Posts

Nilai Dari Kesederhanaan

Senin, 11 Agustus 2014

Nilai Dari
Kesederhanaan

Baca: Markus 12:28-34

12:28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"

12:29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.

12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."

12:32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.

12:33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan."

12:34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.

Lalu seorang ahli Taurat . . . datang kepada-Nya dan bertanya, “Hukum manakah yang paling utama?” —Markus 12:28

Nilai Dari
Kesederhanaan

Tidak banyak orang yang mau menghabiskan waktu untuk membaca dan mempelajari buku peraturan perpajakan dari Kantor Pelayanan Pajak Amerika Serikat. Wajar saja, karena menurut majalah Forbes, kode pajak untuk tahun 2013 telah melampaui empat juta kata. Bahkan, saking rumitnya hukum perpajakan itu sehingga para ahli dalam bidang perpajakan pun mengalami kesulitan untuk memahami seluruh peraturan tersebut. Segala keruwetan tersebut telah menjadi beban tersendiri.

Para pemimpin agama di masa Israel kuno juga melakukan hal yang sama dalam hubungan mereka dengan Allah. Mereka membuat hubungan itu begitu ruwet dengan banyaknya hukum dan peraturan. Beban yang bertambah-tambah dari berbagai peraturan agama itu telah membuat seorang ahli Taurat sekalipun mengalami kesulitan untuk dapat memahami intinya. Saat salah seorang pemuka agama bertanya kepada Yesus tentang hal yang terutama dalam Hukum Taurat, Yesus menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini” (Mrk. 12:30-31).

Hukum Taurat Musa begitu membebani, tetapi iman dalam Kristus begitu sederhana dan “beban-[Nya] pun ringan” (Mat. 11:30). Beban itu ringan karena Allah bersedia mengampuni kita dan mengasihi kita. Sekarang Allah memberi kita kesanggupan untuk mengasihi Dia dan sesama. —WEC

Engkau lebih dulu mengasihiku;
Kau hapus dosaku dengan darah-Mu.
Menanggung sengsara Kau tidak gentar;
Kasihku pada-Mu semakin besar. —Featherstone
(Kidung Jemaat, No. 382)

Kasih Yesus dalam hati kita membuat kita memiliki hati yang rela mengasihi Dia dan sesama.

Orang-Orang Yang Sulit

Kamis, 7 Agustus 2014

Orang-Orang Yang Sulit

Baca: Efesus 4:1-12

4:1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.

4:2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.

4:3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:

4:4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,

4:5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,

4:6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.

4:7 Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.

4:8 Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."

4:9 Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?

4:10 Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.

4:11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,

4:12 untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,

Hiduplah sesuai dengan kedudukanmu sebagai orang yang sudah dipanggil oleh Allah. . . . Tunjukkanlah kasihmu dengan membantu satu sama lain. —Efesus 4:1-2 BIS

Orang-Orang Yang Sulit

Dalam buku God in the Dock (Allah Teradili), penulis C. S. Lewis menggambarkan sejumlah tipe orang yang sulit untuk diajak bergaul. Sifat egois, pemarah, cemburuan, atau kebiasaan-kebiasaan lainnya sering kali menyulitkan hubungan kita dengan mereka. Terkadang kita berpikir, Rasanya hidup akan menjadi jauh lebih mudah andai saja aku tidak harus berhadapan dengan orang-orang yang sulit seperti itu.

Lalu Lewis membalikkan pandangan tersebut dengan menunjukkan bahwa rasa frustrasi semacam itulah yang tiap hari harus dihadapi Allah dengan kita masing-masing. Lewis menuliskan: “Kamulah orang yang sulit itu. Kamu juga mempunyai cela yang fatal pada karaktermu. Segala harapan dan rencana orang lain berulang kali kandas saat berhadapan dengan karaktermu sama seperti harapan dan rencanamu kandas saat berhadapan dengan karakter mereka.” Kesadaran diri itu haruslah mendorong kita untuk berusaha menunjukkan kesabaran dan penerimaan terhadap orang lain, sama seperti yang ditunjukkan Allah terhadap kita setiap hari.

Dalam kitab Efesus, Paulus menasihati kita untuk bergaul dengan menunjukkan sifat yang “selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasih [kita] dengan membantu satu sama lain” (4:2 bis). Seseorang yang sabar akan lebih mampu menghadapi orang yang sulit tanpa terpancing untuk melampiaskan kemarahan dan membalas. Sebaliknya, ia akan mampu bertahan dan menunjukkan sikap penuh kasih walaupun dihadapkan pada tingkah laku yang menyebalkan.

Adakah orang-orang yang sulit di dalam hidupmu? Mintalah Allah untuk menunjukkan kasih-Nya melalui dirimu. —HDF

Ada orang yang terasa sulit untuk dikasihi,
Jadi kita merasa tak ada gunanya untuk peduli;
Tetapi Allah berkata, “Kasihi mereka seperti Aku mengasihimu—
Kau akan memuliakan-Ku saat kau bagikan kasih-Ku.” —Cetas

Pandanglah sesama sebagaimana Allah memandangmu.

Ciri Khas Keluarga

Rabu, 30 Juli 2014

Ciri Khas Keluarga

Baca: 1 Yohanes 4:7-16

4:7 Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.

4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.

4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.

4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.

4:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.

4:12 Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.

4:13 Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya.

4:14 Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.

4:15 Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah.

4:16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. —1 Yohanes 4:7

Ciri Khas Keluarga

Kepulauan Aran yang terletak di pesisir barat Irlandia dikenal luas sebagai penghasil baju hangat yang indah-indah. Baju-baju hangat itu dibuat dari tenunan bulu domba yang kemudian diolah untuk menghasilkan beragam pola. Banyak dari pola yang dihasilkan itu memiliki kaitan dengan budaya dan cerita rakyat dari pulau-pulau kecil ini, tetapi ada pula yang sifatnya lebih pribadi. Setiap keluarga yang tinggal di kepulauan itu mempunyai pola dan ciri khasnya masing-masing. Begitu jelasnya pola dan ciri khas tersebut, sehingga konon seandainya ada seorang nelayan yang tenggelam, identitasnya dapat diketahui cukup dengan melihat pola khas keluarga yang tergambar pada baju hangatnya.

Dalam surat 1 Yohanes, Yohanes menjelaskan hal-hal yang harus menjadi ciri khas dari mereka yang menjadi anggota keluarga Allah. Dalam 1 Yohanes 3:1, ia menegaskan bahwa kita memang menjadi bagian dari keluarga Allah dengan mengatakan, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah!” Lalu ia menjabarkan ciri khas dari anak-anak Allah, antara lain, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah” (4:7).

Karena “kasih itu berasal dari Allah,” maka cara utama untuk mencerminkan hati Bapa adalah dengan menunjukkan kasih yang merupakan sifat-Nya. Kiranya melalui hidup kita, kasih Allah itu dapat dialami oleh sesama—karena kasih merupakan salah satu ciri khas keluarga kita di dalam Tuhan. —WEC

Ya Bapa, ajarku mengasihi dengan kasih Kristus sehingga orang lain
dapat melihat kasih-Mu terpancar melalui perhatian dan
kepedulianku terhadap mereka. Kiranya kasih-Mu mengarahkan
dan mewarnai sikapku dalam menghadapi hidup dan sesamaku.

Kasih merupakan ciri khas keluarga Allah yang sepatutnya dilihat dunia dalam diri pengikut Kristus.

Tanpa Belas Kasih

Minggu, 13 Juli 2014

Tanpa Belas Kasih

Baca: 1 Petrus 4:1-11

4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, –karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa–,

4:2 supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah.

4:3 Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum dan penyembahan berhala yang terlarang.

4:4 Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu.

4:5 Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

4:6 Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.

4:7 Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.

4:8 Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.

4:9 Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut.

4:10 Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.

4:11 Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran. —Amsal 19:11

Tanpa Belas Kasih

Saya menjuluki mobil keluarga kami dengan sebutan “Tanpa Belas Kasih”. Biasanya mobil saya berulah pada Minggu pagi. Saya sudah memasukkan ke dalam mobil berbagai barang untuk keperluan ibadah di gereja, lalu duduk, menutup pintunya, dan Jay mulai memundurkan mobil dari garasi. Ketika saya belum duduk dengan nyaman, peringatan untuk memakai sabuk pengaman sudah mulai berbunyi. “Tolonglah,” ujar saya pada alat itu, “beri aku semenit lagi.” Alat itu mengabaikan permohonan saya sambil terus berbunyi sampai saya mengenakan dan mengunci sabuk pengamannya.

Hal kecil yang menyebalkan seperti itu mengingatkan kita akan apa yang terjadi dengan hidup ini seandainya tidak ada lagi belas kasihan. Kita akan segera dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap kesalahan yang kita buat. Takkan ada waktu untuk menyesal atau mengubah perilaku. Tiada pengampunan. Tiada belas kasihan. Tiada pengharapan.

Kadang-kadang hidup ini terasa seperti berjalan dalam suatu dunia yang tanpa belas kasih. Ketika kekeliruan kecil dibesar-besarkan menjadi suatu kegagalan total, atau ketika orang menolak untuk mengampuni kesalahan dan pelanggaran sesamanya, kita semua akhirnya terbebani oleh perasaan bersalah yang tidak seharusnya kita tanggung. Dalam anugerah-Nya, Allah mengutus Yesus untuk menggantikan kita memikul beban itu. Barangsiapa yang menerima kasih karunia Allah telah mendapat hak istimewa untuk meneruskannya kepada orang lain dalam nama Kristus: “Yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa ” (1Ptr. 4:8). —JAL

Allah Bapa, dunia di sekitar kami sering bersikap kejam dan keras
kepada orang-orang yang gagal. Tolonglah aku untuk
menunjukkan kasih dan kesabaran, karena Engkau
telah begitu mengasihiku dan mengampuni dosaku.

Ketika kita mensyukuri kasih yang telah kita terima, dengan senang hati kita meneruskannya pada sesama.

Perhatian Penuh Kasih

Kamis, 3 Juli 2014

Perhatian Penuh Kasih

Baca: 1 Tesalonika 2:1-7

2:1 Kamu sendiripun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia.

2:2 Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat.

2:3 Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya.

2:4 Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.

2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis–hal itu kamu ketahui–dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi–Allah adalah saksi–

2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.

2:7 Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.

Kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. —1 Tesalonika 2:7

Perhatian Penuh Kasih

Max mengelola sebuah peternakan kecil sebagai hobinya. Baru-baru ini ketika sedang memeriksa keadaan sapi-sapi yang dipeliharanya, ia kaget saat menemukan seekor anak sapi yang baru lahir! Pada saat membeli induk sapi itu, ia tidak tahu bahwa sapi itu sedang mengandung. Yang sangat disayangkannya, si induk sapi mengalami sakit dan mati tak lama setelah melahirkan. Max langsung membeli sejumlah susu bubuk supaya ia bisa memberi minum anak sapi itu lewat botol. Max berkata, “Anak sapi itu mengira aku ini induknya!”

Cerita menarik tentang peran baru Max bersama anak sapi tersebut mengingatkan saya tentang Rasul Paulus yang mengumpamakan dirinya seperti seorang ibu ketika menghadapi jemaat di Tesalonika: “Kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya” (1Tes. 2:7).

Rasul Paulus menunjukkan sikap penuh kasih dalam mengajar orang-orang yang diasuhnya. Ia mengetahui bahwa jemaat memerlukan “air susu yang murni dan yang rohani” demi pertumbuhan rohani mereka (1Ptr. 2:2). Akan tetapi Paulus juga memberikan perhatian khusus terhadap beragam masalah dari jemaat itu. “Seperti bapa terhadap anak-anaknya,” kata Paulus, “[kami] menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah” (1Tes. 2:11-12).

Ketika kita saling melayani, kiranya kita melakukannya dengan perhatian yang penuh kasih seperti teladan Juruselamat kita, sehingga kita saling menguatkan dalam perjalanan iman kita (Ibr. 10:24). —HDF

Ya Tuhan, tolonglah aku agar menjadi peka
dan penuh kasih saat aku melayani sesama.
Tolong aku agar sama seperti Engkau
melayani sesama dengan penuh kasih dan kelembutan.

Allah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita agar kita meneruskannya ke dalam hidup sesama.

Tidak Berbuat Jahat

Jumat, 27 Juni 2014

Tidak Berbuat Jahat

Baca: Roma 13:8-10

13:8 Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.

13:9 Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!

13:10 Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.

Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia; karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat. —Roma 13:10

Tidak Berbuat Jahat

Banyak orang memandang Hipokrates, sang tabib pada zaman Yunani kuno, sebagai bapak ilmu kedokteran Barat. Hipokrates memahami pentingnya mengikuti prinsip-prinsip moral dalam menerapkan pengobatan. Ia juga dikenang sebagai penulis Sumpah Hipokrates, yang sampai sekarang masih digunakan sebagai panduan etika untuk para dokter di zaman modern ini. Salah satu konsep penting dari sumpah tersebut adalah “untuk tidak berbuat jahat”. Hal itu mengandung arti bahwa seorang dokter hanya akan melakukan apa yang menurutnya baik dan bermanfaat untuk pasien-pasiennya.

Prinsip untuk tidak berbuat jahat itu juga mencakup hubungan kita dengan sesama dalam kehidupan sehari-hari. Kebaikan bahkan menjadi pusat dari ajaran Perjanjian Baru tentang hal mengasihi sesama. Dalam pandangannya tentang hukum Allah, Rasul Paulus melihat bahwa kasihlah yang menjadi alasan di balik banyak perintah Alkitab: “Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia; karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat” (Rm. 13:10).

Ketika kita mengikut Yesus Kristus Juruselamat kita dari hari ke hari, kita pun dihadapkan pada beragam pilihan yang akan mempengaruhi kehidupan orang lain. Saat mempertimbangkan tindakan yang akan kita ambil, kita harus bertanya kepada diri sendiri, “Apakah tindakan ini mencerminkan kepedulian Kristus kepada sesama, ataukah aku hanya mementingkan diriku sendiri?” Kepekaan seperti itu akan menjadi wujud dari kasih Kristus yang rindu untuk memulihkan orang-orang yang sedang terpuruk dan membantu mereka yang sedang membutuhkan pertolongan. —HDF

Tuhan, aku mengakui sangatlah mudah bagiku untuk tersita oleh
kemauan dan keinginan pribadiku. Terima kasih karena Engkau
menolong kami untuk dapat mempedulikan orang lain juga.
Tolong aku untuk mengikuti teladan-Mu dalam mengasihi sesama.

Mempedulikan beban hidup orang lain membantu kita untuk melupakan beban hidup kita sendiri.

Anak-Anak Di Dunia

Senin, 16 Juni 2014

Anak-Anak Di Dunia

Baca: Yakobus 1:22-2:1

1:22 Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.

1:23 Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.

1:24 Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.

1:25 Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.

1:26 Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.

1:27 Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.

2:1 Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.

Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka. —Yakobus 1:27

Anak-Anak Di Dunia

Setelah sekelompok siswa SMA berkunjung ke sebuah panti asuhan dalam suatu pelayanan, seorang siswa terlihat sangat sedih. Ketika ditanya, ia mengatakan bahwa panti asuhan tersebut membuatnya teringat pada kehidupannya sendiri 10 tahun yang lalu.

Siswa itu pernah tinggal di suatu panti asuhan di negara lain. Ia teringat pada orang-orang yang datang mengunjunginya dan teman-temannya–dan kemudian mereka pulang. Adakalanya orang yang berkunjung itu akan datang kembali dan mengadopsi seorang anak. Namun setiap kali ia tidak terpilih untuk diadopsi, ia pun bertanya-tanya, Apa yang salah dengan diriku?

Perasaan lamanya itu terungkit kembali saat ia dan teman-teman SMA-nya mengunjungi panti asuhan—dan kemudian pulang. Maka teman-teman dalam kelompoknya berdoa baginya—dan bersyukur kepada Allah karena seorang wanita telah mengadopsinya sebagai anak. Perbuatan teman-teman siswa itu merupakan pernyataan penuh kasih yang membuat siswa itu kembali memiliki harapan.

Di berbagai penjuru dunia, ada banyak anak yang perlu mengenal kasih Allah bagi mereka (Mat. 18:4-5; Mrk. 10:13-16; Yak. 1:27). Tentunya, kita tidak mungkin mengadopsi atau mengunjungi semua anak itu—dan memang kita tidak diharapkan untuk demikian. Namun kita semua dapat melakukan sesuatu: Mendukung. Menyemangati. Mengajar. Mendoakan. Ketika kita mengasihi anak-anak di dunia ini, kita menghormati Bapa kita yang telah mengadopsi kita untuk masuk dalam keluarga-Nya (Gal. 4:4-7). —JDB

Bapa, Engkau telah membentuk setiap anak
dalam gambaran-Mu. Tolong kami untuk meneruskan
kasih-Mu kepada mereka melalui tangan,
tindakan, dan hati kami.

Semakin luas kasih Kristus tumbuh di dalam kita,
semakin limpah kasih-Nya mengalir dari diri kita.