Posts

Kedamaian di Tengah Ketidakpastian

Oleh Vika Vernanda, Depok

Sebuah dokumen berisi kalender akademis baru saja dikirim oleh temanku. Salah satu poinnya menyatakan bahwa batas akhir pengumpulan tugas akhir diundur hingga akhir bulan Juli. Aku mulai menghitung waktu yang kuperlukan untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir, hinga kudapatkan kesimpulan bahwa aku harus memulai penelitian lagi di awal bulan Mei.

Pandemi yang menjangkiti dunia dan Indonesia berdampak besar pada semua bidang, salah satunya pendidikan. Semua jenjang pendidikan melakukan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sehingga setiap siswa dan mahasiswa bisa tetap mengerjakan bagiannya untuk menuntut ilmu, namun penerapan PJJ menjadi kesulitan tersendiri bagi sebagian mahasiswa tingkat akhir. Mereka yang awalnya bisa melakukan penelitian langsung di laboratorium dan di lapangan, kali ini tidak bisa melakukannya. Akibatnya penulisan tugas akhir dan waktu kelulusan jadi terhambat. Aku adalah salah seorang di antara mereka.

Pengumpulan tugas akhir yang diundur merupakan kabar baik bagi beberapa temanku, namun tidak bagiku. Penelitian untuk tugas akhirku rencananya dilakukan di rumah sakit, tapi saat ini sangat berisiko untuk pergi kesana. Pihak universitas dan rumah sakit juga tidak memberikan izin untuk melakukan penelitian. Rencana penelitianku di awal bulan Mei jadi sangat tidak mungkin kulakukan. Padahal, aku sudah merencanakan dengan rapi studiku supaya aku bisa lulus tepat waktu. Sekarang, semua rencanaku terancam berantakan. Aku sangat khawatir jika aku tidak bisa lulus tepat waktu.

Ketika aku menyampaikan kekhawatiranku pada temanku, aku teringat pada firman yang dibahas dalam kelompok tumbuh bersama yang kuikuti kemarin.

Kami membahas tentang surat Paulus bagi jemaat Filipi yang berisi tentang permintaan agar sehati sepikir dalam Kristus. Pada Filipi 4:6-7 ditulis demikian:

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

David Sanford pada bukunya Journey Through Philippians, menuliskan bahwa berdoa dalam segala sesuatu dengan ucapan syukur memberikan implikasi seperti pada ayat 7, yaitu damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiran kita. Damai ini hadir bukan karena kita memiliki kontrol, punya rencana, atau tahu jelas berbagai pilihan yang ada dalam hidup kita. Damai ini juga bukan merupakan sesuatu yang kita pikirkan dan kehendaki. Itu semua adalah kedamaian Allah— kedamaian yang terjadi bukan karena kita mengetahui semua hal dengan pasti sesuai rencana, namun ketika kita mempercayakan setiap hal kepada Allah.

Kalimat itu sangat menegurku. Aku tahu, mungkin sulit bagi kita untuk berpegang pada damai sejahtera Allah di tengah kondisi yang sangat tidak sesuai harapan. Banyak harapan dan rencana yang gagal akibat pandemi yang sedang kita alami bersama. Aku mengalaminya, dan untuk sesaat, itu menjauhkanku dari damai-Nya.

Menikmati firman ini membuatku tenang. Namun terkadang perasaan khawatir itu kembali muncul, dan ketika itu datang aku mencoba mengingat lagi bahwa Allah memegang masa depanku. Bagianku saat ini adalah tetap mengerjakan tugas akhir yang bisa dikerjakan dari rumah, dengan perasaan damai sejahtera karena mengetahui bahwa Allah bekerja. Terkait lulus tepat waktu, saat ini aku sudah lebih tenang jika bukan itu yang Allah mau; tapi aku percaya bahwa aku akan lulus pada waktu-Nya.

Pemahaman akan damai sejahtera Allah yang tidak kita dapatkan karena pengertian kita, mengingatkanku untuk tetap berdoa dan meyerahkan kekhawatiranku kepada-Nya. Maka, mari tetap berpengharapan dan menyandarkan kekuatan kita pada Allah, yang sudah menyiapkan rencana terbaik dalam hidup kita.

Untukmu yang juga sedang harap-harap cemas menanti kebijakan terkait tugas akhir, mari percaya bahwa Allah tetap bekerja. Bahwa di tengah kondisi yang terjadi, Allah tetap menjaga, dan itu membuat kita menikmati kedamaian dari-Nya. Lulus pada waktu-Nya juga adalah hal yang indah bukan?

Baca Juga:

Tuhan, Alasanku Bersukacita di Dalam Penderitaan

Habakuk dengan jujur dan berani bertanya kepada Tuhan mengapa ada jurang yang begitu lebar antara apa yang dia percayai dengan situasi yang ada di sekelilingnya. Mungkin kita pun punya pertanyaan yang sama seperti Habakuk. Apakah jawaban Tuhan terhadapnya?

Yuk baca artikel ini.

Mengapa Hidup Harus Jadi Begini? (Bagian 4)

Kedamaian vs Peperangan
Sebagian orang dilahirkan dalam suasana penuh damai. Sebagian lagi harus menghadapi tragedi dan bencana setiap hari. Kesusahan dan peperangan tidak ada habisnya. Mengapa hidup harus jadi begini?

Peace-vs-war

Serial Kolase Digital
Judul: Mengapa Hidup Harus Jadi Begini?
Deskripsi: Hidup penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Ada hari-hari-hari yang tenang, ada hari-hari penuh badai. Terkadang indah, terkadang membosankan. Sebagian orang memiliki tubuh yang sehat dan umur panjang, sebagian lagi sakit-sakitan dan mati muda. Pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya mengapa hidup harus jadi begini?
Bagian 1: Alam yang indah vs Alam yang rusak
Bagian 2: Kehidupan vs Kematian
Bagian 3: Kesehatan vs Penderitaan
Bagian 4: Kedamaian vs Peperangan
Bagian 5: Surga vs Neraka

Istirahat Yang Tenang

Minggu, 25 Januari 2015

Istirahat Yang Tenang

Baca: Markus 6:30-32;Mazmur 4:8-9

Markus 6:30 Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan.

6:31 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!" Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat.

6:32 Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi.

Mazmur 4:8 Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur.

4:9 Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman.

Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9

Istirahat Yang Tenang

Beberapa tahun lalu, saya dan Brian, putra saya, sepakat untuk bersama-sama mengangkut beberapa peralatan untuk seorang teman yang tinggal di suatu peternakan terpencil di Idaho, Amerika Serikat. Tidak ada jalan menuju ke wilayah tersebut yang dapat dilewati truk saya. Jadi Ralph, anak muda yang menjadi manajer di peternakan itu, berencana menemui kami di ujung jalan dengan sebuah gerobak kecil yang ditarik sepasang keledai.

Dalam perjalanan menuju peternakan itu, Ralph dan saya mulai mengobrol dan saya mengetahui bahwa ia tinggal di peternakan itu sepanjang tahun. “Apa yang kau lakukan pada musim dingin?” tanya saya, karena saya tahu bahwa musim dingin di pegunungan tersebut berlangsung lama dan cukup parah. Peternakan itu juga tidak memiliki aliran listrik atau saluran telepon; yang ada hanyalah sebuah radio satelit. “Bagaimana kau bisa bertahan?”

“Sebenarnya,” jawab Ralph dengan pelan, “Aku merasa tempat itu begitu damai.”

Di tengah hari-hari kita yang penuh dengan tekanan, terkadang kita mendambakan kedamaian dan ketenangan. Ada terlalu banyak suara bising dan terlalu banyak orang di sekitar kita. Kita ingin “pergi ke tempat yang sunyi, di mana kita . . . dapat beristirahat sebentar” (Mrk. 6:31 bis). Adakah tempat sunyi untuk kita dapat beristirahat sebentar?

Ya, tempat itu memang ada. Ketika kita menyediakan waktu sejenak untuk merenungkan kasih dan rahmat Allah, serta menyerahkan beban kita kepada-Nya, di tempat yang tenang bersama Tuhan itulah kita akan menerima damai sejahtera yang selama ini telah direnggut oleh dunia ini. —DHR

Tempat abadi yang permai,
Di dalam Tuhanku,
Penuh senang serta damai,
Di dalam Tuhanku. —McAfee
(Nyanyian Pujian, No. 274)

Waktu teduh yang dilalui bersama Allah akan membawa ketenangan yang memberi kedamaian.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 12-13, Matius 16

Perlu Dipasang

Senin, 5 Januari 2015

Perlu Dipasang

Baca: Filipi 4:4-13

4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!

4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

4:10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.

4:11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.

4:12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.

4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah. —Filipi 4:6

Perlu Dipasang

Putri kami dan calon suaminya sangat gembira menerima hadiah pernikahan sebelum hari pernikahan mereka. Salah satu hadiah itu adalah sebuah rak kayu yang harus dipasang—dan saya mengajukan diri untuk membantu memasangnya karena mereka sudah sangat sibuk dalam mempersiapkan pernikahan mereka. Memasang rak itu ternyata lebih mudah daripada yang saya bayangkan, meski tetap butuh beberapa jam untuk menyelesaikannya. Semua bagiannya yang dari kayu sudah dipotong dan dilubangi, dan semua perkakas yang dibutuhkan untuk memasangnya sudah tersedia. Instruksinya sangatlah jelas dan lengkap.

Sayangnya, sebagian besar kehidupan kita tidak demikian. Tidak ada petunjuk-petunjuk sederhana yang diberikan untuk kita dalam menjalani hidup ini dan tidak semua bagian yang kita perlukan tersedia. Kita masuk ke dalam situasi-situasi yang tidak kita mengerti atau yang tidak mudah untuk kita selesaikan. Kita begitu mudah merasa kewalahan dalam menghadapi masa-masa sukar itu.

Namun, kita tidak perlu menghadapi segala beban kita seorang diri. Allah ingin supaya kita membawa beban-beban itu kepada-Nya: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah . . . Damai sejahtera Allah . . . akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Flp. 4:6-7).

Kita memiliki Juruselamat yang sungguh memahami kita dan Dia memberikan damai sejahtera-Nya di tengah-tengah pergumulan hidup yang kita hadapi. —WEC

Haraplah Hu,
Allah janji-Nya teguh—
Berkat-Nya berlimpah,
Damai g’nap penuh. —Havergal
(Nyanyian Kemenangan Iman, No. 84)

Kedamaian diperoleh dengan menyerahkan setiap kekhawatiran kita kepada Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 13-15, Matius 5:1-26

Photo credit: EJP Photo / Foter / CC BY-NC-SA

Damai Yang Abadi

Rabu, 24 Desember 2014

Damai Yang Abadi

Baca: Efesus 2:13-19

2:13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.

2:14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,

2:15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,

2:16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.

2:17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat",

2:18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.

2:19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,

Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah. —Efesus 2:14

Damai Yang Abadi

Pada malam Natal tahun 1914, di masa Perang Dunia I, tidak terdengar suara desing tembakan di Front Barat yang berjarak sepanjang 48 km. Dari parit-parit pertahanan, para prajurit mengintip dengan penuh kewaspadaan, sementara beberapa prajurit lainnya memperbaiki posisi mereka dan menguburkan rekan-rekan mereka yang telah gugur. Seiring datangnya kegelapan malam, sejumlah prajurit Jerman menyalakan lentera dan menyanyikan lagu-lagu Natal. Para serdadu di pihak Inggris pun bertepuk tangan, lalu meneriakkan salam.

Hari berikutnya, para prajurit Jerman, Prancis, dan Inggris bertemu di Daerah Tak Bertuan untuk saling berjabat tangan, berbagi makanan, dan bertukar kado. Itulah jeda yang singkat dari perang yang segera berakhir ketika artileri dan senapan mesin meraung kembali. Namun tak seorang pun yang mengalami peristiwa yang kemudian dikenal sebagai “Gencatan Senjata Natal” itu dapat melupakan perasaan yang mereka alami dan bagaimana peristiwa malam Natal tersebut membangkitkan kerinduan mereka akan damai yang abadi.

Dalam nubuat Nabi Yesaya mengenai Mesias yang akan datang, kita membaca, “Namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yes. 9:5). Dengan kematian-Nya di kayu salib, Yesus meniadakan “daerah tak bertuan” di antara kita dan Allah. “Karena Dialah damai sejahtera kita” (Ef. 2:14).

Di dalam Yesus, kita dapat menemukan kedamaian abadi dengan Allah dan keselarasan hidup dengan sesama. Itulah pesan Natal yang sanggup mengubahkan hidup! —DCM

Gita sorga bergema,
“Lahir Raja Mulia!
Damai dan sejahtera
Turun dalam dunia.” —Wesley
(Kidung Jemaat No. 99)

Hanya di dalam Kristus ada kedamaian sejati.

Amani

Jumat, 28 November 2014

KomikStrip-WarungSateKamu-20141128-Damai-Sejahtera

Baca: 1 Samuel 16:14-23

16:14 Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.

16:15 Lalu berkatalah hamba-hamba Saul kepadanya: "Ketahuilah, roh jahat yang dari pada Allah mengganggu engkau;

16:16 baiklah tuanku menitahkan hamba-hambamu yang di depanmu ini mencari seorang yang pandai main kecapi. Apabila roh jahat yang dari pada Allah itu hinggap padamu, haruslah ia main kecapi, maka engkau merasa nyaman."

16:17 Berkatalah Saul kepada hamba-hambanya itu: "Carilah bagiku seorang yang dapat main kecapi dengan baik, dan bawalah dia kepadaku."

16:18 Lalu jawab salah seorang hamba itu, katanya: "Sesungguhnya, aku telah melihat salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi. Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya; dan TUHAN menyertai dia."

16:19 Kemudian Saul mengirim suruhan kepada Isai dengan pesan: "Suruhlah kepadaku anakmu Daud, yang ada pada kambing domba itu."

16:20 Lalu Isai mengambil seekor keledai yang dimuati roti, sekirbat anggur dan seekor anak kambing, maka dikirimkannyalah itu kepada Saul dengan perantaraan Daud, anaknya.

16:21 Demikianlah Daud sampai kepada Saul dan menjadi pelayannya. Saul sangat mengasihinya, dan ia menjadi pembawa senjatanya.

16:22 Sebab itu Saul menyuruh orang kepada Isai mengatakan: "Biarkanlah Daud tetap menjadi pelayanku, sebab aku suka kepadanya."

16:23 Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.

Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. —2 Timotius 1:7

Amani

Amani, yang berarti “damai” dalam bahasa Swahili, merupakan nama seekor anak anjing jenis Labrador yang memiliki teman-teman istimewa. Amani hidup bersama dua ekor cheetah muda di Kebun Binatang Dallas. Para ahli ilmu hewan sengaja menempatkan binatang-binatang yang berbeda itu bersama supaya kedua cheetah itu dapat mempelajari sifat Amani yang tenang. Karena anjing pada umumnya bersikap tenang di depan umum, para ahli itu memperkirakan bahwa seiring pertumbuhan mereka bersama, Amani akan memberikan “pengaruh yang menenangkan” dalam kehidupan kedua cheetah itu.

Daud dapat membuat Raja Saul merasa tenang pada saat roh jahat mengganggunya (1Sam. 16:14). Ketika hamba-hamba Saul melihat masalah yang dialami sang raja, mereka berpikir bahwa musik mungkin dapat menenangkan kegelisahannya. Salah seorang hamba pun memanggil Daud yang merupakan seorang pemain kecapi yang pandai. Kapan saja sang raja merasa gelisah, Daud akan memainkan kecapi, maka kemudian “Saul merasa lega dan nyaman” (ay.23).

Ketika hati kita dipenuhi amarah, ketakutan atau kesedihan, kita pun merindukan penyegaran dan pemulihan kembali. Allah yang dinyatakan dalam Alkitab adalah “Allah damai sejahtera” (Ibr. 13:20-21) yang memberikan Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Ketika kita merasa gelisah dan khawatir, baiklah kita mengingat bahwa Roh Allah membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban (2Tim. 1:7). Pengaruh Allah dalam hidup kita dapat memberikan ketenangan yang membawa penghiburan dan kepenuhan dalam hidup. —JBS

Kami bersyukur, ya Bapa, atas damai sejahtera
yang Engkau berikan bagi hati kami. Tiada kuasa
yang dapat merenggutnya. Terima kasih karena
damai sejahtera-Mu menyertai kami senantiasa.

“Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu . . . tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” —Yesus

Pose Posum

Selasa, 9 September 2014

Pose Posum

Baca: 1 Samuel 28:5-6, 15-20

28:5 Ketika Saul melihat tentara Filistin itu, maka takutlah ia dan hatinya sangat gemetar.

28:6 Dan Saul bertanya kepada TUHAN, tetapi TUHAN tidak menjawab dia, baik dengan mimpi, baik dengan Urim, baik dengan perantaraan para nabi.

28:15 Sesudah itu berbicaralah Samuel kepada Saul: "Mengapa engkau mengganggu aku dengan memanggil aku muncul?" Kata Saul: "Aku sangat dalam keadaan terjepit: orang Filistin berperang melawan aku, dan Allah telah undur dari padaku. Ia tidak menjawab aku lagi, baik dengan perantaraan nabi maupun dengan mimpi. Sebab itu aku memanggil engkau, supaya engkau memberitahukan kepadaku, apa yang harus kuperbuat."

28:16 Lalu berbicaralah Samuel: "Mengapa engkau bertanya kepadaku, padahal TUHAN telah undur dari padamu dan telah menjadi musuhmu?

28:17 TUHAN telah melakukan kepadamu seperti yang difirmankan-Nya dengan perantaraanku, yakni TUHAN telah mengoyakkan kerajaan dari tanganmu dan telah memberikannya kepada orang lain, kepada Daud.

28:18 Karena engkau tidak mendengarkan suara TUHAN dan tidak melaksanakan murka-Nya yang bernyala-nyala itu atas Amalek, itulah sebabnya TUHAN melakukan hal itu kepadamu pada hari ini.

28:19 Juga orang Israel bersama-sama dengan engkau akan diserahkan TUHAN ke dalam tangan orang Filistin, dan besok engkau serta anak-anakmu sudah ada bersama-sama dengan daku. Juga tentara Israel akan diserahkan TUHAN ke dalam tangan orang Filistin."

28:20 Pada saat itu juga rebahlah Saul memanjang ke tanah sebab ia sangat ketakutan oleh karena perkataan Samuel itu. Juga tidak ada lagi kekuatannya, karena sehari semalam itu ia tidak makan apa-apa.

[TUHAN] tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu. —Yesaya 40:28

Pose Posum

Posum adalah spesies binatang yang terkenal dengan kemampuan mereka untuk berpura-pura mati. Dalam aksi tersebut, tubuh posum menjadi lemas, lidahnya terjulur keluar, dan detak jantungnya menurun. Setelah sekitar 15 menit, binatang itu akan “hidup kembali”. Menariknya, para ahli hewan beranggapan bahwa posum bukanlah sengaja berpura-pura mati untuk menghindari pemangsa. Posum pingsan secara tidak sengaja ketika merasa sangat kewalahan dan cemas!

Raja Saul juga memiliki respons yang sama terhadap bahaya yang mengancam di akhir masa kekuasaannya. “Pada saat itu juga rebahlah Saul memanjang ke tanah sebab ia sangat ketakutan. . . . Juga tidak ada lagi kekuatannya” (1Sam. 28:20). Itulah respons Saul ketika Nabi Samuel memberitahukan bahwa keesokan harinya orang-orang Filistin akan menyerang Israel, dan Tuhan tidak akan menolong Saul. Karena hidup Saul telah diwarnai dengan ketidaktaatan, ketidaksabaran, dan kecemburuan, Allah tidak lagi memimpinnya (ay.16), dan usahanya untuk mempertahankan diri sendiri serta bangsa Israel akan menjadi sia-sia (ay.19).

Kita mungkin mengalami kelemahan dan keputusasaan yang disebabkan oleh pemberontakan kita atau oleh kesulitan-kesulitan yang menerpa hidup kita. Sekalipun kecemasan dapat mencuri kekuatan kita, Allah dapat memperbaruinya ketika kita bersandar kepada-Nya (Yes. 40:31). Allah “tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu” (ay.28), dan Dia bersedia melawat dan membangkitkan kita pada saat kita merasa tidak lagi dapat melangkah. —JBS

Yesus, Engkau sangat berarti bagiku.
Engkaulah hidupku dan segalanya bagiku. Aku bersyukur
untuk kekuatan yang Engkau berikan dari hari ke hari.
Aku sadar, tanpa Engkau hidupku tidak berarti.

Damai sejahtera diperoleh dengan jalan menyerahkan setiap kekhawatiran hidup ke dalam tangan Allah.

Pohon Quaking Aspen

Senin, 1 Oktober 2012

Pohon Quaking Aspen

Baca: Filipi 4:6-9

Dan Ia, Tuhan damai sejahtera, kiranya mengaruniakan damai sejahtera-Nya terus-menerus, dalam segala hal, kepada kamu. —2 Tesalonika 3:16

Ketika saya mengunjungi bagian semenanjung utara Michigan, ada dua batang pohon yang menarik perhatian saya. Sekalipun daun-daun dari pepohonan lain tidak bergerak, tetapi dedaunan dari kedua pohon ini bergoyang meski hanya terkena sapuan angin yang lembut. Saya menunjukkan hal itu kepada istri saya, dan ia memberitahu saya bahwa itu adalah jenis pohon quaking aspen. Saya begitu terpesona dengan efek visual dari dedaunan yang bergerak-gerak tersebut. Ketika pohon-pohon lain tampak tenang dan diam, daun-daun pohon quaking aspen itu bergoyang, bahkan oleh tiupan angin yang paling lembut sekalipun.

Terkadang saya merasa seperti pohon quaking aspen. Orang-orang di sekitar saya tampaknya menjalani hidup tanpa masalah atau kekhawatiran, mereka terlihat stabil dan aman, sementara masalah kecil saja dapat mengusik kedamaian hati saya. Saya melihat orang lain dan takjub dengan ketenangan mereka, sementara saya bertanya-tanya mengapa hidup saya mudah sekali terguncang. Syukurlah, Kitab Suci mengingatkan saya bahwa damai sejahtera yang sejati dan tidak tergoyahkan dapat ditemukan di dalam kehadiran Allah. Paulus menulis, “Dan Ia, Tuhan damai sejahtera, kiranya mengaruniakan damai sejahtera-Nya terus-menerus, dalam segala hal, kepada kamu. Tuhan menyertai kamu sekalian” (2 Tes. 3:16). Allah tidak hanya menjadi pemberi damai sejahtera, Dia sendiri adalah Sang Raja Damai.

Ketika kita mengalami masa yang mengusik dan mencemaskan dalam hidup, alangkah bahagianya ketika tahu bahwa damai sejahtera yang sejati itu ada di dalam Allah sumber segala damai. —WEC

Ya Raja Damai, ajarku untuk menemukan di dalam-Mu
kuasa kehadiran-Mu yang menentramkan hati. Kuatkan aku
hari ini dengan damai sejahtera-Mu, dan beri aku stabilitas
yang kubutuhkan di tengah dunia yang penuh gejolak ini. Amin.

Damai sejahtera itu lebih dari sekadar tidak adanya konflik, melainkan karena nyatanya kehadiran Allah.

Tidur Dengan Damai

Rabu, 11 Juli 2012

Tidur Dengan Damai

Baca: Imamat 26:1-12

Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9

Fotografer Anne Geddes telah menciptakan suatu bentuk seni tersendiri dengan memotret para bayi yang sedang tidur. Fotofotonya akan membuat kita tersenyum. Tidak ada yang lebih baik menggambarkan kedamaian daripada seorang anak yang sedang tidur.

Namun sejak si anak bangun sampai malam hari tiba, merawat anak merupakan suatu tanggung jawab yang melelahkan dan tak ada hentinya. Dalam kepolosan dan antusiasme, anak-anak dapat dengan sekejap masuk dalam situasi yang mengancam jiwa mereka. Setelah menjalani sepanjang hari yang melelahkan dengan berkejar-kejaran, bermain, melindungi, memberi makan, memakaikan baju, menjaga, membimbing dan melerai pertengkaran antar kakak-beradik, para orangtua ingin cepat-cepat menidurkan anak-anaknya. Setelah mainan dirapikan dan pakaian tidur dikenakan, si balita yang mengantuk ini mulai tenang, meringkuk bersama ibu atau ayah sambil mendengarkan dongeng pengantar tidur, dan akhirnya tertidur. Kemudian, sebelum orangtua pergi tidur, mereka memeriksa anak-anak mereka sekali lagi untuk memastikan semua sudah terbang dengan damai ke alam mimpi. Keindahan dari anak yang sedang tidur dengan damai membuat semua kelelahan sepanjang hari itu terbayar.

Kitab Suci menunjukkan keadaan ideal bagi anak-anak Allah adalah damai sejahtera (Im. 26:6). Namun sering ketidakdewasaan membuat kita terjebak dalam masalah dan menyebabkan pertikaian. Seperti para orangtua dari anak-anak yang masih kecil, Allah menginginkan kita untuk berhenti berbuat dosa dan beristirahat dalam rasa aman dan puas yang diberikan oleh jalan-jalan-Nya yang penuh kasih. —JAL

Tuhan, tolonglah aku supaya tidak bertengkar dan berselisih paham
dengan orang lain mengenai hal-hal yang tidak penting. Biarlah aku
menemukan ketenangan dalam kasih dan hikmat-Mu, dan
mengusahakan damai sejahtera dengan sesama. Amin.

Dalam kehendak Allah saja kita memperoleh damai sejahtera. —Dante