yang sangat mengejutkan, dan membuat persepsi Levan tentang gorila berubah selamanya.

Elia mungkin mengharapkan Allah bertindak dengan cara-cara tertentu. Namun, Allah memakai angin kencang yang memecahkan bukit batu, gempa dahsyat, dan api untuk menunjukkan kepada nabi-Nya agar jangan berpikir seperti itu tentang diri-Nya. Allah lalu memakai bisikan lembut untuk menyatakan isi hati dan hadirat-Nya (1Raj. 19:11-12).

Elia sudah pernah melihat kuasa Allah (18:38-39). Namun, ia tidak sepenuhnya memahami Pribadi yang ingin dikenal tidak hanya sebagai yang lebih hebat dan dahsyat dibandingkan allah-allah lain (19:10,14).

Pada akhirnya, bisikan lembut itu terwujud sepenuhnya dalam kelembutan Yesus yang penuh kuasa, dan Dia berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9). Kemudian Yesus dengan tenang menyerahkan diri-Nya dipaku di kayu salib—suatu tindakan yang tak terduga dan penuh belas kasih dari Allah Mahakuasa yang mengasihi kita. —Mart DeHaan

Bapa di surga, tolonglah kami untuk dikuatkan oleh bisikan-Mu yang lembut, dan dalam cara-cara yang ditunjukkan Anak-Mu. Kasihanlah kami karena tak mampu melihat lebih jauh bahwa ternyata ada kasih di balik kedahsyatan kuasa-Mu.

Allah takkan berteriak jika yang kita perlukan hanyalah bisikan.

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 7-9; 2 Korintus 13

Artikel Terkait:

Kamu Berharga di Mata Tuhan

Terukir di Telapak Tangan-Nya

Selasa, 18 September 2018

Terukir di Telapak Tangan-Nya

Baca: Yesaya 49:14-18

49:14 Sion berkata: “TUHAN telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku.”

49:15 Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.

49:16 Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.

49:17 Orang-orang yang membangun engkau datang bersegera, tetapi orang-orang yang merombak dan merusak engkau meninggalkan engkau.

49:18 Angkatlah mukamu dan lihatlah ke sekeliling, mereka semua berhimpun datang kepadamu. Demi Aku yang hidup, demikianlah firman TUHAN, sungguh, mereka semua akan kaupakai sebagai perhiasan, dan mereka akan kaulilitkan, seperti yang dilakukan pengantin perempuan.

Aku selalu ingat padamu; namamu Kuukir di telapak tangan-Ku. —Yesaya 49:16 BIS

Terukir di Telapak Tangan-Nya

Dalam pelayanannya selama bertahun-tahun di sebuah gereja di London pada era 1800-an, Charles Spurgeon sangat senang mengkhotbahkan kekayaan yang terkandung dalam Yesaya 49:16, yang menyatakan bahwa Allah mengukir nama kita di telapak tangan-Nya. Spurgeon berkata, “Ayat seperti ini harus dikhotbahkan ratusan kali!” Keindahan yang luar biasa dari ayat tersebut membuat kita dapat merenungkannya terus-menerus.

Dengan indah, Spurgeon mengaitkan janji Allah kepada umat-Nya, Israel, dengan Anak Allah, Yesus, yang mati di atas kayu salib untuk kita. Spurgeon bertanya, “Luka apakah yang ada di telapak tangan-Mu? . . . Alat ukirnya adalah paku, yang ditancapkan dengan palu. Dia harus dipakukan di kayu salib, agar umat-Nya benar-benar terukir di kedua telapak tangan-Nya.” Sebagaimana Tuhan berjanji untuk mengukir nama umat-Nya di telapak tangan-Nya, demikianlah Yesus merentangkan kedua tangan-Nya di atas kayu salib, menerima paku yang ditancapkan pada kedua tangan-Nya supaya kita dapat terbebas dari dosa-dosa kita.

Jika kelak kita sempat berpikir bahwa Allah telah melupakan kita, kita cukup melihat telapak tangan kita dan mengingat janji Allah. Dia telah membuat ukiran yang tak terhapuskan di tangan-Nya demi kita; demikian besarnya kasih Allah kepada kita. —Amy Boucher Pye

Tuhan Allah, betapa besarnya kasih-Mu bagiku! Engkau selalu mengingatku. Aku tahu Engkau takkan pernah meninggalkanku, karena itu aku sangat bersyukur.

Allah mengukir nama kita di telapak tangan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 30-31; 2 Korintus 11:1-15

Persekutuan yang Terputus

Kamis, 31 Mei 2018

Persekutuan yang Terputus

Baca: Matius 27:32-50

27:32 Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.

27:33 Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak.

27:34 Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya.

27:35 Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi.

27:36 Lalu mereka duduk di situ menjaga Dia.

27:37 Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: “Inilah Yesus Raja orang Yahudi.”

27:38 Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya.

27:39 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala,

27:40 mereka berkata: “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!”

27:41 Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata:

27:42 “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.

27:43 Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.”

27:44 Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela-Nya demikian juga.

27:45 Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.

27:46 Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?”* Artinya: /Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?

27:47 Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: “Ia memanggil Elia.”

27:48 Dan segeralah datang seorang dari mereka; ia mengambil bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam, lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum.

27:49 Tetapi orang-orang lain berkata: “Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menyelamatkan Dia.”

27:50 Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.

Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? —Matius 27:46

Persekutuan yang Terputus

Jeritan pilu yang nyaring menembus gelapnya udara petang itu. Saya membayangkan jeritan itu mengalahkan tangis dan ratapan dari para sahabat dan orang-orang terkasih yang berada di bawah salib Yesus. Jeritan itu mengalahkan rintihan dua penjahat yang sekarat, yang disalibkan di kedua sisi Yesus. Dan jeritan itu pastilah mengejutkan semua orang yang mendengarnya.

Eli, Eli, lama sabakhtani?” seru Yesus dalam kesakitan dan kepedihan yang amat sangat saat tergantung di kayu salib yang memalukan di Golgota (Mat. 27:45-46).

Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Saya tak bisa membayangkan ada kata-kata lain yang lebih memilukan hati. Sejak kekekalan, Yesus, Allah Anak, telah mempunyai persekutuan yang sempurna dengan Allah Bapa. Bersama-sama mereka menciptakan alam semesta, membentuk manusia sesuai dengan gambar dan rupa mereka, dan merencanakan karya keselamatan manusia. Tak pernah sekali pun mereka tidak bersekutu secara sempurna dalam kekekalan.

Dan sekarang, saat penderitaan salib itu terus membawa kepedihan yang besar bagi Yesus, untuk pertama kalinya Dia merasa ditinggalkan oleh Allah Bapa sementara Dia menanggung dosa seluruh dunia.

Itulah satu-satunya cara yang harus ditempuh. Hanya melalui persekutuan yang terputus itulah keselamatan dapat menjadi milik kita. Dan hanya karena Yesus bersedia mengalami pengabaian dari Allah saat Dia tergantung di kayu salib, maka manusia dapat kembali menjalin persekutuan dengan Allah.

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah menanggung penderitaan yang begitu berat agar kami dapat diampuni. —Dave Branon

Yesus, kami kembali takjub melihat pengorbanan-Mu. Kami bersujud di hadirat-Mu dan bersyukur atas semua yang telah Engkau lakukan bagi kami di kayu salib. Terima kasih, karena karya-Mu, kami dapat bersekutu dengan Allah Bapa selamanya.

Salib menyingkapkan kerinduan hati Allah bagi jiwa-jiwa yang terhilang.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 13-14; Yohanes 12:1-26

Artikel Terkait:

Menguak Misteri Masa Depan

Jalan Kesengsaraan

Jumat, 30 Maret 2018

Jalan Kesengsaraan

Baca: Ibrani 10:1-10

10:1 Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya.

10:2 Sebab jika hal itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-lamanya.

10:3 Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa.

10:4 Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.

10:5 Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki—tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku—.

10:6 Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan.

10:7 Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.”

10:8 Di atas Ia berkata: “Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya” —meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat—.

10:9 Dan kemudian kata-Nya: “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.

10:10 Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.

Kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. —Ibrani 10:10

Jalan Kesengsaraan

Sepanjang Minggu Suci, kita mengenang hari-hari terakhir yang dijalani Yesus sebelum penyaliban-Nya. Jalan yang dilalui Yesus di antara jalanan kota Yerusalem untuk tiba di tempat penyaliban itu kini dikenal sebagai Via Dolorosa atau jalan kesengsaraan.

Namun, penulis kitab Ibrani melihat jalan yang ditempuh Yesus itu lebih dari sekadar jalan kesengsaraan. Jalan penderitaan yang ditanggung Yesus dengan rela hingga ke Golgota telah membuka “jalan yang baru dan yang hidup” bagi kita untuk datang kepada Allah (Ibr. 10:20).

Selama berabad-abad, orang Yahudi telah mencari cara untuk datang kepada Allah dengan mengorbankan binatang dan berusaha menaati hukum Taurat. Namun, di dalam hukum Taurat itu “hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang,” karena “tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (ay.1,4).

Perjalanan Yesus menapaki Via Dolorosa membawa-Nya kepada kematian dan kebangkitan. Karena pengorbanan-Nya, kita dapat dikuduskan ketika kita mempercayai-Nya untuk mengampuni dosa-dosa kita. Meskipun kita tidak dapat menaati hukum Taurat dengan sempurna, kita dapat mendekat kepada Allah tanpa rasa takut, dengan sepenuhnya yakin bahwa kita disambut dan dikasihi oleh-Nya (ay.10,22).

Jalan kesengsaraan yang dilalui Kristus telah membuka bagi kita jalan yang baru dan yang hidup bagi kita kepada Allah. —Amy Peterson

Yesus, terima kasih karena Engkau telah menapaki jalan sengsara dan memungkinkan kami untuk dipersatukan kembali dengan Allah.

Pengorbanan Kristus memuaskan tuntutan keadilan Allah sekaligus cukup untuk menebus kita dari hukuman dosa.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-Hakim 9-10; Lukas 5:17-39

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Teguh Arianto

Melihat dan Termenung

Rabu, 28 Maret 2018

Melihat dan Termenung

Baca: Lukas 23:44-49

23:44 Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga,

23:45 sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua.

23:46 Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.

23:47 Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: “Sungguh, orang ini adalah orang benar!”

23:48 Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.

23:49 Semua orang yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea, berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu.

Pandanglah dan lihatlah, apakah ada kesedihan seperti kesedihan yang ditimpakan Tuhan kepadaku? —Ratapan 1:12

Melihat dan Termenung

Dalam lagu “Look at Him” (Pandanglah Dia), Rubén Sotelo, pencipta lagu asal Meksiko, menggambarkan Yesus yang tergantung di kayu salib. Sotelo mengajak kita untuk melihat Yesus dan termenung, karena tak satu pun kata dapat terucap saat kita menghayati kasih yang Yesus tunjukkan di kayu salib. Dengan iman, kita dapat membayangkan adegan yang digambarkan dalam Injil. Kita dapat membayangkan salib dan darah Yesus, serta paku dan penderitaan yang dialami-Nya.

Saat Yesus mengembuskan napas terakhir-Nya, orang banyak “yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri” (Luk. 23:48). Yang lainnya “berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu” (ay.49). Mereka melihat dan diam termenung. Hanya satu orang yang berbicara, yakni seorang kepala pasukan, yang mengatakan, “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” (ay.47).

Banyak lagu dan puisi telah ditulis untuk menggambarkan kasih yang agung itu. Bertahun-tahun sebelumnya, Nabi Yeremia menulis tentang kepedihan yang dialami Yerusalem setelah kehancurannya. “Acuh tak acuhkah kamu sekalian yang berlalu?” (Rat. 1:12 BIS). Yeremia mengajak orang-orang untuk melihat dan memperhatikan; menurutnya tidak ada penderitaan yang lebih besar daripada penderitaan Yerusalem. Namun, apakah ada penderitaan yang sama seperti penderitaan Yesus?

Kita semua berjalan melewati jalan salib itu. Akankah kita melihat dan menghayati kasih-Nya? Di masa Paskah ini, ketika pujian dan puisi tidak cukup untuk mewakili rasa syukur kita dan untuk menggambarkan kedalaman kasih Allah, luangkanlah waktu sejenak untuk merenungkan kematian Yesus Kristus; dan dalam keteduhan hati kita, bisikkanlah tekad pengabdian kita yang tulus kepada-Nya. —Keila Ochoa

Tuhan Yesus, saat aku melihat salib-Mu, rasa syukurku atas pengorbanan-Mu yang sempurna sungguh tak terungkapkan dengan kata-kata. Aku bersyukur atas kasih-Mu.

Lihatlah salib Kristus dan sembahlah Dia.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-Hakim 4-6; Lukas 4:31-34

Rumah Masa Depan

Rabu, 14 Februari 2018

Rumah Masa Depan

Baca: Yohanes 14:1-14

14:1 “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.

14:2 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.

14:3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.

14:4 Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.”

14:5 Kata Tomas kepada-Nya: “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?”

14:6 Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

14:7 Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.”

14:8 Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.”

14:9 Kata Yesus kepadanya: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.

14:10 Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.

14:11 Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.

14:12 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;

14:13 dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.

14:14 Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.”

Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. . . . Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. —Yohanes 14:2

Rumah Masa Depan

Baru-baru ini seorang kawan menyiapkan diri untuk pindah ke kota yang berjarak lebih dari 1.600 km dari kota tempat tinggalnya sekarang. Ia dan suaminya berbagi tugas untuk menyesuaikan dengan tenggat yang singkat. Suaminya mengatur tempat tinggal yang baru, sedangkan ia mengepak barang-barang milik mereka. Saya terheran-heran dengan kemampuannya yang bisa pindah ke tempat baru tanpa pernah meninjau lokasinya atau ikut berburu rumah. Saya pun bertanya kepadanya bagaimana ia bisa melakukan itu. Ia mengakui itu memang sulit, tetapi ia juga mengatakan bahwa ia bisa mempercayai suaminya. Suaminya mengetahui keinginan dan kebutuhan istrinya karena telah cukup lama menjalani hidup bersama.

Di ruang atas tempat perjamuan terakhir, Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya tentang pengkhianatan dan kematian yang akan dialami-Nya. Saat-saat terkelam dalam kehidupan Yesus di bumi, dan juga dalam kehidupan para murid, akan segera datang. Yesus menghibur mereka dengan kepastian bahwa Dia akan menyiapkan tempat bagi mereka di surga, mirip seperti suami kawan saya yang menyiapkan rumah baru bagi keluarga mereka. Ketika para murid mempertanyakan maksud Yesus, Dia mengajak mereka melihat pengalaman mereka bersama dan segala mukjizat-Nya yang telah mereka saksikan. Meski mereka akan berduka atas kematian dan ketidakhadiran Yesus, Dia mengingatkan mereka bahwa Dia layak dipercaya untuk menepati janji-Nya.

Di masa-masa terkelam sekalipun, kita dapat mempercayai-Nya untuk membawa kita ke tempat yang baik. Saat berjalan bersama-Nya, kita juga belajar untuk semakin mempercayai kesetiaan-Nya. —Kirsten Holmberg

Tuhan, tolong kami untuk bersandar kepada-Mu di saat hidup kami penuh dengan ketidakpastian dan kesulitan. Engkau sungguh baik dan layak dipercaya.

Kita dapat mempercayai Allah untuk memandu kita melalui masa-masa yang sulit.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 15-16; Matius 27:1-26