Posts

Langkah Yang Lebih Lambat

Minggu, 1 September 2013

Langkah Yang Lebih Lambat

Baca: Keluaran 20:8-11

Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan. —Keluaran 20:9-10

Ketika penulis Bruce Feiler didiagnosis menderita penyakit kanker tulang di pahanya, ia tidak bisa berjalan tanpa bantuan selama lebih dari setahun. Belajar berpergian ke mana-mana dengan tongkat membuatnya menghargai langkah hidup yang lebih lambat. Feiler berkata, “Pelajaran utama yang saya peroleh dari pengalaman saya tersebut adalah belajar untuk melangkah lebih lambat.”

Setelah umat Allah dibebaskan dari perbudakan bangsa Mesir, Allah memberi mereka suatu perintah supaya mereka melambatkan langkah untuk sejenak merenungkan tentang diri-Nya dan memandang keadaan di sekitar mereka. Perintah keempat memberikan gambaran yang sangat kontras terhadap perbudakan yang pernah dialami bangsa Israel di bawah kekuasaan Firaun ketika mereka sama sekali tidak memiliki waktu istirahat di sepanjang rutinitas pekerjaan mereka setiap hari.

Perintah tersebut menegaskan bahwa umat Allah harus menyediakan satu hari dalam seminggu untuk merenungkan beberapa hal penting: karya Allah dalam ciptaan-Nya (Kej. 2:2), pembebasan mereka dari perbudakan Mesir (Ul. 5:12-15), hubungan mereka dengan Allah (6:4-6), dan kebutuhan diri mereka untuk beristirahat (Kel. 31:12-18). Hari tersebut bukanlah hari untuk bermalas-malasan, melainkan suatu hari bagi umat Allah untuk mengakui kebesaran Allah, beribadah kepada-Nya dan mendapat kelegaan dari-Nya.

Kita juga dipanggil untuk melambatkan langkah, agar kita dapat disegarkan secara fisik, mental, dan emosional, dan untuk melihat kebesaran Allah dalam semua ciptaan-Nya yang indah. —MLW

Tuhan, aku perlu disegarkan secara rohani dan jasmani.
Tolong aku untuk mau menyediakan waktu bersama-Mu.
Hapuskanlah setiap kendala yang menghalangiku
untuk mendapatkan ritme hidup yang lebih seimbang.

Menjalani hidup bagi Allah dimulai dengan penyerahan diri kepada-Nya.

Waktu Tenang

Sabtu, 17 Agustus 2013

Waktu Tenang

Baca: Markus 6:30-32

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” —Markus 6:31

Saya merasa takjub ketika memperhatikan pengaruh gaya tarik bulan pada lautan kita yang luas—suatu fenomena yang menciptakan gelombang pasang naik dan surut. Di setiap pergantian gelombang yang pasang surut itu, terdapat suatu masa pendek yang disebut “waktu tenang”, yaitu waktu ketika air pasang tidak naik ataupun surut. Menurut para ilmuwan, inilah saat ketika air “tidak dalam keadaan tertekan”. Saat itulah air mengalami suatu jeda yang tenang sebelum arus gelombang pasang menggelora kembali.

Terkadang dalam jadwal kita yang padat, kita mungkin merasa ditarik ke sana sini oleh berbagai tanggung jawab yang bersaing menuntut perhatian kita. Dalam pelayanan Yesus, kita melihat bagaimana Dia mengerti tuntutan yang dirasakan para pengikut-Nya dan juga pentingnya istirahat. Setelah kembali dari perjalanan pelayanan berdua-dua, kedua belas murid melaporkan hal-hal luar biasa yang Allah sudah lakukan melalui mereka (Mrk. 6:7-13,30). Namun Yesus menjawab: “‘Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!’ Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi” (ay.31-32).

Tanggung jawab apa yang sedang membebani Anda hari ini? Tidak ada salahnya Anda merencanakan waktu untuk beristirahat dan bersantai guna menyegarkan badan dan jiwa Anda supaya pelayanan Anda kepada sesama dapat lebih menghasilkan buah. Yesus menyarankannya dan kita semua membutuhkannya. Dia akan menemui Anda di sana. —HDF

Gembalaku adalah Tuhan
Yang tahu kebutuhanku, dan aku puas;
Di sisi sungai yang tenang, di padang rumput hijau,
Dia menuntunku dan meneduhkanku. —Psalter

Menikmati waktu teduh bersama Allah dapat memberi Anda ketenangan dari-Nya.

Berkat Tidur Dari Allah

Sabtu, 12 Januari 2013

Berkat Tidur Dari Allah

Baca: Mazmur 121

Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi, dan duduk-duduk sampai jauh malam . . . ; sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur. —Mazmur 127:2

Tidur sangatlah penting untuk kesehatan. Para ilmuwan tidak tahu secara pasti mengapa kita butuh tidur, tetapi mereka tahu apa yang terjadi jika kita tidak cukup tidur. Tanpa cukup tidur, kita berisiko mengalami penuaan dini, penambahan berat badan, dan beragam penyakit, mulai dari demam dan flu hingga kanker. Apa yang Allah mampu lakukan dalam tubuh kita ketika kita terlena dalam dunia mimpi merupakan suatu hal yang luar biasa. Pada saat kita tidak melakukan apa pun, Allah mengisi ulang energi kita, membentuk dan memperbaiki kembali sel-sel kita, dan mengatur ulang informasi dalam otak kita.

Ada banyak alasan yang membuat kita tidak cukup tidur dan beberapa diantaranya memang tidak terhindarkan. Namun Alkitab mengindikasikan bahwa bekerja terlalu berat tidak dapat dijadikan alasan (Mzm. 127:2). Tidur adalah suatu berkat dari Allah yang harus kita terima dengan ucapan syukur. Jika kita tidak cukup tidur, kita harus mencari tahu alasannya. Apakah kita bangun pagi-pagi dan tidur larut malam demi menghasilkan uang guna membeli hal-hal yang tidak kita butuhkan? Apakah kita terlibat dalam kegiatan pelayanan yang kita anggap takkan dapat dikerjakan orang lain?

Terkadang saya tergoda untuk percaya bahwa pekerjaan yang saya lakukan pada saat saya terjaga itu lebih penting daripada pekerjaan yang Allah lakukan pada saat saya tidur. Namun menolak berkat tidur dari Allah itu sama dengan memberi tahu Dia bahwa pekerjaan kita lebih penting daripada pekerjaan-Nya.

Allah tidak ingin seorang pun menjadi budak dari pekerjaannya. Dia ingin kita dapat menikmati berkat tidur yang diberikan-Nya. —JAL

Kasih Allah itulah tempat kubersandar,
Lembut, ampuh dan tak terbatas,
Kuistirahatkan jiwaku dengan lega,
Dalam ketenangannya aku berdiam. —Long

Jika tak beristirahat sejenak ketika kita terpuruk, kita benar-benar akan terpuruk. —Havner

Berhenti Sejenak

Sabtu, 5 Januari 2013

Berhenti Sejenak

Baca: Kisah Para Rasul 11:19-26; 13:1-3

Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi. —Kisah Para Rasul 13:3

Begitu populernya restoran El Bulli, yang berjarak 2 jam ke arah utara Barcelona, sampai-sampai para pelanggan harus memesan meja 6 bulan di muka. Restoran ini telah meraih banyak penghargaan. Namun Ferran Adrià, sang koki ternama asal Spanyol, memutuskan untuk menutup sementara restoran ini selama 2 tahun supaya ia dan pegawainya dapat punya waktu untuk berpikir, berencana, dan berinovasi. Adrià mengatakan pada Hemispheres Magazine, “Jika kami telah memenangi berbagai penghargaan, lalu mengapa berubah? Karena bekerja 15 jam sehari tidak menyisakan banyak waktu bagi kami untuk berkreasi.” Di tengah kesuksesan besar, mereka berhenti sejenak untuk kembali pada apa yang terpenting bagi mereka.

Gereja abad pertama di Antiokhia telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa ketika “sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan” (Kis. 11:21). Sebagai dampaknya, Barnabas dan Paulus datang untuk mengajar orang-orang yang baru percaya itu (ay.25-26). Namun mereka tidak hanya bekerja keras, melainkan juga menyediakan waktu untuk mencari Tuhan melalui doa dan puasa (13:2-3). Melalui waktu itulah, Allah menyatakan rencana-Nya untuk memberitakan Injil hingga ke Asia.

Tidak banyak orang yang dapat mengambil waktu jeda hingga 2 tahun untuk berpikir dan berencana. Namun kita semua dapat mengatur waktu dalam jadwal kita untuk mencari Tuhan secara tulus melalui doa. Ketika membuka hati dan pikiran kita kepada Allah, Dia akan dengan setia menyingkapkan langkah hidup dan pelayanan kita yang akan memuliakan-Nya. —DCM

Ada ketenangan yang indah di saat senja
Yang panggilku dari dunia yang hiruk-pikuk;
Betapa teduhnya mencari tempat yang tenang
Agar aku bisa menyediakan waktu untuk berdoa. —Bullock

Berdoa sama pentingnya dengan bernapas.

Tidur Dengan Damai

Rabu, 11 Juli 2012

Tidur Dengan Damai

Baca: Imamat 26:1-12

Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman. —Mazmur 4:9

Fotografer Anne Geddes telah menciptakan suatu bentuk seni tersendiri dengan memotret para bayi yang sedang tidur. Fotofotonya akan membuat kita tersenyum. Tidak ada yang lebih baik menggambarkan kedamaian daripada seorang anak yang sedang tidur.

Namun sejak si anak bangun sampai malam hari tiba, merawat anak merupakan suatu tanggung jawab yang melelahkan dan tak ada hentinya. Dalam kepolosan dan antusiasme, anak-anak dapat dengan sekejap masuk dalam situasi yang mengancam jiwa mereka. Setelah menjalani sepanjang hari yang melelahkan dengan berkejar-kejaran, bermain, melindungi, memberi makan, memakaikan baju, menjaga, membimbing dan melerai pertengkaran antar kakak-beradik, para orangtua ingin cepat-cepat menidurkan anak-anaknya. Setelah mainan dirapikan dan pakaian tidur dikenakan, si balita yang mengantuk ini mulai tenang, meringkuk bersama ibu atau ayah sambil mendengarkan dongeng pengantar tidur, dan akhirnya tertidur. Kemudian, sebelum orangtua pergi tidur, mereka memeriksa anak-anak mereka sekali lagi untuk memastikan semua sudah terbang dengan damai ke alam mimpi. Keindahan dari anak yang sedang tidur dengan damai membuat semua kelelahan sepanjang hari itu terbayar.

Kitab Suci menunjukkan keadaan ideal bagi anak-anak Allah adalah damai sejahtera (Im. 26:6). Namun sering ketidakdewasaan membuat kita terjebak dalam masalah dan menyebabkan pertikaian. Seperti para orangtua dari anak-anak yang masih kecil, Allah menginginkan kita untuk berhenti berbuat dosa dan beristirahat dalam rasa aman dan puas yang diberikan oleh jalan-jalan-Nya yang penuh kasih. —JAL

Tuhan, tolonglah aku supaya tidak bertengkar dan berselisih paham
dengan orang lain mengenai hal-hal yang tidak penting. Biarlah aku
menemukan ketenangan dalam kasih dan hikmat-Mu, dan
mengusahakan damai sejahtera dengan sesama. Amin.

Dalam kehendak Allah saja kita memperoleh damai sejahtera. —Dante

Berhenti!

Jumat, 6 Juli 2012

Berhenti!

Baca: Mazmur 131

Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. —Mazmur 131:2

Hidup ini begitu hiruk-pikuk. Rasanya, ada saja hal yang masih harus dilakukan, tempat yang masih harus dikunjungi, dan orang yang masih harus ditemui. Meski tidak ada orang yang mau menjalani hidupnya tanpa melakukan sesuatu yang berarti, ketenteraman yang kita butuhkan terancam direnggut oleh laju hidup yang begitu cepat.

Ketika kita berkendara, rambu tanda berhenti dan rambu-rambu lainnya yang memberi tahu kita untuk melaju perlahan, merupakan pengingat bahwa untuk memper-oleh rasa aman, kita tidak dapat terus-menerus menginjak pedal gas. Kita perlu pengingat seperti itu dalam setiap aspek kehidupan kita.

Pemazmur dengan jelas mengetahui pentingnya saat-saat yang teduh dan tenang. Allah sendiri “beristirahat” di hari ketujuh. Meski masih banyak pesan yang hendak dikhotbahkan dan banyak orang yang mau disembuhkan, Yesus mengasingkan diri dari orang banyak dan beristirahat sebentar (Mat. 14:13; Mrk. 6:31). Dia tahu, tidaklah bijaksana untuk melaju kencang dalam hidup ketika diri kita sudah menunjukkan tanda-tanda keletihan yang terus-menerus.

Kapan terakhir kali Anda dapat berucap seperti pemazmur yang berkata, “Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku” (Mzm. 131:2)? Letakkan rambu berhenti pada persimpangan hidup Anda yang sibuk. Temukan tempat di mana Anda dapat menyendiri. Enyahkan semua gangguan yang menghalangi Anda untuk dapat mendengar suara Allah, dan biarkan Dia berbicara ketika Anda membaca firman-Nya. Perkenankan Allah menyegarkan kembali hati dan pikiran Anda dengan kekuatan untuk menjalani hidup Anda sepenuhnya bagi kemuliaan-Nya. —JMS

Hidup terkadang dapat membuatku letih dan tertekan. Namun aku
ingin berhenti sejenak, ya Tuhan, dan meluangkan waktu untuk
menenangkan jiwaku di hadapan-Mu. Berbicaralah kepadaku
melalui firman-Mu dan segarkan kembali diriku.

Berhenti dan beristirahatlah dari kesibukan hidup agar Anda dapat menyegarkan kembali jiwa Anda.

Berhenti Dan Lihatlah

Minggu, 15 April 2012

Berhenti Dan Lihatlah

Baca: 1 Raja-Raja 19:1-12

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! —Mazmur 46:11

Ketika dokter mata saya mengatakan, “Diamlah”, saya akan diam tak bergerak. Saya tak akan membantahnya. Saya tak akan menentangnya. Saya tak akan bergerak-gerak di belakangnya. Mengapa begitu? Karena ia adalah dokter bedah mata terkenal yang berusaha memulihkan pandangan mata saya. Ia membutuhkan kerja sama saya. Saya bodoh jika mengabaikan instruksinya.

Jika demikian, mengapa saya tidak bisa bersikap sama dalam hal keheningan rohani? Begitu pentingnya istirahat di mata Allah sehingga Dia memasukkannya dalam ritme hidup manusia. Tanpa istirahat, kita bukan saja tidak bisa melihat dengan jelas, kita juga mulai menganggap diri kita lebih tinggi daripada keadaan kita yang sesungguhnya.

Setelah mengalami ketegangan konfrontasi dengan Ahab dan Izebel, Elia merasa kekuatannya merosot tajam. Allah mengutus seorang malaikat untuk memulihkannya. Dalam waktu hening itu, “firman Tuhan datang kepadanya” (1 Ra. 19:9). Elia mengira bahwa hanya ia sendiri yang melakukan pekerjaan Allah. Ia begitu giat melayani sampai-sampai ia tak tahu bahwa masih ada 7.000 orang lain yang tidak sujud menyembah Baal (ay.18).

Sebagian dari kita mungkin takut akan apa yang terjadi jika kita berdiam dan berhenti bekerja. Akan tetapi sesuatu yang lebih buruk bisa terjadi ketika kita menolak untuk beristirahat. Tanpa istirahat, kita tidak akan bisa menjadi sehat secara rohani atau fisik. Allah memulihkan kita ketika kita beristirahat.

Seperti halnya saya membutuhkan sikap diam agar mata saya bisa disembuhkan, kita semua juga membutuhkan keheningan agar Allah dapat menjaga pandangan rohani kita tetap jelas. —JAL

Kristus tak pernah meminta kita sibuk bekerja
Yang merenggut waktu kita untuk duduk diam di kaki-Nya.
Sering kali suatu sikap menanti dalam pengharapan
Diperhitungkan-Nya sebagai pelayanan yang sempurna. —NN.

Kekuatan terbesar kita mungkin terletak pada kemampuan kita untuk berdiam diri dan mempercayai Allah.