Posts

Tak Terbayangkan

Selasa, 18 Februari 2020

Tak Terbayangkan

Baca: Mazmur 23

23:1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

23:2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;

23:3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

23:4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.

23:5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

23:6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.—Mazmur 23:4

Tak Terbayangkan

Bart Millard adalah pencipta “I Can Only Imagine” (Tak Terbayangkan), lagu rohani yang populer pada tahun 2001. Lagu tersebut menggambarkan betapa menakjubkannya berada di hadirat Kristus di surga kelak. Lirik lagunya menghibur kami sekeluarga ketika setahun kemudian putri kami, Melissa, yang berusia tujuh belas tahun, meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Kami pun membayangkan bagaimana perasaan Melissa saat berada di hadirat Allah.

Namun, makna “tak terbayangkan” itu terasa berbeda bagi saya beberapa hari setelah kepergian Mell. Ketika ayah teman-teman Mell mengungkapkan keprihatinan mereka yang mendalam, mereka biasa berkata, “Tak terbayangkan bagaimana rasanya mengalami apa yang kaualami.” Ungkapan mereka sangat menghibur saya dan menunjukkan bahwa mereka bergumul dengan kehilangan kami dengan penuh empati—mengakui bahwa peristiwa itu sungguh “tidak terbayangkan.”

Daud menunjukkan rasa kehilangan yang teramat besar ketika ia menggambarkan dirinya berjalan dalam “lembah kekelaman” (Mzm. 23:4). Kematian orang terkasih sudah pasti menjadi salah satu pengalaman kelam itu, dan terkadang kita tidak tahu bagaimana berjalan di tengah kekelaman. Tak terbayangkan kapan kekelaman itu akan berakhir.

Namun, seperti halnya Allah berjanji menyertai kita dalam lembah kekelaman, Dia juga memberikan pengharapan besar untuk masa depan dengan meneguhkan bahwa di balik lembah itu, kita akan tiba di hadirat-Nya. Bagi orang percaya, “beralih dari tubuh ini” berarti berada bersama dengan-Nya (2Kor. 5:8). Hal itu dapat menolong kita menjalani apa yang tak terbayangkan sambil membayangkan perjumpaan kita dengan-Nya dan orang-orang yang kita kasihi kelak.—Dave Branon

WAWASAN
Daud bukanlah yang pertama memakai metafora gembala dan domba. Ratusan tahun sebelumnya, Yakub menyebut Allah sebagai gembalanya (Kejadian 48:15). Kemudian, para nabi pun menggunakan metafora ini (Yesaya 40:11; Yehezkiel 34:12,31).
Tak diragukan lagi, Mazmur 23 merupakan mazmur yang paling terkenal. Lazimnya kita memandang mazmur itu sebagai gambaran tentang Tuhan sebagai Gembala kita yang membawa ketenangan dan keyakinan batin. Namun dalam kebudayaan Timur Dekat kuno, metafora gembala juga digunakan untuk menggambarkan Gembala-Raja yang menyediakan segala kebutuhan (ay.1-3) dan melindungi umat-Nya (ay.4-6). Mazmur-mazmur lain juga menyatakan Allah sebagai gembala yang memimpin umat-Nya (28:9; 78:52-53; 79:13; 80:1; 95:7; 100:3).
Dalam Perjanjian Baru, Yesus disebut sebagai Gembala yang Baik (Yohanes 10:11) dan Gembala Agung (Ibrani 13:20; 1 Petrus 5:4).—K. T. Sim

Ucapan apa yang paling baik kamu sampaikan kepada teman yang kehilangan orang terkasih? Bagaimana kamu dapat menyiapkan diri untuk momen tersebut?

Terima kasih, ya Allah, karena Engkau menyertai kami bahkan di dalam lembah terkelam sambil kami terus membayangkan kemuliaan surgawi.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 23-24; Markus 1:1-22

Handlettering oleh Catherine Tedjasaputra

Kasih Seluas Kasih Allah

Selasa, 4 Februari 2020

Kasih Seluas Kasih Allah

Baca: Matius 5:43-48

5:43 Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.

5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

5:45 Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.

5:46 Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?

5:47 Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?

5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?—Matius 5:46

Kasih Seluas Kasih Allah

Saya pernah mengunjungi pemukiman kumuh di Santo Domingo, Republik Dominika. Rumah-rumah di sana terbuat dari seng, dengan kabel listrik bergelantungan di atasnya. Di sana saya berkesempatan mewawancarai sejumlah keluarga dan mendengar bagaimana gereja-gereja membantu mereka mengatasi masalah pengangguran, narkoba, dan kejahatan.

Di suatu lorong, saya menaiki tangga reyot menuju suatu ruang kecil untuk mewawancarai seorang ibu dan anaknya. Namun, seseorang tergopoh-gopoh datang dan berkata, “Cepat, kita harus menyingkir dari sini.” Ternyata seorang ketua geng bersenjatakan golok sedang mengumpulkan massa untuk menyerang kami.

Kami tidak menemui masalah di pemukiman kedua yang kami kunjungi. Saya baru tahu alasannya belakangan. Saat saya mengunjungi satu demi satu rumah di sana, seorang ketua geng berdiri di luar menjaga kami. Anak perempuan ketua geng itu dipelihara dan disekolahkan oleh gereja, dan karena jemaat gereja merawatnya dengan baik, ayah anak itu pun menjaga kami.

Dalam khotbah-Nya di bukit, Yesus menyajikan standar kasih yang tidak tertandingi. Kasih seperti ini tidak hanya merangkul mereka yang “layak” tetapi juga mereka yang tidak layak (Mat. 5:43-45). Kasih itu tidak hanya menjangkau keluarga dan sahabat, tetapi juga menjamah mereka yang tidak akan atau tidak dapat membalas kasih kita (ay.46-47). Itulah kasih seluas kasih Allah (ay.48)—kasih yang memberkati semua orang.

Ketika jemaat di Santo Domingo menghidupi kasih ini, lingkungan mereka pun mulai berubah. Hati yang keras mulai melembut dan mau mendukung pekerjaan Tuhan. Itulah yang terjadi ketika kasih seluas kasih Allah hadir di tengah-tengah mereka.—Sheridan Voysey

WAWASAN
Salah satu hukum nasional yang paling awal dari Israel memerintahkan mereka untuk memperlakukan musuh-musuh dengan murah hati dan hormat (Keluaran 23:4-5). Dalam Matius 5:43-48, Yesus memperjelas perintah itu. Bila kita mengasihi musuh, kita meniru kemurahan hati dan kebaikan Allah Bapa terhadap seluruh umat manusia, termasuk kepada mereka yang jahat (ay.45). Mirip dengan itu, Paulus juga mengajar kita untuk tidak “membalas kejahatan dengan kejahatan” (Roma 12:17). Sebaliknya, kita diajar untuk “[mengalahkan] kejahatan dengan kebaikan” (ay.21). Kita bisa melakukannya karena kita percaya bahwa Allah yang akan menuntut pembalasan (ay.19).—K.T. Sim

Bagaimana kamu menggambarkan perbedaan antara kasih manusia dan kasih Allah? Siapa yang ingin kamu berkati hari ini tetapi tidak dapat membalas kebaikanmu?

Tuhan Yesus, curahkanlah kasih-Mu kepadaku agar aku juga dapat mencurahkannya kepada orang lain—bahkan kepada mereka yang tidak dapat membalas kebaikanku.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 34-35; Matius 22:23-46

Abaikan Komentar Negatif

Senin, 16 September 2019

Abaikan Komentar Negatif

Baca: Amsal 26:4-12

26:4 Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia.

26:5 Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak.

26:6 Siapa mengirim pesan dengan perantaraan orang bebal mematahkan kakinya sendiri dan meminum kecelakaan.

26:7 Amsal di mulut orang bebal adalah seperti kaki yang terkulai dari pada orang yang lumpuh.

26:8 Seperti orang menaruh batu di umban, demikianlah orang yang memberi hormat kepada orang bebal.

26:9 Amsal di mulut orang bebal adalah seperti duri yang menusuk tangan pemabuk.

26:10 Siapa mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat adalah seperti pemanah yang melukai tiap orang.

26:11 Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya.

26:12 Jika engkau melihat orang yang menganggap dirinya bijak, harapan bagi orang bebal lebih banyak dari pada bagi orang itu.

Pergunakanlah waktu yang ada. Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih. —Kolose 4:5-6

Abaikan Komentar Negatif

Pernahkah kamu dinasihati untuk tidak menanggapi komentar-komentar negatif? Ada masalah baru yang marak di dunia digital sekarang, yaitu para pengguna media online yang berulang kali secara sengaja menuliskan komentar-komentar yang menghasut dan menyakitkan di kolom komentar berita atau media sosial. Mengabaikan komentar-komentar negatif tersebut akan menjaga arah percakapan untuk tidak keluar dari jalurnya.

Tentu, komentar yang negatif dan tidak produktif bukanlah persoalan yang hadir pada zaman sekarang saja. Nasihat untuk mengabaikannya dapat kita baca di Amsal 26:4, suatu nasihat yang memperingatkan kita bahwa berdebat dengan orang sombong dan bebal akan membuat kita menjadi sama seperti mereka.

Walaupun demikian, orang yang terlihat paling keras kepala sekalipun tetaplah manusia yang berharga karena menyandang gambar dan rupa Allah. Bila kita terburu-buru menolak seseorang, bisa jadi kitalah yang sombong dan bebal terhadap anugerah Allah (lihat mat. 5:22).

Mungkin itulah mengapa Amsal 26:5 memberikan nasihat yang berlawanan sama sekali dengan ayat sebelumnya. Sikap hati yang merendahkan diri dan bergantung penuh kepada Allah sangat kita perlukan untuk mengetahui cara terbaik dalam mengasihi sesama kita di setiap saat (lihat Kol. 4:5-6). Kita pun tahu kapan seharusnya kita berbicara dan kapan perlu berdiam diri.

Kiranya hati kita dipenuhi damai sejahtera saat menyadari bahwa Allah yang dahulu menarik kita kepada-Nya di saat kita masih menjadi seteru-Nya (rm. 5:6) juga sedang berkarya dengan penuh kuasa di dalam hati setiap orang. —Monica Brands

WAWASAN
Kitab-kitab Hikmat dalam Perjanjian Lama (Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung) adalah puisi Ibrani yang menggunakan berbagai teknik sastra. Dalam Amsal 26, dipakai majas metafora dan analogi. Orang bodoh dibandingkan dengan cuaca yang tidak cocok untuk musimnya (ay.1), binatang yang harus dikekang (ay.3), kaki yang tidak berguna (ay.7), dan perangkap yang tidak bisa digunakan (ay.8). Perbandingan tersebut mengingatkan kita bahwa pilihan-pilihan yang bodoh akan merusak diri sendiri. —Bill Crowder

Pernahkah kamu menyaksikan bagaimana Allah menggunakan cara yang berbeda-beda untuk menjamah hati seseorang? Bagaimana kamu dapat lebih peka dalam menyatakan hal-hal yang benar dengan hati penuh kasih?

Allah yang Mahakasih, mampukan aku membagikan kasih-Mu kepada orang-orang di sekitarku.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 25-26; 2 Korintus 9

Handlettering oleh Novelia

Saya Mau

Jumat, 6 September 2019

Saya Mau

Baca: Imamat 19:9-18

19:9 Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu.

19:10 Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu.

19:11 Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya.

19:12 Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN.

19:13 Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya.

19:14 Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN.

19:15 Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran.

19:16 Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN.

19:17 Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia.

19:18 Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. —Imamat 19:18

Saya Mau

Shirley baru saja duduk santai setelah melalui hari yang sangat padat. Lalu ia memandang ke luar jendela dan melihat sepasang orang lanjut usia sedang bersusah payah memindahkan sepotong pagar tua yang boleh diambil orang secara cuma-cuma. Shirley memanggil suaminya, lalu mereka keluar untuk membantu pasangan tua tersebut. Dengan susah payah, mereka berempat mengangkat potongan pagar tadi ke atas gerobak dan mendorongnya di jalan raya sampai tiba di rumah pasangan tersebut. Di sepanjang jalan mereka tertawa-tawa membayangkan bagaimana orang-orang pasti bingung melihat apa yang mereka lakukan. Ketika kembali untuk mengambil potongan lain dari pagar tersebut, si wanita bertanya kepada Shirley, “Mau jadi temanku?” “Ya, saya mau,” jawab Shirley. Ia kemudian mengetahui bahwa teman-teman barunya itu berasal dari Vietnam dan kurang lancar berbahasa Inggris. Pasangan itu merasa kesepian karena anak-anak mereka sudah dewasa dan pindah ke kota lain yang jauh dari situ.

Dalam kitab Imamat, Allah mengingatkan bangsa Israel bahwa mereka pernah mengalami hidup sebagai orang asing (19:34). Mereka juga tahu bagaimana harus memperlakukan sesamanya (ay.9-18). Allah telah memisahkan mereka untuk menjadi umat-Nya, dan sebagai balasannya mereka harus memberkati dan mengasihi “orang asing” sama seperti mengasihi diri mereka sendiri. Yesus, karunia terbesar Allah bagi segala bangsa, kembali menegaskan firman Bapa-Nya sehingga pesan-Nya juga berlaku bagi kita semua: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, . . . Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-39).

Melalui Roh Kristus yang hidup di dalam kita, kita dapat mengasihi Allah dan sesama karena Dia lebih dahulu mengasihi kita (Gal. 5:22-23; 1Yoh. 4:19). Dapatkah kita berkata seperti Shirley, “Ya, saya mau”? —Anne Cetas

WAWASAN
Perintah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Imamat 19:18) tertulis di dalam pasal yang berisi berbagai peraturan hidup saleh yang senada dengan Sepuluh Perintah Allah. Imamat 19:18—seperti halnya Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17)—adalah mengenai tanggung jawab terhadap sesama. Namun, perintah itu lebih mendalam sifatnya dengan menyatakan bahwa tanggung jawab kita terhadap sesama ialah juga mengasihi, dan bukan hanya kepada anggota umat Allah, tetapi juga kepada “orang asing” (Imamat 19:34). Yesus mengutip hukum kasih itu sebagai tindak lanjut dari kasih kita kepada Allah: “Hukum yang terutama ialah . . . Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Markus 12:29-31). —Alyson Kieda

Bagaimana kamu mengalami diperhatikan orang lain ketika kamu merasa kesepian? Dalam Minggu ini, kepada siapa kamu dapat menunjukkan kasih Yesus?

Allah Mahakasih, aku bersyukur untuk kasih yang Kau tunjukkan kepadaku. Ya, Roh Kudus, mampukan aku mengasihi sesama agar Engkau dimuliakan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 148-150; 1 Korintus 15:29-58

Hidup dalam Kisah Allah

Sabtu, 23 Februari 2019

Hidup dalam Kisah Allah

Baca: Roma 13:8-14

13:8 Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.

13:9 Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!

13:10 Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.

13:11 Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya.

13:12 Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!

13:13 Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.

13:14 Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.

Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. —Roma 13:12

Hidup dalam Kisah Allah

Ernest Hemingway pernah ditanya apakah ia bisa menulis sebuah kisah yang menyentuh hanya dengan enam kata. Tanggapannya: “Dijual: Sepatu Bayi. Belum pernah dipakai.” Kisah Hemingway itu sangat luar biasa karena kita didorong untuk memikirkan isi ceritanya. Kita pun bertanya-tanya, apakah sang bayi itu sehat sehingga ia tidak memerlukan sepatu itu? Ataukah ada kematian yang tragis—suatu peristiwa yang memerlukan kehadiran kasih dan penghiburan dari Allah?

Kisah-kisah yang terbaik adalah cerita yang memicu imajinasi kita. Jadi, tidaklah mengejutkan apabila kisah terbaik sepanjang sejarah—kisah Allah—akan membangkitkan kreativitas kita. Kisah Allah memiliki alur cerita utama: Dia menciptakan segala sesuatu; kita (manusia) jatuh ke dalam dosa; Yesus datang ke dunia, lalu mati dan bangkit kembali untuk menyelamatkan kita dari dosa; sekarang kita menantikan kedatangan-Nya kembali dan pemulihan atas segala sesuatu.

Setelah mengetahui apa yang telah terjadi di masa silam dan apa yang menanti di masa depan, bagaimana seharusnya kita menjalani hidup saat ini? Jika Yesus sedang memulihkan seluruh ciptaan-Nya dari cengkeraman Iblis yang jahat, maka kita harus “menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang” (Rm. 13:12). Hal itu mencakup tindakan kita untuk berpaling dari dosa dengan kuasa Allah dan memilih untuk sungguh-sungguh mengasihi Dia dan sesama (ay.8-10).

Cara kita berjuang bersama Yesus dalam melawan kejahatan tergantung pada karunia kita masing-masing dan kebutuhan yang ada di sekitar kita. Pakailah imajinasi dan lihatlah sekelilingmu. Carilah mereka yang terluka dan menderita, kemudian jadilah saluran kasih, keadilan, dan penghiburan Allah, dengan taat mengikuti tuntunan-Nya. —Mike Wittmer

Bapa, datanglah kerajaan-Mu di bumi dan dalam hidupku.

Jalani peranmu dalam kisah Allah dengan taat mengikuti tuntunan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 7-8; Markus 4:21-41

Berbuat Baik

Sabtu, 16 Februari 2019

Berbuat Baik

Baca: Kisah Para Rasul 9:39-42

9:39 Maka berkemaslah Petrus dan berangkat bersama-sama dengan mereka. Setelah sampai di sana, ia dibawa ke ruang atas dan semua janda datang berdiri dekatnya dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup.

9:40 Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: “Tabita, bangkitlah!” Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk.

9:41 Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup.

9:42 Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan.

[Tabita] banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah. —Kisah Para Rasul 9:36

Berbuat Baik

“Estera, ada hadiah buatmu dari Helen, teman kita!” kata ibu sepulang dari tempat kerjanya. Kehidupan keluarga kami memang tidak berlimpah. Jadi, menerima kiriman hadiah lewat pos terasa seperti hari Natal kembali. Saya merasa dikasihi, diingat, dan dihargai oleh Allah melalui wanita luar biasa yang memberikan hadiah itu.

Janda-janda miskin yang dibuatkan pakaian oleh Tabita (Dorkas) tentu merasakan hal yang sama. Ia adalah murid Yesus yang tinggal di Yope dan terkenal di lingkungannya karena kebaikan hatinya. Tabita “banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah” (Kis. 9:36). Kemudian, ia sakit lalu meninggal. Pada waktu itu, Petrus sedang mengunjungi sebuah kota dekat Yope, maka dua orang dari jemaat pergi menemui Petrus dan memintanya datang ke Yope.

Ketika Petrus tiba, para janda yang pernah ditolong Tabita menunjukkan bukti kebaikannya—“semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup” (ay.39). Kita tidak tahu apakah mereka meminta Petrus untuk melakukan sesuatu, tetapi dengan pimpinan Roh Kudus, Petrus berdoa dan Allah pun membangkitkan Dorkas! Dampak dari kebaikan Allah tersebut adalah “peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan” (ay.42).

Kiranya perbuatan baik yang kita tunjukkan kepada orang-orang di sekitar kita akan mendorong mereka memikirkan tentang Allah dan merasa dikasihi pula oleh Allah. —Estera Pirosca Escobar

Tuhan, tolong kami untuk mengikut Engkau dan menunjukkan kebaikan kepada orang-orang di sekitar kami sehingga mereka dapat melihat Engkau dalam diri kami.

Jadilah bukti nyata dari kebaikan Allah; kebaikan yang terpancar di wajahmu, di matamu, di senyummu. —Bunda Teresa

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 19-20; Matius 27:51-56

Diubahkan dan Mengubahkan

Sabtu, 5 Januari 2019

Diubahkan dan Mengubahkan

Baca: 2 Tawarikh 33:9-17

33:9 Tetapi Manasye menyesatkan Yehuda dan penduduk Yerusalem, sehingga mereka melakukan yang jahat lebih dari pada bangsa-bangsa yang telah dipunahkan TUHAN dari depan orang Israel.

33:10 Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Manasye dan rakyatnya, tetapi mereka tidak menghiraukannya.

33:11 Oleh sebab itu TUHAN mendatangkan kepada mereka panglima-panglima tentara raja Asyur yang menangkap Manasye dengan kaitan, membelenggunya dengan rantai tembaga dan membawanya ke Babel.

33:12 Dalam keadaan yang terdesak ini, ia berusaha melunakkan hati TUHAN, Allahnya; ia sangat merendahkan diri di hadapan Allah nenek moyangnya,

33:13 dan berdoa kepada-Nya. Maka TUHAN mengabulkan doanya, dan mendengarkan permohonannya. Ia membawanya kembali ke Yerusalem dan memulihkan kedudukannya sebagai raja. Dan Manasye mengakui, bahwa TUHAN itu Allah.

33:14 Kemudian ia mendirikan tembok luar pada kota Daud, di sebelah Barat Gihon, di lembah, sampai dekat Pintu Gerbang Ikan, mengelilingi Ofel. Tembok itu dibuatnya sangat tinggi. Ia menempatkan juga panglima-panglima perang di tiap kota kubu di Yehuda.

33:15 Ia menjauhkan allah-allah asing dan berhala dari rumah TUHAN, juga segala mezbah yang didirikannya di atas gunung rumah TUHAN dan di Yerusalem, dan membuangnya ke luar kota.

33:16 Ia menegakkan kembali mezbah TUHAN, mempersembahkan korban keselamatan dan korban syukur di atasnya, menyerukan kepada Yehuda untuk beribadah kepada TUHAN, Allah Israel.

33:17 Walaupun demikian, rakyat masih mempersembahkan korban di bukit-bukit pengorbanan, tetapi hanya kepada TUHAN, Allah mereka.

Ia menegakkan kembali mezbah Tuhan, . . . menyerukan kepada Yehuda untuk beribadah kepada Tuhan, Allah Israel. —2 Tawarikh 33:16

Diubahkan dan Mengubahkan

Tani dan Modupe dibesarkan di Nigeria, lalu melanjutkan studi di Inggris pada dekade 1970-an. Sebagai pribadi-pribadi yang telah diubahkan oleh kasih karunia Allah, mereka tak pernah menyangka akan dipakai Allah untuk mengubahkan salah satu masyarakat paling miskin dan terkucil di Inggris, yaitu wilayah Anfield di kota Liverpool. Ketika Dr. Tani dan Dr. Modupe Omideyi mencari Tuhan serta melayani masyarakatnya dengan setia, Allah pun memulihkan pengharapan banyak orang. Keduanya memimpin sebuah gereja yang sangat aktif dan terus mengerjakan sejumlah proyek sosial yang telah mengubahkan kehidupan begitu banyak orang.

Manasye mengubahkan rakyatnya, awalnya menuju kejahatan, tetapi kemudian kepada kebaikan. Setelah dilantik menjadi raja Yehuda pada usia 12 tahun, ia menyesatkan rakyat sehingga mereka melakukan kekejian bertahun-tahun (2Taw. 33:1-9). Mereka mengabaikan peringatan Allah sehingga Dia mengizinkan Manasye diangkut sebagai tawanan Babel (ay.10-11).

Dalam kesengsaraan, Manasye merendahkan diri dan berseru kepada Allah. Allah mendengar seruannya lalu memulihkan kerajaannya (ay.12-13). Raja yang telah diubahkan itu pun membangun kembali tembok kota dan menyingkirkan dewa-dewa asing (ay.14-15). “Ia menegakkan kembali mezbah Tuhan, . . . menyerukan kepada Yehuda untuk beribadah kepada Tuhan, Allah Israel” (ay.16). Ketika rakyat melihat perubahan Manasye yang total, mereka juga diubahkan (ay.17).

Saat kita mencari Allah, kiranya Dia mengubahkan kita sehingga hidup kita memberi dampak positif bagi masyarakat. —Ruth O’Reilly-Smith

Bapa Surgawi, ubahlah hidup kami supaya Engkau dapat memakainya untuk membawa perubahan bagi orang lain.

Hidupmu yang diubahkan Allah dapat mengubahkan hidup orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 13-15; Matius 5:1-26

Tangan yang Mengangkat Kita

Rabu, 5 Desember 2018

Tangan yang Mengangkat Kita

Baca: Pengkhotbah 4:8-12

4:8 ada seorang sendirian, ia tidak mempunyai anak laki-laki atau saudara laki-laki, dan tidak henti-hentinya ia berlelah-lelah, matanyapun tidak puas dengan kekayaan; —untuk siapa aku berlelah-lelah dan menolak kesenangan? —Inipun kesia-siaan dan hal yang menyusahkan.

4:9 Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.

4:10 Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!

4:11 Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas?

4:12 Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.

Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya. —Pengkhotbah 4:10

Tangan yang Mengangkat Kita

Anak-anak saya sangat menikmati serunya berseluncur di halaman belakang rumah kami di Idaho pada musim dingin. Ketika masih kecil, sangat sulit bagi mereka untuk belajar memainkan seluncur es. Tak mudah membujuk mereka untuk mau menapaki permukaan es yang keras dan dingin karena mereka tahu rasanya sakit saat jatuh. Setiap kali mereka terpeleset, saya atau suami saya akan merengkuh dan membantu mereka berdiri kembali.

Mempunyai seseorang yang menolong kita saat jatuh adalah berkat yang digambarkan dalam Pengkhotbah. Bekerja bersama orang lain membuat pekerjaan kita lebih baik dan lebih efektif (pkh. 4:9), ditambah lagi kehadiran seorang sahabat membawa kehangatan dalam hidup kita. Ketika kita menghadapi tantangan, kehadiran seseorang yang memberi dukungan emosional dan pertolongan praktis akan sangat membantu. Hubungan seperti itu memberi kita kekuatan, tujuan, dan penghiburan.

Ketika kita jatuh di atas dinginnya kesulitan hidup, adakah orang di sekitarmu yang dapat mengangkat kamu kembali? Jika ada, Tuhanlah yang mengirimkannya. Sebaliknya, apabila orang lain membutuhkan teman, maukah kita menjadi jawaban Allah untuk mengangkat mereka kembali? Dengan menjadi sahabat bagi sesama, kita pun mendapatkan seorang sahabat. Bila tampaknya tidak ada orang yang membantu kita bangkit lagi, ketahuilah bahwa Allah selalu ada sebagai Penolong kita (mzm. 46:2). Ketika kita mengulurkan tangan ke arah-Nya, Dia siap meraihnya dengan genggaman-Nya yang teguh. —Kirsten Holmberg

Terima kasih, Bapa, sebab Engkau menolongku berdiri saat aku ditumbangkan oleh kerasnya kehidupan ini. Terima kasih untuk orang-orang yang Engkau pakai untuk menghibur dan menguatkanku. Namun, Engkaulah sahabatku yang paling setia.

Bagaimana kamu dapat membuka diri lebih lagi untuk semakin mengalami kehadiran Allah dalam hidupmu?

Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 1-2; 1 Yohanes 4

Kediaman Hati yang Sejati

Jumat, 24 November 2017

Kediaman Hati yang Sejati

Baca: Pengkhotbah 3:10-11

3:10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.

3:11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

[Allah] memberikan kekekalan dalam hati mereka. —Pengkotbah 3:11

Kediaman Hati yang Sejati

Kami pernah memelihara anjing West Highland Terrier selama beberapa tahun. Anjing kecil jenis “Westie” ini sangat kuat dan dibiakkan untuk memburu musang sampai ke dalam liangnya serta menangkap “mangsa” di sarangnya. Meski merupakan turunan kesekian dari generasi pertamanya, anjing Westie kami masih memiliki naluri asal setelah melalui pembiakan bertahun-tahun. Pada suatu waktu, anjing kami sangat terobsesi dengan “makhluk” yang ada di bawah batu di kebun belakang kami. Tidak ada yang dapat mengalihkan perhatian anjing itu. Anjing kami terus menggali dan menggali sampai kedalaman beberapa meter di bawah batu itu.

Sekarang pikirkanlah: Mengapa sebagai manusia kita terus-menerus mengejar sesuatu? Mengapa kita merasa harus menaklukkan gunung-gunung yang belum terdaki dan berseluncur di lereng-lereng yang sangat terjal? Mengapa kita mengarungi jeram yang paling sulit dan berbahaya, serta menantang kekuatan alam? Sebagian karena hasrat kita untuk berpetualang dan mencari kesenangan, tetapi ada yang lebih dari itu. Yang saya maksud adalah naluri terhadap Allah yang telah tertanam dalam diri kita. Tidak bisa tidak, kita ingin menemukan Allah.

Tentu saja kita tidak menyadari hal itu. Yang kita tahu hanyalah bahwa kita merindukan sesuatu. “kamu tidak tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan,” kata Mark Twain, “tetapi kamu begitu menginginkannya sampai setengah mati rasanya.”

Allah adalah kediaman hati kita yang sejati. Agustinus, sang bapa gereja, pernah menyatakan dalam kutipannya yang sangat terkenal: “Engkau telah menciptakan kami untuk diri-Mu sendiri, ya Tuhan, dan hati kami takkan tenteram sebelum berdiam di dalam-Mu.”

Apakah hati itu? Sebuah kekosongan batin yang begitu mendalam yang hanya dapat dipenuhi oleh Allah. —David Roper

Tuhan, tolonglah aku menyadari kerinduanku yang terdalam akan Engkau. Penuhilah aku dengan pengenalan akan Engkau. Bawalah aku mendekat kepada-Mu.

Di balik semua hasrat kita, ada kerinduan yang mendalam akan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 22-23; 1 Petrus 1

Artikel Terkait:

Menemukan Kasih Sejati