Posts

Kupikir Menjadi Cantik dan Menarik Adalah Segalanya

Oleh Agnes Lee, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: I Thought I Needed To Be Beautiful

Aku dan rekan kerjaku sedang makan siang di dapur ketika kami melihat seorang rekan lainnya berjalan ke arah pintu sambil membawa tasnya.

“Mau pergi ke mana dia?” salah seorang rekanku bertanya.

Yang lain lalu menjawab, “Oh, dia cuti setengah hari buat nonton konser musik pop Korea. Dia punya tiket premium.”

“Wow,” aku menanggapi. “Dia sungguh-sungguh fans K-Pop!”

Peristiwa itu membuatku teringat kembali kenangan bertahun-tahun lalu, ketika aku masih seorang remaja. Waktu itu, aku sangat menikmati drama dan musik pop Korea. Aku bahkan mengidolakan beberapa selebriti. Mereka tampak memiliki segalanya yang aku inginkan—penampilan yang menarik dan popularitas.

Aku menghias binder sekolahku dengan foto-foto mereka. Aku menggunakan uang jajanku untuk membeli majalah atau koran yang memuat cerita dan foto tentang mereka. Aku dengan tekun menenggelamkan diriku dalam setiap detail kehidupan mereka. Kalau saja ada ujian tentang seberapa dalam aku mengenal dengan detail idola-idola itu, pasti aku akan lulus dengan nilai terbaik.

Namun, di samping mengagumi mereka, aku pun mulai membandingkan diriku dengan mereka. Semua selebriti yang aku sukai itu cantik dan langsing. Ketika aku melihat diriku di cermin, aku melihat diriku hanyalah seorang perempuan biasa. Aku merasa ada yang salah dengan penampilan wajahku. Tinggiku pun hanya 150 cm. Dan, aku tidak kurus.

Dengan segera aku mulai merasa tidak puas dengan diriku dan membenci tubuhku. Kupikir para selebriti itu terkenal dan disukai banyak orang karena penampilan mereka yang menarik.

Ketika aku membaca tulisan-tulisan tentang selebriti yang menjalankan program diet demi mendapatkan bentuk tubuh yang ideal, aku merasa perlu meniru mereka juga. Aku harus diet, membatasi asupan kaloriku. Banyak selebriti juga menjadi bintang iklan produk-produk diet dan pelangsing badan sekalipun tubuh mereka sebenarnya tidak gemuk. Selain itu, setiap kali ada selebriti yang berat badannya turun, media dan para penggemarnya segera menyuarakan rasa keprihatinan atas kesehatan para selebriti itu. Sepertinya para selebriti itu mendapatkan perhatian dan popularitas yang lebih besar ketika mereka melakukan diet—dan kupikir itu juga akan berlaku buatku kalau aku mengikuti jejak mereka.

Aku pun berubah jadi seorang yang percaya kalau tubuh langsing itu cantik. Kalau aku tidak bisa mengubah wajah atau tinggi badanku, aku bisa mengubah berat badanku. Jadi, meskipun berat badanku sudah menurun, aku tetap melakukan diet. Tapi, betapapun kerasnya aku berusaha, aku tidak pernah bisa menjadi seorang selebriti.

Selain itu, diet dengan mengurangi asupan kalori sering membuatku jadi merasa murung dan lesu. Ketika aku sudah bekerja, ketertarikanku pada dunia selebriti mulai menurun karena aku semakin sibuk. Tapi, aku masih terus melakukan dietku dan memperhatikan berat badanku.

Cara pandangku akhirnya berubah ketika aku mengenal Tuhan secara pribadi empat tahun lalu. Sebagai buah dari berbagai pencobaan yang kualami dalam keluargaku, aku mulai membaca firman Tuhan dengan tekun dan mendapatkan penghiburan di masa-masa sulit itu. Dan, karena aku begitu larut dalam firman Tuhan, obsesiku pada selebriti pun menjadi bagian dari masa laluku. Selama masa-masa inilah kebutuhan emosionalku dipenuhi oleh Tuhan dan akhirnya aku menemukan siapa diriku yang sejati di dalam Tuhan.

Yesaya 43:7 mengingatkanku bahwa aku diciptakan untuk kemuliaan Tuhan. Tujuan dari kehadiranku di dunia ini adalah untuk kemuliaan-Nya! Aku mungkin tidak rupawan seperti selebriti, atau paling pintar, atau paling baik dalam semua yang kulakukan. Tapi, itu tidak penting, sebab tujuan hidupku ditemukan dalam Kristus.

Aku juga belajar dari 1 Korintus 6:19-20 bahwa tubuh ini adalah bait Roh Kudus. Aku bukanlah milikku sendiri, dan tubuhku adalah kepunyaan Tuhan. Aku harus merawat tubuhku baik-baik sebab itu adalah kediaman Tuhan. Ini berarti tujuanku menjaga pola makan adalah untuk membuat tubuhku tetap sehat.

Lambat laun, aku belajar menerima penampilan diriku, karena aku tahu bahwa Tuhan menciptakanku dengan sangat baik. Tuhan tidak membandingkanku dengan selebriti. Kenyataannya, Dia begitu mengasihiku hingga tidak ada satu hal pun yang bisa memisahkanku dari kasih-Nya (Roma 8:35)!

Ketika baru-baru ini aku membaca tulisan tentang meningkatnya jumlah kasus bunuh diri di antara para bintang K-Pop, aku dapat membayangkan bagaimana kegelapan yang mereka hadapi—perbandingan tanpa akhir, tekanan industri, kritik-kritik di media sosial. Mungkin mereka pun sebenarnya tidak ingin untuk mengakhiri kehidupan mereka.

Tapi aku juga teringat sebuah lagu Sekolah Mingguku dulu yang liriknya berkata, “Bersama Kristus kita bisa tersenyum dalam badai, tersenyum dalam badai.” Lagu ini mengingatkanku bahwa di dalam masa-masa kelam kita, kita dapat berseru kepada Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita untuk menghadapi pergumulan seorang diri. Tuhan akan mengubah kegelapan kita menjadi terang (Yesaya 42:16). Seandainya saja para bintang K-Pop itu mengetahui betapa Tuhan mencintai dan menyayangi mereka, mungkin mengakhiri hidup tidak akan jadi pilihan mereka.

Membanding-bandingkan diri adalah hal yang mengerikan. Itu membuatku sengsara selama masa remajaku dan menghalangiku untuk memenuhi tujuan Allah dalam hidupku. Sekarang aku menyadari bahwa para selebriti yang dulu sangat aku kagumi suatu saat nanti pasti akan menjadi tua. Penampilan fisik mereka yang mengagumkan akan memudar. Tapi tujuan Tuhan untuk kita memiliki nilai yang kekal. Perhatian dan kasih sayang yang aku cari tidak berasal dari penampilanku, tetapi hanya ditemukan di dalam Kristus.

Alih-alih terobsesi pada selebriti dan kecantikan fisik, sekarang aku berusaha menggunakan waktuku dengan bijaksana. Aku membaca firman Tuhan dengan sepenuh hati supaya aku dapat terus belajar lebih mengenal Dia. Pengejaranku juga telah berubah, dari lagu-lagu populer kepada lagu-lagu yang berisi puji-pujian kepada Tuhan. Tuhan adalah penghiburan dan sukacitaku yang luar biasa di hari-hari tergelapku, dan sukacita dari Tuhanlah yang akan terus menjadi kekuatan dan perisaku selamanya (Mazmur 28:7). Hatiku menemukan penghiburan di dalam Dia.

Baca Juga:

Di Tengah Patah Hati Hebat yang Kualami, Tuhan Memulihkanku

Karena penyakit tumor yang menyerangku di usia 20 tahun, hubunganku dengan pacarku pun terguncang hingga akhirnya kami putus. Aku patah hati dan begitu kecewa. Namun, Tuhan tidak tinggal diam. Dia menolongku dan memulihkanku.

Bolehkah Orang Kristen Menjadi Fans K-Pop?

fans-k-pop

Oleh Lee Soo Yi, Malaysia
Artikel Asli dalam Bahasa Simplified Chinese: 终于,爱上帝多过爱Big Bang

Pada tahun 2007, temanku memperkenalkanku pada dunia K-Pop (Musik Pop Korea) dan itu mengubah hidupku. Saat itu aku duduk di bangku SMA kelas 3. Aku begitu menyukai segala yang berhubungan dengan K-Pop: wajah tampan dari para bintangnya, cara berpakaian mereka yang trendi, suara mereka yang begitu merdu, dan gerakan tubuh mereka yang begitu lentur. Aku menjadi seorang fans K-Pop.

Aku terobsesi dengan boyband hip-hop “Big Bang”. Selain menghabiskan banyak uang untuk membeli album, merchandise, dan tiket konser mereka, aku juga bisa mengobrol lama sekali dengan teman-temanku, membicarakan tentang betapa tampannya personil boyband tersebut. Saat kuliah, aku bahkan membelanjakan hampir Rp 3.000.000 untuk menonton penampilan mereka. Aku masih ingat dengan jelas malam itu: mood-ku begitu riang, semangat berkobar-kobar dan semua orang bernyanyi dan berteriak sepuasnya. Itu seakan kita tidak mempedulikan hal lain di dunia ini. Sejak saat itu, aku semakin terobsesi dengan K-Pop, atau Big Bang, khususnya.

Aku tidak bisa melewatkan satu hari tanpa memeriksa ponselku untuk mencari kabar terbaru tentang Big Bang. Aku terus-menerus mendengarkan lagu-lagu mereka dan secara rutin menelusuri forum-forum penggemar untuk mencari hal-hal terbaru tentang hidup mereka. Aku bahkan disebut “Ensiklopedia K-Pop” karena aku mengetahui segala detail dan hal-hal kecil tentang K-Pop. Dan itu berlangsung sampai tahun keduaku saat kuliah, ketika aku mengambil sebuah komitmen untuk mendedikasikan lagi hidupku kepada Tuhan.

Awalnya, aku sangat bergairah dengan imanku. Aku memutus hubungan dengan apapun yang berhubungan dengan K-Pop karena aku ingin memfokuskan diriku dengan sepenuh hati kepada Tuhan. Tapi itu tidak bertahan lama. Pelan-pelan, semangatku mulai pudar dan sebelum aku menyadarinya, K-Pop kembali mengambil alih hidupku.

Namun, kali ini aku bergumul. Dalam sebuah usaha tawar-menawar untuk menyatukan imanku dengan minatku, aku memutuskan untuk menanyakan pertanyaan ini kepada pemimpin gerejaku, “Apakah orang Kristen bisa menjadi seorang fans K-Pop?” Mereka menjelaskan kepadaku bahwa itu baik-baik saja untuk mengapresiasi keindahan dari budaya Korea. Namun, kita perlu berhati-hati untuk tidak menjadi buta dalam mengidolakan bintang-bintang Korea tersebut, sedemikian jauh hingga mereka menggantikan tempat Tuhan di dalam hati kita. Meskipun jawaban mereka masuk akal, aku tidak terpikir bagaimana cara mengaplikasikannya. Sampai sejauh apa aku dapat mengagumi mereka? Apakah aku masih boleh membeli album-album mereka, menonton konser-konser mereka atau jumpa fans mereka? Jika hidup dan tindakan mereka berlawanan dengan firman Tuhan, apakah aku masih boleh menyukai lagu-lagu mereka?

Jadi, aku terus bergumul kapanpun dihadapkan pada pilihan antara Tuhan dan Big Bang, seperti misalnya, apakah aku harus pergi ke gereja atau ke konser mereka yang diadakan di hari Minggu. Aku juga bergumul untuk menyisihkan waktu untuk membaca firman Tuhan dan berdoa, ketika apa yang aku inginkan adalah menonton video musik terbaru mereka.

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa Big Bang pelan-pelan menggantikan tempat Tuhan di dalam hatiku dan ini tidak boleh dibiarkan lebih lanjut. Meskipun aku tahu apa yang benar yang harus aku lakukan, aku bergumul dengan sangat. Ketika masa itulah aku memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:

1. Berdoa kepada Tuhan.

Aku terjebak dalam kecanduanku akan K-Pop dan sekuat apapun aku mencoba, aku tidak dapat mengontrol diriku dan aku tidak tahu bagaimana aku bisa lepas dari K-Pop. Itulah saat di mana aku memutuskan untuk kembali kepada Tuhan di dalam doa dan mempercayakan semua masalah dan pergumulanku kepada-Nya. Aku meminta-Nya untuk melepaskanku dari kecanduanku akan K-Pop dan menolongku untuk menemukan kepuasan sejati di dalam Dia. Aku juga berdoa memohon hikmat untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai seorang fans K-Pop.

2. Menyadari bahwa bintang-bintang K-Pop juga seperti setiap kita.

Boleh-boleh saja bagi orang-orang Kristen untuk memiliki hobi, kesukaan, dan ketidaksukaan. Kita cenderung mengagumi, menyukai, dan memperhatikan mereka yang lebih baik daripada kita atau mereka yang memiliki talenta yang luar biasa. Namun Alkitab memberitahu kita dalam Kejadian 1:26-27 bahwa Tuhan menciptakan manusia serupa dengan gambar-Nya—ini berlaku untuk bintang-bintang K-Pop juga. Mereka diciptakan serupa dengan gambar-Nya dan seperti kita, mereka adalah manusia normal dan mempunyai kelemahan. Ketika aku menyadari kebenaran ini, aku dapat melihat mereka dari perspektif yang benar dan tidak mengagungkan mereka secara berlebihan. Tidaklah benar untuk meninggikan siapapun atau apapun menjadi seperti Tuhan, baik kita sadari ataupun tidak. Seperti Keluaran 20:3 yang mengatakan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” Allah adalah satu-satunya yang layak mendapatkan tempat tertinggi di dalam hati kita. Dialah satu-satunya yang layak kita sembah dengan segenap hati kita dan satu-satunya yang dapat memberikan kepuasan sejati di dalam hati kita.

3. Menggunakan minatku untuk Tuhan.

Awalnya, aku mencoba untuk mengabaikan semua hal yang berhubungan dengan K-Pop. Aku memperlakukan itu seakan itu adalah sebuah dosa yang mengerikan. Namun, melakukan itu hanya membawaku pada penderitaan dan keputusasaan. Suatu hari, tiba-tiba aku terpikir untuk berdoa kepada Tuhan dan meminta-Nya untuk memberikanku kebijaksanaan untuk menggunakan minatku ini sebagai sebuah alat untuk melayani Dia. Aku bukanlah seorang yang pandai bergaul, aku bukanlah seseorang yang akan menghampiri seorang asing untuk memberitakan Injil kepada mereka. Namun aku ditugaskan oleh pemimpin-pemimpin gerejaku untuk terlibat di dalam pelayanan pemuda dan itu mengharuskanku untuk keluar dari zona nyamanku.

Awalnya, aku tidak tahu bagaimana harus memulainya. Namun aku menyadari bahwa banyak anak muda yang menyukai K-Pop, minatku ini beralih menjadi sebuah pembuka percakapan yang sangat baik dan menjadi jembatan bagiku untuk membangun keakraban, dan akhirnya dapat memberitakan Injil kepada mereka. Hal ini membuatku menyadari bahwa apapun dapat digunakan untuk pekerjaan Tuhan—bahkan K-Pop. Tapi ingat: aku tidak mengatakan bahwa semua hal tentang K-Pop diperbolehkan oleh firman Tuhan. Kita masih harus mengingat apa yang dikatakan dalam 1 Korintus 10:23, “‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” Hanya ketika aku bergantung kepada Tuhan, aku akhirnya dapat melihat minatku akan K-Pop dari sudut pandang Tuhan.

4. Menyisihkan waktu untuk Tuhan.

Selain meminta pertolongan Tuhan untuk mengekang obsesi kita, kita juga dapat mengambil langkah-langkah praktis lain untuk menjaga hati kita. Salah satunya adalah dengan membatasi penggunaan ponsel kita, dan sebagai gantinya, pergi ke alam terbuka untuk mengagumi ciptaan-Nya, merefleksikan firman-Nya di dalam hidup kita. Ikutilah panggilan yang diberikan Tuhan dalam Yakobus 4:8, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Aku menyadari bahwa mendekat kepada Allah membawa sukacita dan damai ke dalam hatiku, yang tidak pernah aku alami sebelumnya—tidak peduli berapa banyak konser yang aku hadiri. Hanya ketika kita bertumbuh di dalam hubungan kita dengan Allah, kita akan belajar untuk bisa mengurangi rasa khawatir kita dan membuat kita lebih tahan terhadap godaan yang ditawarkan dunia.

5. Berdoa untuk bintang K-Pop favoritmu.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, bintang-bintang K-Pop adalah manusia juga. Mereka lemah dan mereka membutuhkan Tuhan sama seperti kita membutuhkan Tuhan. Jadi, berdoalah bagi mereka dengan sungguh-sungguh agar mereka dapat mengenal Tuhan kita yang besar sehingga mereka dapat menjadi cahaya yang bersinar bagi Dia. Dulu, aku ingat bagaimana aku dikuatkan oleh salah satu anggota Big Bang, Tae Yang, yang mengakui iman Kristennya di dalam pertunjukan-pertunjukannya kepada publik. Dan aku yakin aku bukanlah satu-satunya fans yang merasakan hal itu. Jadi, marilah kita mendoakan para bintang yang kita sukai, agar mereka dapat mengenal Tuhan, menunjukkan keindahan dan kebaikan-Nya di dalam dan melalui hidup mereka sehingga orang-orang lain dapat melihatnya dan mengenal Tuhan secara pribadi.

* * *

Aku bersyukur kepada Tuhan karena Dia memahami kesulitan-kesulitan dan pergumulan-pergumulanku dan melepaskanku dari obsesiku akan K-Pop. Meskipun sekarang aku masih menjadi fans K-Pop, khususnya Big Bang, aku tidak lagi terobsesi kepada mereka seperti dulu atau merasa ada yang kurang jika tidak menonton video musik mereka setiap hari. Sebaliknya, yang membuatku merasa ada yang kurang sekarang adalah ketika aku tidak membaca firman Tuhan atau berelasi dengan-Nya.

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di dalam hidupku dan tidak ada apapun yang dapat mengambil tempat-Nya di dalam hatiku.

Baca Juga:

Inspirasi yang Aku Dapatkan dari Dalam Penjara

Aku mempersiapkan diriku untuk pertemuan itu, sembari memikirkan bagaimana aku harus berkata-kata dan bersikap di tengah mereka. Hatiku berdebar-debar, tidak sabar menantikan pertemuan itu, namun aku juga menjadi gugup karena aku belum pernah berinteraksi dengan para tahanan sebelumnya. Dan aku begitu terkejut ketika akhirnya aku bertemu mereka.

5 Pertanyaan untuk Menguji Apakah Idolamu Telah Menjadi Berhalamu

apakah-idolamu-telah-menjadi-berhalamu

Oleh Grace Debora

Aku terbawa dalam demam Korea dan menjadi penggemar berat K-pop di tahun 2009. Pada waktu itu, aku sangat terobsesi dengan boyband yang beranggotakan 12 orang, Super Junior. Setiap jam istirahat, aku dan teman-temanku berkumpul dan dengan semangat membicarakan tentang personil-personil favorit kami, video Youtube yang semalam kami tonton, dan juga informasi-informasi yang kami gali tentang mereka.

Kultur pop telah mendarah daging dan menjadi bagian dari kehidupan anak muda sehari-hari. Siapa yang tidak kenal ratu pop, Taylor Swift, grup boyband terkenal asal Inggris, One Direction, boyband populer Korea, EXO, atau aktor pemeran drama hits Descendants of the Sun, Song Joong-ki? Dengan kemudahan memperoleh informasi, sangatlah gampang bagi kita untuk menjadi terobsesi dengan “idola” favorit kita dan tersedot ke dalam dunia dan keseharian mereka. Pada kasusku ini, kebiasaanku yang demikian berlangsung kira-kira selama 1 tahun hingga Tuhan menarikku kembali dan mengingatkanku bahwa fokus hidupku telah bergeser.

Istilah “idola” (dalam bahasa Inggris: idol), kini sering digunakan untuk menjelaskan siapapun yang kita puja atau idolakan. Namun di Alkitab, kata “idol” (“berhala”) menunjuk pada allah asing atau apapun yang menggantikan Allah dalam kehidupan kita. Bahkan, perintah pertama yang diberikan Allah kepada bangsa Israel adalah, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3). Di tengah-tengah kultur penyembahan berhala, Allah secara jelas memberi perintah pada umat-Nya agar mereka hanya menyembah Dia saja.

Allah juga menginginkan hal yang sama dari kita hari ini. Namun mula-mula, kita perlu mengidentifikasi apakah “berhala” yang kita miliki dalam hidup kita. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang menolongku mengidentifikasi ketika sesuatu sudah menggantikan Allah di hidupku:

1. Bagaimana kamu menggunakan waktumu?

Banyak waktu yang kita habiskan untuk melakukan sesuatu menunjukkan seberapa penting hal tersebut dalam hidup kita. Ketika aku sedang tergila-gila pada Super Junior, aku bisa menghabiskan seluruh waktuku sepulang sekolah hingga larut malam untuk mengunduh dan menonton video, dan membaca semua artikel tentang mereka.

2. Bagaimana kamu menggunakan energi dan uangmu?

Selain waktu, kita juga tanpa sadar akan menuangkan seluruh tenaga dan hal lain yang kita miliki untuk mengembangkan hal yang kita sukai. Aku rela menghabiskan banyak uangku untuk membeli album mereka, menonton konser, membeli merchandise mereka, bahkan dengan rela mengikuti program sosial yang diselenggarakan oleh klub fans internasional mereka. Selain itu, terkadang aku juga bisa tersulut emosi ketika orang menjelekkan grup favoritku ini—bahkan aku bisa membenci dan menjadi sangat marah kepada mereka.

3. Seberapa banyak konten tentang idolamu yang kamu simpan dalam ponselmu?

Apa yang kita cari di dunia maya, yang kita dengarkan, dan yang kita lihat di dalam media sosial kita mengindikasikan apa yang mengisi hidup kita. Ketika masa itu, ponselku benar-benar dipenuhi dengan gambar dan foto-foto Super Junior. Daftar musikku penuh dengan hampir seluruh lagu dari semua album yang pernah mereka keluarkan. Media sosialku penuh dengan update dari klub fans atau artis idolaku itu. Aku mengikuti banyak situs berita K-pop dan bahkan membuat akun dalam situs-situs tersebut hanya untuk dapat mengikuti perkembangan artis favoritku ini.

4. Bagaimana kondisi hidupmu saat ini?

Ketika Allah bukan lagi yang pertama dan yang terutama, maka hal ini akan tercermin melalui kondisi hidup kita. Hidup kita tidak akan lagi teratur dan semuanya menjadi kacau. Ketika masa-masa itu, jam tidurku menjadi kacau, tugas dan tanggung jawabku di sekolah berantakan dan hanya dikerjakan seadanya, pelayananku di gereja pun serasa kosong. Walaupun aku membaca Alkitab, pikiranku jauh sekali dari firman-Nya.

5. Apakah lingkungan pergaulanmu membawamu mendekat kepada Allah?

Ada peribahasa yang mengatakan bahwa burung yang sejenis terbang bersama dalam satu kelompok. Hal ini juga yang aku alami. Teman-temanku adalah mereka yang juga menyukai grup idola yang sama dan melakukan hal yang sama denganku. Perbincangan dan persahabatan kami awalnya terlihat asyik, tetapi sebenarnya ini pergaulan ini tidak membawaku ke mana-mana.

Aku pun mulai membatasi keterlibatanku di gereja dan tidak berusaha bergaul dengan orang lain di luar teman-temanku yang menyukai Super Junior. Aku pun merasa tidak perlu bergaul dengan kelompok yang lain karena merasa teman-temanku ini yang paling asyik. Di kemudian hari, aku pun menemukan bahwa beberapa temanku berhenti bergaul denganku karena mereka merasa tidak nyambung dan tidak nyaman.

* * *

Walaupun Allah telah menggunakan teman-temanku dan berbagai khotbah serta renungan untuk memperingatkanku, aku mengabaikan peringatan tersebut hingga suatu khotbah memaksaku untuk berpikir ulang mengenai siapa aku dan untuk apa aku hidup. Ketika itulah, aku menemukan bahwa aku telah menyia-nyiakan hidupku. Rasa bersalah dan penyesalan menyelimuti diriku ketika aku berhadapan dengan kenyataan bahwa bukan lagi Allah yang aku sembah. Aku telah menjadikan Super Junior berhalaku.

Aku pun bertobat. Aku menghapus semua video, membuang semua merchandise yang telah aku kumpulkan, intinya aku menyingkirkan semua hal yang berhubungan dengan Super Junior. Awalnya, hal ini sangat sulit—tetapi perasaan itu hanya bertahan seminggu. Hal yang paling sulit adalah tidak bisa mengikuti pembicaraan dengan teman-temanku. Meskipun demikian, aku bersyukur kepada Allah karena Ia menolongku mempertahankan teman-temanku. Allah juga mengembalikan sahabat-sahabatku yang sudah menjauh.

Berhala dapat memiliki berbagai macam bentuk. Itu bisa saja berupa pekerjaan kita, media sosial, drama televisi, atau bahkan pelayanan kita di gereja—apapun yang menyebabkan kita kehilangan fokus dan waktu pribadi dengan Allah. Pada waktu kuliah, aku terikat dengan film dan drama televisi. Tetapi, Allah kembali mengingatkanku dan memampukanku untuk berubah.

Allah tidak akan membiarkan anak-anak-Nya berkubang dalam dosa. Ia mau kita hidup sesuai dengan rencana dan kehendak-Nya. Karena itu, Ia pasti akan memakai berbagai cara untuk membawa kita kembali kepada-Nya. Jika kita merasa dan sadar bahwa Allah sedang mengingatkan kita untuk kembali kepada-Nya, segeralah taat dan berbalik. Mari jadikan Dia sebagai yang utama dalam hidup kita.

Baca Juga:

Hati-Hati, Jangan Sampai Hiburan Membuatmu Menjadi 3 Hal Ini

Joanna menyadari bahwa kecintaannya akan berita-berita dunia hiburan telah membuatnya menjadi 3 hal ini, dan sebuah ayat Alkitab telah menolongnya untuk dapat berubah. Baca kesaksian selengkapnya di dalam artikel ini.