Posts

Allah di Balik Kabut Asap

Penulis: Markus Boone

kabut-asap-2015
Sumber foto: daerah.sindonews.com, 22 Oktober 2015

Kemarau panjang beberapa bulan kemarin mungkin membuat hati kecil kita bertanya-tanya, mengapa Allah tidak kunjung mendatangkan hujan; mengapa Dia membiarkan bencana asap melanda dan menyebabkan jutaan orang menderita sakit karena asap yang begitu pekat masuk dalam hidung, tenggorokan dan paru-paru mereka. Pertanyaan senada mungkin pernah (dan akan) terbersit di benak kita ketika hujan terus turun dan bencana banjir menyapa. Mengapa Allah membiarkan bencana datang? Apakah Allah kurang berkuasa? Ataukah mungkin Dia kurang peduli?

Setidaknya ada beberapa hal yang menurutku bisa kita renungkan tentang pribadi Allah di balik bencana kabut asap yang hampir setiap tahun terjadi.

1. Allah konsisten dengan hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya

Bayangkanlah seorang guru yang membuat peraturan dalam kelas, tetapi sangat sering mengubah-ubah peraturan yang dibuatnya sendiri. “Hari ini peraturan nomor satu tidak berlaku ya, besok saja berlakunya.” Lalu seminggu kemudian ia berkata, “Minggu ini peraturan yang kemarin saya umumkan tidak jadi berlaku karena ada murid-murid yang tidak setuju.” Apa kesan kita terhadap guru yang demikian?

Bayangkanlah apa yang akan terjadi jika setiap kali kita berdoa Allah mengubah hukum-hukum alam yang dirancang-Nya sendiri. Kekacauan! Begitu gereja berdoa, Allah langsung memadamkan api di hutan. Orang-orang yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan tidak jadi dihukum. Pemerintah tidak merasa perlu berusaha keras memperbaiki sistem pengawasan dan pelestarian lingkungan. Penduduk tidak akan sadar betapa pentingnya menjaga alam yang dikaruniakan Allah. Apapun yang dilakukan orang dengan hutan setiap tahunnya, semua akan baik-baik saja. Tidak ada panggilan pertobatan.

Di balik kabut asap kita melihat Allah yang konsisten dengan apa yang sudah dirancang-Nya. Dia bukan Allah yang kebingungan dalam menegakkan aturan untuk alam ciptaan-Nya sendiri (Mazmur 119:89-91). Bencana kabut asap, sebagaimana halnya masalah lubang ozon dan pemanasan global, terjadi karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Tidak bisa dibereskan hanya dengan mengeluh dalam doa dan menuntut Allah melakukan “hal-hal ajaib”. Perlu ada refleksi sekaligus reformasi dalam kehidupan setiap kita, bagaimana kita menyikapi alam yang dikaruniakan Tuhan. Polisi, jaksa, dan hakim harus menegakkan keadilan bagi orang-orang yang merusak alam. Pemerintah harus membuat peraturan yang lebih jelas serta menciptakan infrastrukur yang dapat mencegah terulangnya kebakaran hutan dalam skala masif.

2. Allah baik dan panjang sabar terhadap umat manusia

Mengapa kita dan jutaan orang lainnya merasa prihatin sekaligus marah dengan munculnya kabut asap? Pertama-tama tentunya karena kabut asap membawa dampak yang buruk. Tiba-tiba kita merasa sangat terganggu karena ada begitu banyak hal baik yang direnggut dari kehidupan kita (atau sesama kita) oleh asap. Kebebasan beraktivitas, jarak pandang yang jauh ke depan, udara yang bersih dan segar, kesehatan, keindahan alam, bahkan nyawa orang-orang yang kita kasihi. Anugerah yang mungkin kerap kurang kita sadari dan syukuri ketika semua baik-baik saja.

Kedua, kita prihatin dan marah karena tahu bahwa bencana asap tidak tidak terjadi dengan sendirinya. Pepatah lama berkata, “di mana ada asap di situ ada api”. Memang ada faktor cuaca yang membuat bencana ini berkepanjangan. Namun, penyebab utamanya adalah ulah pihak-pihak tertentu yang sengaja merusak dan membakar hutan untuk kepentingan mereka.

Kalau kita saja prihatin dan marah, tidakkah Allah, Pemilik alam ini jauh lebih berhak untuk prihatin dan marah? Tidak hanya kepada para pembakar hutan, tetapi kepada setiap manusia yang tidak menghargai dan memelihara alam ciptaan-Nya dengan baik. Bencana asap terjadi bukan karena Allah mengabaikan manusia, melainkan karena manusia mengabaikan Allah dan tidak peduli kepada alam semesta yang dipercayakan-Nya kepada manusia.

Di balik kabut asap kita melihat Allah yang sesungguhnya telah mencurahkan banyak hal baik dalam hidup manusia, sekaligus yang sabar terhadap manusia yang tidak menghargai segala pemberian baik-Nya. Allah bukannya menutup mata terhadap dosa. Ada hari yang telah ditetapkan-Nya untuk menghakimi dan menghukum semua orang yang melawan Dia (Kisah Para Rasul 17:31). Namun, saat ini, Dia masih memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk bertobat (2 Petrus 3:9).

3. Allah menyediakan pilihan bagi manusia dan pemulihan bagi seluruh ciptaan-Nya

Menyadari bahwa banyak bencana yang terjadi—termasuk bencana kabut asap—bersumber dari pilihan-pilihan yang diambil manusia sendiri, pertanyaan yang mungkin timbul adalah: mengapa sejak awal Allah memberikan manusia kebebasan untuk memilih? Bukankah Allah tahu kalau manusia kerap salah memilih? Tidakkah lebih baik bila manusia tidak diberi pilihan?

Bayangkanlah sebuah dunia tanpa pilihan. Mungkin tidak ada bencana kabut asap di sana. Tetapi tidak ada pula kegairahan mengeksplorasi alam dan mengembangkannya. Berbagai pengembangan varietas tanaman baru yang tahan hama dan kaya nutrisi kini bisa dinikmati dan mencukupkan kebutuhan pangan banyak orang di dunia. Hal-hal luar biasa ini terjadi ketika manusia memilih untuk menjadi rekan dan bukan musuh alam. Allah menciptakan manusia untuk menyatakan kehadiran, pemeliharaan, dan kebijakan-Nya kepada segenap ciptaan lainnya (Kejadian 1:26-28). Sebab itu kita diciptakan berbeda, punya akal budi, bisa memilih.

Benar bahwa pilihan-pilihan manusia yang telah jatuh dalam dosa tidak lagi mencerminkan tujuan Sang Pencipta, dan justru kerap membawa bencana (seperti bencana kabut asap). Namun, Alkitab memberitahukan kita sebuah kabar baik. Allah menyediakan pemulihan bagi setiap orang yang mau bertobat (2 Tawarikh 7:14). Dan, pertobatan manusia akan membawa pemulihan juga bagi segenap alam, karena manusia yang bertobat kini kembali akan menjalankan perannya sebagai pengelola yang baik dari alam ciptaan Allah. Bahkan suatu hari kelak, ketika Kristus datang kembali, kita akan hidup bersama-Nya dalam langit dan bumi yang baru (Wahyu 21). Sebuah pemulihan total!

Di balik kabut asap, kita melihat Allah yang menciptakan kita secara istimewa di antara segenap ciptaan-Nya. Dia memberi kita kemampuan untuk berpikir, memilih, berkreasi, menyatakan kehebatan dan kebijaksanaan-Nya di tengah alam semesta. Kita juga melihat Allah yang pemurah, yang menyediakan pemulihan bagi setiap manusia yang mau bertobat, dan bagi segenap ciptaan-Nya.

Bagaimanakah kita akan menanggapi Allah di balik kabut asap?

 

Walau banyak mulut yang meratap
Karena siksaan dari serbuan asap
Janganlah berpikir Allah tidak mendekap
Oleh karena Dia tetap Allah yang mantap

Manusia jangan hanya meratap
Tapi pikir baik-baik kenapa ada asap
Yang tak bertobat jangan merasa mantap
Oleh karena penghukuman datang berderap

Ketika Aku Mencari Tahu Bobot Segumpal Awan

Oleh: Renny Acheampong, Denmark
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: The Day I Googled The Weight of A Cloud

The-Day-I-Googled-The-Weight-Of-a-Cloud

Pernahkah kamu bertanya, berapa sebenarnya bobot segumpal awan?

Aku sadar, pertanyaan ini agak aneh, tetapi itulah yang melintas di pikiranku pada suatu hari Minggu, ketika aku sedang menikmati pemandangan favoritku dari balik jendela di samping tempat tidurku—langit biru yang dihiasi awan-awan putih yang bergumpal seperti kapas. Cahaya matahari yang menembus celah-celah awan membuat pemandangan itu menjadi sangat indah, begitu tenang dan damai. Sembari menikmatinya, aku mendengar Tuhan bertanya dalam hatiku, “Tahukah kamu berapa bobot segumpal awan itu?”

“Tuhan, aku tidak tahu jawabannya,” kataku. “Tuhan sendiri yang tahu.”

Aku lalu mengambil ponselku dan mencari informasi tentang berat segumpal awan. Fakta yang kutemukan sangat mencengangkan. Menurut seorang Peggy LeMone – National Center for Atmospheric Research National Center for Atmospheric Research di Amerika, bobot segumpal awan umumnya adalah sekitar 500 ton—atau setara dengan bobot 100 ekor gajah!

“Wow,” aku terkagum-kagum. Penemuan itu segera mengingatkanku pada apa yang tertulis dalam Kolose 1:16-17, “…di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.”

Sungguh sebuah fenomena yang luar biasa: jutaan “gajah” melayang di angkasa, diciptakan dan ditopang oleh Allah sendiri! Merenungkan hal ini, sebuah suara berbisik lembut di hatiku, “Jika Aku sanggup mengendalikan ‘gajah’ sebanyak itu di langit, bukankah Aku juga sanggup memegang kendali atas hidupmu?”

Aku tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi dalam hidupmu, atau sebanyak apa derita yang mungkin sedang kamu rasakan, namun semoga kebenaran ini dapat menghibur dan menguatkanmu: Tuhan Yesus mengetahui semua kebutuhanmu, dan Dia mau kamu percaya bahwa Dia sanggup mengendalikan semua ‘gajah’ dalam hidupmu”.

Jika kamu belum percaya kepada Yesus, izinkan aku mendorongmu untuk meletakkan pengharapanmu kepada-Nya. Jika kamu sudah menjadi pengikut-Nya, ingatlah kembali bagaimana Dia berulang kali telah menyatakan pertolongan-Nya bagimu. Bersyukurlah, dan bersemangatlah kembali menjalani hidup.

Benarkah Ada Manusia-Manusia Super di Dunia Ini?

Oleh: Ian Tan
(Artikel asli dalam bahasa Inggris: Are There Superhumans In This World?)

Are-There-Superhumans-In-This-World

Sebuah video di YouTube yang berjudul “Stan Lee’s Superhuman Super Samurai” menarik perhatianku belakangan ini. Aku sendiri pernah berlatih seni bela diri Jepang, jadi aku penasaran ingin mengetahui hal hebat apa yang bisa dilakukan Isao Machii, pendekar samurai itu. Sesuai klaim video tersebut, benar bahwa ia memiliki kemampuan super untuk memotong benda yang sangat kecil dengan kecepatan dan ketepatan yang menakjubkan. Dalam gerakan lambat diperlihatkan bagaimana dengan sebilah samurai, Isao membelah sebutir peluru mainan yang sangat kecil (kira-kira 4.000 kali lebih kecil daripada bola kasti) yang ditembakkan ke arahnya. Aku terpana melihatnya.

Video itu membuatku akhirnya menonton tiga seri tayangan “Stan Lee’s Superhumans” [Manusia-Manusia Super Stan Lee] dari awal hingga akhir. Pembawa acaranya adalah Daniel Browning Smith, yang dikenal sebagai manusia karet alias orang dengan badan paling lentur di dunia. Ia berkeliling dunia untuk mencari orang-orang biasa yang punya kemampuan luar biasa, baik itu kemampuan fisik maupun mental. Beberapa orang hebat yang pernah diangkat dalam tayangan itu antara lain: seorang buta yang bisa mengenali berbagai hal di sekitarnya hanya dengan mendengarkan bunyi yang dipantulkan (mirip kemampuan kelelawar), seorang yang tinggal dan bisa berkomunikasi dengan serigala-serigala, seorang yang menyelam sedalam 200 meter lebih hanya dengan satu kali napas, juga seorang biksu shaolin yang mampu menahan kekuatan bor yang ditekan ke perut, tenggorokan, dan bahkan kepalanya.

Baik ilmu pengetahuan maupun agama telah berusaha memberikan penjelasan tentang kemampuan-kemampuan super yang dimiliki sebagian manusia ini. Penjelasan mana pun yang kita percayai, kita sepakat bahwa manusia-manusia super tersebut telah melampaui apa yang kita pahami sebagai keterbatasan manusia. Kita terkagum-kagum melihat para manusia super itu karena mereka dapat melakukan apa yang tidak pernah dapat kita lakukan sepanjang hidup kita. Kenyataannya, manusia yang punya kemampuan super sudah ada di dunia sejak dulu. Alkitab mencatat beberapa di antaranya. Salah satu yang terkenal adalah Simson, seorang yang amat sangat kuat.

Di tengah kekagumanku terhadap kehebatan para manusia super, aku diingatkan oleh catatan kitab Kejadian bahwa Allah menciptakan manusia menurut rupa dan gambar-Nya. Mengingat betapa Allah itu Mahabesar dan Mahakuat, sebenarnya tidaklah mengherankan bila sebagian manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang luar biasa.

Akan tetapi, ada satu kemampuan yang aku yakin tidak akan pernah bisa ditampilkan oleh tayangan televisi itu—kemampuan untuk membangkitkan orang dari kematian. Mungkin itu sebabnya pihak produser pun mempertahankan kata “human” [manusia] pada judul tayangan yang mereka produksi. Sebagai manusia, kita tidak dapat menghindar dari yang namanya kematian.

Satu-satunya manusia super yang memiliki kuasa kebangkitan adalah Yesus Kristus sendiri. Yesus menyatakan kuasa-Nya ketika Dia membangkitkan Lazarus dari kubur (Yohanes 11:43). Yesus juga menyatakan kuasa-Nya atas maut ketika Dia bangkit kembali pada hari ketiga setelah mati di kayu salib. Kebangkitan-Nya ibarat puncak pertunjukan dari berbagai kemampuan super lain yang Dia nyatakan sepanjang hidup-Nya, mulai dari mengusir roh-roh jahat, menyembuhkan penyakit yang tidak ada obatnya, serta berbagai kelemahan fisik lainnya (Matius 8:16).

Sudah sepantasnya kita mengagumi Kristus karena kemampuan-kemampuan-Nya yang tidak terbatas itu. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah memahami dampak kebangkitan-Nya bagi kehidupan kita. Kebangkitan Kristus dengan jelas menyatakan kuasa-Nya atas kehidupan dan kematian. Dia lebih dari sekadar seorang manusia super, Dia adalah Allah sendiri. Dia layak menerima penghormatan tertinggi kita, penyembahan kita.

 
Catatan editor: Apa cerita atau ayat Alkitab favoritmu yang menunjukkan kemahakuasaan Allah?