Posts

Menghormati Orangtuaku Dari Jauh

Oleh: Jacob Wu, China
(Artikel asli ditulis dalam Simplified Chinese: 离家在外)

Processed with VSCOcam with kk2 preset

Processed with VSCOcam with kk2 preset

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.” (Keluaran 20:12)

Selama delapan tahun terakhir, aku tinggal jauh dari keluargaku. Pada tahun 2007, aku meninggalkan Fuzhou, China, untuk melanjutkan studi. Saat ini, aku sudah meraih gelar pascasarjana dan memiliki pekerjaan di Shanghai. Aku memang sempat pulang sebentar menengok orangtua dan adik perempuanku setiap libur musim dingin dan musim panas, tetapi lebih sering aku tidak melewatkan waktu bersama dengan mereka.

Telepon menjadi sangat penting bagiku sebagai sarana komunikasi dengan orangtua. Setiap panggilan telepon dari ayah dan ibuku terasa sangat berharga. Perhatian dan kasih sayang yang mereka curahkan kepadaku selama tahun-tahun tersebut sungguh luar biasa.

Awalnya, aku sempat merasa bersalah karena tidak bisa menemani orangtuaku di rumah, dan tidak mampu membantu mereka secara finansial. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, aku mulai mengerti bahwa aku dapat menunjukkan rasa hormat dan sayangku kepada mereka dalam berbagai hal lainnya.

Salah satu hal yang paling jelas dapat kulakukan adalah menjaga diriku sendiri dengan baik, terutama dalam hal kesehatan, kegiatan sehari-hari, dan keuangan. Aku perlu meyakinkan orangtuaku agar mereka tidak terlalu mengkhawatirkan aku. Orang tua mana sih yang tidak peduli dengan kesejahteraan anak-anaknya? Jika aku bisa menata kehidupanku sendiri dengan baik, orangtuaku bisa merasa tenang sekalipun aku jauh dari mereka. Mereka sering berkata bahwa asal mereka tahu aku baik-baik saja, itu cukup bagi mereka. Aku rasa kebanyakan orangtua mengutamakan kebutuhan anak-anaknya di atas kepentingan mereka sendiri. Ketika kita makin dewasa dan makin mandiri, orangtua kita otomatis akan menjadi lebih tenang dan bisa melepas kita untuk hidup sendiri.

Di sisi lain, aku perlu mulai mengambil tanggung jawab lebih dalam keluarga seiring dengan bertambahnya usia orangtuaku, agar mereka tidak khawatir dengan masa tua mereka.

Pada awal tahun ini, ketika aku pulang untuk perayaan musim dingin, aku memperhatikan sejumlah ketegangan yang terjadi antara orangtuaku dengan beberapa kerabat kami. Situasi tersebut menyadarkanku bahwa aku dapat menerapkan prinsip-prinsip Alkitab untuk mengatasi konflik dan kesalahpahaman yang terjadi dalam keluarga. Sama seperti Tuhan menggunakan Ratu Ester untuk menyelamatkan bangsa Yahudi, mungkin Tuhan telah menempatkanku dalam posisi di mana iman, pendidikan, dan pengalamanku dapat berperan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menghadang keluargaku. Sama seperti Ester, aku harus dengan berani mengambil sikap.

Matius 5:9 adalah bagian Alkitab yang selalu menguatkan aku: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Ayat tersebut mengingatkanku bahwa seorang anak Tuhan yang sejati adalah seorang yang selalu berusaha membawa damai.

Sekalipun aku akan terus tinggal jauh dari keluargaku, aku tidak merasa kesepian. Aku tahu bahwa di mana pun aku berada, aku dapat selalu menemukan sebuah keluarga di dalam tubuh Kristus. Aku tentu saja akan terus memenuhi tanggung jawabku terhadap orangtua dan adik perempuanku, namun aku yakin aku tidak perlu mengkhawatirkan mereka secara berlebihan, karena aku tahu Bapa yang di surga selalu menjaga dan memelihara kami semua.

Ibu Memberiku Kasih

Oleh: Abyasat Tandirura

Aby-Ibu-Memberiku-Kasih

Ibu memberiku kasih
Bagaikan kemilau cahaya mentari
Hangat menembus relung hati
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Melebihi harta duniawi
Melahirkan dan membesarkanku di dunia ini
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Mendoakanku setiap hari
Membimbingku mengenal kasih ilahi
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Berjerih lelah tiada henti
Sekalipun sering aku kurang peduli
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Tak jemu menasihati dan menyemangati
Sekalipun sikapku kadang tak tahu diri
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Mendorongku melangkah hingga hari ini
Menyiapkanku menapaki esok hari
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

 
Catatan Penulis:
Puisi ini lahir dari perenungan pribadi jelang ulang tahunku tentang seorang “pahlawan” yang Tuhan tempatkan dalam hidupku. Ia berjuang membesarkanku, dari seorang bayi yang tak bisa apa-apa, hingga menjadi seorang pemudi yang mandiri. Ia berjuang mendidikku, dari seorang anak yang tak tahu apa-apa, hingga menjadi seorang dewasa yang mengenal Penciptanya. Ia tak sempurna, namun mengajarku ‘tuk selalu bergantung pada Yang Mahasempurna. Ia rela melakukan segala hal yang baik demi kebahagiaanku. Tulus, tanpa pamrih. Ya, ia adalah ibuku.

Kadang aku berpikir betapa senangnya bila bisa “membahagiakan” ibuku kelak jika aku sukses. Namun, sebenarnya aku tak perlu menunggu selama itu. Aku dapat membuatnya bahagia dengan hal-hal sederhana setiap hari. Bertutur dan bersikap dengan cara yang menghormatinya. Mendengarkan nasihatnya. Memberinya senyum dan pelukan hangat. Memberitahunya bahwa aku menyayanginya. Alkitab sendiri mengajar kita untuk menghormati ibu (dan ayah) kita tidak hanya pada waktu atau kondisi tertentu. Kita mendengarkan dan menaati mereka karena kita menghormati dan mengasihi Tuhan yang telah menempatkan mereka sebagai orangtua kita (lihat Keluaran 20:12; Kolose 3:20). Roh Kudus menolong kita.