Posts

Let Go and Let God

(Belajar Melepaskan dan Mengenali Karya Tuhan dalam Kehilangan)
Oleh: Ruth Lidya Panggabean

let-go-and-let-God

 

“Sometimes the strongest thing you will ever do will be to let go of someone.
It will be painful, you will suffer guilt, and you will second-guess yourself,
but for your own sanity and quality of life,
there will come a time where you hand them to God,
with your love, and trust Him to be who and what He is.”
― Lee Goff

 

Orang-orang biasanya hanya mengenal dua jenis kekuatan: mendapatkan dan mempertahankan. Saya setuju bahwa keduanya memang butuh perjuangan. Tapi tahukah kamu bahwa ada hal lain yang tidak kalah sulit untuk dilakukan? Melepaskan. Akan selalu ada orang-orang tertentu yang sulit kita relakan untuk pergi dari hidup ini. Apalagi kalau kondisinya bukan karena kemauan kita sendiri. Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang dengan sengaja ingin mengalami yang namanya “kehilangan”. Tahu-tahu saja, seseorang yang kamu kira sudah kamu jaga sebaik-sebaiknya, tak lagi berada di tempatnya.

Melepaskan mereka bukan tanda kita menyerah atau lemah. Melepaskan adalah sebuah sikap yang menyatakan bahwa kita mempercayai Tuhan—bukan diri kita—sebagai pemegang kendali penuh kehidupan. Jangan genggam terlalu erat siapapun yang datang ke dalam hidupmu, karena mereka tidak akan berada di sana seterusnya. Jangan jadikan mereka pusat segalanya.

Ada alasan tertentu mengapa Tuhan mengizinkan orang-orang itu sempat singgah dalam hidupmu. Ada alasan tertentu pula mengapa Tuhan mengizinkan kamu kehilangan mereka. Mintalah Tuhan menerangi pikiranmu untuk tahu apa itu dan belajar sesuatu. Tak mengapa kalau kamu memang tidak dapat mengerti segalanya sekarang, tapi suatu saat, semua akan menemui kejelasan. Nothing is accidental or coincidental. Everything & everyone that crosses your path is God’s tool to help you grow. No experience is wasted, with the right attitude.

Dari kehilangan, saya belajar untuk lebih menghargai momen-momen yang Tuhan berikan bersama orang lain. The people you talked today you may never talk to again in a year or less. Mari mensyukuri siapapun yang Tuhan tempatkan di dekat kita saat ini. Mari memakai sebaik mungkin kesempatan berbagi hidup dengan mereka. Kita tidak pernah tahu kapan momen-momen itu akan berakhir.

Dari kehilangan, saya juga tertolong untuk semakin memahami apa artinya mempunyai dan mengalami. Ada orang-orang di luar sana yang bahkan tak pernah tahu rasanya memiliki.

Kehilangan telah membukakan mata saya terhadap hal-hal yang baru. Kadang saya berpikir, mungkin sebenarnya istilah “kehilangan” itu tidak pernah benar-benar ada. Karena bukankah ketika kamu mengosongkan tangan untuk melepaskan, berarti tangan itu siap untuk menerima pemberian yang lain lagi? Bukankah saat kamu membukakan pintu bagi mereka untuk keluar, pintu yang sama akan menjadi jalan masuk bagi orang berikutnya?

Dalam kehilangan, kita selalu dapat memegang janji Tuhan, bahwa Dia sekali-kali tidak akan membiarkan kita dan sekali-kali tidak akan meninggalkan kita (Ibrani 13:5). So, let go and let God. Biarkan mereka pergi, tapi ketahuilah, Tuhan senantiasa bersamamu di sini. Percayalah pada rancangan-Nya yang sempurna, termasuk rancangan mengenai siapapun nanti orang yang akan Dia tempatkan lagi dalam hidupmu. Cry as hard as you want to, but always make sure: when you stop crying, you’ll never cry for the same reason again 🙂

Sauh Di Tengah Badai

Rabu, 21 Mei 2014

Sauh Di Tengah Badai

Baca: Yosua 1:1-9

1:1 Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian:

1:2 “Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu.

1:3 Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa.

1:4 Dari padang gurun dan gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu akan menjadi daerahmu.

1:5 Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.

1:6 Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka untuk diberikan kepada mereka.

1:7 Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi.

1:8 Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.

1:9 Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.”

TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi. —Yosua 1:9

Sauh Di Tengah Badai

Ketika Matt dan Jessica sedang berusaha mengarahkan kapal layarnya masuk ke dalam sebuah teluk kecil di Florida yang sedang diterjang Badai Sandy, mereka gagal dan kapal mereka kandas. Ombak besar yang terus menerjang kapal memaksa mereka untuk segera menurunkan sauhnya. Sauh itu membuat kapal tersebut dapat bertahan di tempat sampai mereka berdua dapat diselamatkan. Mereka meyakini jika sauh tidak diturunkan, mereka pasti akan kehilangan kapal mereka. Tanpa sauh, ombak-ombak yang tidak henti-hentinya bergejolak itu akan menghempaskan kapal mereka sampai ke pantai.

Kita juga memerlukan sauh yang dapat menjaga kita tetap kokoh dalam kehidupan iman kita. Ketika Allah memanggil Yosua untuk memimpin umat-Nya setelah Musa wafat, Dia memberinya sauh berupa janji-Nya yang dapat selalu diandalkan Yosua di saat-saat sulit. Tuhan berfirman kepada Yosua, “Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. . . . TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi” (Yos. 1:5,9). Allah juga memberi Yosua dan umat-Nya “kitab Taurat” untuk direnungkan dan diterapkan sehari-hari (ay.7-8). Kitab tersebut, dan penyertaan Allah, merupakan sauh yang dapat diandalkan bangsa Israel ketika harus menghadapi banyak tantangan di hadapan mereka.

Ketika kita tengah mengalami penderitaan atau ketika keraguan-keraguan mulai mengancam keteguhan iman kita, apakah yang menjadi sauh bagi kita? Kita dapat memulai dari Yosua 1:5. Iman kita mungkin lemah, tetapi jika iman itu disandarkan pada janji Allah dan penyertaan-Nya, Dia akan menjaga kita tetap aman. —AMC

Kita punya sebuah sauh yang menjaga jiwa kita
Yang pasti tetap kokoh saat gelombang melanda,
Yang terpaut pada Batu Karang yang tak goyah,
Tersandar teguh dan kuat pada kasih Juruselamat. —Owens

Kekuatan sauh iman kita akan diuji ketika biduk hidup kita diterjang badai.

Janji Yang Terjamin

Jumat, 9 Mei 2014

Janji Yang Terjamin

Baca: Kejadian 15:5-21

15:5 Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”

15:6 Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

15:7 Lagi firman TUHAN kepadanya: “Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu.”

15:8 Kata Abram: “Ya Tuhan ALLAH, dari manakah aku tahu, bahwa aku akan memilikinya?”

15:9 Firman TUHAN kepadanya: “Ambillah bagi-Ku seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati.”

15:10 Diambilnyalah semuanya itu bagi TUHAN, dipotong dua, lalu diletakkannya bagian-bagian itu yang satu di samping yang lain, tetapi burung-burung itu tidak dipotong dua.

15:11 Ketika burung-burung buas hinggap pada daging binatang-binatang itu, maka Abram mengusirnya.

15:12 Menjelang matahari terbenam, tertidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan.

15:13 Firman TUHAN kepada Abram: “Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya.

15:14 Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar dengan membawa harta benda yang banyak.

15:15 Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.

15:16 Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap.”

15:17 Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu.

15:18 Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat:

15:19 yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon,

15:20 orang Het, orang Feris, orang Refaim,

15:21 orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu.”

Ketika matahari telah terbenam . . . kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu. —Kejadian 15:17

Janji Yang Terjamin

Pada zaman kuno di dunia Timur Dekat, suatu perjanjian antara pihak yang lebih tinggi (penguasa atau raja) dengan pihak yang lebih rendah (rakyat jelata) disebut perjanjian suzerain. Upacara pengesahannya mewajibkan adanya binatang yang dikorbankan dan kemudian dipotong menjadi 2 bagian. Kedua belah potongan binatang tersebut disusun menjadi dua baris di atas tanah dan membentuk sebuah jalur di tengah-tengahnya. Dengan berjalan di antara potongan-potongan tersebut, sang penguasa sedang menyatakan di depan umum bahwa ia akan menjamin kelangsungan perjanjian tersebut dan akan bernasib seperti binatang yang dipotong itu apabila ia gagal memenuhi janjinya.

Ketika Abram bertanya kepada Allah bagaimana ia dapat yakin bahwa Dia akan memenuhi janji-Nya, Allah menggunakan simbol budaya yang penting berupa perjanjian suzerain untuk meneguhkan janji-Nya (Kej. 15). Ketika suluh yang berapi itu melewati potongan daging, Abram mengerti Allah sedang menyatakan bahwa diri-Nya sendiri yang bertanggung jawab menjamin kelangsungan perjanjian tersebut.

Perjanjian Allah dengan Abram dan jaminan-Nya atas pemenuhan janji tersebut juga mencakup para pengikut Kristus. Itulah sebabnya dalam berbagai suratnya di Perjanjian Baru, Paulus berulang kali menyebut orang percaya sebagai keturunan Abraham (Rm. 4:11-18; Gal. 3:29). Begitu kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Allah menjadi pemelihara perjanjian iman kita (lih. Yoh. 10:28-29).

Karena Allah memelihara keselamatan kita, maka kita dapat mempercayakan kehidupan kita kepada-Nya dengan keyakinan yang diteguhkan di dalam Dia. —RKK

Dia takkan kecewakan kita, Dia takkan meninggalkan;
Perjanjian kekal-Nya takkan pernah dibatalkan-Nya.
Sebab itu majulah, dan jangan takut, anak-anak terang;
Karena firman-Nya kekal, takkan pernah berlalu. –Havergal

Keselamatan kita itu pasti karena Allah yang menjamin.

Luangkan Waktu Untuk Merenung

Minggu, 4 Agustus 2013

Luangkan Waktu Untuk Merenung

Baca: Lukas 2:8-19

Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. —Lukas 2:19

Para orangtua biasanya suka mengenang tahap-tahap perkembangan anak mereka. Mereka akan merekam dalam buku catatan perkembangan bayi mereka kapan saatnya si kecil pertama kali berguling, kemudian merangkak, lalu melangkah untuk pertama kalinya. Mereka sering mengabadikannya lewat foto dan menyimpan pakaian bayi milik anak mereka untuk mengenang kembali pengalaman-pengalaman berharga tersebut.

Menurut Lukas 2:19, Maria, ibunda Yesus, juga menyimpan semacam buku catatan perkembangan bayi—di dalam hatinya. Ia menyimpan janji-janji yang telah diterimanya tentang Sang Anak dan “merenungkannya”. Dalam bahasa Yunani, kata “merenungkan” dalam ayat tersebut berarti “menempatkan bersebelahan untuk dibandingkan”. Maria telah mendengar hal-hal luar biasa tentang Anaknya itu dari para malaikat dan gembala (1:32; 2:17-18). Sepanjang perkembangan kehidupan Yesus, Maria pun membandingkan janji-janji tersebut dengan tindakan Anaknya dalam menggenapi kesemua janji itu.

Iman kita akan dikuatkan dan hati kita akan terhibur ketika kita merenungkan apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Allah dan membandingkannya dengan cara Allah berkarya di dalam hidup kita (Yoh. 14:21). Dia adalah Allah yang mengabulkan doa (1Yoh. 5:14-15), yang menghibur kita dalam segala penderitaan kita (2Kor. 1:3-4), dan yang memenuhi segala keperluan kita (Flp. 4:19).

Ketika kita meluangkan waktu untuk merenung, kita akan melihat kesetiaan Allah kita yang Mahabesar. —HDF

Ampunan dosaku, damai abadi,
Kehadiran-Mu dan bimbingan-Mu.
Kini kekuatan dan besok harapan—
Hujan berkat Kau beri padaku! —Chisholm
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 138)

Allah memberi dengan janji untuk segala yang dapat kita terima dengan iman.