Posts

3 Janji akan Harapan di Tengah Ketidakpastian

Oleh Ruth Lawrence
Artikel asli dalam bahasa Inggris: 3 Verses That Give Me Hope Amidst Uncertainty

Rasanya tidaklah berlebihan jika kita berkata tahun 2020 itu mengerikan. Jutaan orang di seluruh dunia merasakan dampak dari pandemi, entah mereka terinfeksi atau mengalami efek domino lainnya yang diakibatkan kebijakan-kebijakan untuk meredam laju penyebaran virus.

Kita semua pun mungkin sepakat bahwa tahun 2020 sangat tidak biasa—tahun yang dipenuhi dengan banyak kesulitan! Namun, jika seandainya pandemi Covid-19 tidak terjadi pun, kita tetap akan mengalami hari-hari yang buruk—rencana yang gagal, kehilangan, sakit, juga kesedihan.

Terlepas dari kesulitan yang mendera kita, satu hal lain yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian. Tidak ada yang tahu akan apa yang terjadi besok, sebagaimana kita pun tak tahu di Januari 2020 akan seperti apa pandemi ini merebak.

Ketidakpastian bukanlah keadaan yang nyaman. Aku tak suka mengalami kejutan. Aku ingin bisa mengendalikan sesuatu dan memprediksi keadaan. Tapi faktanya, aku tidak piawai dalam mengendalikan situasi yang tak terduga. Aku malah berpura-pura seolah itu tak pernah terjadi, seolah hidupku baik-baik saja. Tapi, aku mendapati bahwa itu bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi ketidakpastian.

Seiring aku merefleksikan bagaimana caraku menanggapi dunia yang penuh ketidakpastian, aku menemukan tiga ayat yang mengandung janji Allah, yang menolong kita menemukan kedamaian dari-Nya:

1. Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33).

Tahun lalu, ketika aku sedang mempelajari Injil Yohanes, aku tersentak oleh diskusi antara Yesus dengan murid-murid-Nya menjelang waktu penyaliban. Yesus akan segera mengalami penderitaan yang tak terkatakan, tapi Dia masih meluangkan waktu untuk meyakinkan para murid dengan kata-kata-Nya yang penuh belas kasih.

Yesus tidak berkata kalau hidup para murid akan mudah. Faktanya, Yesus berkata bahwa mereka (juga kita) akan menghadapi kesengsaraan. Hal-hal buruk terjadi sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup, dan sebagai orang Kristen, kita telah diberi tahu bahwa kita akan mengalaminya. Namun, kita punya alasan untuk berharap karena Yesus berkata, “kuatkanlah hatimu”. Ketika hati kita menjadi kelu karena kita merasa tak mampu menghadapi penderitaan—entah itu kesepian, kesakitan, atau kehilangan—Yesus berkata, “Jangan patah arang, kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.

Dengan Yesus di sisi kita, kita dapat berdiri teguh meskipun gelombang besar mendera kita. Yesus adalah kawan yang tidak sekadar berjalan di samping kita, Dia turut merasakan apa yang kita rasakan. Dia bukanlah Allah yang jauh, yang tak mengerti bagaimana rasanya kehilangan seorang sahabat atau dikhianati. Dia turun ke dunia dan menghidupi kehidupan yang dipenuhi sukacita sekaligus juga kesakitan. Yesus mengerti keadaan kita karena Dia sendiri telah melaluinya sebelum kita.

Kadang, ketika kita menghadapi masa-masa yang tidak pasti, emosi kita—takut, khawatir, bingung—bisa menenggelamkan kita dan membuat kita sulit berdoa. Ketika aku kehilangan kata-kata untuk berdoa pada Allah, aku bisa memulainya dengan mengakui keadaan yang tengah kulalui. Jujur di hadapan Allah menolongku untuk melihat keadaanku dalam terang yang baru—aku bisa mengarungi lautan yang bergelora karena Bapa Surgawi menyertaiku.

2. Jangan kamu menjadi lemah dan putus asa

“Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya kamu jangan menjadi lemah dan putus asa” (Ibrani 12:3).

Ketika Yesus mendekati momen-momen penyaliban-Nya, Dia tidak menganggap remeh apa yang akan dilalui-Nya. Dia berkata jujur akan betapa hati-Nya pedih. Tapi, lebih dari itu, Dia juga berbicara akan hal-hal baik yang akan terjadi setelah kematian-Nya. Dia memberitahu para murid bahwa Dia akan pergi tetapi datang kembali agar mereka mendapatkan sukacita yang kekal. Kepergian-Nya berarti Roh Kudus akan datang dan menolong, dan terutama, dari kematian-Nya kita dapat didamaikan dengan Allah.

Aku mendapati Ibrani 12 itu menarik dan menguatkan karena pasal tersebut menceritakan alasan mengapa Yesus menderita bagi kita. Kita diundang untuk melihat kehidupan Yesus dan bagaimana Dia membawa kita pada Allah Bapa, agar kita tidak tawar hati.

Sebagai manusia kita cenderung berfokus pada hal-hal negatif yang tampak di depan kita. Ketakutanku akan virus Covid-19 dan aturan pembatasan sosial adalah nyata. Tapi, kita bisa memilih agar ketakutan itu tidak jadi fokus pikiran kita. Kita bisa melihat hal-hal baik lainnya yang mendorong kita mengucap syukur.

Satu aktivitas yang memberi dampak positif bagiku adalah sebelum hari berakhir, aku akan mengingat kembali setidaknya tiga kebaikan yang terjadi sepanjang hari itu. Aku lalu mengucap syukur kepada Allah. Ketika aku melakukan ini, aku mendapati ternyata aku punya lebih dari tiga hal untuk kusyukuri. Tujuanku adalah agar fokusku bergeser, dari pikiran tentang “seandainya Tuhan berbuat ini dan itu”, menjadi kepada berkat-berkat apa saja yang Dia telah berikan dan janjikan bagiku.

3. Bedakan antara mana yang baik dan buruk

“Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan’. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun” (1 Korintus 10:23).

Ayat terakhir yang kutemukan ini lebih dari sekadar pengingat. Di suratnya, Paulus menulis kepada jemaat Korintus tentang sikap mereka terhadap satu sama lain. Paulus mengingatkan, meskipun mereka tidak lagi terpisah oleh sekat aturan makan orang Yahudi, bertindak semena-mena untuk melakukan apa pun mereka yang inginkan bukanlah hal yang terbaik untuk dilakukan bagi saudara seiman.

Ayat ini membuatku berpikir bagaimana aku menyikapi orang lain ketika aku sedang bertemu teman-temanku. Saat ini, ketika pembatasan sosial gencar dilakukan, mungkin banyak orang akan menerima perintah ini. Tetapi, ketika kebijakan ini dilonggarkan, aku perlu berpikir matang bagaimana tindakanku nanti dapat berdampak bagi orang-orang di sekitarku. Aku mungkin tidak masalah untuk menjumpai teman-temanku secara tatap muka, tapi bagaimana jika tindakanku itu membuat orang lain khawatir? Aku perlu memikirkannya dengan bijak. Atau, semisal ketika aku berbelanja di supermarket, aku perlu memberi jarak fisik antara aku dengan antrean di depanku. Meskipun aku bukan termasuk orang yang parno, tetapi tidak dengan orang lain. Aku perlu juga menghargai mereka.

Aku perlu mengerjakan apa yang baik bagiku dan menghindari apa yang membawa keburukan. Bukan hanya untuk kesehatan mentalku, tetapi juga bagi perjalanan imanku. Apakah menghabiskan waktu bermedia sosial selalu lebih baik daripada membaca firman-Nya? Bagaimana jika aku menyerahkan kekhawatiranku kepada Tuhan daripada terus-menerus melihat tayangan berita?

Seiring aku berusaha mengubah kebiasaanku, aku terdorong untuk menyadari hal-hal kecil yang patut disyukuri, dan aku pun merasa diriku lebih positif.

Kesulitan dan ketidakpastian adalah bagian dari hidup setiap orang. Menyadari bahwa hal buruk terjadi dan kita merasa sedih karenanya adalah sikap yang wajar, tetapi kita juga bisa melihat pada hal-hal baik yang Tuhan izinkan terjadi. Tidak selalu mudah untuk mengubah pikiran kita kepada kasih dan berkat dari Allah, tetapi ketika kita bisa melakukannya, kita menemukan penghiburan dan harapan yang kekal.


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Memaafkan yang Tak Termaafkan

Memaafkan adalah sebuah tindakan yang melibatkan proses rumit, yang untuk mengucapkannya kita perlu mengorek kembali segala memori dan luka hati. Lantas, bagaimana bisa kita memaafkan orang yang rasanya tidak termaafkan?

4 Jurus untuk Mengatasi Kekhawatiran

Oleh Kristle Gangadeen, Trinidad and Tobago
Artikel asli dalam bahasa Inggris: 4 Weapons For Battling Anxiety In Difficult Seasons

“Rasanya seluruh hidupku telah hancur.”

Rasa putus asa tertulis di halaman-halaman buku harianku. Aku bingung, gelisah, dan frustrasi. Semua gelombang emosi itu membanjiriku sekaligus.

Dua tahun terakhir begitu menantang buatku. Aku kembali ke rumahku di kampung halaman, ketidakpastian akan tujuan hidup dan langkah karier selanjutnya, kebingungan apakah aku akan menganggur atau tidak, dan sekarang, relasiku yang berakhir dengan tiba-tiba.

Aku merasa buta, bingung, dan tertinggal, meski aku tetap berjuang untuk bertahan ketika gelombang demi gelombang kekhawatiran semakin menjeratku.

Sejujurnya kurasa Tuhan seperti mempermainkanku. Aku percaya pada-Nya ketika aku meninggalkan bisnis yang kurintis. Aku percaya pada-Nya untuk mengarahkan langkahku kepada tujuan. Dan, aku percaya pada-Nya ketika aku berdoa dengan sungguh untuk menjalin relasi dengan kekasihku.

Namun, semuanya tampak hancur berantakan.

Dalam kehancuranku, aku coba tetap mengungkapkan segala ketakutanku akan masa depan kepada Dia yang mendengarkan doa-doa kita dan melihat air mata kita (2 Raja-raja 20:5). Kubuka Alkitabku untuk mendapati penghiburan dan harapan.

Lalu, garis pembatas antara harapan dan khawatir pun tergambar di benakku. Aku harus memilih untuk memihak ke mana: janji Tuhan atau tipu muslihat dari si jahat.

Peperangan dalam pikiran itu sungguh nyata. Sekarang saatnya untuk angkat senjata dan menghadapinya.

Jika kamu juga berjuang menghadapi kekhawatiran seiring kamu menjalani masa-masa yang sulit, ikutlah bersamaku mempraktikkan empat jurus ini, agar kita dapat menang dalam Kristus.

Jurus #1: Ingatlah kasih setia Tuhan

“Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia” (Ibrani 10:23).

Alkitab berulang kali menunjukkan kesetiaan Allah. Dia setia ketika menepati janji akan keturunan yang diberikan-Nya pada Abraham dan Sara; Dia setia ketika memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian; Dia setia ketika memberkati Hana dengan seorang anak laki-laki; Dia pun setia ketika memberikan Juruselamat bagi dunia.

Ketika aku mendapati diriku bertanya, “Berapa lama, Tuhan?”, dan kekhawatiran menyergap hatiku, kuingatkan kembali diriku bahwa Tuhan setia pada janji-Nya. Di tahun-tahun yang lampau Tuhan telah menunjukkan kesetiaan, penyertaan, perlindungan, dan penghiburan bagiku.

Bagaimana mengaplikasikannya: Luangkan beberapa waktu untuk menuliskan kesetiaan Tuhan di masa-masa lalumu dan renungkanlah itu. Kamu akan melihat bahwa Tuhan sungguh baik dan dapat dipercaya.

Jurus #2: Bersukacitalah dan pujilah Tuhan

Raja Daud mengalami banyak masa sulit sepanjang hidupnya. Contohnya: ketika Saul berupaya untuk membunuhnya, Daud harus melarikan diri (1 Samuel 20-27). Lalu, anaknya sendiri mengkhianatinya (2 Samuel 15). Tapi, dalam segala kondisi, Daud tetap memilih bersukacitan dan memuji Tuhan.

Di Mazmur 22, Raja Daud memulainya dengan mengungkapkan ratapan dari hati yang pedih kepada Tuhan. Namun di akhir mazmurnya, Daud menaikkan pujian bagi Tuhan. Dia memuji Tuhan dalam penderitaannya karena dia percaya pada-Nya.

Jika Daud bisa membawa semua beban dan perasaannya pada Tuhan, artinya kita pun bisa melakukannya! Mengungkapkan isi hati pada Tuhan jauh lebih mudah daripada chat atau menelpon teman. Kita bisa berbicara dari hati ke hati dengan Tuhan kapan pun.

Tapi, janganlah kita berhenti sampai di sini saja. Iman dan kekuatan kita diperbaharui lewat pujian, seiring fokus kita bergeser dari masalah kita menuju kebesaran Tuhan.

Bagaimana mengaplikasikannya: Gunakan suaramu untuk memuji Tuhan. Temukan atau buatlah daftar lagu puji-pujian di ponselmu. Menyanyilah bagi Tuhan di rumahmu, di mobilmu, di manapun.

Jurus #3: Mengucap syukur

Hidup tak selalu manis seperti sepotong kue bolu, tetapi setiap harinya Tuhan memberikan kita banyak hal untuk kita mengucap syukur.

1 Tesalonika 5:18 berkata, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”

Berfokus pada apa yang tidak kita punya, yang tidak kita capai, atau apa yang telah hilang, bisa membawa kita kepada kepahitan, kebencian, dan ketidakpuasan. Mengubah fokus kita kepada berkat-berkat yang kita miliki bisa menolong kita menyingkirkan kegelapan dan menggantinya dengan cahaya kebenaran. Dan kebenarannya adalah: kita diberkati dengan berlimpah.

Sejak aku mulai menulis hal-hal yang bisa kusyukuri di buku harianku, aku tak lagi mendapati ada hari-hari di mana aku tak tahu hal apa yang bisa kusyukuri.

Janganlah kita asal-asalan menjalani hari. Jika kita punya makanan untuk dimakan, baju untuk dikenakan, dan kasur untuk tidur, baiklah kita mengucap syukur.

Bagaimana mengaplikasikannya: Buatlah daftar ucapan syukur, bisa di buku tulis atau catatan di ponsel. Berkomitmenlah untuk menuliskan setidaknya satu hal yang bisa kamu syukuri setiap harinya. Setelah beberapa waktu, coba evaluasi ulang.

Jurus #4: Merenungkan firman Tuhan dan temukanlah harapan

Sungguh suatu penghiburan karena kita bisa percaya bahwa firman-Nya itu benar, terlepas dari apa pun yang kita rasakan dan lihat (Yesaya 55:11).

Mazmur Daud menguatkan kita dalam masa-masa sulit dan masa-masa penantian. Beberapa mazmur favoritku adalah Mazmur 25:3, 27:13, 34:10, 34:18, 37:4, dan 46:1.

Satu ayat yang kupegang teguh dalam masa-masa sulitku diambil dari Keluaran 14:14 versi BIS:

“TUHAN akan berjuang untuk kamu, dan kamu tak perlu berbuat apa-apa.”

Ayat di atas adalah pesan Tuhan kepada bangsa Israel ketika mereka terjebak di tepi Laut Merah, padahal tentara Firaun semakin dekat dengan mereka. Dan, pesan itu jugalah yang masih berlaku bagi kita di masa kini. Ketika kita merasa kewalahan dan tak sabar, ingatlah janji-Nya itu.

Bagaimana mengaplikasikannya: Temukan ayat Alkitab yang berisi janji Tuhan dan renungkanlah itu. Kamu bisa jadikan ayat itu wallpaper di ponselmu, atau tulis lalu tempelkanlah di dindingmu.

Masa-masa sulit dalam hidupku masih berlangsung, tetapi roh yang menghadirkan damai sejahtera telah menolongku untuk menang mengatasi kekhawatiran di hati dan pikiranku (Filipi 4:6-7).

Kita memang tak tahu bagaimana masa depan kita, tapi jika kita mengenal Yesus, kita tahu siapa yang memegang masa depan itu. Kita bisa percaya dan teguh bahwa Dia yang memulai pekerjaan baik di dalam kita adalah setia, dan Dia jugalah yang akan memampukan kita menyelesaikannya (Filipi 1:6).

Baca Juga:

Menang Atas Dosa Favorit

Dosa itu menawarkan atau mengiming-imingi kita dengan suatu kenikmatan. Salah satu contohnya adalah dosa seksual. Makin kita terpikat, makin kita terjerat.

Perubahan Tak Terduga

Kamis, 27 Februari 2020

Perubahan Tak Terduga

Baca: Yakobus 4:13-17

4:13 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”,

4:14 sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.

4:15 Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.”

4:16 Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.

4:17 Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.

Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.—Yakobus 4:14

Perubahan Tak Terduga

Di bulan Januari 1943, angin panas Chinook menghantam kota Spearfish di Dakota Selatan, AS, sehingga temperatur udara naik drastis dari -20° ke 7°C. Perubahan cuaca drastis sebesar 27 derajat itu terjadi dalam waktu dua menit saja. Lonjakan suhu terbesar yang pernah tercatat di AS dalam kurun waktu dua puluh empat jam adalah 57 derajat! Hal itu terjadi pada tanggal 15 Januari 1972 di kota Loma, Montana, dengan suhu yang naik dari -48° ke 9°C.

Namun, perubahan mendadak tidak hanya terjadi pada cuaca dan suhu. Terkadang hal tersebut juga dialami dalam kehidupan. Yakobus mengingatkan kita, “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok” (Yak. 4:13-14). Kehilangan yang tidak terduga. Diagnosis yang mengejutkan. Kemerosotan finansial. Perubahan yang mendadak.

Kehidupan adalah suatu perjalanan dengan banyak elemen yang tak terduga. Justru karena itulah Yakobus memperingatkan kita untuk berbalik dari kecongkakan yang tidak memperhitungkan Allah Mahakuasa (ay.16). Ia pun menasihati kita: “Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu’” (ay.15). Peristiwa dalam hidup kita mungkin serba tak pasti, tetapi ada satu hal yang pasti: di tengah segala pengalaman hidup yang tidak terduga, Allah kita takkan pernah meninggalkan kita. Dialah satu-satunya yang tetap di sepanjang hidup kita. —Bill Crowder

WAWASAN
Yakobus memperingatkan orang-orang kaya supaya tidak congkak dan menyombongkan diri, menjauhi pandangan duniawi dan materialistis, serta tidak mengeksploitasi orang-orang miskin (Yakobus 4:13-17; 5:1-6). Alih-alih membantu jemaat yang menderita karena penganiayaan, mereka yang kaya malah mengeksploitasi mereka (2:5-7). Padahal, kita diharuskan menggunakan kekayaan kita untuk melakukan kebaikan (4:15-17). Yakobus mengingatkan jemaat yang terlalu percaya diri dan congkak itu, yang yakin pada masa depan mereka, untuk menyadari bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian, singkat dan rapuh. Lebih baik mereka mempercayakan semuanya kepada Allah yang mengendalikannya (ay.14). Dengan menyinggung perumpamaan Kristus tentang orang kaya di Lukas 12:16-21, ia memperingatkan bahwa mengandalkan diri sendiri adalah dosa. Rasul Paulus juga memberikan peringatan yang serupa dalam 1 Timotius 6:17-19.—K. T. Sim

Ketika menghadapi perubahan mendadak, bagaimana kamu bereaksi? Menurutmu, bagaimana respons iman yang tepat untuk menghadapi berbagai pengalaman mengejutkan dalam kehidupan ini?

Ya Bapa, ampunilah aku manakala aku mengkhawatirkan hal-hal yang tidak dapat kuperkirakan atau kukendalikan. Tolonglah aku agar menemukan ketenangan di dalam Engkau.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 17-19; Markus 6:30-56

Handlettering oleh Angel Kosasih

Bisakah Kita Tenang?

Selasa, 4 Juni 2019

Bisakah Kita Tenang?

Baca: Yohanes 14:25-31

14:25 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu;

14:26 tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.

14:27 Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.

14:28 Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.

14:29 Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.

14:30 Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri-Ku.

14:31 Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku, bangunlah, marilah kita pergi dari sini.”

Janganlah gelisah dan gentar hatimu. —Yohanes 14:27

Bisakah Kita Tenang?

Darnell memasuki ruang fisioterapi dengan kesadaran bahwa ia akan mengalami rasa sakit yang amat sangat. Terapis merentangkan dan menekuk lengan Darnell, lalu menahannya dalam posisi yang sudah berbulan-bulan tidak dialaminya sejak cedera. Setelah menahan setiap posisi yang tidak nyaman itu selama beberapa detik, sang terapis akan berkata kepada Darnell dengan lembut: “Ok, sekarang bisa rileks.” Belakangan, Darnell berkata, “Rasanya aku mendengar kalimat itu setidaknya lima puluh kali setiap sesi: ‘Ok, sekarang bisa rileks.’”

Saat merenungkan kata-kata tersebut, Darnell menyadari bahwa kalimat tersebut juga dapat diterapkan dalam sisi kehidupannya yang lain. Ia bisa rileks dan menjadi tenang dalam kebaikan dan kesetiaan Allah serta tidak terus-terusan khawatir.

Menjelang kematian-Nya, Yesus tahu bahwa murid-murid-Nya perlu mempelajari hal tersebut. Tak lama lagi mereka akan menghadapi masa-masa sukar dan penganiayaan. Untuk membesarkan hati mereka, Yesus berkata bahwa Dia akan mengutus Roh Kudus untuk tinggal bersama mereka dan mengingatkan mereka akan semua yang telah diajarkan oleh-Nya (Yoh. 14:26). Dengan demikian, Dia dapat berkata, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu. . . . Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh. 14:27).

Ada banyak hal yang dapat membuat kita gelisah dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kepercayaan kita kepada Allah dapat semakin bertumbuh dengan senantiasa mengingat bahwa Roh Kudus tinggal di dalam kita—dan Dia memberikan kita damai sejahtera-Nya. Ketika kita mengandalkan kuasa-Nya, kita dapat mendengar-Nya berkata dengan lembut: “Jangan gelisah, dan tenanglah.” —Anne Cetas

WAWASAN
Yohanes 13-17 dikenal sebagai Pengajaran di Ruang Atas atau Pesan Terakhir. Setelah pelayanan-Nya selama tiga tahun, tibalah waktunya Kristus pergi (13:1). Dalam 24 jam selanjutnya, Dia akan disalib, dan dalam beberapa minggu Dia akan kembali kepada Bapa di surga (14:3-4). Karena itu, Yesus memakai waktu yang istimewa ini untuk menghibur, mengajar, dan menguatkan orang-orang yang telah Dia pilih untuk melanjutkan pelayanan-Nya. Selain memberitahukan bahwa Roh Kudus akan diutus (14:16-17, 26; 15:26; 16:7-11) sebagai Penolong (yang akan menyertai untuk menolong dan membantu mereka), Yesus juga membagikan kebenaran-kebenaran lain yang menguatkan para murid sebagai wakil-Nya. Kebenaran tentang melayani dan mengasihi sesama (13:1-15,34-35; 15:12-17), tinggal di dalam-Nya dan berbuah banyak (15:1-11), dan tentang kebencian serta aniaya dunia (15:18-16:4). —Arthur Jackson

Apa yang membuat kamu gelisah? Manakah sifat Allah yang dapat menolongmu untuk belajar lebih mempercayai-Nya?

Tuhan Yesus, ajarlah aku menjadi tenang dengan mempercayai kesetiaan-Mu, menyadari kehadiran-Mu, dan mengalami damai sejahtera-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 21-22; Yohanes 14

Handlettering oleh Kent Nath

Mengharapkan Penundaan

Selasa, 12 Maret 2019

Mengharapkan Penundaan

Baca: Amsal 16:1-3,9

16:1 Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN.

16:2 Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.

16:3 Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.

16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.

Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya. —Amsal 16:9

Daily Quotes ODB

Yang benar saja? Saya sudah terlambat, tetapi tulisan di papan informasi jalan di depan saya mengandaskan harapan saya untuk tiba di kantor tepat waktu: “Ada Hambatan di Depan”.

Saya berharap segala sesuatu berjalan sesuai jadwal yang sudah saya susun, tetapi tidak memperkirakan adanya perbaikan jalan.

Dalam hal rohani, tak banyak dari kita mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal yang akan menghambat perjalanan kita atau memaksa kita mengubah rencana. Namun, kalau dipikir-pikir, saya jadi ingat betapa seringnya keadaan memaksa saya menata ulang rencana hidup saya—dalam hal besar maupun kecil. Hambatan akan selalu ada.

Dalam Amsal 16, Raja Salomo menulis tentang bagaimana rencana kita terkadang tidak sama dengan rencana Allah. Alkitab versi Bahasa Indonesia Sehari-hari menuliskan ayat 1 sebagai berikut: “Manusia boleh membuat rencana, tapi Allah yang memberi keputusan.” Salomo mengulangnya di ayat 9 (BIS), dengan berkata, “Manusia dapat membuat rencana, tetapi Allah yang menentukan jalan hidupnya.” Dengan kata lain, kita dapat membayangkan apa yang seharusnya terjadi, tetapi adakalanya Allah mempunyai jalan lain untuk kita jalani.

Bagaimana saya bisa melupakan kebenaran rohani itu? Saya menyusun rencana-rencana saya, tetapi bisa jadi lupa bertanya kepada Allah apa rencana-Nya bagi saya. Saya pun frustrasi ketika sesuatu menyela dan mengubah rencana saya.

Namun, daripada khawatir, kita dapat mengikuti nasihat Salomo dengan belajar mempercayai bahwa Allah menuntun kita, langkah demi langkah, sembari terus berdoa mencari wajah-Nya, menanti tuntunan-Nya, dan mengizinkan-Nya terus mengarahkan kita.—Adam Holz

Bagaimana biasanya reaksimu saat menghadapi penundaan dan perubahan rencana yang tidak terduga? Ketika merasa frustrasi, apa yang akan menolongmu berserah kepada Allah dan mempercayai Dia lebih lagi?

Ganti kekhawatiranmu dengan kepercayaan. Allah akan menuntun kamu.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 17-19; Markus 13:1-20

Di Tengah Kekhawatiranku, Tuhan Memberikan Kedamaian

Oleh Calvin Woo, Malaysia
Artikel asli dalam bahasa Inggris: God Met Me In The Midst Of My Anxieties

Apa yang harus kulakukan setelah lulus kuliah nanti? Pekerjaan apa yang harus aku lamar? Haruskah aku memulai usahaku sendiri? Haruskah aku melanjutkan studiku? Apakah sekarang waktu yang tepat untuk berpacaran?

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan biasa yang kita semua pasti pernah pertanyakan di suatu fase dalam hidup kita. Tapi, karena alasan yang aku sendiri tidak mengetahuinya, pertanyaan-pertanyaan itu sangat membuatku merasa terganggu hingga mempengaruhi kesehatan mental, fisik, dan emosiku.

Kala itu hidupku sedang berada di persimpangan jalan dan aku mencoba mengambil keputusan. Tapi, aku merasa sangat khawatir dan cemas tentang masa depanku hingga hatiku pun rasanya tidak karuan. Aku merasa tidak berdaya karena aku tidak dapat mengendalikan seluruh aspek kehidupanku, dan aku pun mulai mempertanyakan diriku dan juga kemampuan-kemampuanku.

Aku merasa begitu kewalahan sehingga aku tidak bisa makan dengan nikmat atau tidur nyenyak di malam hari. Aku terus berusaha mencari jawaban atas pertanyaanku. Aku lalu bercerita kepada teman-teman dan keluargaku, berharap itu dapat memberikan sedikit kelegaan dalam hatiku. Tapi, pertanyaan-pertanyaan itu terus datang dan pergi seperti ombak di pantai, membuat hidupku tidak produktif karena aku tidak dapat fokus kepada diriku sendiri, orang yang kukasihi, dan juga Tuhan. Aku berusaha sangat keras untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab itu. Aku menyibukkan diriku dengan melakukan hal lain seperti menonton televisi, drama, dan liburan ke pantai. Aku coba untuk melarikan diri dari pikiran-pikiranku sendiri, tapi entah bagaimana segala kekhawatiran itu selalu dapat merangkak masuk kembali.

Di suatu malam, aku sedang sendirian di kamarku, bergumul dengan pikiran-pikiran dalam benakku. Aku memutuskan untuk berseru kepada Tuhan.

“Tuhan, aku lelah! Tolong keluarkan aku dari badai ini. Bicaralah kepadaku dan tunjukkan jalan-Mu.”

Air mata pun membasahi wajahku. Aku tersesat dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku butuh sesuatu untuk membimbingku dan memberiku arah.

Diamlah

Beberapa minggu kemudian, aku pergi ke luar negeri. Hatiku masih terasa berat, tapi tiba-tiba aku terdorong untuk pergi hiking ke hutan. Pikiranku pun dengan cepat menyusun rencana bagaimana bisa sampai ke sana di pagi hari.

Ketika aku berjalan memasuki hutan, aku seolah memasuki dimensi yang lain. Pohon-pohon yang tumbuh tinggi menjulang membuatku menatap takjub, dan aku merasa kehilangan kata-kata. Cahaya dari matahari menembus lebatnya hutan dan menyentuh wajahku. Aku menutup mataku, mendengar gemericik aliran sungai. Dan untuk pertama kalinya selama berbulan-bulan, aku mengambil nafas dalam-dalam.

Aku terus berjalan hingga ke tengah hutan dan menemukan sebuah anak sungai dengan pohon-pohon raksasa yang tumbuh di sekitarnya.

Aku duduk, menutup mataku, menyesap keindahan ciptaan Tuhan. Di dalam ketenangan yang tak biasanya aku rasakan ini…

Aku mendengar suara bisikan yang menegur hatiku.

“Diam! Tenanglah!”
(Markus 4:39).

Meski mataku tertutup, tetapi kemudian air mata turun membasahi pipiku. Aku merasakan kedamaian yang luar biasa dan kelegaan dari belenggu kekhawatiran yang menjeratku. Kelegaan yang kurasakan itu rasanya sulit dilukiskan dengan kata-kata, dan hanya bisa kuungkapkan dengan air mata yang dipenuhi rasa syukur dan sukacita.

Di hutan yang tenang, aku berdoa dan bersyukur kepada Tuhan atas kasih-Nya yang besar bagiku. Aku tahu bahwa perjalananku ke tengah hutan ini dipakai-Nya supaya aku menyaksikan kebesaran dan kekuatan Tuhan. Aku merasa seperti dirangkul oleh pepohonan di sekitarku, dan aku merasakan kasih Tuhan mengalir di hatiku.

Selama beberapa bulan terakhir aku berusaha mencari-cari jawaban atas pertanyaan hidupku, dan segala usahaku untuk mendapatkannya hanya membuat hatiku semakin kacau. Tetapi di dalam ketenangan hutan hari itu, aku akhirnya dapat mendengar suara Tuhan di tengah badai yang melanda hidupku.

Seiring aku terus berjalan menyusuri hutan, aku merenungkan pengalamanku yang luar biasa, dan melalui pengalaman itulah Tuhan mengingatkanku akan kasih dan kebaikan-Nya yang begitu besar. Kala aku menatap pepohonan dan menyaksikan cahaya matahari turun menembus dedaunan, aku diingatkan akan kemahakuasaan Tuhan yang terwujud dalam ciptaan-Nya, dan juga dalam hidupku.

Tuhan mengendalikan segala sesuatu

Sebagai pengikut Kristus, kita tidak dijanjikan untuk menjalani kehidupan yang bebas dari masalah, tetapi kita tahu bahwa segala tantangan yang kita hadapi adalah sebuah proses untuk menguatkan iman kita di dalam-Nya (Yakobus 1:2-4). Tantangan dan kesulitan di dalam perjalanan kita bersama Tuhan mengajari kita untuk bersandar kepada-Nya di kala masa sulit terjadi. Sederhananya, tantangan terkadang diperlukan untuk menjaga agar kita selalu di dalam Tuhan. Dan ketika tantangan itu datang, kita tahu bahwa kita memiliki tempat perlindungan di dalam-Nya.

Ketika masalah, kekhawatiran, keraguan, dan pencobaan memenuhi isi kepala kita, rasanya mudah untuk membiarkan emosi dan perasaan menentukan tindakan kita, tapi kita perlu tahu bahwa kita dapat bersikap tenang sebab kita memiliki Tuhan (Mazmur 46:10). Dialah Tuhan yang kepada-Nya samudera dan ombak taat, dan apapun yang kelak terjadi, Dia telah mengatasinya terlebih dulu. Tapi, kita tidak dapat mendengar suara-Nya yang memberi penghiburan apabila kita terus berusaha menyelesaikan masalah kita sendirian—seperti yang aku lakukan selama beberapa bulan dulu. Hanya ketika kita berdiam diri dan tenang, kita dapat mendengar Tuhan.

Di dalam tulisan ini aku sama sekali tidak bermaksud bahwa kamu harus pergi ke hutan. Tetapi, kita semua dapat mengambil waktu pribadi dan menemukan tempat yang tenang untuk menghormati Tuhan dan berelasi kembali dengan-Nya. Alih-laih mencoba mengendalikan segalanya dalam kehidupan kita, kita perlu untuk melambatkan sedikit langkah kita.

Cobalah untuk meluangkan 15 sampai 20 menit pertama dalam harimu untuk membaca firman Tuhan dan berdoa (dan tentunya, singkirkan ponselmu!). Inilah langkah awal yang baik untuk memulai terhubung kembali dengan Tuhan. Perlahan, seiring kamu mencoba cara ini atau cara lainnya, kamu akan menemukan cara apa yang paling cocok buatmu untuk menikmati waktu-waktu teduh pribadi dengan Tuhan.

Seringkali kita merasa khawatir dan cemas ketika kita kehilangan kendali atas keadaan hidup kita. Ketika badai kekhawatiran melanda, kita perlu melambatkan sejenak langkah kita, mengambil nafas dalam-dalam dan berdoa. Kita perlu merendahkan diri kita di hadapan Tuhan. Mencari-Nya, menyerahkan kehidupan kita kepada-Nya dan menjadikan-Nya sebagai prioritas yang pertama dalam setiap hal di hidup kita. Tuhan mengendalikan segala sesuatu, dan Dia selalu berada bersama kita di setiap langkah yang kita ambil. Ketika kita mengizinkan Tuhan menjadi kapten yang menakhodai hidup kita, kita tahu ke manapun Dia membawa kita, kita aman.

Ketika Tuhan menegurku di tengah hutan, aku belajar untuk melepaskan kendali atas diriku sendiri dan menyerahkan hidupku kepada Tuhan. Proses ini bukanlah hal yang mudah. Tetapi, meskipun aku masih menanti jawaban-jawaban mengenai apa yang harus kulakukan untuk hidupku, aku tahu bahwa Tuhan itu setia dan akan memimpinku ke jalan yang benar. Inilah yang memberikan penghiburan bagi hatiku.

Baca Juga:

Ketika Jumlah Jemaat di Gerejaku Menyusut

Jumlah jemaat aktif di gerejaku sekitar 300 orang. Kami saling mengenal satu sama lain dan berelasi dengan baik. Namun, belakangan ini konflik yang muncul tidak kunjung selesai hingga sekitar 100an jemaat memilih undur diri. Jumlah jemaat di gerejaku kini menyusut.

Gelisah Tak Bisa Tidur

Kamis, 24 Mei 2018

Gelisah Tak Bisa Tidur

Baca: Mazmur 4

4:1 Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi.Mazmur Daud.

4:2 Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku!

4:3 Hai orang-orang, berapa lama lagi kemuliaanku dinodai, berapa lama lagi kamu mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan? Sela

4:4 Ketahuilah, bahwa TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-Nya; TUHAN mendengarkan, apabila aku berseru kepada-Nya.

4:5 Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. Sela

4:6 Persembahkanlah korban yang benar dan percayalah kepada TUHAN.

4:7 Banyak orang berkata: “Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita?” Biarlah cahaya wajah-Mu menyinari kami, ya TUHAN!

4:8 Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur.

4:9 Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.

Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9

Gelisah Tak Bisa Tidur

Apa yang membuat kamu terjaga di malam hari? Akhir-akhir ini saya sering kurang tidur dan merasa gelisah di atas tempat tidur karena berusaha mencari solusi atas suatu masalah. Akhirnya saya mulai mengkhawatirkan keadaan saya yang tidak cukup beristirahat dan merasa ragu akan dapat mengatasi tantangan-tantangan yang muncul keesokan harinya!

Kamu pernah mengalami hal serupa? Masalah dalam hubungan, masa depan yang tidak menentu, apa pun itu—pada satu waktu, kita juga pasti digelisahkan oleh rasa khawatir.

Raja Daud merasa sangat tertekan saat menulis Mazmur 4. Orang-orang sedang menjatuhkan reputasinya dengan tuduhan yang tak berdasar (ay.3). Ditambah lagi sejumlah pihak mempertanyakan kemampuannya dalam memimpin (ay.7). Daud mungkin marah karena diperlakukan tidak adil. Tentulah Daud menghabiskan malam-malamnya dengan terus memikirkan segala kesusahan itu. Namun, kita membaca kata-katanya yang luar biasa, “Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur” (ay.9).

Charles Spurgeon menjelaskan ayat 9 dengan indah, “Dengan membaringkan diri, . . . [Daud] mempercayakan dirinya kepada Allah; ia pasrah total, ia tidur tanpa terbebani masalah; ada rasa percaya yang sempurna.” Apa yang menginspirasi rasa percaya itu? Dari semula, Daud yakin bahwa Allah akan menjawab doa-doanya (ay.4). Dan Daud yakin bahwa karena Allah telah memilih untuk mengasihinya, Dia juga akan memenuhi segala kebutuhannya dengan sepenuh kasih.

Saat kekhawatiran melanda, kiranya Allah menolong kita beristirahat dalam kuasa dan hadirat-Nya. Dalam tangan kasih-Nya yang berdaulat, kita dapat “membaringkan diri, lalu segera tidur.” —Poh Fang Chia

Bapa, terima kasih karena Engkau mendengarku saat aku berseru. Aku serahkan segala kekhawatiranku kepada-Mu dan bersandar pada kuasa dan kehadiran-Mu.

Kita dapat menyerahkan kekhawatiran kita kepada Allah yang sepenuhnya tepercaya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 22-24; Yohanes 8:28-59

Takkan Tumbang

Kamis, 1 Maret 2018

Takkan Tumbang

Baca: Matius 6:25-34

6:25 “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?

6:26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?

6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?

6:28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,

6:29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.

6:30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?

6:31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?

6:32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.

6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

6:34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? —Matius 6:27

Takkan Tumbang

Sebagai orang kelahiran California, wilayah yang selalu disinari matahari, saya tidak menyukai cuaca dingin. Namun, saya sangat suka melihat foto-foto salju yang indah. Saya senang ketika teman saya mengirimkan foto sebatang pohon muda yang terlihat dari jendela kamarnya di musim dingin. Kekaguman saya berubah menjadi kesedihan saat melihat dahan-dahan pohon itu merunduk karena dibebani butiran-butiran es yang berat.

Berapa lama dahan-dahan itu dapat bertahan sebelum tumbang oleh beban es yang berat? Beban berat pada dahan-dahan itu mengingatkan saya pada perasaan khawatir yang sering membebani hati dan pikiran saya.

Yesus baru saja menegaskan bahwa harta yang terbesar tidaklah bersifat duniawi dan sementara. Dia lalu mendorong kita untuk melepaskan segala kekhawatiran yang menggelisahkan kita. Allah Bapa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, mengasihi anak-anak-Nya dan selalu memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, kita tidak perlu menghabiskan waktu dengan terus-menerus merasa khawatir. Allah tahu segala kebutuhan kita dan akan memelihara kita (Mat. 6:19-32).

Allah juga tahu bahwa adakalanya kita digoyahkan oleh perasaan khawatir. Dia meminta kita untuk mencari-Nya terlebih dahulu, mempercayai penyertaan dan pemeliharaan-Nya di masa sekarang, dan menjalani hidup dengan iman dari hari ke hari (ay.33-34).

Dalam kehidupan ini, kita pasti akan menghadapi masalah-masalah yang berat dan ketidakpastian yang dapat membuat kita berputus asa. Mungkin adakalanya kita juga digoyahkan oleh beban kekhawatiran. Namun ketika kita mempercayai Allah, kekhawatiran itu tidak akan menumbangkan kita. —Xochitl Dixon

Tuhan, terima kasih karena Engkau meyakinkan kami untuk tidak khawatir karena Engkau senantiasa memenuhi kebutuhan-kebutuhan kami yang terdalam.

Kekhawatiran takkan menumbangkan kita ketika kita mempercayai Allah, Sumber segala hal yang baik.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 23-25; Markus 7:14-37

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Oei Kristina

Mengobati Kekhawatiran

Selasa, 12 Desember 2017

Mengobati Kekhawatiran

Baca: Filipi 4:1-9

4:1 Karena itu, saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!

4:2 Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan.

4:3 Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.

4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!

4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. —Filipi 4:6

Mengobati Kekhawatiran

Kami sangat bersemangat saat akan pindah ke tempat yang baru, mengikuti pekerjaan suami saya. Namun, segala ketidakpastian dan kesulitan yang terbayang sempat membuat saya khawatir. Saya khawatir soal menyortir dan mengepak barang. Mencari tempat tinggal. Mencari pekerjaan baru untuk saya juga. Bagaimana melakukan perjalanan di kota yang baru dan akankah saya merasa kerasan di sana. Semua itu . . . sangat merisaukan. Saat memikirkan tentang segala hal yang “harus” saya kerjakan, kata-kata yang ditulis Rasul Paulus muncul di benak saya: Jangan khawatir, berdoalah (Flp. 4:6-7).

Paulus tentu juga pernah merasa khawatir di tengah ketidakpastian dan kesulitan. Ia pernah mengalami karam kapal. Ia pernah dipukuli. Ia pernah dipenjara. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus menguatkan para sahabatnya yang juga menghadapi ketidakpastian dan mengatakan kepada mereka, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (ay.6).

Perkataan Paulus sangat menguatkan saya. Hidup ini tidak mungkin lepas dari ketidakpastian—baik itu berupa keputusan besar yang mempengaruhi hidup, masalah keluarga, kesehatan yang memburuk, atau kesulitan keuangan. Saya terus belajar untuk memahami bahwa Allah peduli. Dia mengundang kita untuk melepaskan kekhawatiran kita akan segala hal yang tidak pasti dengan menyerahkan semua itu kepada-Nya. Saat kita melakukannya, Allah yang Mahatahu menjanjikan bahwa damai sejahtera-Nya “yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran [kita] dalam Kristus Yesus” (ay.7). —Karen Wolfe

Tuhan, alangkah indahnya menyadari bahwa kami tak perlu khawatir akan apa pun. Ingatkan kami bahwa kami boleh datang dan membawa segala hal kepada-Mu. Kami bersyukur untuk diri-Mu dan karya-Mu dalam hidup kami.

Kepedulian Allah sungguh menenangkan jiwa.

Bacaan Alkitab Setahun: Hosea 9-11 dan Wahyu 3