Posts

Mengejar Kekudusan

Minggu, 8 Maret 2015

Mengejar Kekudusan

Baca: Roma 6:14-23

6:14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.

6:15 Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!

6:16 Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?

6:17 Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu.

6:18 Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.

6:19 Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan.

6:20 Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.

6:21 Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian.

6:22 Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.

6:23 Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. —Ibrani 12:14

Mengejar Kekudusan

Kita sering melihat jajak pendapat yang menanyakan apakah seseorang merasa bahagia, puas dengan pekerjaan mereka, atau menikmati hidup mereka. Akan tetapi, saya tidak pernah melihat ada jajak pendapat yang menanyakan, “Kuduskah kamu?” Bagaimana kamu akan menjawab pertanyaan itu?

Sebuah kamus Alkitab menjabarkan definisi kekudusan sebagai “dikhususkan demi Allah dan mempunyai perilaku yang sesuai dengan kekhususan itu.” Penulis Frederick Buechner berkata bahwa saat menulis tentang sifat seseorang, “tidak ada yang lebih sulit daripada menjelaskan tentang kekudusan.” Tambahnya, “kekudusan sama sekali bukanlah kualitas manusia, seperti kebajikan. Kekudusan . . . bukan hasil perbuatan manusia, melainkan hasil karya Allah di dalam diri mereka.”

Roma 6 menyajikan karunia menakjubkan yang Allah berikan kepada kita oleh iman di dalam Kristus, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (ay.4). Mengejar kekudusan dilakukan hari demi hari ketika kita menyerahkan diri dalam ketaatan kepada Tuhan dan menjauhkan diri dari hidup lama yang ingin memuaskan diri sendiri. “Sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal” (ay.22).

Semakin kuduskah kamu? Oleh kasih karunia dan kuasa Allah, kita dapat menjawab dengan penuh keyakinan, “Ya! Aku bertambah kudus hari demi hari.” —David McCasland

Apa sajakah sifat-sifat Yesus? Bagaimana aku dapat bekerja sama dengan-Nya untuk menjadikan sifat-sifat tersebut semakin nyata dalam hidupku?

Pilihan untuk mengejar kekudusan merupakan masalah hidup atau mati.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 5-7; Markus 11:1-18

Photo credit: charamelody / Foter / CC BY-NC

Ulasan Buku: Hasrat & Kekudusan

Oleh: Juni Liem

Passion and Purity

Judul : Passion & Purity (Hasrat dan Kekudusan)
Penulis : Elisabeth Elliot
Tebal : 217 halaman
Penerbit : Pionir Jaya

Sepertinya topik tentang cinta tidak akan pernah habis dimakan waktu. Setiap orang rasanya pernah bergumul akan masalah ini. Hampir setiap film maupun sinetron mengangkat topik ini. Cinta kepada keluarga, cinta kepada teman, cinta kepada negara, cinta kepada entah siapapun dan apapun itu. Tetapi apa yang digambarkan sebagai “cinta” dalam berbagai media ternyata berbeda dengan “cinta” yang diajarkan oleh Tuhan kepada kita.

Inilah yang disadari dan kemudian dituangkan oleh Elisabeth Elliot dalam bukunya, Passion and Purity (Hasrat dan Kekudusan). Jauh dari kalimat-kalimat teoritis, tulisan Elisabeth berbicara tentang pergumulan yang nyata-nyata ia alami selama menjalin hubungan dengan Jim Elliot, kekasih yang kemudian menjadi suaminya. Sejak berkenalan, mereka berdua berkomitmen untuk menyerahkan semua aspek hubungan mereka kepada Tuhan dan menjaga kekudusan hidup mereka di hadapan Tuhan. Tekad itu tak lantas membuat hubungan mereka bebas dari masalah. Melalui kutipan-kutipan dari buku hariannya dan surat-surat Jim yang dibagikan dalam buku ini, Elisabeth mengajak pembaca masuk dalam kehidupan pribadinya dan melihat bagaimana Firman Tuhan menolongnya menghadapi tiap tantangan yang melanda perjalanan cintanya.

Saya pikir, buku ini sangat baik dibaca baik oleh mereka yang sudah punya pasangan, maupun mereka yang masih lajang. Pesannya sangat relevan baik bagi pria maupun wanita. Kita ditolong untuk belajar untuk menempatkan Kristus sebagai prioritas utama dalam hidup kita dan membawa kehidupan cinta kita di bawah kendali-Nya. Kita dimotivasi untuk menyerahkan hasrat manusiawi kita agar dimurnikan Allah dalam api penyucian-Nya.

Buat teman-teman yang pernah baca buku I Kissed Dating Goodbye tulisan Joshua Harris, jangan lewatkan kata pengantar Joshua yang mengawali buku ini ya… =) Lalu, buat yang belum tahu siapa itu Jim Elliot, beliau adalah tokoh yang sangat menarik untuk kita kenal dalam sejarah misi. Jim adalah salah satu dari lima misionaris yang ditombak mati ketika berusaha memberitakan Injil kepada orang-orang dari suku Aucas di pedalaman Ekuador (kamu bisa nonton kisah Jim dan teman-temannya dalam film End of Spears – ed.).

Tentang Penulis
Elisabeth Elliot adalah pembicara, pengajar radio yang popular, dan pengarang lebih dari dua puluh lima buku yang disukai banyak pembaca. Misalnya: Through Gates of Splendor, Shadow of the Almighty, Keep a Quiet Heart, dan The Journals of Jim Elliot. Setelah kematian Jim, Elisabeth akhirnya menikah lagi. Kini ia bersama suaminya, Lars Gren, tinggal di Massachusetts.

Buanglah Yang Lama

Sabtu, 21 Januari 2012

Baca: 1 Korintus 5

Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. —1 Korintus 5:7

Beberapa hari sebelum merayakan Tahun Baru Imlek, banyak keluarga Tionghoa akan membersihkan rumah mereka luar dalam. Ada pepatah bahasa Kanton yang mengatakan: “Bersihkanlah kotoran pada saat ninyabaat” (hari ke-28 di bulan ke-12). Mereka melakukan tradisi ini karena mereka percaya bahwa kegiatan membersihkan rumah dapat menyapu bersih nasib buruk dari tahun sebelumnya dan menyiapkan rumah mereka untuk menyambut keberuntungan.

Ketika Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Korintus, ia meminta mereka untuk membersihkan hidup mereka secara menyeluruh— bukan demi mendapat keberuntungan melainkan untuk menyenangkan Allah. Ia memerintahkan mereka untuk membuang “ragi yang lama” (1 Kor. 5:7).

Paulus menggunakan perayaan Paskah Yahudi dan perayaan Roti Tidak Beragi (Kel. 12:1-28) sebagai latar belakang bagi pernyataannya tersebut. Ragi merupakan simbol dosa dan kejahatan yang harus dibersihkan dari rumah-rumah orang Yahudi untuk menyambut perayaan tersebut (Ul. 16:3-4). Karena Yesus adalah Anak Domba Paskah yang membersihkan kita dari dosa, jemaat Korintus harus membersihkan hati mereka dan menjauhkan diri dari ragi percabulan, kedengkian, dan kejahatan dalam kehidupan dan pergaulan mereka (1 Kor. 5:9-13).

Sebagai ucapan syukur kita kepada Yesus atas pengorbanan-Nya, marilah kita membuang dosa dari hidup kita dan merayakan kekudusan yang hanya dapat diberikan oleh-Nya. —MLW

Kekudusan Allah menuntut
Hati yang murni di dalam diri,
Namun anugerah menyatu dengan kekudusan
Untuk membersihkan hati dari dosa. —D. De Haan

Kontaminasi oleh dosa membutuhkan pembersihan dari Sang Juruselamat.