Posts

Ketika Kita Kehilangan, Satu Hal Inilah yang Membuat Kita Bertahan

ketika-kita-kehilangan

Oleh Novi Kurniadi

Hidup itu seperti uap, yang sebentar ada kemudian tiada. Gambaran yang diberikan firman Tuhan tentang hidup manusia yang singkat ini sangat tepat (lihat Yakobus 4:14). Beberapa orang menjadi tua, mereka akan segera tiada. Entah beberapa bulan lagi atau beberapa tahun lagi. Beberapa orang masih muda, namun siapa yang tahu sampai kapan mereka hidup? Suatu hari nanti, cepat atau lambat, kita akan kehilangan mereka satu per satu. Sebaliknya, sangat mungkin juga merekalah yang nantinya kehilangan kita, entah kapan.

Alkitab mencatat kesedihan yang sangat dalam dari seorang ayah yang kehilangan anaknya. Yakub, berduka sedemikian dalamnya ketika Yusuf, putra yang dikasihinya diduga telah meninggal dunia. Ia bahkan tidak mau dihibur dan berkata, “Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati!” (Kejadian 37:35).

Meski tidak ada keterangan tentang bagaimana perasaan Yusuf, anak yang diduga sudah meninggal itu, saya pikir Yusuf pun tak kalah terpukul dan sedih. Ia dijual oleh saudara-saudaranya sendiri kepada orang yang tidak ia kenal. Ia dibawa pergi ke negeri asing, sendirian tanpa pengalaman, dan diperlakukan sebagai budak. Mungkin setiap hari ia merindukan keluarganya, terutama sang ayah yang sangat mengasihinya, dan hanya bisa menangis diam-diam. Tidak ada seorang pun yang bisa mengerti perasaannya, seorang teman pun tidak ada di sampingnya.

Di tengah situasi yang menyedihkan itu, Alkitab mencatat: Tetapi TUHAN menyertai Yusuf (Kejadian 39:2). Dan, itu cukup.

Penyertaan Tuhan membuat Yusuf selalu berhasil dalam pekerjaannya. Ia mendapat kasih tuannya dan diberi kuasa atas rumah dan segala milik tuannya itu. Sekalipun Yusuf telah kehilangan segalanya, ia tahu bahwa Tuhan tidak meninggalkannya. Saya pikir itulah sebabnya Yusuf bekerja dengan penuh tanggung jawab, dan berani berkata tidak ketika datang godaan untuk berbuat jahat (Kejadian 39:8-9). Ketika kemudian Yusuf harus menghadapi masalah dan kembali kehilangan segala yang baik, lagi-lagi, Alkitab mencatat: Tetapi TUHAN menyertai Yusuf (Kejadian 39:21).

Mungkin sekali semangat Yusuf sempat pasang surut berkali-kali. Dari anak keluarga berada menjadi budak. Dari manajer kepercayaan menjadi narapidana. Namun penyertaan Tuhan menjadi sumber kekuatannya. Yusuf tidak membiarkan rasa kehilangan (orang terkasih, posisi, pekerjaan) melumpuhkan hidupnya. Ia tetap menjadi orang yang dapat dipercaya di mana pun ia berada (Kejadian 39:22). Ia mengandalkan Tuhan sebagai sumber hikmatnya dalam bekerja.

Tetapi Tuhan menyertai _____________ (isi dengan nama kita masing-masing).

Apakah kita menyadari kehadiran-Nya?

Apakah kehadiran-Nya membuat kita menjalani hidup dengan cara yang berbeda?

Masing-masing kita mungkin punya kisah kehilangan yang berbeda. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf. Tetapi TUHAN menyertai saya. Tetapi TUHAN menyertai kamu. Sebab itu, kehilangan tidak perlu melumpuhkan hidup kita. Seperti Yusuf, kita bisa terus melangkah maju, mengerjakan apa yang dipercayakan ke tangan kita dengan giat dan penuh tanggung jawab. Pada waktu yang ditentukan Tuhan, Yusuf diangkat sebagai penguasa Mesir dan menyelamatkan keluarga dan bangsanya dari kelaparan (Kejadian 41-42). Pada waktu yang ditentukan-Nya pula, kita akan menyaksikan bagaimana Tuhan menyatakan karya-Nya yang mulia melalui kehilangan yang kita alami.

Baca Juga:

Penjara Bukan Penghalang

Kesaksian Putra mengenai bagaimana dia menemukan rencana Tuhan ketika dia tidak berhasil masuk ke sekolah yang dia inginkan.

Matahari yang Direnggut

Oleh: Erlinel Manuel

mentari-yg-direnggut

Tanggal 14 Januari 2007 jatuh di hari Minggu kedua bulan Januari. Hari yang dirayakan dengan penuh sukacita oleh sebuah keluarga kecil yang tinggal di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Wedding Anniversary ke-18 dari pasangan suami istri yang berbahagia dengan dua anak gadis mereka yang beranjak remaja. Mereka begitu yakin bahwa masih ada banyak lagi tahun-tahun penuh berkat Tuhan yang menanti di depan mereka.

Semua impian mereka kandas seketika keesokan harinya. Tuhan mengambil sang Ayah, tulang punggung keluarga. Pria yang gagah itu pergi berenang sekitar jam enam sore di laut yang cukup dekat dengan rumahnya, namun tiba-tiba mendapat serangan asma sehingga nyaris tenggelam. Meskipun sempat diselamatkan oleh penduduk sekitar, beliau akhirnya menghembuskan napas terakhir setelah sempat koma beberapa jam, di ruang ICU sebuah rumah sakit. Jam satu dini hari beliau sudah tidak bernyawa lagi. Betapa cepatnya suka berganti duka, tawa berganti tangis, impian berganti keputusasaan.

Kenapa Tuhan?” berulang kali aku berteriak kepada Tuhan. Kenapa Tuhan tega memanggil Papa tepat di hari ulang tahun pernikahannya, di saat kami sedang begitu berbahagia? Aku kehilangan matahari yang selalu menyinari keluarga kami dengan senyuman, ketegasan, dan kebijaksanaannya. Berat sekali rasanya. Apalagi bagiku, si anak bungsu yang paling dekat dengan beliau. Setiap malam aku menangis tanpa suara━takut terdengar Mama dan membuatnya makin bersedih━merindukan merdunya nyanyian Papa ketika beliau mempersiapkan diri untuk ibadah kolom (ibadah jemaat di sektor wilayah kami). Hatiku teriris-iris tiap kali melihat Mama duduk termenung dalam kamar sambil mendekap baju milik almarhum Papa.

Tanpa diduga, kejadian ini menjadi sarana Tuhan untuk menyentuh hidupku secara pribadi. Aku jadi menyadari bahwa selama ini aku hanya Kristen secara keturunan, karena orang tuaku juga beragama Kristen. Aku tidak sungguh-sungguh mengenal Tuhan. Kehilangan Papa membuatku tidak lagi dapat berdiam di balik status itu. Aku marah pada Tuhan yang telah mengambil Papa terlalu cepat dari sisiku. Aku tidak lagi memercayai-Nya. Aku menuduh-Nya sebagai Tuhan yang jahat dan tidak adil. Begitu besarnya kepahitan yang kurasakan sehingga aku tak hanya marah, tetapi juga membenci Tuhan.

Dengan sabar Tuhan menuntunku. Dia membawaku bersekolah di SMA Depok dan mengalami kasih saudara-saudara seiman di salah satu gereja karismatik. Di sanalah aku bertemu Tuhan Yesus secara pribadi. Dia menyentuh hatiku yang penuh kepahitan, kesedihan, kegelisahan, dan kemarahan. Perlahan aku mulai bisa melihat dengan jelas rencana Tuhan: pertobatanku. Tepat tanggal 8 Juli 2007 aku mengambil keputusan untuk menerima Yesus secara pribadi sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Hari itu adalah hari bangkitnya aku dari segala keterpurukan yang kualami selama berbulan-bulan.

Saudaraku, mungkin kamu juga pernah atau sedang merasa bahwa “matahari” hidupmu sedang direnggut, dan harapan masa depanmu meredup. Dalam masa-masa itu, tanamkanlah dalam hati bahwa Tuhan memegang kendali atas hidupmu. Apapun bentuk kehilanganmu, seberat apapun kesedihanmu, yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkanmu. Rancangan-Nya selalu indah pada waktu-Nya.

Bukalah Alkitab dan lihatlah bagaimana orang sesaleh Ayub pun pernah diizinkan Tuhan mengalami kehilangan yang besar. Namun, di ujung pergumulannya, Ayub bersaksi bahwa ia kini mengenal Tuhan secara pribadi, tak hanya dari kata orang saja (Ayub 42:5). Titik-titik terberat dalam hidupmu bisa jadi adalah momen yang Tuhan izinkan terjadi agar kamu sungguh-sungguh mengenal-Nya secara pribadi, bukan hanya karena tradisi keluarga atau cerita orang lain. Dialah Sang Juruselamat. Sang Penghibur sejati. Mintalah Dia menerangi pikiranmu untuk dapat melihat dengan jelas rancangan-Nya yang indah dalam kehidupanmu.

Let Go and Let God

(Belajar Melepaskan dan Mengenali Karya Tuhan dalam Kehilangan)
Oleh: Ruth Lidya Panggabean

let-go-and-let-God

 

“Sometimes the strongest thing you will ever do will be to let go of someone.
It will be painful, you will suffer guilt, and you will second-guess yourself,
but for your own sanity and quality of life,
there will come a time where you hand them to God,
with your love, and trust Him to be who and what He is.”
― Lee Goff

 

Orang-orang biasanya hanya mengenal dua jenis kekuatan: mendapatkan dan mempertahankan. Saya setuju bahwa keduanya memang butuh perjuangan. Tapi tahukah kamu bahwa ada hal lain yang tidak kalah sulit untuk dilakukan? Melepaskan. Akan selalu ada orang-orang tertentu yang sulit kita relakan untuk pergi dari hidup ini. Apalagi kalau kondisinya bukan karena kemauan kita sendiri. Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang dengan sengaja ingin mengalami yang namanya “kehilangan”. Tahu-tahu saja, seseorang yang kamu kira sudah kamu jaga sebaik-sebaiknya, tak lagi berada di tempatnya.

Melepaskan mereka bukan tanda kita menyerah atau lemah. Melepaskan adalah sebuah sikap yang menyatakan bahwa kita mempercayai Tuhan—bukan diri kita—sebagai pemegang kendali penuh kehidupan. Jangan genggam terlalu erat siapapun yang datang ke dalam hidupmu, karena mereka tidak akan berada di sana seterusnya. Jangan jadikan mereka pusat segalanya.

Ada alasan tertentu mengapa Tuhan mengizinkan orang-orang itu sempat singgah dalam hidupmu. Ada alasan tertentu pula mengapa Tuhan mengizinkan kamu kehilangan mereka. Mintalah Tuhan menerangi pikiranmu untuk tahu apa itu dan belajar sesuatu. Tak mengapa kalau kamu memang tidak dapat mengerti segalanya sekarang, tapi suatu saat, semua akan menemui kejelasan. Nothing is accidental or coincidental. Everything & everyone that crosses your path is God’s tool to help you grow. No experience is wasted, with the right attitude.

Dari kehilangan, saya belajar untuk lebih menghargai momen-momen yang Tuhan berikan bersama orang lain. The people you talked today you may never talk to again in a year or less. Mari mensyukuri siapapun yang Tuhan tempatkan di dekat kita saat ini. Mari memakai sebaik mungkin kesempatan berbagi hidup dengan mereka. Kita tidak pernah tahu kapan momen-momen itu akan berakhir.

Dari kehilangan, saya juga tertolong untuk semakin memahami apa artinya mempunyai dan mengalami. Ada orang-orang di luar sana yang bahkan tak pernah tahu rasanya memiliki.

Kehilangan telah membukakan mata saya terhadap hal-hal yang baru. Kadang saya berpikir, mungkin sebenarnya istilah “kehilangan” itu tidak pernah benar-benar ada. Karena bukankah ketika kamu mengosongkan tangan untuk melepaskan, berarti tangan itu siap untuk menerima pemberian yang lain lagi? Bukankah saat kamu membukakan pintu bagi mereka untuk keluar, pintu yang sama akan menjadi jalan masuk bagi orang berikutnya?

Dalam kehilangan, kita selalu dapat memegang janji Tuhan, bahwa Dia sekali-kali tidak akan membiarkan kita dan sekali-kali tidak akan meninggalkan kita (Ibrani 13:5). So, let go and let God. Biarkan mereka pergi, tapi ketahuilah, Tuhan senantiasa bersamamu di sini. Percayalah pada rancangan-Nya yang sempurna, termasuk rancangan mengenai siapapun nanti orang yang akan Dia tempatkan lagi dalam hidupmu. Cry as hard as you want to, but always make sure: when you stop crying, you’ll never cry for the same reason again 🙂