Posts

Kata Terakhir

Kamis, 5 September 2019

Kata Terakhir

Baca: 1 Korintus 15:12-19

15:12 Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?

15:13 Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan.

15:14 Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.

15:15 Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus—padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan.

15:16 Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan.

15:17 Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.

15:18 Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus.

15:19 Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.

Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. —1 Korintus 15:19

Kata Terakhir

Nama perempuan itu Saralyn, dan saya sempat menaksirnya semasa sekolah dahulu. Tawanya menyenangkan. Saya tidak yakin ia mengetahui perasaan saya, tapi saya rasa ia tahu. Setelah lulus, saya putus kontak dengannya. Seperti yang sering terjadi dalam kehidupan ini, hidup kami berjalan ke arah yang berbeda.

Saya masih tetap berhubungan dengan teman-teman seangkatan saya di berbagai forum daring, dan merasa sangat sedih ketika mendengar kabar bahwa Saralyn sudah meninggal dunia. Saya sempat bertanya-tanya apa dan bagaimana kehidupannya selama ini. Seiring dengan bertambahnya usia, semakin sering saya kehilangan teman-teman dan anggota keluarga. Namun, banyak orang yang enggan membicarakan tentang kematian.

Meskipun masih bisa merasa dukacita, kita mempunyai pengharapan yang dikemukakan oleh Rasul Paulus: Maut bukanlah akhir segalanya (1Kor. 15:54-55), karena setelah itu ada kebangkitan. Paulus mendasarkan pengharapan itu pada kenyataan bahwa Kristus sudah bangkit (ay.12), dan berkata, “andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (ay.14). Jika pengharapan kita sebagai orang percaya hanya terbatas pada dunia ini, alangkah malangnya hidup kita (ay.19).

Suatu hari kelak, kita akan bertemu kembali dengan “orang-orang yang mati dalam Kristus” (ay.18)—kakek-nenek dan orangtua, kawan dan tetangga kita, atau mungkin juga mereka yang pernah menarik hati kita di masa sekolah.

Kebangkitan, bukan maut, yang akhirnya menang. —John Blase

WAWASAN
Pemberitaan Paulus dan tokoh Perjanjian Baru lain mengenai kebangkitan (1 Korintus 15:12) berdasar pada Perjanjian Lama (ay.3-4). Perkataan mereka mengikuti contoh pengajaran Yesus yang juga mengacu kepada Perjanjian Lama, di mana Dia menjelaskan kepada para murid yang terheran-heran mengenai kebangkitan-Nya. Dia berfirman, “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur. . . . Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga” (Lukas 24:44-46). Dalam Kisah Para Rasul 2:23-28, Petrus berbicara tentang kebangkitan Kristus dan mengutip Mazmur 16:8-11 untuk menunjukkan bahwa Daud pun telah menubuatkannya. Kemudian Petrus mengutip Mazmur 110:1 untuk membuktikan bahwa Daud juga menubuatkan kenaikan dan kemuliaan Kristus (Kisah Para Rasul 2:34-36). —Arthur Jackson

Apa arti kebangkitan Kristus bagimu? Bagaimana kamu dapat menyatakan imanmu dan menuntun seseorang kepada pengharapan akan kebangkitan itu?

Tuhan Yesus, biarlah kuasa kebangkitan-Mu menjadi semakin nyata dalam hidupku. Kiranya itu nyata dalam perkataan dan perbuatanku, terutama ketika aku berinteraksi dengan orang-orang yang belum mengenal-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 146-147; 1 Korintus 15:1-28

Sia-Sia Belaka

Kamis, 25 Juli 2019

Sia-Sia Belaka

Baca: Mazmur 39:1-14

39:1 Untuk pemimpin biduan. Untuk Yedutun. Mazmur Daud.39:2 Pikirku: “Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku.”

39:3 Aku kelu, aku diam, aku membisu, aku jauh dari hal yang baik; tetapi penderitaanku makin berat.

39:4 Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:

39:5 “Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!

39:6 Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela

39:7 Ia hanyalah bayangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti.

39:8 Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku berharap.

39:9 Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku, jangan jadikan aku celaan orang bebal!

39:10 Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau sendirilah yang bertindak.

39:11 Hindarkanlah aku dari pada pukulan-Mu, aku remuk karena serangan tangan-Mu.

39:12 Engkau menghajar seseorang dengan hukuman karena kesalahannya, dan menghancurkan keelokannya sama seperti gegat; sesungguhnya, setiap manusia adalah kesia-siaan belaka. Sela

39:13 Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menumpang pada-Mu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku.

39:14 Alihkanlah pandangan-Mu dari padaku, supaya aku bersukacita sebelum aku pergi dan tidak ada lagi!”

Kepada-Mulah aku berharap. —Mazmur 39:8

Sia-Sia Belaka

Kematian Bobby yang mendadak menyadarkan saya tentang kerasnya realitas kematian dan betapa singkatnya hidup ini. Teman masa kecil saya itu baru berumur dua puluh empat tahun ketika ia menjadi korban kecelakaan tragis di jalan yang licin berlapis es. Sebagai seseorang yang besar dalam keluarga yang kurang harmonis, saat itu Bobby sedang dalam proses menemukan kembali jati dirinya. Ia baru saja mengenal Tuhan Yesus, oleh karena itu sayang sekali hidupnya berakhir begitu cepat.

Terkadang kehidupan terasa begitu singkat dan penuh dengan kepedihan. Dalam Mazmur 39, Daud sang pemazmur meratapi penderitaannya sendiri dan berseru: “Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan!” (ay.5-6). Hidup memang singkat. Walaupun seandainya kita hidup sampai seratus tahun lamanya, masa hidup kita di dunia ini hanyalah setetes air di lautan luas.

Namun, sama seperti Daud, kita bisa berkata kepada Tuhan, “Kepada-Mulah aku berharap” (ay.8). Kita bisa meyakini bahwa hidup kita memang berarti. Meskipun tubuh lahiriah kita makin merosot, sebagai orang percaya kita bisa meyakini karena “manusia batiniah [kita] dibaharui dari sehari ke sehari”—dan kelak kita akan menikmati kekekalan di surga bersama Allah (2Kor. 4:16-5:1). Kita meyakini hal tersebut karena Allah “mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”! (5:5). —Alyson Kieda

WAWASAN
Mazmur 38 ditutup dengan seruan minta tolong, sedangkan Mazmur 39 berakhir dengan permohonan untuk ditinggalkan sendiri. Puisi dalam kedua mazmur ini menunjukkan kebingungan Daud. Ia tidak tahu bahwa Allah bukan sedang memukul dia (39:10). Daud jujur dengan perasaannya sedemikian hingga hatinya murni di hadapan Bapa yang sedang mengajarnya untuk percaya kepada Dia dalam keadaan yang tidak dimengerti. —Mart DeHaan

Bagaimana kamu terhibur saat mengetahui bahwa Allah telah melayakkan kamu untuk hidup kekal bersama-Nya? Bagaimana kesadaran akan waktu sebagai karunia Allah telah mendorongmu untuk mengisinya dengan sebaik mungkin?

Terima kasih, Tuhan, kehidupan bukan hanya sebatas yang kujalani di dunia! Engkau mengaruniakan kekekalan bagi semua yang percaya kepada-Mu. Tolong kami mengisi hari-hari yang singkat ini dengan setia melayani-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 37-39; Kisah Para Rasul 26

Sampai Bertemu Lagi

Rabu, 7 Maret 2018

Sampai Bertemu Lagi

Baca: 1 Tesalonika 4:13-18

4:13 Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.

4:14 Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.

4:15 Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal.

4:16 Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit;

4:17 sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.

4:18 Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini.

Kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. —1 Tesalonika 4:13

Sampai Bertemu Lagi

Saya dan cucu saya, Allyssa, memiliki kebiasaan yang kami lakukan saat kami berpisah. Kami akan berpelukan dan berpura-pura menangis terisak-isak selama kurang lebih 20 detik. Lalu kami pun memisahkan diri sambil berkata dengan santai, “Sampai jumpa!” Terlepas dari kebiasaan konyol itu, kami berharap bahwa kami akan segera bertemu kembali.

Namun, terkadang kepedihan yang dialami karena berpisah dengan orang-orang yang kita kasihi dapat terasa menyesakkan. Ketika Rasul Paulus mengucapkan selamat tinggal kepada para tua-tua dari Efesus, “Menangislah mereka semua tersedu-sedu dan sambil memeluk Paulus. . . . Mereka sangat berdukacita, terlebih-lebih karena [Paulus] katakan, bahwa mereka tidak akan melihat mukanya lagi” (Kis. 20:37-38).

Akan tetapi, duka terdalam yang kita rasakan adalah saat kita dipisahkan oleh kematian dan mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya dalam kehidupan ini. Perpisahan seperti itu rasanya tak terbayangkan. Kita berduka. Kita meratap. Bagaimana hati kita tidak hancur karena tidak lagi dapat memeluk orang yang kita cintai?

Meski demikian . . . janganlah kita berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Paulus menulis tentang pertemuan kembali di masa mendatang bagi mereka yang percaya “bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit” (1Tes. 4:13-18). Ia menyatakan, “Pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga,” dan mereka yang telah meninggal dunia, bersama mereka yang masih hidup, akan dipersatukan dengan Tuhan kita. Pertemuan kembali yang sangat indah!

Yang terbaik dari semuanya: kita akan selama-lamanya bersama dengan Tuhan Yesus. Itulah pengharapan yang abadi. —Cindy Hess Kasper

Tuhan, terima kasih untuk jaminan bahwa dunia ini bukanlah segala-galanya, melainkan ada kekekalan terindah yang menanti semua yang percaya kepada-Mu.

Saat meninggal dunia, umat Allah tidak berkata, “Selamat tinggal,” tetapi “Sampai jumpa lagi.”

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 3-4; Markus 10:32-52

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Priska Sitepu

Dalam Masa Peralihan

Jumat, 8 April 2016

Dalam Masa Peralihan

Baca: Yohanes 11:17-27

11:17 Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.

11:18 Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya.

11:19 Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya.

11:20 Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah.

11:21 Maka kata Marta kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.

11:22 Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.”

11:23 Kata Yesus kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.”

11:24 Kata Marta kepada-Nya: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.”

11:25 Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,

11:26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?”

11:27 Jawab Marta: “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”

Kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan. —1 Tesalonika 4:17

Dalam Masa Peralihan

Di Ghana, orang selalu memasang berita duka pada papan iklan atau menempelkannya pada tembok-tembok. Dengan judul seperti Masih Terlalu Muda, atau Mensyukuri Kehidupan, atau Kabar Mengejutkan!, berita duka itu mencantumkan nama mendiang dan rencana waktu penguburan yang akan diadakan. Salah satu judul yang saya baca adalah Dalam Masa Peralihan—judul yang merujuk pada kehidupan setelah kematian.

Ketika seorang kerabat atau sahabat meninggal dunia, kita berduka seperti halnya Maria dan Marta berduka ketika saudara mereka, Lazarus, meninggal dunia (Yoh. 11:17-27). Kita merasa begitu kehilangan sehingga hati kita hancur dan kita pun menangis, sebagaimana Yesus menangisi kepergian sahabat-Nya itu (ay.35).

Namun demikian, justru di masa berduka itu Yesus mengucapkan suatu pernyataan yang indah tentang kehidupan sesudah kematian: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (ay.25-26).

Atas dasar tersebut, kita hanya mengalami perpisahan sementara dengan orang-orang percaya yang sudah tiada. Paulus menekankan bahwa mereka “akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1Tes. 4:17). Tentu saja, perpisahan itu terasa menyakitkan, tetapi kita dapat meyakini bahwa mereka kini aman di tangan Tuhan.

Dalam Masa Peralihan menyatakan bahwa kita hanya berpindah dari satu keadaan pada keadaan yang lain. Walaupun hidup kita di dunia berakhir, kita akan terus menjalani hidup yang kekal dan lebih baik di kehidupan mendatang bersama Yesus. “Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini” (ay.18). —Lawrence Darmani

Karena Engkau, ya Yesus, kami memiliki pengharapan dan kepastian akan kehidupan kekal. Kami sungguh bersyukur.

Hanya karena Yesus, kita beroleh hidup kekal.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 10-12; Lukas 9:37-62

Salib dan Mahkota

Minggu, 18 Oktober 2015

Salib dan Mahkota

Baca: Yohanes 19:21-30

19:21 Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada Pilatus: “Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Ia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.”

19:22 Jawab Pilatus: “Apa yang kutulis, tetap tertulis.”

19:23 Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaian-Nya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian–dan jubah-Nya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja.

19:24 Karena itu mereka berkata seorang kepada yang lain: “Janganlah kita membaginya menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya.” Demikianlah hendaknya supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: “Mereka membagi-bagi pakaian-Ku di antara mereka dan mereka membuang undi atas jubah-Ku.” Hal itu telah dilakukan prajurit-prajurit itu.

19:25 Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.

19:26 Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!”

19:27 Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

19:28 Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia–supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci–:”Aku haus!”

19:29 Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus.

19:30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati. —Yohanes 11:25

Salib dan Mahkota

Gereja Westminster Abbey di London mempunyai sejarah yang kaya dan panjang. Di sana, pada abad ke-10, para biarawan Benedictine memulai tradisi ibadah harian yang masih dilakukan sampai sekarang. Westminster Abbey juga menjadi tempat penguburan dari banyak orang terkenal, dan sejak tahun 1066 M menjadi tempat penobatan raja atau ratu Inggris. Bahkan 17 di antara raja atau ratu tersebut juga dikubur di sana. Pemerintahan mereka bermula dan berakhir di tempat yang sama.

Tak peduli seagung apa pun penguburan mereka, para penguasa di dunia bertakhta dan tumbang; mereka hidup lalu mati. Akan tetapi, Yesus adalah raja yang berbeda, yang walaupun pernah mati tetapi Dia tidak tetap di dalam kubur. Pada kedatangan-Nya yang pertama, Yesus diberi mahkota duri dan disalibkan sebagai “Raja orang Yahudi” (Yoh. 19:3,19). Karena Yesus bangkit dari kematian dengan penuh kejayaan, kita yang percaya kepada Kristus mempunyai pengharapan yang melampaui liang kubur dan memegang jaminan bahwa kita akan hidup bersama Dia selamanya. Yesus berkata, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh. 11:25-26).

Kita melayani Raja yang telah bangkit! Kiranya kita dengan rela menundukkan diri kepada kekuasaan-Nya atas hidup kita saat ini sambil menantikan suatu hari ketika “Tuhan, Allah kita, yang Mahakuasa” akan memerintah untuk selama-lamanya (Why. 19:6). —Bill Crowder

Terima kasih, Yesus, karena Engkau bangkit dari antara orang mati dan Engkau hidup untuk selamanya.

Kebangkitan Yesus mematikan kematian.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 53-55; 2 Tesalonika 1