Posts

Kepentingan Orang Lain

Kamis, 24 Agustus 2017

Kepentingan Orang Lain

Baca: Filipi 2:1-11

2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,

2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;

2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

2:11 dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. —Filipi 2:3

Kepentingan Orang Lain

Teman saya, Jamie, bekerja di perusahaan raksasa internasional. Di awal masa kerjanya, seseorang menghampiri meja kerjanya, memulai percakapan, dan bertanya kepada Jamie tentang pekerjaan yang dilakukannya. Setelah menjelaskan pekerjaannya kepada orang itu, Jamie menanyakan identitas orang itu. “Nama saya Rich,” jawabnya.

“Senang berkenalan denganmu,” jawab Jamie. “Dan apa yang kamu kerjakan di sini?”

“Oh, saya pemilik perusahaan ini.”

Jamie tiba-tiba menyadari bahwa percakapan mereka yang santai dan sederhana itu merupakan awal perkenalannya dengan salah satu orang terkaya di dunia.

Di masa sekarang ketika orang-orang cenderung menyanjung dan memuji “diri sendiri”, kisah sederhana itu dapat menjadi pengingat terhadap perkataan Paulus yang penting di kitab Filipi: “Hendaklah kamu . . . tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia” (2:2-3). Manusia yang memberikan perhatian kepada orang lain, dan bukan kepada dirinya sendiri, memiliki sifat-sifat yang dikatakan Paulus.

Ketika “dengan rendah hati [kita] menganggap yang lain lebih utama dari pada diri [kita] sendiri,” kita menunjukkan sifat Kristus yang rendah hati (ay.3). Kita mencerminkan Kristus yang datang “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mrk. 10:45). Ketika kita “mengambil rupa seorang hamba” (Flp. 2:7), kita memiliki pikiran Kristus Yesus (ay.5).

Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, janganlah kita hanya melihat kepentingan diri sendiri tetapi “kepentingan orang lain juga” (ay.4). —Dave Branon

Yesus, Engkau memberikan contoh kerendahan hati saat Engkau meninggalkan kemuliaan surgawi dan menjadi hamba yang rendah hati
di bumi. Tolonglah kami agar bisa menjalani hidup yang rendah hati
seperti-Mu dalam semua hal yang kami lakukan.

Layanilah Allah dengan melayani sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 116-118 dan 1 Korintus 7:1-19

Hati Kristus

Rabu, 9 Agustus 2017

Hati Kristus

Baca: Keluaran 32:21-32

32:21 Lalu berkatalah Musa kepada Harun: “Apakah yang dilakukan bangsa ini kepadamu, sehingga engkau mendatangkan dosa yang sebesar itu kepada mereka?”

32:22 Tetapi jawab Harun: “Janganlah bangkit amarah tuanku; engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini jahat semata-mata.

32:23 Mereka berkata kepadaku: Buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir—kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.

32:24 Lalu aku berkata kepada mereka: Siapa yang empunya emas haruslah menanggalkannya. Mereka memberikannya kepadaku dan aku melemparkannya ke dalam api, dan keluarlah anak lembu ini.”

32:25 Ketika Musa melihat, bahwa bangsa itu seperti kuda terlepas dari kandang—sebab Harun telah melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka—

32:26 maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: “Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!” Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi.

32:27 Berkatalah ia kepada mereka: “Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang, dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya.”

32:28 Bani Lewi melakukan seperti yang dikatakan Musa dan pada hari itu tewaslah kira-kira tiga ribu orang dari bangsa itu.

32:29 Kemudian berkatalah Musa: “Baktikanlah dirimu mulai hari ini kepada TUHAN, masing-masing dengan membayarkan jiwa anaknya laki-laki dan saudaranya—yakni supaya kamu diberi berkat pada hari ini.”

32:30 Keesokan harinya berkatalah Musa kepada bangsa itu: “Kamu ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik menghadap TUHAN, mungkin aku akan dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu.”

32:31 Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: “Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka.

32:32 Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu—dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.”

Kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu—dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis. —Keluaran 32:32

Hati Kristus

Seorang wartawan Australia yang dipenjara selama 400 hari di Mesir mengekspresikan emosinya yang campur aduk saat ia dibebaskan. Ketika mengungkapkan kelegaannya, ia mengatakan bahwa ia bersyukur atas kebebasannya sekaligus merasa prihatin dengan teman-teman yang ia tinggalkan. Ia merasa sulit mengucapkan perpisahan kepada rekan-rekan wartawan yang telah ditangkap dan dipenjara bersamanya—tanpa tahu berapa lama lagi mereka akan ditahan.

Musa juga mengekspresikan kegelisahan yang mendalam ketika memikirkan teman-teman yang akan ditinggalkannya. Ketika merasa bahwa ia akan kehilangan saudara, saudari, dan bangsanya yang telah menyembah anak lembu emas pada saat ia bertemu dengan Tuhan di Gunung Sinai (Kel. 32:11-14), ia mendoakan mereka. Dalam kepeduliannya, Musa memohon, “Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu—dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis” (ay.32).

Rasul Paulus juga mengekspresikan kepedulian yang serupa untuk keluarga, teman, dan bangsanya. Dengan berduka atas ketidakpercayaan mereka kepada Yesus, Paulus berkata bahwa ia bersedia mengorbankan hubungannya dengan Kristus apabila dengan kasih itu, ia dapat menyelamatkan saudara-saudaranya (Rm. 9:3).

Mencermati keduanya, kita melihat bahwa Musa dan Paulus mengekspresikan hati Kristus. Namun, keprihatinan mereka hanyalah sebatas perasaan dan niat untuk berkorban. Tidak demikian dengan Tuhan Yesus. Dia sungguh-sungguh mengasihi dan berkorban agar kita dapat bersama Dia selamanya. —Mart DeHaan

Bapa di surga, terima kasih telah mengingatkan kami pentingnya menjadi serupa dengan-Mu, bersedia hidup—dan mati—bagi orang yang belum pernah melihat betapa Engkau mengasihi mereka.

Memperhatikan sesama berarti menghargai kasih Yesus bagi kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 77-78 dan Roma 10

Menjadi Sahabat Sejati

Selasa, 16 Mei 2017

Menjadi Sahabat Sejati

Baca: Kejadian 14:17-24

14:17 Setelah Abram kembali dari mengalahkan Kedorlaomer dan para raja yang bersama-sama dengan dia, maka keluarlah raja Sodom menyongsong dia ke lembah Syawe, yakni Lembah Raja.

14:18 Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi.

14:19 Lalu ia memberkati Abram, katanya: “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi,

14:20 dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu.” Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.

14:21 Berkatalah raja Sodom itu kepada Abram: “Berikanlah kepadaku orang-orang itu, dan ambillah untukmu harta benda itu.”

14:22 Tetapi kata Abram kepada raja negeri Sodom itu: “Aku bersumpah demi TUHAN, Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi:

14:23 Aku tidak akan mengambil apa-apa dari kepunyaanmu itu, sepotong benang atau tali kasutpun tidak, supaya engkau jangan dapat berkata: Aku telah membuat Abram menjadi kaya.

14:24 Kalau aku, jangan sekali-kali! Hanya apa yang telah dimakan oleh bujang-bujang ini dan juga bagian orang-orang yang pergi bersama-sama dengan aku, yakni Aner, Eskol dan Mamre, biarlah mereka itu mengambil bagiannya masing-masing.”

Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur. —Kejadian 14:18

Menjadi Sahabat Sejati

Penyair Samuel Foss menuliskan, “Biarlah aku hidup di tepi jalan dan menjadi sahabat bagi seseorang” (The House by the Side of the Road). Itulah yang saya inginkan—menjadi sahabat bagi orang lain. Saya ingin berdiri di tepi jalan untuk menanti para pengembara yang kelelahan. Untuk mencari mereka yang babak belur dan diperlakukan tidak adil oleh orang lain, mereka yang hatinya telah terluka dan kecewa. Untuk merawat dan menyegarkan mereka dengan kata-kata yang membangkitkan semangat dan menolong mereka melanjutkan perjalanan. Saya mungkin tidak dapat “membenahi” mereka atau persoalan mereka, tetapi saya dapat memberkati mereka.

Melkisedek, raja Salem sekaligus seorang imam, memberkati Abraham yang kelelahan setelah pulang dari peperangan (Kej. 14). “Berkat” ini bukan sesuatu yang diucapkan dengan sikap basa-basi. Kita memberkati orang lain dengan membawa mereka kepada Allah yang menjadi sumber berkat. Melkisedek memberkati Abram dengan berkata, “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi” (ay.19).

Kita dapat memberkati orang lain dengan cara berdoa bersama mereka; kita dapat membawa mereka ke hadapan takhta kasih karunia supaya mereka menerima pertolongan tepat pada waktunya (Ibr. 4:16). Kita mungkin tidak dapat mengubah keadaan mereka, tetapi kita dapat menunjukkan Allah kepada mereka. Itulah yang patut dilakukan oleh seorang sahabat sejati. —David Roper

Tuhan Yesus, ajari kami untuk menjadi sahabat bagi sesama seperti Engkau menjadi sahabat kami. Berilah kami mata yang peka untuk melihat kebutuhan mereka dan menyediakan waktu untuk mendengarkan mereka. Tolong kami untuk membawa mereka kepada-Mu, Sang Sumber Hidup.

Mustahil mengasihi tanpa sikap mau mendengar.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 24-25; Yohanes 5:1-24

Artikel Terkait:

Sahabatku, Keluargaku

Hanya Sebuah Sentuhan

Selasa, 2 Mei 2017

Hanya Sebuah Sentuhan

Baca: Matius 8:1-4

8:1 Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia.

8:2 Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”

8:3 Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya.

8:4 Lalu Yesus berkata kepadanya: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.”

Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu. —Matius 8:3

Hanya Sebuah Sentuhan

Kiley tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk pergi ke sebuah daerah terpencil di Afrika Timur guna membantu pelayanan medis di sana. Ia sempat ragu karena menyadari bahwa ia tidak mempunyai pengalaman medis apa pun. Namun, ia masih bisa menolong dengan memberikan perawatan dasar.

Di sana, ia bertemu dengan seorang wanita yang menderita suatu penyakit parah yang masih dapat diobati. Walau sempat merasa jijik saat melihat luka di kaki wanita itu, Kiley tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu. Wanita itu mulai menangis saat Kiley membersihkan dan membalut kakinya. Karena cemas, Kiley bertanya apakah ia telah menyakiti wanita itu. “Tidak,” jawab wanita itu. “Ini pertama kalinya ada orang menyentuhku dalam sembilan tahun.”

Kusta adalah jenis penyakit lain yang dapat membuat orang merasa jijik terhadap penderitanya. Budaya Yahudi kuno memiliki pedoman yang ketat untuk mencegah penyebaran penyakit kusta. Hukum Taurat menyatakan, “Ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan” (Im. 13:46).

Itulah mengapa sungguh luar biasa ketika seorang penderita kusta mendekati Yesus dan mengatakan, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku” (Mat. 8:2). Kemudian “Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir’” (ay.3).

Dengan menyentuh kaki penuh luka dari wanita yang kesepian itu, Kiley menunjukkan kasih Yesus yang tak kenal takut dan mau merengkuhsesama. Itulah dampak dari sebuah sentuhan. —Tim Gustafson

Tuhan, kami ingin menunjukkan kasih yang tak kenal takut seperti yang Engkau tunjukkan saat Engkau dahulu hidup di atas bumi.

Dampak apa yang akan kita berikan jika kita mengatasi rasa takut dan menyerahkan diri kita kepada Allah untuk dipakai-Nya?

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 12-13; Lukas 22:1-20

Artikel Terkait:

Mengasihi Itu Tidak Mudah

Mengasihi dengan Sempurna

Senin, 6 Maret 2017

Mengasihi dengan Sempurna

Baca: 1 Korintus 13:4-8

13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

[Kasih] menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan. —1 Korintus 13:7-8

Mengasihi dengan Sempurna

Suaranya bergetar saat menceritakan persoalan yang dihadapinya dengan putrinya. Karena prihatin dengan pergaulan putrinya, sang ibu menyita ponsel anaknya dan mengawal ke mana pun ia pergi. Hubungan mereka berdua tampaknya semakin buruk saja. Setelah berbicara dengan sang putri, saya merasa bahwa sebenarnya ia sangat mengasihi ibunya. Hanya saja ia kini merasa terkekang dalam ungkapan kasih sang ibu. Yang ia rindukan adalah kebebasan.

Sebagai makhluk yang tidak sempurna, kita semua menemui kesulitan dalam hubungan kita dengan sesama. Baik sebagai orangtua atau anak, lajang atau menikah, kita semua bergumul untuk mengungkapkan kasih dengan cara yang benar, untuk mengucapkan dan melakukan apa yang benar pada saat yang tepat. Sepanjang hidup ini, kita perlu terus belajar mengasihi.

Dalam 1 Korintus 13, Rasul Paulus menguraikan tentang apa yang disebut sebagai kasih yang sempurna. Standar yang diberikan Paulus terlihat begitu mulia, tetapi menerapkan kasih itu dapat terasa sangat menakutkan. Syukurlah, kita memiliki Yesus sebagai teladan. Lewat interaksi-Nya dengan orang-orang yang memiliki kebutuhan dan masalah yang berbeda-beda, Dia menunjukkan kepada kita bukti nyata dari kasih yang sempurna itu. Dengan berjalan bersama Yesus, berpegang pada kasih-Nya, dan belajar menghayati firman-Nya, kita akan dibuat-Nya semakin serupa dengan Dia. Tentulah kita masih akan berbuat kesalahan, tetapi Allah dapat mengubahnya dan mendatangkan kebaikan dari setiap keadaan yang ada, karena kasih-Nya “menutupi segala sesuatu” dan “tidak berkesudahan” (1Kor. 13:7-8). —Poh Fang Chia

Tuhan, sebenarnya niat dan keinginan kami baik, tetapi kami justru sering mengecewakan satu sama lain. Terima kasih, Engkau telah menjadi teladan kami dengan menunjukkan bagaimana kami harus hidup dan mengasihi.

Untuk menunjukkan kasih-Nya, Tuhan Yesus mati bagi kita; untuk menunjukkan kasih kita, kita hidup bagi-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 1-2; Markus 10:1-31

Artikel Terkait:

Saat Aku Mencintainya Lebih Dari Tuhan

“Hubunganku yang tidak jelas bersama Ben terus berlanjut—sementara hubunganku dengan Tuhan memburuk. Aku berhenti berdoa dan tidak lagi menceritakan apa-apa tentang Ben kepada teman-teman Kristen-ku. Seiring berjalannya waktu, aku menemukan bahwa aku bukan satu-satunya gadis yang diperhatikan Ben. Ben mengarang cerita tentangku dan aku merasa sangat sakit hati.”

Baca kesaksian selengkapnya di dalam artikel ini.

Kasih Sejati

Selasa, 26 November 2013

Kasih Sejati

Baca: 1 Korintus 13:1-8

[Kasih] menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan. —1 Korintus 13:7-8

Beberapa tahun yang lalu, ibu dari teman saya, Beth, telah didiagnosa mengidap penyakit Alzheimer. Sejak saat itu, Beth pun didesak untuk mengambil sejumlah keputusan sulit mengenai perawatan ibunya, dan hatinya sering hancur menyaksikan sang ibu yang selama ini hidup dengan penuh semangat dan gembira itu perlahan-lahan kehilangan kekuatannya. Sepanjang pengalamannya itu, teman saya belajar bahwa menunjukkan kasih sejati itu tidaklah selalu mudah atau nyaman.

Setelah pada tahun lalu ibunya dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, Beth menuliskan kata-kata berikut ini kepada sejumlah temannya: “Sekalipun segala sesuatu tampaknya mengalami kemunduran, aku sangat berterima kasih atas perjalanan hidup yang kujalani bersama Ibu. Di balik memudarnya ingatan, kebingungan, dan ketidakberdayaan total, Ibu tetap menjadi pribadi yang cantik, yang mencintai hidup dan yang sepenuhnya diliputi damai sejahtera. Aku belajar sangat banyak tentang arti kasih sejati, dan walaupun mungkin aku tidak menghendaki perjalanan yang penuh dengan air mata dan kepedihan hati ini, aku tidak menyesal sama sekali.”

Alkitab mengingatkan kita bahwa kasih itu sabar dan murah hati. Kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri dan tidak mudah marah. Kasih “menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor. 13:4-7).

Kasih yang sejati datang dari Bapa kita di surga yang telah mengaruniakan Anak-Nya. Dalam upaya kita untuk menunjukkan kasih-Nya kepada sesama, kita dapat mengikuti teladan Kristus yang telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita (1Yoh. 3:16-18). —CHK

Ajarlah aku mengasihi, inilah doaku—
Kasih sayang dari hati-Mu itu kubagikan;
Siap sedia memberikan pertolongan,
Dan rela hidup demi sesamaku. —Peterson

Kasih sejati berarti rela menolong orang lain demi Yesus, bahkan ketika mereka tak bisa membalas kebaikan itu.

Melompati Tembok Pemisah

Senin, 4 November 2013

Melompati Tembok Pemisah

Baca: Roma 12:14-21

Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. —Amsal 25:21

Sersan Richard Kirkland adalah seorang anggota pasukan Konfederasi (negara-negara bagian selatan) pada Perang Saudara Amerika Serikat (1861-1865). Dalam pertempuran di Fredericksburg, pasukan Serikat (negara-negara bagian utara) menderita kekalahan di Dataran Tinggi Marye. Melihat banyaknya prajurit yang terluka di daerah tak bertuan, Kirkland meminta izin untuk menolong mereka. Setelah mengumpulkan ransum, ia pun melompati tembok yang memisahkannya dengan tentara musuh dan menolong seorang prajurit yang memerlukan bantuannya. Dengan mempertaruhkan nyawa, Kirkland yang disebut “Malaikat dari Dataran Tinggi Marye” itu menjadi saluran belas kasihan Kristus bagi musuhnya.

Tidak banyak dari kita yang akan menghadapi musuh di medan perang, tetapi kita mengetahui adanya orang-orang yang menderita di sekitar kita. Mereka bergumul melawan rasa sepi, kehilangan, penyakit, dan dosa. Tangisan mereka, yang ditenggelamkan oleh banyaknya hal yang mengalihkan perhatian kita, memohon rahmat dan penghiburan, juga harapan dan pertolongan.

Teladan Kirkland dalam menyatakan belas kasihan Kristus itu menjadi wujud nyata dari perintah Yesus, “kasihilah musuhmu” (Mat. 5:44). Paulus menjabarkan tema itu ketika ia mengutip Amsal 25:21, “Jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum” (Rm. 12:20). “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan,” kata Paulus, “tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (ay.21).

Tantangan Paulus mendorong kita untuk meniru Kirkland. Hari ini, marilah “melompati tembok” kenyamanan kita untuk memberikan penghiburan dari Allah bagi mereka yang membutuhkannya. —RKK

Bapa, beriku keberanian untuk menjangkau mereka
yang tak ingin kujangkau. Tunjukkanlah kasih-Mu melalui diriku
dengan cara-cara yang akan menyatakan kemuliaan-Mu
dan damai yang sejati bagi lingkungan di sekelilingku.

Kita tetap dapat berbuat baik kepada seseorang, walaupun kita tidak menyukainya. —Samuel Johnson

Dikasihi Untuk Mengasihi

Jumat, 1 November 2013

Dikasihi Untuk Mengasihi

Baca: Ulangan 10:12-22

Apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain . . . hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia. —Ulangan 10:12

Hati seseorang tidak dinilai dari seberapa besar ia mengasihi, tetapi dari seberapa besar ia dikasihi oleh orang lain.” Saya membaca kutipan dari The Wizard of Oz ini pada suatu hiasan dinding yang dipajang di sebuah toko yang menjual oleh-oleh.

The Wizard of Oz mungkin mengandung cerita yang bagus, tetapi tidak dapat menjadi sumber pengetahuan rohani yang dapat diandalkan. Allah mengatakan sesuatu yang sangat berbeda. Menurut Allah, hukum yang terutama adalah mengasihi—pertama-tama mengasihi Allah, kemudian mengasihi sesama (Mrk. 12:29-31). Kitab Suci tidak berbicara sama sekali tentang harapan untuk mendapatkan balasan atas kasih yang kita berikan. Bahkan sebaliknya, dalam khotbah-Nya yang paling dikenal orang, Yesus mengatakan, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga” (Mat. 5:11-12).

Hal yang paling penting untuk kita ketahui tentang kasih adalah ini: Semua kasih berawal dari Allah (1Yoh. 4:19). Musa berkata kepada orang Israel, Allah begitu mengasihi leluhur mereka sehingga mereka dipilih menjadi umat-Nya (Ul. 10:15), dan oleh sebab itulah mereka harus mengasihi sesama mereka, termasuk orang-orang asing (ay.19). Tujuan Allah adalah supaya setiap orang yang menerima kasih-Nya akan menjadi saluran kasih-Nya kepada orang lain.

Di luar dari Allah yang adalah Kasih itu sendiri, tidak ada seorang pun dari kita yang dapat benar-benar mengasihi atau dikasihi (1Yoh. 4:7-8). —JAL

“Kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri,”
Maka Dia tidak diam saja di surga sebagai Allah,
Tetapi memilih palungan dan kayu salib
Untuk menunjukkan Dialah Kasih. —Wilmshurst

Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. —1 Yohanes 4:8

Gerakan Berlaku Baik

Selasa, 22 Oktober 2013

Gerakan Berlaku Baik

Baca: Roma 15:1-7

Marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. —Roma 14:19

Setiap tahun para pemuda di lingkungan kami berpartisipasi dalam gerakan sosial berjudul “Be Nice” (Berlakulah Baik) yang dipelopori oleh sebuah organisasi kesehatan mental. Dalam salah satu acara mereka di tahun 2012, sekitar 6.000 orang siswa membentuk kata-kata “BE NICE” dengan gerak tubuh mereka di tengah lapangan olahraga sekolah mereka masing-masing. Salah seorang kepala sekolah mengatakan, “Kami ingin para siswa dapat datang ke sekolah dan belajar tanpa diusik perasaan takut atau sedih atau merasa tidak nyaman di sekitar teman-teman sebaya mereka. Kami bekerja keras untuk memastikan bahwa semua siswa akan mendukung satu sama lain, dan bukan saling menjatuhkan.”

Paulus merindukan agar jemaat di Roma memiliki standar kasih yang lebih tinggi lagi. Di dalam jemaat itu terdapat sikap saling menghakimi dan menghina antara orang yang imannya kuat dengan yang imannya lemah (Rm. 14:1-12). Mereka membenci satu sama lain ketika mereka memperdebatkan makanan apa saja yang boleh dimakan (ay.2-3) dan hari-hari khusus apa saja yang harus dirayakan (ay.5-6). Paulus menantang mereka: “Marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun” (ay.19). Ia mengingatkan bahwa mereka seharusnya memikirkan apa yang menyenangkan orang lain, dan bukan menyenangkan diri sendiri. Ia berkata, “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri” (15:3), Dia pun rela melayani.

Dengan bergabung dalam gerakan untuk mau mengasihi orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada, Anda akan memuliakan Allah (ay.7). —AMC

Ya Tuhan, aku ingin menjadi orang yang baik dan penuh kasih
kepada sesama. Tolong aku untuk mengucapkan kata-kata
yang membangun semangat orang lain dan membawa pujian
dan kemuliaan bagi nama-Mu.

Kebaikan semata-mata adalah kasih yang mengalir keluar dalam sikap yang lemah lembut.