Posts

Alga dan Diatom

Rabu, 30 Januari 2019

Alga dan Diatom

Baca: Ayub 37:14-24

37:14 Berilah telinga kepada semuanya itu, hai Ayub, diamlah, dan perhatikanlah keajaiban-keajaiban Allah.

37:15 Tahukah engkau, bagaimana Allah memberi tugas kepadanya, dan menyinarkan cahaya dari awan-Nya?

37:16 Tahukah engkau tentang melayangnya awan-awan, tentang keajaiban-keajaiban dari Yang Mahatahu,

37:17 hai engkau, yang pakaiannya menjadi panas, jika bumi terdiam karena panasnya angin selatan?

37:18 Dapatkah engkau seperti Dia menyusun awan menjadi cakrawala, keras seperti cermin tuangan?

37:19 Beritahukanlah kepada kami apa yang harus kami katakan kepada-Nya: tak ada yang dapat kami paparkan oleh karena kegelapan.

37:20 Apakah akan diberitahukan kepada-Nya, bahwa aku akan bicara? Pernahkah orang berkata, bahwa ia ingin dibinasakan?

37:21 Seketika terang tidak terlihat, karena digelapkan mendung; lalu angin berembus, maka bersihlah cuaca.

37:22 Dari sebelah utara muncul sinar keemasan; Allah diliputi oleh keagungan yang dahsyat.

37:23 Yang Mahakuasa, yang tidak dapat kita pahami, besar kekuasaan dan keadilan-Nya; walaupun kaya akan kebenaran Ia tidak menindasnya.

37:24 Itulah sebabnya Ia ditakuti orang; setiap orang yang menganggap dirinya mempunyai hikmat, tidak dihiraukan-Nya.”

Diamlah, dan perhatikanlah keajaiban-keajaiban Allah. —Ayub 37:14

Alga dan Diatom

“Apa itu diatom?” tanya saya kepada seorang kawan sembari melongok ponselnya yang menampilkan foto-foto yang diambilnya lewat mikroskop. “Oh, itu ganggang mirip alga, tetapi lebih sulit untuk dilihat. Untuk melihatnya, lensa harus ditetesi minyak atau diatom itu harus dalam kondisi mati,” katanya. Saya dibuat kagum oleh gambar-gambar itu. Betapa kompleksnya detail dalam suatu makhluk hidup ciptaan Allah yang hanya bisa kita lihat dengan mikroskop!

Ciptaan dan karya Allah sungguh tidak terbatas. Dalam kitab Ayub, salah satu sahabatnya, Elihu, menyatakan hal tersebut saat Ayub bergumul dengan kehilangan yang dialaminya. Elihu menantangnya, “Berilah telinga kepada semuanya itu, hai Ayub, diamlah, dan perhatikanlah keajaiban-keajaiban Allah. Tahukah engkau, bagaimana Allah memberi tugas kepadanya, dan menyinarkan cahaya dari awan-Nya? Tahukah engkau tentang melayangnya awan-awan, tentang keajaiban-keajaiban dari Yang Mahatahu?” (Ayb. 37:14-16). Sebagai manusia, kita takkan sanggup memahami segala kompleksitas Allah dan karya ciptaan-Nya.

Bagian-bagian dari alam ciptaan yang tidak bisa kita lihat pun mencerminkan keagungan dan kuasa Allah. Kemuliaan-Nya ada di sekitar kita. Apa pun yang sedang kita alami, Allah terus berkarya, sekalipun kita tak dapat melihat dan memahaminya. Pujilah Allah hari ini, sebab “Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan yang tak terduga, serta keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya” (Ayb. 5:9). —Julie Schwab

Tuhan, terima kasih atas detail yang Engkau berikan atas alam ciptaan-Mu. Terima kasih juga karena Engkau terus berkarya sekalipun kami tak dapat melihatnya.

Allah senantiasa bekerja.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 23-24; Matius 20:1-16

Segala Sesuatunya Baru

Minggu, 30 Desember 2018

Segala Sesuatunya Baru

Baca: Wahyu 21:1-7

21:1 Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

21:3 Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”

21:5 Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Dan firman-Nya: “Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.”

21:6 Firman-Nya lagi kepadaku: “Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan.

21:7 Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku.

 

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. —2 Korintus 5:17

Segala Sesuatunya Baru

Saya sangat suka pergi ke tempat penjualan barang bekas. Karena suka mengutak-atik mobil, saya sering pergi ke salah satu tempat seperti itu yang tak jauh dari rumah. Tempat itu sepi, hanya angin yang berhembus di antara rongsokan mobil yang dahulu pernah menjadi kesayangan seseorang. Ada yang bekas kecelakaan, rusak, maupun usang. Saat berjalan di antara deretan kendaraan itu, terkadang ada mobil yang menarik perhatian dan membuat saya membayangkan petualangan apa saja yang pernah dilalui mobil itu selama “masa hidupnya.” Bagaikan sebuah portal ke masa lalu, masing-masing mobil mempunyai kisahnya sendiri—tentang manusia yang selalu mendambakan keluaran terbaru dan kendaraan yang lama-kelamaan usang dimakan waktu.

Namun, saya paling suka menghidupkan kembali suku cadang lama. Setiap kali berhasil mendaur ulang suku cadang yang sudah dibuang dan menempatkannya pada mobil yang baru, rasanya seperti menang atas waktu dan kerusakan.

Adakalanya hal itu mengingatkan saya akan perkataan Yesus pada kitab terakhir dalam Alkitab: “Aku menjadikan segala sesuatu baru!” (why. 21:5). Maksud-Nya ialah pembaruan ciptaan Allah, termasuk umat-Nya. Semua orang yang telah menerima Yesus sesungguhnya sudah menjadi “ciptaan baru” di dalam Dia (2kor. 5:17).

Kelak kita akan menerima janji-Nya untuk tinggal bersama Dia selamanya (yoh. 14:3). Tiada lagi penderitaan karena umur dan penyakit, lalu kita akan melanjutkan petualangan baru dalam kekekalan. Sungguh kisah yang ajaib untuk dikabarkan—kisah tentang kasih penebusan dan kesetiaan yang tak berkesudahan dari Juruselamat kita. —James Banks

Tuhan yang penuh kasih, aku memuji-Mu karena aku adalah ciptaan baru di dalam Engkau, dan karena Engkau telah menjanjikan hidup kekal kepadaku oleh karena kebaikan dan rahmat-Mu.

Akhir dan awal tahun adalah kesempatan untuk pembaruan. Apa yang sedang Allah perbarui dalam kehidupanmu?

Bacaan Alkitab Setahun: Zakharia 13-14; Wahyu 21

5 Mitos Tentang Surga

Penulis: Markus Boone

5-Myths-about-Heaven

Kita semua tentu mau masuk surga. Tetapi, beberapa hal mungkin terasa mengganjal ketika kita membaca Alkitab atau mendengar khotbah pendeta tentang surga. Misalnya, di surga nanti kegiatan kita nanti hanyalah menyanyi memuji Tuhan sepanjang hari. Sesuatu yang baik, tetapi tampaknya agak membosankan, apalagi jika menyanyi bukanlah hobi kita. Meski kita tetap berkata mau masuk surga, mungkin sekali kita tidak terlalu bersemangat juga untuk ke sana. Mari menyelidiki lebih jauh apa yang sebenarnya dikatakan Alkitab tentang surga.

1. Tidak ada laut di sana—benarkah?
Wah, berita buruk bagi para penggemar pantai, orang yang hobi berenang, memancing, snorkeling, atau menyelam. Wahyu 21:1 mengatakan bahwa kelak “laut pun tidak ada lagi”. Benarkah demikian?

Dalam kitab Kejadian, kita membaca bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, dan laut termasuk di dalamnya (Kejadian 1:1-10). Mengapa saat memperbarui ciptaan-Nya, laut dianaktirikan? Mungkinkah kata “laut” dalam kitab Wahyu menggambarkan sesuatu yang lain? Bagi para pembaca abad pertama, kata “laut” sering digunakan sebagai simbol kekacauan dan kejahatan (bandingkan Yesaya 57:20)! Kemungkinan besar, ketiadaan laut di sini menunjukkan tidak adanya lagi kekacauan atau kejahatan yang bisa mengancam penghuni langit dan bumi yang baru!

Seandainya pun yang dimaksudkan bagian ini adalah laut secara harfiah, kita bisa yakin bahwa di surga nanti tetap akan ada perairan yang luas. Dalam bukunya yang mengupas penjelasan Alkitab tentang surga, Heaven, Randy Alcorn menuliskan pengamatannya,

“Alkitab memberitahu kita ada sungai yang mengalir melintasi jalan di kota utama (lihat Wahyu 22:1) … bumi yang baru bahkan bisa jadi memiliki banyak danau yang besar, terutama jika tidak ada laut untuk menampung aliran airnya. Artinya, danau-danau yang sangat besar itu dapat kita sebut sebagai laut air tawar.”

Bayangkanlah sebuah perairan luas yang penuh dengan kekayaan alam nan menakjubkan di dalamnya. Airnya segar dan kita bisa menikmatinya sepuas hati tanpa rasa takut. Tidak ada ombak ganas atau tsunami yang mematikan. Bayangkanlah sebuah dunia yang baru, tanpa kekacauan dan kejahatan. Jelas saya ingin ke tempat yang seperti itu!

2. Kita akan berhenti bekerja dan beristirahat selamanya di sana—benarkah?
Dalam Ibrani 4:10 kita membaca, “…barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya…” Surga, tempat kediaman Allah, adalah sebuah tempat perhentian, tempat beristirahat. Istirahat itu menyenangkan. Di tengah kesibukan kita belajar atau bekerja, mungkin kita berharap bisa punya lebih banyak waktu beristirahat. Kalau bisa 5 hari kerja dan 2 hari libur dibalik menjadi 2 hari kerja dan 5 hari libur.

Tetapi, pernahkah kamu membayangkan jadi pengangguran, katakanlah selama 50 tahun? Setahun tanpa pekerjaan saja mungkin sudah membuat kita tersiksa. Beristirahat saja tanpa pekerjaan selama-lamanya? Mungkin kita bisa mati bosan… dan berhubung di surga kita tidak bisa mati, tampaknya kita akan bosan selama-lamanya di sana!

Masalahnya, kesimpulan yang demikian mengasumsikan pekerjaan sebagai bagian dari hukuman Tuhan kepada manusia yang berdosa—sebab itu, pekerjaan tidak akan ada lagi di surga. Asumsi ini jelas tidak alkitabiah karena Kejadian 1 dan 2 justru memberitahu kita bahwa sejak awal manusia diciptakan untuk bekerja! Manusia sudah diberi tugas untuk menguasai, memimpin, mengelola dunia ciptaan Allah, sebelum mereka jatuh di dalam dosa (Kejadian 1:26; 2:15). Bekerja bukanlah akibat dari dosa. Namun, dosa membuat pekerjaan manusia jadi penuh dengan “susah payah” (Kejadian 3:17). Dosa membuat pekerjaan tidak lagi memberi sukacita dan kepuasan bagi manusia.

Yesus berkata, Allah Bapa pun tidak berhenti bekerja (Yohanes 5:17). Bukankah pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya pekerjaan bagi Allah? Sebab itu, kita bisa yakin bahwa ketika Alkitab mengatakan surga adalah tempat perhentian dan istirahat, tidak berarti kita akan menjalani kehidupan yang pasif dan membosankan. Sebaliknya, kita akan menjumpai kondisi yang ideal untuk bekerja, untuk menjalankan semua yang dikehendaki Allah. Pekerjaan akan menjadi sukacita kita, bukan lagi beban yang membuat kita berkeluh kesah.

3. Kegiatan utama kita tiap hari hanyalah menyanyi untuk Tuhan—benarkah?
Menurut kitab Wahyu, siang dan malam para penghuni surga mempersembahkan puji-pujian kepada Tuhan (Wahyu 4:9; 5:9-14). Para pemusik dan anggota paduan suara mungkin senang mendengarnya, tetapi banyak orang lainnya mungkin malah jadi frustrasi bila itu adalah satu-satunya kegiatan kita di surga. Apakah pekerjaan lainnya kurang berarti sehingga kita tidak akan melakukannya lagi di surga?

Alkitab memberitahu kita bahwa di surga nanti kita tidak hanya akan hidup bersama Allah, tetapi juga bersama orang-orang yang sudah ditebus Kristus dari segala suku, bangsa, dan bahasa (Wahyu 7:9). Dan, bukankah kita diperintahkan untuk mengasihi Allah serta mengasihi sesama (Matius 22:37-40)? Jelas akan ada banyak aktivitas yang kita lakukan bersama-sama dengan orang lain untuk memuliakan Allah di surga!

Ada komunitas yang sangat dinamis dan menyenangkan di kota Allah kelak (Wahyu 21:24-26). Orang-orang yang telah ditebus Kristus akan bersama-sama menyembah Allah (Wahyu 5:13), makan dan minum bersama-Nya (Yesaya 25:6), dan memerintah bersama Kristus (Wahyu 22:5). Kita akan mempersembahkan musik dan pujian bagi Allah dengan sukacita, namun itu bukan satu-satunya hal yang akan kita lakukan untuk memuliakan-Nya dalam kekekalan.

4. Kita akan tinggal di langit, di antara awan-awan—benarkah?
Banyak di antara kita mungkin membayangkan surga ada di angkasa. Apalagi, dalam banyak film dan kisah dongeng diceritakan bahwa ketika orang meninggal dunia, rohnya akan terbang ke langit. Jadi, meski tidak tahu persis letaknya di mana dan tempatnya seperti apa, kita menganggap surga ada nun jauh di atas langit.

Menariknya, meski 1 Tesalonika 4:17 berkata bahwa umat Tuhan akan diangkat menyongsong Tuhan di angkasa, Alkitab tidak mengatakan bahwa kita akan tinggal selamanya di atas langit sana. Wahyu 21:1-3 justru dengan jelas memberitahu kita bahwa kediaman Allah akan ada di bumi! Kota yang kudus dari Allah akan turun menempati langit dan bumi yang baru, dan semua orang yang telah diselamatkan akan tinggal bersama-sama Tuhan di sana.

Konsep tentang surga yang ada di langit bukanlah pandangan yang dimiliki bangsa Yahudi sebagai surga yang akan ditempati manusia setelah dibangkitkan. Pemikiran tersebut lebih dekat dengan ajaran Plato yang menganggap dunia jasmani atau materi itu pada dasarnya jahat, dan suatu saat roh kita akan dilepaskan dari dunia jasmani yang jahat ini.

Alkitab sebaliknya memberitahu kita, ketika Allah menciptakan dunia ini, Allah menyebut segala yang dijadikan-Nyasungguh amat baik” (Kejadian 1:31).

Pada bagian awal Alkitab kita melihat dunia yang sungguh amat baik itu dirusak oleh dosa, pada bagian akhir Alkitab kita melihat dunia kembali diperbarui dalam kemuliaan Allah. Tidak hanya roh kita akan menerima tubuh yang baru (1 Korintus 15), langit dan bumi tempat tinggal kita pun akan dijadikan baru (Wahyu 21-22) dan Allah akan berdiam di sana. Yesus memastikan orang-orang yang memperoleh hak untuk tinggal di dalamnya akan berbahagia (Wahyu 22:14).

Jika dalam dunia yang sudah rusak saja masih ada berbagai hal baik yang bisa nikmati, betapa lebih lagi dalam dunia yang sudah diperbarui sepenuhnya. Saya yakin, kita akan terkagum-kagum melihatnya kelak.

5. Kita tidak akan punya hal baru lagi untuk dipelajari, karena kita sudah sempurna—benarkah?
1 Korintus 13:12 dan Ibrani 12:23 mengatakan bahwa di surga kelak kita akan menjadi sempurna. Apakah itu berarti tidak akan ada lagi sesuatu yang baru untuk dipelajari? Bukankah ini kabar buruk bagi orang-orang yang suka belajar (life-long learner) dan suka tantangan (risk-taker)?

Pertama-tama, kita perlu meluruskan pemahaman kita terhadap kata “sempurna”. Kita tidak bisa menyamakannya dengan kesempurnaan Allah. Di surga nanti, kita akan tetap menjadi manusia, bukan Allah. Kita akan memahami berbagai hal dengan lebih baik, lebih jelas, tetapi tidak berarti kita akan menjadi makhluk yang mahatahu. Kita akan mencerminkan gambar dan rupa Allah secara penuh—tidak lagi menyimpang atau tergoda berbuat dosa—namun kita tidak akan pernah menggantikan Allah.

Yang kedua, kita perlu ingat bahwa karya Allah itu tidak terbatas untuk diselami. Bila impian Chairil Anwar untuk hidup 1000 tahun lagi dikabulkan pun, saya yakin ia tidak akan puas, karena 1000 tahun masih terlalu singkat untuk memahami betapa lebarnya, dan panjangnya, dan tingginya, dan dalamnya, kasih Kristus (Efesus 3:18). Kita sungguh memerlukan kekekalan untuk menjelajahi semua kebesaran karya Allah!

 
Untuk direnungkan lebih lanjut
Apa lagi mitos tentang surga yang pernah kamu lihat atau dengar? Bagikan dalam kolom komentar di bawah ini!

Apakah Kita Lebih Baik Daripada Duo Bali Nine?

Oleh: Wendy Wong
(Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Are We Any Different From The Bali Nine Duo?)

W--Are-We-Any-Different-from-the-Bali-Nine-duo-

Pada tanggal 29 April yang baru lewat, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran akhirnya menjalani hukuman mati, setelah kasus yang melibatkan dua negara besar ini melewati proses peradilan sepanjang 10 tahun lamanya.

Pada tahun 2005, dua orang yang populer dengan sebutan “duo Bali Nine” ini ditangkap karena terbukti merekrut tujuh warga Australia lainnya dan mengatur penyelundupan lebih dari 8 kg heroin dari Bali, Indonesia, ke Australia. Mereka ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Selama 10 tahun terakhir mereka harus meringkuk di penjara Indonesia sembari menunggu hukuman dilaksanakan. Setelah permohonan grasi dan upaya terakhir mereka untuk mendapatkan keringanan hukuman ditolak, kedua pria tersebut akhirnya menjalani eksekusi oleh regu tembak di Nusakambangan.

Berita tentang kedua orang itu pertama kali kudengar sekitar satu bulan yang lalu; kasus mereka telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan diplomatik antara Australia dan Indonesia. Pemerintah Australia telah berusaha memohon, melakukan negosiasi, hingga memberikan ancaman kepada pihak Indonesia untuk meringankan hukuman mereka. Akan tetapi, sekalipun mendapatkan tekanan dari dunia internasional, Indonesia tetap teguh pada pendiriannya, menegaskan “perang melawan narkoba” mengingat tingginya kasus pemakaian narkoba di Indonesia.

Tanggapanku sempat sinis ketika membaca berita tentang permohonan grasi mereka. Orang-orang ini adalah para pengedar narkoba, sudah tentu mereka tahu bahwa yang mereka lakukan itu salah, dan sudah seharusnya mereka siap menerima konsekuensi atas perbuatan mereka. Logika yang sederhana, bukan?

Namun, beberapa hari kemudian, aku menemukan fakta yang secara drastis mengubah pandanganku terhadap kedua orang tersebut.

Dalam sepuluh tahun penahanan mereka, kedua pria ini telah berubah. Chan, yang berusia 31 tahun, telah bertobat dan menjadi seorang Kristen. Ia bahkan telah ditahbiskan sebagai seorang pendeta setelah 6 tahun belajar dan melayani sesama narapidana di LP Kerobokan, Bali. Ia membuka kelas memasak, mengadakan berbagai kursus, serta menjadi mentor bagi rekan-rekannya.

Dalam video dokumenter berjudul “Dear Me”, yang dibuat untuk mengingatkan para pelajar tentang bahaya menggunakan narkoba, Chan membacakan sebuah surat: “Yang terkasih diriku, saat kamu dewasa, kamu akan dikurung di sebuah penjara di Bali dan menjalani hukuman mati. Semua itu terjadi karena kamu berpikir bahwa menggunakan narkoba itu hebat… Keluarga dan teman-temanmu merasa hancur hati melihatmu…”

Sukumaran, yang berusia 34 tahun, memutuskan untuk menekuni dunia seni. Ia mengajar bahasa Inggris, desain grafis, dan filosofi kepada sesama narapidana. Ia juga sempat memulai bisnis menjual karya-karya seni dan pakaian dengan merek sendiri. Dua bulan sebelum ajal menjemputnya, ia bahkan sempat meraih gelar sarjana muda dalam bidang Seni Rupa. Surat kabar Sydney Morning Herald menulis, “keluarga dan para rohaniwan Kristen bersaksi bahwa ia telah sungguh-sungguh bertobat dan menjadi seorang Kristen dalam hari-hari menjelang kematiannya.”

Christie Buckingham, seorang pendeta Australia yang ikut membimbing Chan saat menempuh pendidikan pastoralnya, memberikan komentar berikut tentang Chan dan Sukumaran: “Mendekam dalam penjara memberimu kesempatan untuk introspeksi diri. Kedua pemuda itu telah melakukannya…. Setiap manusia punya keinginan untuk diterima. Andrew telah melangkah di jalan yang salah. Siapa pun bisa melakukan kesalahan yang sama.”

Apa yang dikatakan Christie sungguh benar. Sama seperti Chan dan Sukumaran, setiap kita telah melakukan kesalahan dalam hidup kita. Kesalahan kita mungkin tidak separah penyelundupan narkoba, tetapi kita semua telah berdosa di hadapan Allah. Entah itu berbohong atau berzinah, melakukan korupsi atau sekadar memaki, semuanya tetaplah dosa. Kita telah melanggar hukum Allah yang kudus dan sempurna, kita tidak dapat memenuhi apa yang menjadi standar-Nya. Sama seperti duo Bali Nine, setiap kita sesungguhnya pantas menerima hukuman atas dosa-dosa kita—maut.

Akan tetapi, Anak Allah sendiri telah memilih untuk mati menggantikan kita, memberi kita bukan saja kesempatan kedua, tetapi juga kehidupan yang kekal melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Janji keselamatan yang telah digenapi inilah yang memenuhi hati kedua terpidana mati ketika mereka menghadapi regu tembak pada hari Rabu itu. Mereka menyanyikan lagu “Bless the Lord O My Soul” [Pujilah Tuhan hai jiwaku] menjelang detik-detik terakhir eksekusi dilakukan oleh kedua belas anggota regu tembak.

Jangan salah paham, aku tidak bermaksud mengatakan bahwa perbuatan mereka tidak salah atau bahwa mereka tak seharusnya dihukum mati atas kejahatan mereka. Justru aku ingin menegaskan bahwa mereka salah dan pantas dihukum. Akan tetapi, sama seperti Chan dan Sukumaran, kita semua juga adalah manusia yang tidak sempurna, kecenderungan kita adalah berbuat dosa, dan sama seperti mereka, kelak kita pun akan mempertanggungjawabkan apa yang telah kita perbuat di hadapan Allah, Sang Hakim yang agung.

Sungguh kita bersyukur bahwa dalam kasih karunia-Nya, Allah berkenan menyediakan pengampunan. Sebesar apa pun dosa yang pernah kita perbuat, ada pengharapan bagi setiap kita yang memandang dan memercayakan hidup kepada Yesus Kristus yang telah mati untuk menyelamatkan jiwa kita.

Aku yakin bahwa pengharapan inilah yang dimiliki Chan dan Sukumaran saat mereka bersiap menghadap Sang Pencipta.