Mempertahankan Kemesraan
Baca: Yudas 17-23
1:17 Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, ingatlah akan apa yang dahulu telah dikatakan kepada kamu oleh rasul-rasul Tuhan kita, Yesus Kristus.
1:18 Sebab mereka telah mengatakan kepada kamu: “Menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka.”
1:19 Mereka adalah pemecah belah yang dikuasai hanya oleh keinginan-keinginan dunia ini dan yang hidup tanpa Roh Kudus.
1:20 Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus.
1:21 Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal.
1:22 Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu,
1:23 selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api. Tetapi tunjukkanlah belas kasihan yang disertai ketakutan kepada orang-orang lain juga, dan bencilah pakaian mereka yang dicemarkan oleh keinginan-keinginan dosa.
Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974
Ada cerita menarik ketika negarawan dan pengacara kondang Amerika, William Jennings Bryan (1860-1925) sedang dilukis potret dirinya. Sang pelukis bertanya, “Pak, kok rambutnya dibiarkan menutupi telinga?”
Bryan menjawab, “Oh itu ada cerita mesranya. Waktu mulai pacaran dulu, pacar yang sekarang sudah jadi istriku, tidak suka melihat telingaku yang menonjol keluar. Jadi, untuk membuatnya senang, kubiarkan saja rambutku tumbuh hingga menutupi telinga.”
“Itu kan sudah lama sekali,” sahut si pelukis. “Mengapa Bapak sekarang tetap tidak memotong rambut?”
“Karena,” kata Bryan mengedipkan matanya, “… cerita mesra kami masih terus berlanjut.”
Masihkah “kemesraan” ada dalam hubungan kita dengan Kristus? Ketika pertama kali mempercayai-Nya, kita bersukacita karena dosa kita diampuni dan kita diangkat menjadi anggota keluarga-Nya. Hati kita penuh melimpah dengan cinta kepada Tuhan kita. Kita rindu untuk menyenangkan-Nya.
Namun, dengan berlalunya waktu, kasih mula-mula yang tadinya berkobar mungkin telah mulai menjadi dingin. Sebab itu, kita perlu merenungkan perkataan Yudas yang tertulis dalam surat singkatnya, “Peliharalah dirimu … di dalam kasih Allah” (ay.21). Yesus mengungkapkan hal yang sama, “Tinggallah di dalam kasih-Ku” (Yoh.15:9-10). Kita memelihara kasih tersebut saat kita berfokus untuk menyenangkan Tuhan, bukan menyenangkan diri sendiri.
Teruslah menjaga kemesraan hubunganmu dengan-Nya.—DCE
Untuk memperbarui cintamu kepada Kristus,
renungkanlah kembali cinta-Nya kepadamu
Untuk direnungkan lebih lanjut
Bagaimana kamu tahu bahwa dirimu tinggal dalam kasih Allah? Langkah-langkah praktis apa yang dapat kamu ambil untuk tetap tinggal di dalam kasih-Nya?