Posts

Cerita yang bagus. Jadi, apa artinya?

out-of-the-box-id

Jika kamu menyimpulkan bahwa ini adalah sebuah cerita tentang apa arti persahabatan sejati, dan sebuah nasihat untuk menghargai sahabat-sahabat kita, kamu sudah menangkap sebagian pesannya.

1. Sang Singa melambangkan Allah

Dalam persahabatan kedua tokoh utama, sang singa tidaklah lebih rendah daripada si pemanah muda. Singa adalah makhluk yang kuat dan mengagumkan. Dikenal sebagai raja rimba. Sebenarnya tidak ada untungnya penguasa hutan yang hebat itu berteman dan melindungi seorang manusia yang lemah. Tetapi, itulah sebabnya sosok singa dipakai untuk melambangkan Allah dalam cerita ini. Allah sendiri merendahkan diri-Nya dalam rupa manusia agar kita bisa mengenal dan memiliki relasi dengan-Nya. Itulah yang menjadi rancangan-Nya sejak semula.

Alkitab memberitahu kita bahwa Allah menciptakan manusia yang pertama, Adam dan Hawa, untuk mengelola Taman Eden. Dia berdiam bersama mereka dan menyediakan segala sesuatu yang mereka butuhkan. Satu-satunya larangan Allah adalah memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Bacalah kisah lengkapnya dalam Kejadian 2:15-25). Awalnya, Adam mematuhi perintah itu dan semua berjalan dengan lancar.

2. Si Pemanah melambangkan kita

Sama seperti si pemanah muda yang terobsesi untuk mendapatkan buah misterius dan pada akhirnya mengambil risiko untuk bisa meraihnya, Adam dan Hawa juga telah melanggar batas-batas moral yang diberikan Allah untuk tidak mengonsumsi buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat (ular menggoda Hawa hingga ia memakannya, lalu memberikannya kepada Adam). Buah itu terlihat sangat enak dan menarik karena menawarkan kebijaksanaan bagi yang memakannya (Kejadian 3:6). Sebagai akibatnya, Adam dan Hawa melanggar perintah Allah, dan hubungan manusia dengan Allah pun menjadi rusak.

Jika Allah kedengarannya seperti sosok pembunuh sukacita—membatasi hidup kita dengan sejumlah peraturan kuno—aku ingin memberitahumu bahwa faktanya, Dia sama sekali tidak seperti itu. Sebagai Pencipta kita, Allah menetapkan sejumlah batasan agar kita dapat menikmati pengalaman hidup yang terbaik di dalam dunia ini. Peraturan-peraturan-Nya dimaksudkan untuk melindungi kita dari bahaya, dan memampukan kita untuk menikmati kepenuhan hidup. Ketika kita berpikir kita tahu lebih baik dan menentang hukum-hukum-Nya, kita justru akan menderita.

3. Sang Singa mati lalu bangkit kembali, melambangkan apa yang dilakukan Allah.

Sebentar, bukankah sang singa mati setelah memakan buah itu? Apakah itu berarti Allah juga mati? Yup! Benar sekali. Sekalipun Adam dan Hawa tidak langsung mati setelah memakan buah terlarang itu, mereka harus menghadapi kematian sebagai hukuman atas ketidaktaatan mereka—kematian jasmani dan kematian rohani, yang akan memisahkan mereka dari Allah selamanya. Ketidaktaatan Adam—yang mewakili seluruh umat manusia—menyebabkan semua orang setelahnya juga harus mengalami kematian jasmani dan rohani.

Hei, itu tidak adil! Kamu mungkin akan langsung protes. Yang memakan buah itu adalah Adam dan Hawa, bukan saya. Mungkin kamu dapat mempertimbangkan pandangan berikut: Alkitab memberitahu kita dalam 1 Korintus 15:21-22 bahwa sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Bagian Alkitab ini berbicara tentang Yesus, Sang Anak Allah dan Allah sendiri (Yohanes 10:30). Yesus datang ke dunia ini dalam rupa manusia, mati di kayu salib menggantikan kita, menanggung hukuman atas pelanggaran-pelanggaran kita (Kolose 2:13-14). Sama seperti dosa Adam memengaruhi kita semua, kematian Yesus juga berdampak bagi kita semua. Jika kita merasa tidak selayaknya menanggung penghukuman bagi seluruh umat manusia karena dosa Adam, kita juga tidak selayaknya menerima pengorbanan Kristus.

Namun, bersyukur bahwa cerita ini berakhir bahagia. Sebagai pribadi yang tidak berdosa, Yesus menaklukkan kematian sekali untuk selamanya. Dia bangkit dari kubur tiga hari setelah kematian-Nya. Jika kamu bertanya-tanya mengapa ada jejak-jejak singa yang digambarkan pada akhir cerita, itu melambangkan Yesus yang telah bangkit.

Kamu mungkin bertanya, apa arti semua ini sementara aku sendiri tidak mengerti dan tidak memiliki hubungan dengan Allah? Well, Allah mengundangmu untuk memiliki hubungan dengan-Nya. Alkitab meyakinkan kita bahwa barangsiapa yang bertobat dari dosa-dosanya dan percaya kepada Yesus akan dapat menikmati hubungan dengan Allah dan tidak harus mengalami kematian rohani (Yohanes 3:16). Inilah hubungan yang jauh lebih baik daripada hubungan antar manusia mana pun yang dapat kita miliki—hubungan dengan seseorang yang tidak akan pernah mengecewakan kita, hubungan dengan seorang sahabat sejati.

Apakah kamu bersedia mengambil langkah untuk datang kepada-Nya dan menjalani hidup bersama Sang Sahabat Sejati?

Hei, aku tahu cerita ini bicara tentang apa!

out-of-the-box-id

Sang singa melompat, merebut buah yang dipegang si pemanah muda, lalu memakannya. Sedetik kemudian, tubuhnya jatuh ke tanah. Si pemanah muda tertegun saat menyadari bahwa buah itu ternyata beracun dan sang singa telah berkorban nyawa untuk menyelamatkannya. Pengorbanan. Pemberian terbesar yang melambangkan anugerah Allah dalam Yesus Kristus. Sama seperti sang singa menggantikan si pemanah muda memakan buah beracun itu, kita tahu bahwa Yesus juga menggantikan kita yang berdosa dengan mati di kayu salib bagi dosa-dosa kita. Dan sama seperti si pemanah muda, sebenarnya kita tidak layak menerima anugerah itu.

Jika kita merasa cerita ini bukan untuk kita yang sudah lama mengikut Kristus, mari ambil waktu sejenak memikirkan bagaimana hidup kita telah bertumbuh sejak kita menerima Kristus. Adakah kita mengalami sukacita dalam hubungan kita dengan Allah? Apakah kita menemukan kepuasan hidup di dalam Dia dan di dalam ketetapan-ketetapan-Nya? Atau, apakah kita terus menerus merasa tidak puas dan menginginkan apa yang ditawarkan dunia ini?

Ingatlah kapan terakhir kali kita melanggar batasan moral yang Allah berikan (sama seperti si pemanah muda memanjat keluar batas) untuk melakukan sesuatu yang melawan kehendak-Nya. Mungkin kita ikut bergosip, menggunjingkan orang lain, atau menghalalkan segala cara demi menjadi kaya, berkuasa, dan terkenal. Mungkin kita sulit bersyukur, tidak pernah merasa puas dengan hidup kita, selalu merasa rumput tetangga lebih hijau. Mengapa kita memilih untuk tidak menghiraukan Allah, dan apa akibatnya bagi hidup kita?

Kita tentu tahu bahwa menjadi seorang Kristen tidak menjamin kehidupan kita berjalan mulus, bebas dari godaan, kesulitan, dan penderitaan. Faktanya, hidup kita mungkin justru akan menghadapi tantangan yang lebih besar. Tetapi, tak peduli seberapa sering kita gagal, kita dapat selalu berpegang pada satu kebenaran yang tidak pernah berubah selamanya. Yesus telah mati menebus dosa-dosa kita—dosa-dosa di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kita dapat selalu kembali kepada-Nya, kapan pun, di mana pun kita berada. Jika Allah sendiri tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Dia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Kita mendapat penghiburan yang besar mengetahui bahwa Allah ada di pihak kita. Tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah (Baca Roma 8:31-39).

Ini waktunya untuk kembali hidup dalam batas-batas yang telah ditetapkan Allah, kembali menjalani hidup bersama Dia yang tahu dan menginginkan apa yang terbaik bagi kita.