Posts

Saat Kehidupan Menjelang Kesudahannya

Oleh Kim Cheung, Tiongkok
Artikel asli dalam bahasa Mandarin: 清明特輯 | 在生命的盡頭,誰可以拉住你的手(有聲中文)

Nenekku terbaring tak berdaya di tempat tidur. Nafasnya terengah-engah dan sesekali dia mengerang karena merasa sakit dan tidak nyaman. Wajahnya yang keriput menunjukkan usianya yang tua.

Aku terduduk di sampingnya, tak sekalipun tatapanku lepas darinya. Dengan semua kekuatannya, Nenek membuka matanya dan menatap lurus ke arahku.

“Nenek lapar?” tanyaku. Nenek menjawabku dengan keheningan; dia tidak lagi punya kekuatan untuk berbicara.

Tiga minggu telah berlalu sejak Nenek pulang dari rumah sakit. Jika ditotal sejak hari pertama Nenek dirawat di rumah sakit, sudah 17 hari dia tidak memakan makanan keras apapun. Tidak pernah terpikirkan olehku kalau dia akan menjadi sangat lemah.

Terlepas dari fakta bahwa Nenek telah berusia 92 tahun dan pernah memiliki riwayat penyakit jantung, kesehatannya selalu prima. Dia tidak butuh banyak pertolongan dalam kesehariannya; dia makan dan tidur teratur setiap hari, dia pun tampak lebih sehat dan muda jika dibandingkan dengan para lansia lainnya yang bahkan usianya lebih muda dari dia. Selain itu, dia juga selalu memiliki pandangan yang positif tentang kehidupan (tidak seperti teman-temannya) dan sering mengatakan kalau dia harus hidup dengan baik supaya bisa terus mengikuti perkembangan dunia sekarang.

Namun, saat ini dia terbaring sekarat untuk menghadapi masa-masa terakhir dalam hidupnya. Dia terlihat sangat kesakitan. Di balik pembawaanku yang tenang, perasaanku jadi campur aduk, dan aku pun bertanya: Bagaimana aku bisa menghibur Nenek dan membuatnya merasa sedikit lega di tengah situasi ini?

Aku dengan cepat menemukan jawabannya—tidak ada hal lain yang bisa kulakukan selain berdoa.

Di titik ini, Nenek dengan lembut mengulurkan tangannya dan memegangku. Meski tangannya lemah, tapi terasa hangat. Aku berdoa di dalam hati: Tuhan, Engkau ada bersamanya. Tolong, berikanlah dia penghiburan dengan kehadiran-Mu. Hanya Engkau yang dapat memberinya penghiburan yang sejati… Setelah beberapa saat, Nenek sepertinya tertidur; wajahnya tampak damai. Perlahan-lahan aku melepaskan tanganku darinya dan berdoa supaya Tuhan sajalah yang memegang dan menguatkannya.

Ini adalah pengalaman pertamaku menyaksikan seseorang berjuang di momen terakhir kehidupannya. Kematian adalah peristiwa yang suatu saat nanti pasti akan kita alami, namun yang jadi pertanyaannya adalah: Siapakah yang akan menemani kita kelak di jalan yang panjang dan sepi ini?

Aku teringat akan sesuatu yang beberapa tahun lalu menegurku: Kita semua datang ke bumi ini sendirian dan suatu saat akan pergi dengan cara yang sama—sendirian. Meskipun terdengar pesimis, tapi itulah kenyataan yang harus benar-benar kita hadapi. Keluarga dan teman-teman kita hanya bisa menemani kita di saat-saat terakhir kita di bumi, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk menemani kita ke perjalanan setelah kematian.

Dan inilah yang membuat banyak orang putus asa. Kematian menjadi sesuatu yang paling ditakuti oleh banyak orang—pikiran bahwa kita harus menghadapi rasa takut yang paling dalam dan gelap itu sendirian!

Namun, puji Tuhan karena aku menemukan harapan di dalam Kristus. Karena Tuhan selalu beserta kita, tidak ada satu pun momen dalam hidup kita di mana kita sendirian. Tuhan ada bersama kita di gunung-gunung ataupun lembah-lembah kehidupan. Daud berkata dalam Mazmur 23:4, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.”

Dan, di atas segalanya, Yesus telah menang atas kematian, seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 15:55, “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” Kita tidak lagi menghadapi ketidaktahuan dan keputusasaan setelah kita mati, tetapi kita beroleh kehidupan. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Inilah yang menunjukkan besarnya kasih Allah bagi kita—Dia selalu bersama kita dan Dia ingin membawa kita kepada kehidupan yang baru.

Semakin aku berpikir tentang hal ini, semakin aku menyadari bahwa kita baru dapat mengerti kehadiran Allah sepenuhnya ketika hidup kita hampir berakhir, karena di titik inilah kita tidak dapat bergantung kepada siapapun dan apapun lagi selain Allah. Hanya di kesepian kita yang paling dalamlah kita bisa menemukan bahwa hanya Tuhanlah yang pasti dan Dialah batu perlindungan di mana kita dapat menempatkan kepercayaan kita.

Hanya Dia yang dapat memberikan kita penghiburan sejati dan pertolongan di masa-masa tergelap. Hanya Allah yang akan bersama dengan kita selamanya—semua hal lainnya hanyalah sementara dan akan berlalu.

Aku mengucap syukur pada Allah karena aku tidak pernah sendirian dalam menyelesaikan perjalananku di dunia ini. Jadi, selama waktu-waktuku hidup, aku mau hidup dengan kepercayaan penuh pada kasih setia-Nya dan menyandarkan hidupku pada-Nya, batu perlindunganku yang kokoh.

Ya Tuhan Yesus, peganglah tanganku erat-erat.

Baca Juga:

Tetap Beriman di Tengah Kecelakaan

Brakk! Kereta yang kutumpangi mengalami kecelakaan. Suasana panik dan yang bisa kulakukan hanyalah tertunduk dan berdoa.

Ketika Pepohonan Bersemi

Rabu, 25 Mei 2016

Ketika Pepohonan Bersemi

Baca: Yohanes 11:14-27

11:14 Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: “Lazarus sudah mati;

11:15 tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya.”

11:16 Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia.”

11:17 Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.

11:18 Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya.

11:19 Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya.

11:20 Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah.

11:21 Maka kata Marta kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.

11:22 Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.”

11:23 Kata Yesus kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.”

11:24 Kata Marta kepada-Nya: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.”

11:25 Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,

11:26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?”

11:27 Jawab Marta: “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”

Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati. —Yohanes 11:25

Ketika Pepohonan Bersemi

Di tengah musim dingin yang bersalju dan membeku, harapan akan datangnya musim semi telah menguatkan kami yang tinggal di Michigan, Amerika Serikat. Bulan Mei menjadi jawaban dari penantian itu. Perubahannya begitu menakjubkan. Dahan pohon yang tadinya kering pada awal Mei mulai berubah menjadi ranting yang akan ditumbuhi daun-daun hijau lebat di akhir bulan. Meski dari hari ke hari perubahannya nyaris tak terlihat, tetapi pada akhir Mei, pepohonan di halaman telah berubah dari keabu-abuan menjadi kehijauan.

Allah membuat siklus antara istirahat dan pembaruan bagi karya ciptaan-Nya. Apa yang terlihat mati bagi manusia, bagi Allah adalah masa istirahat. Sebagaimana istirahat menjadi persiapan untuk pembaruan, kematian pun menjadi persiapan untuk kebangkitan.

Saya suka mengamati pepohonan yang seakan hidup kembali di musim semi, karena hal itu mengingatkan saya bahwa kematian hanyalah kondisi sementara yang bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan dan awal baru bagi sesuatu yang jauh lebih baik. “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh. 12:24).

Meski serbuk sari sering dianggap sebagai gangguan di musim semi karena mengotori perabot rumah dan membuat orang bersin, bagi saya hal itu mengingatkan bahwa Allah masih bekerja untuk memelihara keberlangsungan dari segala sesuatu. Setelah kematian yang membawa dukacita, Dia menjanjikan kebangkitan yang mulia bagi mereka yang percaya kepada Anak-Nya. —Julie Ackerman Link

Kiranya kamu dikuatkan saat membaca 1 Korintus 15:35-58 yang mengingatkan kita pada pengharapan akan kebangkitan.

Setiap helai daun yang baru bertumbuh di musim semi mengingatkan kita pada kebangkitan yang telah dijanjikan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 25-27; Yohanes 9:1-23

Artikel Terkait:

3 Hal yang Membuat Kematian Yesus Berbeda

Kematian itu menakutkan. Bisa merenggut siapa saja tanpa memandang usia. Namun, kematian Yesus Kristus sangat berbeda dengan kematian manusia pada umumnya. Mengapa? Temukan jawabannya di dalam artikel ini.

Bab Terakhir

Rabu, 30 Oktober 2013

Bab Terakhir

Baca: Wahyu 22:6-20

Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! —Filipi 4:5

Saya punya seorang sahabat yang biasa membaca terlebih dahulu bab terakhir dari sebuah buku baru yang menegangkan. “Untuk mengurangi kecemasan saat membaca,” jelasnya. Demikian juga dengan orang-orang Kristen: Karena kita sudah tahu akhir kisah dari dunia ini, kita bisa menjadi sumber damai di tengah keadaan yang begitu kacau, dan tetap bersikap tenang di tengah bencana yang mengancam.

Rasul Paulus menyebut sikap ini sebagai “kebaikan hati” dalam Filipi 4:5. Istilah ini menyiratkan adanya “kedamaian hati di bawah tekanan”. Hal ini mengacu pada sikap tenang dan berhati-hati yang kita gunakan untuk menghadapi keadaan yang meresahkan kita sehari-hari. Kerajaan demi kerajaan mungkin ambruk, persahabatan mungkin goyah, gereja-gereja mungkin ditutup, lautan mungkin bergelora, dan gunung-gunung mungkin runtuh, tetapi kita bisa tetap merasa tenang dan hati kita merasa damai.

Bagaimana caranya kita mempertahankan sikap tenang seperti itu? Dengan mengingat bahwa “Tuhan sudah dekat” (Flp. 4:5); Dia akan segera datang. Tuhan kita sedang menantikan waktu bagi-Nya untuk menerobos dan membalikkan segala sesuatu yang salah menjadi benar. Pada saat itulah dunia ini dan seluruh isinya akan berada dalam tangan Tuhan, Raja kita, dan “bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut” (Hab. 2:14).

Yesus berkata, “Ya, Aku datang segera!” (Why. 22:20). Mungkin saja itu terjadi hari ini! Itulah hal terakhir yang dikatakan-Nya dalam pasal terakhir dari Alkitab-Nya. —DHR

Tuhan, terima kasih Engkau mengusir rasa takut dari kehidupan kami
dengan mengizinkan kami mengetahui akhir kisah dunia ini.
Kami dapat tenang dalam kepastian bahwa sebagai pengikut-Mu,
kami akan bersama-Mu dalam Kerajaan-Mu yang mulia dan kekal.

Keyakinan pada kedatangan Tuhan kembali sangat erat kaitannya dengan hidup sehari-hari.

Sebuah Akhir?

Jumat, 18 Oktober 2013

Sebuah Akhir?

Baca: 1 Korintus 15:50-58

Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. —1 Korintus 15:57

Segala sesuatu di dunia ini pasti akan berakhir, dan kenyataan itu terkadang membuat ciut hati. Perasaan seperti itu Anda rasakan ketika Anda sedang membaca sebuah buku yang begitu bagus sehingga Anda tidak ingin buku tersebut tamat. Atau ketika Anda menonton sebuah film dan Anda berharap filmnya bisa berlanjut sedikit lebih panjang lagi.

Namun segala hal—baik atau buruk—pasti akan mencapai “akhir”. Bahkan, kehidupan juga pasti berakhir—terkadang lebih cepat dari yang kita harapkan. Setiap dari kita yang pernah berdiri di sisi peti mati dari seseorang yang kita sayangi pastilah mengetahui betapa pedihnya perasaan hampa dalam hati yang berharap seandainya hidup kekasih kita itu belum berakhir.

Syukurlah, Yesus melangkah ke tengah kancah kekecewaan yang timbul atas kematian, dan melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia memberi kita pengharapan. Di dalam Dia, “akhir” adalah sebuah awal menuju kekekalan yang bebas dari kematian, dan kata-kata seperti “segalanya sudah berakhir” pun diganti dengan ungkapan penuh sukacita dari “sampai selama-selamanya”. Karena tubuh kita tidak abadi, Paulus meyakinkan kita bahwa “kita semuanya akan diubah” (1Kor. 15:51) dan mengingatkan kita bahwa karena Kristus telah menaklukkan kematian, kita dapat dengan penuh keyakinan berkata, “Hai maut di manakah kemenanganmu?” (ay.55).

Jadi janganlah hati Anda gelisah. Kesedihan kita memang nyata, tetapi hati kita dapat dipenuhi dengan rasa syukur, karena Allah “telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (ay.57). —JMS

Tuhan, jaga mata dan hati kami agar tidak terpaku pada sukacita
atau kekecewaan yang sifatnya sementara, melainkan kepada
keabadian yang penuh kemenangan. Terima kasih atas kematian dan
kebangkitan-Mu yang menjamin masa depan kami selamanya.

Dalam Kristus, akhir hidup menjadi permulaan baru.

Membaca Terbalik

Senin, 15 Juli 2013

Membaca Terbalik

Baca: Wahyu 21:1-7

Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak- Ku. —Wahyu 21:7

Saya harus mengakui bahwa terkadang saya membaca akhir dari sebuah buku sebelum saya membaca awal kisahnya. Dengan cara itu, saya akan tahu tokoh mana yang tetap bertahan dan mana yang tidak. Ketika saya sudah mengetahui akhir kisahnya, saya bisa membaca buku itu dengan tenang sambil tetap menghargai dan menikmati alur cerita serta perjalanan setiap tokoh di dalamnya.

Dengan cara yang sama, iman para pengikut Kristus bisa diteguhkan dan dihibur ketika mereka membaca kitab terakhir dari Alkitab yaitu kitab Wahyu. Berulang kali, pengikut Kristus dipanggil untuk menjadi pemenang (1Yoh. 4:4; 5:4; Why. 2:7,11,17,26; 3:5,12,21). Kita bisa menjadi pemenang sekarang hingga selama-lamanya.

Ketika Rasul Yohanes berbicara tentang tersingkapnya surga dan bumi yang baru di kitab Wahyu (21:1), ia menggambarkan suatu kemenangan akhir bagi mereka yang telah menerima Yesus sebagai Juruselamat. Pada waktu itu, kita akan melihat berakhirnya kematian, tangis, kesedihan, dan kesakitan (ay.4). Tuhan menyatakan: “Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku” (ay.7). Dia akan diam bersama kita (ay.3), dan Dia akan “menjadikan segala sesuatu baru” (ay.5).

Ketika pencobaan-pencobaan hari ini terasa begitu berat hingga melampaui kekuatan Anda, izinkan Tuhan menunjukkan kepada Anda akhir dari segalanya, yaitu kekekalan yang akan Anda jalani bersama-Nya selamanya! —RKK

Hai bangkit bagi Yesus, tak lama masa p’rang,
Gaduhnya ‘kan diganti—nyanyian pemenang.
Yang jaya diberikan mahkota yang baka,
Bersama Raja mulia berkuasa selamanya. —Duffield
(Kidung Jemaat, No. 340)

Terimalah pengharapan hari ini dengan mengingat akhir dari segalanya, yaitu hidup kekal bersama Allah.

Penglihatan Akan Kekekalan

Kamis, 4 Juli 2013

Penglihatan Akan Kekekalan

Baca: 2 Korintus 4:16-5:8

Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan. —2 Korintus 4:18

Saya menerima kabar baik ketika memeriksakan mata saya bulan lalu— penglihatan jarak jauh saya telah membaik. Saya anggap ini kabar baik, sampai seorang teman mengatakan: “Penglihatan jarak jauh memang akan membaik seiring dengan bertambahnya usia, tetapi penglihatan jarak dekat yang mungkin akan berkurang.”

Hasil pemeriksaan itu membuat saya berpikir tentang membaiknya penglihatan jarak jauh lainnya, yang saya perhatikan telah dialami sejumlah orang Kristen. Mereka yang telah lama mengenal Tuhan atau yang pernah mengalami ujian yang berat sepertinya mempunyai penglihatan surgawi yang lebih baik dibandingkan orang pada umumnya. Penglihatan mereka akan kekekalan semakin membaik, sementara penglihatan jarak dekat mereka pada hal-hal yang duniawi semakin berkurang.

Dengan penglihatan akan kekekalan yang dimilikinya, Rasul Paulus menguatkan jemaat di Korintus: “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami . . . . karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:17-18).

Di dunia ini, kita bergumul dengan “penglihatan” kita. Kita merasakan dilema antara menikmati semua yang telah Allah sediakan dalam hidup ini dengan keyakinan kita akan masa depan kita. Teolog Jonathan Edwards berkata: “Kenikmatan kekal yang kita alami bersama Allah di surga kelak akan jauh lebih indah daripada kesenangan duniawi yang paling luar biasa sekalipun.” Bertemu dengan-Nya akan membuat penglihatan kita menjadi sempurna. —AMC

Tuhan, kami tahu hidup kami di dunia ini hanyalah sementara
jika dibandingkan dengan kekekalan. Tolong kami untuk menikmati
waktu yang Kau berikan dan pakai kami untuk menceritakan tentang
kasih dan kebaikan-Mu sampai tiba saatnya kami bertemu dengan-Mu.

Pusatkan pandangan kita pada upah surgawi yang sudah menanti.

Telah Tuntas

Minggu, 13 Januari 2013

Telah Tuntas

Baca: 1 Yohanes 5:10-15

Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal. —1 Yohanes 5:13

Saya suka menonton sepakbola, dan saya seorang penggemar klub sepakbola Liverpool pada Liga Primer Inggris. Ketika menyaksikan klub dengan julukan “Si Merah” ini bertanding, ada ketegangan tersendiri yang saya alami. Karena sebuah gol atau satu kesalahan dalam permainan dapat mengubah seluruh hasil pertandingan, saya terus merasakan ketegangan ketika menontonnya. Hal itu juga membuat pertandingan begitu seru untuk dinikmati. Meski demikian, baru-baru ini saya menyaksikan tayangan ulang dari salah satu pertandingan Liverpool. Saya terkejut betapa diri saya jauh lebih tenang ketika menonton tayangan ulang tersebut. Mengapa? Karena saya telah mengetahui hasil akhirnya, alhasil saya dapat bersantai dan menikmati pertandingan tersebut.

Menjalani hidup ini sering kali seperti menyaksikan siaran langsung olahraga. Ada unsur ketegangan dan kejutan, rasa frustrasi bercampur takut, karena kita tidak yakin akan hasil akhirnya. Meski demikian, para pengikut Kristus dapat menikmati penghiburan, karena sekalipun banyak situasi dalam hidup ini yang tidak menentu, hasil akhir kita yang abadi telah dipastikan oleh karya Yesus Kristus di atas kayu salib.

Rasul Yohanes menulis, “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yoh. 5:13). Beragam ketegangan dan kejutan mungkin mewarnai hidup kita, tetapi oleh karya Kristus kita dapat memiliki kedamaian. Dia telah memastikan hasil akhir kita yang abadi. —WEC

Iman melihat melampaui hidup yang sementara ini
Dengan suatu pengharapan untuk selamanya—
Bukan dengan harapan yang sayu dan samar,
Namun dengan kepercayaan yang mantap dan pasti. —D. De Haan

Kedamaian memenuhi hari saat Kristus memenuhi hati.

Perhentian Akhir

Senin, 31 Desember 2012

Perhentian Akhir

Baca: Mazmur 39:5-14

“Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!” —Mazmur 39:5

Sembari kita menyambut Tahun Baru dengan beragam rencana dan resolusi, mari dengarkan perkataan dari orang-orang saleh di masa lalu yang mendorong kita untuk memikirkan sesuatu yang lebih suka kita abaikan, yakni kematian kita.

Thomas à Kempis (1379-1471) menulis, “Berbahagialah orang yang selalu memikirkan tentang waktu kematiannya dan setiap hari menyiapkan diri untuk mati.” Francois Fénelon (1651-1715) menulis, “Kita sangat menyesalkan kebutaan dari orang-orang yang tidak mau memikirkan kematian, dan yang memalingkan perhatian mereka dari suatu hal yang tak terelakkan, yang sebetulnya dapat membahagiakan apabila sering dipikirkan. Kematian hanya menggelisahkan orang-orang yang mementingkan hal-hal jasmani.”

Yang dimaksudkan oleh kedua tokoh ini bukanlah suatu kesenangan yang muram terhadap kematian, melainkan cara pandang yang dinamis terhadap kehidupan. Seperti pemazmur Daud, kita harus berdoa: “Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! . . . Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan!” (Mzm. 39:5-6). Daud berbicara tentang orang yang bekerja di dalam kesia-siaan dan menimbun kekayaan tanpa tahu siapa yang akan meraupnya (ay.7). Ia menyimpulkan dengan menegaskan bahwa ia berharap hanya kepada Allah, satu-satunya yang dapat menjaganya dari suatu kehidupan yang penuh dengan pemberontakan dan bencana jiwa (ay.8-9).

Ketika kita berharap hanya kepada Allah, setiap hari kita patut merenungkan betapa singkatnya hidup kita di bumi. —DCM

Ya Tuhan, kami tahu singkatnya hidup kami di bumi jika dibandingkan
dengan kekekalan. Berkati kami, penuhi kami, dan pakai kami
untuk menceritakan kasih dan kebaikan-Mu sebanyak dan selama
yang kami bisa lakukan, sampai kami bertemu dengan-Mu. Amin.

Merenungi kepastian dari kematian dapat memberikan suatu cara pandang yang dinamis terhadap kehidupan.