Kulukai Orang Lain dengan Keegoisanku
Oleh Sari, Jakarta
Setiap tanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Media sosial dipenuhi dengan twibbon untuk memperingati hari itu. Masa-masa sekarang yang dirasa sulit, ditambah dengan hadirnya pandemi, turut memberikan pengaruh besar pada kesehatan mental orang-orang di seluruh dunia.
Aku pribadi pun merasakan dampaknya. Makin hari, aku semakin menyadari bahwa bukan hanya kesehatan fisik dan rohani saja yang penting, melainkan kesehatan mental yang sering kuabaikan juga penting. Aku melihat orang-orang di sekitarku pun mulai aware. Mereka mulai melakukan konseling kepada konselor-konselor professional. Ketika aku dan kamu gagal menyadari pentingnya merawat kesehatan mental, maka saat kendala datang, bisa saja kita melakukan pengobatan atau pencegahan dengan cara yang tidak tepat.
Saat kondisiku tidak stabil
Pada suatu momen, aku menyadari bahwa kondisi mentalku sangat tidak stabil. Aku bekerja dengan gelisah, aku takut salah… dan ketika atasanku mendapati aku melakukan kesalahan, aku langsung panik. Tidak jarang aku menyalahkan orang lain. Aku tidak lagi menikmati apa yang aku kerjakan, fokusku saat itu adalah bagaimana pekerjaanku bisa cepat selesai, tidak ada yang salah dan berharap berakhir dengan pujian yang diberikan baik oleh rekan kerja dan atasanku. Tapi melakukan itu semua rasanya sangat melelahkan, hingga di kondisi yang ekstrem aku tidak menyukai ketika orang lain mengerjakan pekerjaan dengan baik dan dipuji oleh atasanku. Aku ingin berada di posisi yang paling baik dari semuanya, aku ingin hanya aku yang bisa diandalkan. Aku menjadi orang yang lebih suka dihargai dan dipandang lebih dari orang lain. Bukan dalam pekerjaan saja, ketika berinteraksi dengan teman sepermainan dan keluarga pun aku merasakan hal yang sama.
Di tengah kondisi itu, aku pun tidak lagi menikmati relasiku bersama Tuhan. Aku tetap bersaat teduh, namun seadanya. Aku tetap berdoa, namun tidak menikmati doa-doaku. Fokusku adalah hanya bagaimana aku bisa mendapatkan promosi di pekerjaanku. Tetapi, syukur kepada Allah yang mengaruniakan Roh Kudus yang pelan-pelan menggelisahkanku dan menolongku untuk melihat apa yang salah dengan diriku di tengah-tengah perjuangan menikmati doa, baca Alkitab dan ibadah yang kulakukan.
Di ibadah Minggu yang aku ikuti secara daring, tema khotbah yang diangkat membahas bagaimana ambisi terhadap kedudukan merupakan musuh dan hal yang paling tidak disukai oleh Allah.
Di awal khotbahnya, sang pendeta memulai dengan kalimat, “dosa pertama berhubungan dengan kuasa.” Allah membuang malaikat Lucifer dari kerajaan sorga karena kesombongannya (Yehezkiel 28:17-18). Kejatuhan manusia dalam dosa pun dimulai ketika Iblis menggoda Hawa, yang menyingkapkan sisi kesombongan manusia yang ingin menjadi seperti Allah dengan memakan buah pengetahuan baik dan buruk (Kejadian 3).
Banyak orang melakukan berbagai cara agar mendapati posisi atau kedudukan yang diinginkannya, salah satunya aku. Aku melakukan banyak cara agar aku bisa dipromosi secepatnya sampai tidak menyadari bahwa aku sedang melukai diriku, sesama bahkan terlebih Tuhan. Hidupku dipenuhi dengan ketakutan-ketakutan, takut kalau posisi itu akhirnya diberikan kepada orang lain.
Aku lantas teringat kepada sebuah kisah di Alkitab, yaitu kisah Saul dan Daud. Ketika Saul menjadi raja dan Daud yang baru saja mengalahkan Goliat. Orang-orang Israel merayakan kemenangan Daud mengalahkan Goliat dan ketika itu perempuan-perempuan yang hadir menari dan menyanyi, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa (1 Samuel 18:7).” Seketika itu juga, Saul menjadi marah dan benci kepada Daud hingga berencana untuk membunuhnya. Padahal kalau dipikir-pikir, Saul saat itu adalah raja Israel yang sah, dia telah dipilih dan diurapi, tetapi dia ketakutan bilamana suatu hari Daud merebut kedudukannya sebagai raja di Israel. Kisah ini menjadi salah satu bukti bahwa lagi-lagi manusia sangat ambisius terhadap kedudukan dan manusia berani melakukan banyak cara untuk mendapatkan serta mempertahankannya.
Di tengah dunia yang mendorong kita untuk memamerkan apa yang kita lakukan dan apa yang kita miliki, menjadi hal yang tak mudah untuk bijak memandang pencapaian dan kedudukan kita. Kita tergoda meletakkan identitas kita pada posisi, kekayaan, dan status. Ketika tidak mendapatkan apa yang orang lain punya kita menjadi minder bahkan dalam kondisi yang ekstrem menjadi depresi hingga mau mengakhiri hidup. Dalam kondisiku saat itu, satu hal yang aku sadari adalah semakin aku mengejar, semakin aku merasakan kekosongan. Dan lagi-lagi, aku diingatkan bahwa jiwa kita hanya dapat dipuaskan oleh Allah. Jika kita mengejar apa yang ada di tengah dunia ini akan tidak ada habis-habisnya dan itu sangat melelahkan.
Dan di ibadah Minggu yang kuikuti itu, aku juga diingatkan bahwa Allah selalu punya rencana buat anak-anak-Nya, bagian yang sudah ditentukan Allah untuk menjadi bagian kita akan tetap menjadi bagian kita sesusah dan semustahil apapun itu. Tetapi, kalau memang ketika kita sudah berjuang untuk mendapatkannya dan memang Allah tidak merencanakannya buat kita selelah apapun kita mengejarnya maka itu tidak akan menjadi bagian kita. Salah satu hamba Tuhan pernah mengatakan demikian, “teruslah berdoa sampai Tuhan menjawab. Asal doa itu sesuai kehendakNya, mustahil tidak dijawab.”
Teman-teman, kondisi ini bukanlah kondisi yang mudah untuk diatasi. Aku pun masih sangat bergumul hingga saat ini. Tetapi, aku jadi diingatkan kembali bahwa aku tetap berharga di mata-Nya sekalipun aku tidak memiliki apa yang sedang diperjuangkan oleh dunia. Aku merasakan lelahnya mengejar apa yang dikejar oleh dunia ini, dan aku merasakan jadi orang yang paling jahat ketika mulai melukai orang lain dengan keegoisanku.
Kondisi apa yang sedang teman-teman alami yang membuat teman-teman merasa tidak berharga, tidak dihargai bahkan tidak dianggap oleh orang lain hingga berniat sampai mengakhiri hidup? Berdoa dan minta ampunlah kepada Tuhan, Dia tetap mengasihi kita. Kita berharga di mata-Nya dan Dia selalu mengerjakan bagian-Nya dengan sempurna dalam hidup kita.
Kala kucari damai
Hanya kudapat dalam Yesus
Kala kucari ketenangan
Hanya kutemui didalam YesusTak satupun dapat menghiburku
Tak seorangpun dapat menolongku
Hanya Yesus jawaban hidupkuBersama Dia hatiku damai
Walau dalam lembah kekelaman
Bersama Dia hatiku tenang
Walau hidup penuh tantangan