Posts

Ketika Malam Tirakatan Mengajariku Cara untuk Mencintai Indonesia

ketika-malam-tirakatan-mengajariku-cara-untuk-mencintai-indonesia

Oleh Olyvia Hulda, Sidoarjo
Foto oleh Aryanto Wijaya

Satu hari menjelang peringatan hari kemerdekaan, lingkungan tempat tinggalku selalu mengadakan acara tirakatan—sebuah acara untuk merenungkan dan merefleksikan kembali makna kemerdekaan Indonesia. Di acara malam tirakatan, seluruh warga, tak peduli apapun latar belakangnya bersatu padu mensyukuri dan merayakan kemerdekaan Indonesia.

Sewaktu aku masih duduk di kelas 5 SD, aku dan teman-teman di sekitar rumahku begitu antusias untuk mengikuti lomba-lomba yang diselenggarakan di malam tirakatan. Ada yang berlatih membaca puisi, ada yang berlatih fashion show, ada pula yang berlatih menari dan menyanyikan lagu kebangsaan. Waktu itu aku mendapatkan kesempatan untuk membacakan puisi bersama kedua temanku. Acara malam tirakatan itu berlangsung dengan meriah. Tak hanya warga dari lingkungan RT-ku saja, tetapi RT-RT lain juga ikut bergabung.

Tahun demi tahun pun berlalu. Satu per satu temanku yang dulu selalu melewatkan tirakatan bersama-sama mulai pergi merantau. Ada yang ke luar kota, ada juga yang ke luar pulau. Malam tirakatan yang dulu aku lalui dengan sukacita pun akhirnya menjadi malam yang membosankan karena aku kehilangan teman-temanku. Ketika malam tirakatan itu tiba, aku tidak bergairah sama sekali untuk mengikutinya dan memilih untuk diam saja di rumah.

Melihat diriku yang tak bersemangat sama sekali, ibuku menghampiriku dan memberi nasihat. “Nak, kita tidak boleh jadi orang yang cuek dengan lingkungan kita. Kita harus membaur, mengetahui keberadaan mereka, belajar menyapa dan mengenalkan diri kita kepada mereka. Kita juga belajar untuk mengenal mereka. Jarang-jarang kita bisa ngumpul kalau bukan di acara malam tirakatan.” Perkataan ibuku itu membuatku jadi teringat akan sebuah ayat yang sering disebutkan di gereja. Ayat itu diambil dari Matius 5:16 di mana Tuhan Yesus berkata bahwa kita adalah terang dunia, dan kita harus menjadi terang bagi lingkungan sekitar kita.

Ayat tersebut membuatku berpikir: Bagaimana aku dapat menampilkan terang Kristus di lingkunganku jika aku sendiri tidak dikenal di lingkunganku? Bagaimana aku dapat menunjukkan terang Tuhan di RT-ku jika aku tidak berani mengenal dan dikenal oleh orang-orang di lingkunganku? Oleh karena itu, mulai tahun 2015 aku mulai aktif kembali mengikuti malam tirakatan yang diselenggarakan di RT-ku. Awalnya aku sempat merasa canggung karena aku tidak terlalu mengenal orang-orang yang hadir. Tetapi, puji Tuhan karena aku bisa fokus mengikuti acara itu tanpa merasa sedih sekalipun teman-temanku yang dahulu sering bersamaku di malam tirakatan telah pergi.

Di malam itu, ada seorang kakek yang bercerita di depan warga tentang perjuangannya dulu pada zaman kemerdekaan. Di usianya yang sudah sepuh, beliau tetap antusias menceritakan kisahnya. Tapi, kemudian beliau menangis apabila mengingat dan membandingkan kondisi anak-anak muda zaman dahulu dengan sekarang. Katanya, banyak anak muda sekarang yang bersifat tidak peduli dengan tanah airnya seakan-akan mereka lupa akan perjuangan para pahlawan. Bahkan, beliau juga mengkritik anak-anak muda di RT-ku yang menghilang dan tidak lagi terlihat di acara-acara kebersamaan seperti malam tirakatan ini. Di akhir ceritanya, kakek itu ingin sekali melihat anak-anak muda di RT-ku bisa membaur dengan warga lainnya, minimal di acara malam tirakatan.

Sebagai anak Tuhan, percakapan dengan kakek itu membuatku juga diingatkan kembali bahwa sudah seharusnya aku menjadi terang di manapun aku berada. Seringkali beberapa acara yang diselenggarakan di gereja membuatku lupa untuk ikut menyambut acara kemerdekaan di lingkungan tempat tinggalku sendiri. Aku lupa bahwa untuk menjadi pancaran terang kasih Tuhan bagi lingkunganku, aku harus terlebih dahulu mengenal mereka.

Mungkin tindakan yang aku lakukan hari ini hanyalah sebuah tindakan kecil yang mungkin juga dampaknya kecil. Tetapi, aku berharap bahwa tindakan nyata sekecil apapun kelak akan berdampak, minimal untuk pribadiku sendiri dan juga lingkunganku.

Sebelum aku dapat mencintai Indonesia, aku harus terlebih dahulu peduli dengan lingkungan tempat tinggalku. Untuk berbuat sesuatu tidak harus selalu dimulai dengan hal-hal yang luar biasa, cukup dimulai dari hal yang sederhana. Lewat hadir dan turut serta dalam acara lingkup lokal seperti malam tirakatan, di situlah sesungguhnya aku sedang belajar mencintai Indonesia dan memancarkan terangku sebagai orang Kristen bagi orang-orang di lingkungan tempat tinggalku.

Baca Juga:

1 Perjalanan yang Menginspirasiku untuk Berkarya bagi Indonesia

Keputusanku untuk belajar mengenal Indonesia lebih dekat dijawab Tuhan dengan sebuah kesempatan berharga. Bak gayung bersambut, aku diterima menjadi seorang relawan untuk mengajar di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Perjalanan inilah yang pada akhirnya memberiku jawaban dari bagaimana seharusnya aku mencintai Indonesia.

1 Perjalanan yang Menginspirasiku untuk Berkarya bagi Indonesia

Satu-Perjalanan-yang-Menginspirasiku-untuk-Berkarya-bagi-Indonesia

Oleh Claudya Tio Elleossa, Surabaya
Foto oleh Aryanto Wijaya

Suatu ketika, tatkala aku sedang menjelajah media sosialku, ada seorang teman yang mengungkapkan kekecewaannya dengan mengumbar kritik-kritik tak sedap. Nama “Indonesia” pun dia pelesetkan dengan ejaan yang salah. Ketika kutanya mengapa, dia berkata bahwa kritikan pedas itu adalah satu-satunya cara berkontribusi bagi negeri ini. Jawaban itu kemudian membuatku terdiam tak habis pikir. Jika memang kita “hanya bisa bersuara”, mengapa tidak kita berikan saran dan bukan kecaman?

Momen ini mengingatkanku kembali akan pergumulanku dulu ketika memulai karier sebagai seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Sebagai seorang guru, aku ingin mengemas pelajaran PKN supaya murid-muridku nantinya tidak sekadar menghafal, tetapi juga belajar untuk memiliki hati yang mau mencintai tanah airnya. Oleh karena itu, sebelum aku benar-benar mengajar mereka, aku memutuskan untuk terlebih dahulu belajar mengenal negeriku Indonesia lebih dekat.

Bak gayung bersambut, tepat di bulan Juni 2015, aku diterima menjadi seorang relawan dalam sebuah program pelayaran. Tugasku waktu itu adalah mengajar di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Program ini diprakarsai oleh pemerintah Indonesia untuk menumbuhkan semangat dan rasa cinta tanah air bagi tiap pesertanya. Bersama 9 orang relawan lainnya, aku ditempatkan di sebuah pulau kecil bernama Keramian yang membutuhkan waktu tempuh selama 22 jam berlayar dari daratan Jawa.

Tidak ada dermaga di pulau itu. Jadi, kapal besar yang kami tumpangi harus membuang sauh di tengah-tengah lautan, kemudian kapal-kapal kecil milik nelayan setempat menjemput kami. Satu per satu logistik dan relawan berhasil dipindahkan dari kapal besar ke perahu nelayan. “Ini baru namanya perjuangan orang pulau terluar!” gumamku dalam hati.

Dokumentasi oleh Claudya Elleossa

Dokumentasi oleh Claudya Elleossa

Selama mengajar di sana, segala kenyamanan yang biasa aku temui di Jawa harus kutinggalkan. Jika di Jawa listrik bisa menyala kapanpun, di sini listrik hanya berfungsi selama 4 jam saja dalam sehari. Tak ada bahan pangan yang melimpah, dan juga kondisi sekolah-sekolah memprihatinkan. Apa yang kulihat di depan mataku adalah sebuah ironi. Di negeri yang kutinggali ini, ada terlalu banyak kondisi yang tidak ideal. Lalu, siapa yang dapat membenahinya? Aku rasa orang hebat atau pejabat pun tidak akan bisa membenahi permasalahan ini. Saat itu aku melamun, merasa amat kecewa dan tidak tahu apa yang harus kuperbuat.

Di tengah lamunanku, ada sekelompok anak mendekatiku dan mengajakku berbincang-bincang. Dengan antusias, mereka bertanya tentang banyak hal: Apa itu kuliah? Bagaimana kondisi sekolah di pulau Jawa? Setelah aku menjawab mereka dengan bercerita, sekarang giliran mereka yang bercerita. Kata mereka, setiap kali menjelang Ujian Nasional, mereka akan menabung hingga beberapa bulan sebelumnya untuk menyewa kapal penjemput soal-soal agar mereka dapat mengikuti Ujian Nasional. “Yang penting kami bisa lanjut sekolah kak, kalau harus sewa kapal, ya udah sewa aja,” kata mereka dengan polosnya. Cerita mereka membuatku terdiam. Di tengah keterbatasan akan akses pendidikan, alih-alih berdiam diri, mereka rela menabung dan menyewa kapal demi bisa mengikuti Ujian Nasional.

Dokumentasi oleh Claudya Elleossa

Dokumentasi oleh Claudya Elleossa

Potongan percakapanku dengan anak-anak di Pulau Keramian ini membuatku akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaanku selama ini: Bagaimana cara mencintai negeri ini? Jawabannya adalah dengan berani bertindak. Sebenarnya, dengan keterbatasan akses pendidikan, mereka bisa saja tidak mengikuti Ujian Nasional. Mereka bisa saja menyalahkan pihak lain atas keterbatasan akses yang mereka miliki. Tapi, alih-alih melakukan itu semua, mereka lebih memilih untuk bertindak. Alih-alih mengutuki kegelapan, mereka memilih untuk menyalakan sebuah lilin untuk mengusir kegelapan itu.

Dokumentasi oleh Claudya Elleossa

Dokumentasi oleh Claudya Elleossa

Di banyak seminar-seminar motivasi tentang kesuksesan, mungkin kita tidak asing dengan saran dan dorongan untuk bertindak. Tapi, siapa sangka bahwa motivasi untuk mau bertindak ini juga berlaku untuk mengungkapkan bahasa cinta kita kepada tanah air?

Pengkhotbah 11:4 berkata, “Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai.” Sikap yang kita butuhkan saat ini adalah kemauan untuk bertindak. Daripada melontarkan kritik-kritik pedas penuh kutuk tanpa aksi, lebih baik kita mulai melakukan satu tindakan nyata.

Sumbangsih yang bisa kita lakukan bisa kita mulai dari talenta yang Tuhan telah berikan kepada kita dan juga dimulai dari tempat di mana kita berada saat ini. Aku yakin bahwa Tuhan tidak pernah meminta apa yang tidak Dia berikan pada kita. Dengan talenta yang Dia sudah percayakan, Dia ingin kita mengusahakan kesejahteraan negeri tempat kita tinggal sekarang (Yeremia 29:7). Jika talenta kita adalah menulis, Tuhan tidak akan meminta kita untuk merancang sebuah pesawat terbang. Jika talenta kita adalah di bidang Arsitektur, Tuhan tidak akan menuntut kita untuk merancang pakaian layaknya desainer terkenal. Lakukanlah apa yang memang kita bisa.

Perjalanan yang kulakukan selama beberapa waktu di Pulau Keramian itu menginspirasiku untuk mulai melakukan tindakan-tindakan kecil tetapi nyata sebagai wujud kontribusiku untuk Indonesia.

1. Aku jadi lebih giat mendidik generasi muda melalui profesiku sebagai guru

Pengalaman mengajar anak-anak di sana membuatku jadi lebih lagi menghayati profesiku sebagai seorang guru. Jika dahulu aku mengaggap guru sebagai pekerjaan yang biasa saja, sekarang aku menyadari bahwa pekerjaan ini adalah ladang yang memang Tuhan percayakan kepadaku—ladang untukku menunjukkan cinta dan mengusahakan kesejahteraan bangsaku dengan mengajari anak didikku. Sebagai seorang guru, aku tahu betul bahwa aku sedang berinvestasi pada generasi muda penerus bangsa. Kepada merekalah masa depan bangsa ini dipercayakan.

2. Aku giat menulis

Selain mengajar, salah satu talenta yang Tuhan berikan kepadaku adalah menulis. Melalui menulis, aku belajar untuk mengungkapkan opini serta saranku atas suatu fenomena yang terjadi lewat tulisan-tulisan. Dengan menulis, aku juga belajar melatih diriku untuk berpikir kritis serta menggugah semangatku untuk mencintai Indonesia.

3. Aku bergabung dengan komunitas dan menjadi relawan

Belakangan ini, aku juga bergabung dengan komunitas pembuat video yang bergerak menyebarluaskan pesan positif melalui karya audio visual. Caraku lainnya untuk bersumbangsih bagi Indonesia adalah melalui keikutsertaan sebagai relawan. Beberapa waktu lalu, aku mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi non-pemerintah (NGO) dari Singapura. Organisasi itu menugaskanku untuk menyebarluaskan kesadaran atau awareness terhadap pemberdayaan wanita di daerah pelosok Indonesia, serta mengedukasi mereka untuk beralih menggunakan lampu hemat energi daripada lampu pijar minyak.

4. Aku membuat proyek sosial

Dalam lingkup yang lebih kecil, aku membuat konsep proyek sosial yang kuberi judul “As Their Wish”. Melalui proyek ini, aku berusaha memberikan barang-barang yang memang dibutuhkan oleh para lansia di sana. Proyek kecil yang kulakukan di sini adalah salah satu upayaku untuk berlatih peka terhadap lingkungan sosial di sekitarku. Tuhan sudah menempatkanku di Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya aku mencintai negeri ini lewat hal-hal kecil yang bisa kulakukan sesuai dengan kapasitasku saat ini.

Mungkin tindakan-tindakan yang kita lakukan terlihat remeh, tetapi aku selalu yakin bahwa tugas kita adalah untuk melakukan sesuatu. Selama itu positif dan sesuai dengan kehendak Tuhan, kita dapat percaya bahwa ada daya guna di baliknya. Walaupun signifikansinya kecil, walaupun lingkupnya hanya lokal, tetapi—sekali lagi, itu lebih baik dari sikap berpangku tangan.

Mungkin saat ini kita memiliki banyak harapan terhadap bangsa kita. Di saat yang sama, kita tidak menutup mata bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi dari Indonesia. Mungkin kita bisa saja merasa kesal dan kecewa. Tetapi, seperti pesan dari kitab Pengkhotbah: Marilah kita berhenti sekadar memperhatikan dan mulailah bertindak. Mulailah satu langkah kecil sesuai dengan apa yang Tuhan sudah percayakan pada kita. Jangan sampai kita piawai berekspektasi tetapi lumpuh dalam mengeksekusi.

Baca Juga:

Ketika Tuhan Mengizinkan Hal-hal yang Kurang Baik Terjadi

Aku mengernyit ketika seorang temanku berkata bahwa dia tidak pernah mengalami momen menyedihkan di hidupnya. Dalam hati, aku jadi bertanya, “Luar biasa sekali jika hidupnya selalu bahagia. Tapi, masa sih? Atau, mungkin memang ada orang yang hidupnya seperti itu ya, Tuhan?”

Bersyukur Untuk Indonesia

bersyukur-untuk-indonesia-instagram

Hai, Sobat Muda!

Bulan ini, Indonesia kita tercinta akan genap 72 tahun merdeka. Di tengah segala permasalahan yang ada di negeri ini, sebenarnya ada banyak hal baik yang ada di negeri ini yang patut kita syukuri. Bagimu, apakah satu hal yang kamu syukuri dari Indonesia?

Yuk bagikan kesaksianmu dalam kampanye #BersyukurUntukIndonesia

Bagaimana caranya?

Pikirkan satu hal yang kamu syukuri dari Indonesia.
Unggah foto hasil jepretanmu yang berkaitan dengan hal yang kamu syukuri tersebut ke akun Instagrammu (contoh: foto keindahan alam Indonesia, ragam budaya, lingkungan sekitarmu, dan lain-lain).
Ceritakan hal yang kamu syukuri tersebut di bagian caption.
– Sertakan hashtag #BersyukurUntukIndonesia dan #WarungSaTeKaMu
– Di akhir caption, mention 3 orang temanmu dan ajak mereka melakukan hal yang sama.
Follow dan tag akun Instagram @warungsatekamu.

Foto dan caption yang terpilih akan direpost oleh akun Instagram @WarungSaTeKaMu.

Syarat foto & caption:
– Bukan foto gabungan (photo collage).
– Bukan foto selfie.
– Orisinal.
– Sopan dan sesuai dengan nilai firman Tuhan.
– Setiap foto yang diunggah merupakan tanggung jawab masing-masing pengunggah.
– Boleh unggah lebih dari satu foto / post.

Mari kita #BersyukurUntukIndonesia !

bersyukur-untuk-indonesia-writers

Di usia negeri kita yang ke-72 tahun, apa yang sudah kamu perbuat untuk Indonesia? Ayo, tuliskan cerita tentang harapan dan kontribusimu bagi tanah air dalam bentuk artikel sepanjang 600-800 kata. Kirim tulisanmu ke kirim@warungsatekamu.org, cantumkan hashtag #BersyukurUntukIndonesia di subjek emailmu. Batas akhir pengumpulan tulisan sampai hari Jumat, 11 Agustus 2017.

Ketentuan umum:
– Semua tulisan yang dikirimkan harus merupakan karya pengirim sendiri. Kami menerima kiriman artikel yang sudah pernah dikirimkan atau dimuat di media lain, namun perlu diingat bahwa semua kontribusi yang masuk akan melewati proses penyuntingan sebelum dimuat di situs web kami.
– Gunakan nada tulisan yang bersahabat. Hindari nada yang mengkhotbahi, merendahkan, memojokkan orang lain. Tulisan yang menyinggung orang lain, tidak sopan, dan kasar, tidak akan dimuat.
– Tulisan harus menceritakan karya apa yang sudah kamu perbuat dan apa harapanmu untuk Indonesia
– Tulisan harus memberi semangat, dorongan, inspirasi, atau menantang dan menggugah pemikiran kritis dengan cara yang penuh kasih.

Ketentuan khusus:
– Panjang tulisan berkisar 600-800 kata.
– Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
– Tulisan harus mengaitkan kebenaran Alkitab dengan pengalaman penulis. Ditulis dengan sudut pandang orang pertama (aku) atau ketiga (kita).
– Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu tulisan.
– Setiap karya akan ditampung dahulu dan melalui penyuntingan seperlunya sebelum ditampilkan di situs ini.

Tulisan terpilih akan dimuat di situs WarungSaTeKaMu.org.

Ayo, bagikan kisahmu dan jadilah inspirasi bagi bangsa kita.

Mengapa Aku Tetap Optimis Sekalipun Negeriku Dipenuhi Banyak Masalah?

mengapa-aku-tetap-optimis-sekalipun-negeriku-dipenuhi-banyak-masalah

Oleh Aryanto Wijaya

“Penyertaan-Mu sempurna, rancangan-Mu penuh damai, aman dan sejahtera walau di tengah badai.”

Penggalan lirik sebuah lagu itu terngiang di pikiranku tatkala tanganku terus menggeser layar kaca ponselku. Hari itu jagad dunia maya sedang bergejolak, banyak orang menyuarakan berbagai komentarnya atas masalah-masalah yang tengah terjadi di Indonesia. Ada yang menyesali, mengumpat, pesimis, optimis, bahkan ada pula yang memaki. Kulepaskan ponselku dari genggamanku. Apa yang baru saja kulihat itu membawaku pada perenungan mendalam.

Apa yang seharusnya aku lakukan? Aku bertanya dalam hati. Aku tahu ada banyak masalah yang terjadi di negeri ini, tapi apakah yang sejatinya harus aku perbuat?

Sebuah kesempatan untuk belajar percaya

Ketika pertanyaan itu berdengung di telingaku, tiba-tiba aku diingatkan lagi akan sebuah lagu yang liriknya sempat terngiang di pikiranku. Rancangan Tuhan adalah rancangan penuh damai, juga penyertaan-Nya sempurna. Sekilas, kalimat itu seolah terdengar sangat klise buatku, tapi kenyataannya adalah memang demikian. Tuhan ingin kita belajar mempercayai Dia seutuhnya.

Seringkali ketika kita dihadapkan pada suatu masalah, kita menjadi khawatir akan sesuatu yang sesungguhnya belum terjadi. Pikiran kita menjadi berkecamuk dan berspekulasi tentang kemungkinan-kemungkinan buruk di masa depan. Kekhawatiran memang wajar terjadi dalam hidup kita, akan tetapi siapakah di antara kita yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya (Matius 6:27)?

Alih-alih menjadi khawatir, aku percaya bahwa Allah memiliki kedaulatan atas dunia ini. “Allah berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak tangan-Nya”(Daniel 4:35). Setiap masalah yang terjadi dalam kehidupan ini tidak terlepas dari rencana-Nya.

Segala masalah yang tengah terjadi hari ini adalah sebuah kesempatan untuk aku dan kamu belajar percaya seutuhnya kepada Allah. Kita berdoa bukan supaya kehendak kita yang terjadi, melainkan sebagaimana Yesus pernah berdoa, “Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:39).

Sebuah kesempatan untuk berdoa

Aku teringat akan kisah Saulus, seorang penganiaya orang Kristen yang berbalik menjadi salah satu pengikut Kristus yang paling setia. Jika aku hidup pada masa itu dan menjadi orang Kristen, mungkin bisa saja aku begitu takut dan benci terhadap Paulus. Tapi, Allah kembali menunjukkan jalan-Nya yang terkadang tidak terselami itu.

Kisah pertobatan Saulus dimulai dari niat jahatnya untuk membunuh dan menganiaya orang-orang Kristen di daerah Damsyik. Dalam perjalanannya untuk mencari orang-orang Kristen, Saulus tiba-tiba melihat cahaya yang memancar dari langit hingga dia pun rebah ke tanah. “‘Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?’ Jawab Saulus: ‘Siapakah Engkau, Tuhan?’ Kata-Nya: ‘Akulah Yesus yang kauaniaya itu.” (Kisah Para Rasul 9:1-5).

Allah bahkan memakai seorang mantan pembunuh untuk berbalik dan menyelematkan jiwa-jiwa dengan cara yang tidak terduga. Pertobatan Paulus pada akhirnya bukan hanya membawa dirinya sendiri kepada Kristus, melainkan, lewat pelayanannya, ada begitu banyak orang yang dimenangkan bagi Kristus.

Hari ini, ketika kita tahu ada begitu banyak orang-orang yang meneriakkan ketidakadilan, janganlah kita berdoa supaya mereka mendapatkan hukuman dari Tuhan. Akan tetapi, berdoalah, supaya lewat momen-momen ini boleh lahir Paulus-Paulus baru yang berbalik dari kehidupan lamanya yang kelam menjadi seorang pengikut Kristus yang luar biasa.

Berdoalah supaya setiap peristiwa yang terjadi hari-hari ini boleh menjadi suatu kesempatan bagi kita, orang-orang Kristen, untuk lebih bersungguh-sungguh lagi menjadi warga negara yang baik.

Sebuah kesempatan untuk berkarya lebih

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau” (Ulangan 31:6).

Ada kalanya masalah-masalah yang terjadi memang membuat kita seolah ingin merasa putus asa dan hilang harapan. Tapi, janganlah takut, sebagaimana firman-Nya berkata untuk kita tidak tawar hati dan gentar, hendaknya kita semangat untuk melakukan bagian yang Tuhan telah tetapkan atas kita.

Apa yang menjadi pekerjaanmu saat ini? Lakukanlah itu dengan setia, jujur, dan sukacita supaya lewat karya-karya kita, Tuhan dimuliakan. “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini” (Filipi 2:14-15).

* * *

Aku tetap percaya dan yakin seutuhnya bahwa Tuhan memegang kendali, Dia ada dan turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan, sebab rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera, bukan rancangan yang mendatangkan kecelakaan (Yeremia 29:11).

Baca Juga:

Apa Sesungguhnya Panggilan Allah Bagi Hidupku?

Bagaimana jika Allah tidak pernah memberitahu kita apa yang Dia ingin kita lakukan? Lantas, apa yang harus kita lakukan apabila Allah seolah hanya diam saja ketika kita bertanya apa yang menjadi kehendak-Nya atas hidup kita?

Puisi: Langit Indonesia

puisi-langit-indonesia

Oleh Noni Elina Kristiani

Seberkas awan melintasi langit Indonesia
Putih kelabu juga jingga
Menimbulkan tanya yang mengusik jiwa
Mengapa kakiku berpijak di tanahnya?
Kini berderap tanah Indonesia
Yang dulu pernah tercurah oleh darah
Dari pahlawan yang melawan penjajah
Namun kini kami terengah
Karena perbedaan membuat kami seolah terpisah

Ada keramaian di ujung jalan
Kertas-kertas juga berserakan
Anak-anak kami ketakutan
Langkah kami penuh dengan kekhawatiran
Padahal itu bukan mahkota duri
Atau cambuk besi
Ketika kelelahan melingkupi
Dan emosi tak bisa ditawar lagi
Ingatkan kami akan perih yang Kau alami
Memikul salib dan dicaci
Namun Kau memilih untuk mengampuni
Kami yang berdosa ini
Maka jangan biarkan kami berhenti mengasihi
Karena Kau telah memberi diri-Mu sendiri untuk mati
Bukan hanya bagi kami
Tapi juga bagi mereka yang memaki

Meski berisik di ujung-ujung jalan
Tidak membuat kami takut, namun tertantang
Untuk mengulurkan tangan bagi mereka yang menawarkan pedang

Seberkas awan melintasi langit Indonesia
Membawa doa dari yang dikasihi-Nya
Tuhan, berbelaskasihlah pada Indonesia…

Baca Juga:

Setahun Penuh Aku Menganggur Akibat Salah Memilih, Inilah Kisahku Mencari Pekerjaan

Saat aku nekad memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaanku sebelumnya yang super nyaman, aku pikir ini adalah sebuah strategi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun pada akhirnya aku menyadari bahwa keputusanku ini sesungguhnya adalah wujud pelarianku dari panggilan Tuhan.

Doa Bagi Indonesiaku

Lagu gubahan Sidney Mohede yang berjudul Doa Kami ini pernah aku nyanyikan dalam berbagai persekutuan doa bersama komunitas yang berbeda-beda. Aku sangat menyukai lagu ini, bahkan selalu terharu saat menyanyikannya.

Syukur untuk setiap rencana-Mu, dan rancangan-Mu yang mulia
Dalam satu tubuh kami bersatu, menjadi duta kerajaan-Mu

Kuucapkan berkat atas Indonesia, biar kemuliaan Tuhan akan nyata

Bagi bangsa ini kami berdiri dan membawa doa kami kepada-Mu
Sesuatu yang besar pasti terjadi dan mengubahkan negeri kami
Hanya nama-Mu Tuhan ditinggikan atas seluruh bumi

Kami rindu melihat Indonesia pulih dari semua problema
Hidup dalam jalan kebenaran-Mu, pancarkan terang kemuliaan-Mu

Kami tahu hati-Mu ada di bangsa ini

Hanya nama-Mu Tuhan ditinggikan, atas seluruh bumi

 

Lagu ini adalah sebuah doa. Ungkapan kerinduan anak-anak Tuhan bagi Indonesia. Ungkapan keprihatinan mengingat kejahatan yang merajalela di tengah bangsa dan bahkan di tengah dunia ini, sungguh jauh dari rancangan Sang Pencipta. Ada banyak perpecahan, pertengkaran, konflik antar agama dan aliran, kecemburuan sosial, korupsi, masalah kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Banyak orang sampai-sampai mengaku tak lagi peduli apa yang akan terjadi di negeri ini. Mereka kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Siapa pun yang akan menjadi presiden, wakil presiden, atau para menteri, menurut mereka, semua sama saja. Tidak membuat negeri ini lebih baik. Yang penting masih bisa bekerja untuk bertahan hidup. Yang penting kondisiku baik-baik saja. Namun, bukankah pemerintah ada karena izin Tuhan (Roma 13:1)? Dan dalam kondisi pemerintahan yang tidak ideal pun, anak-anak Tuhan tetap dipanggil untuk menunjukkan sikap hormat terhadap para penguasa, sekaligus berbuat baik dan menjadi teladan bagi banyak orang (1 Petrus 2:16-17). Kita bahkan dipanggil untuk mendoakan pemerintah kita, agar mereka juga dapat mengenal kebenaran dan hidup di dalamnya (1 Timotius 2:1-4).

Lagu ini mengingatkanku, betapa doa sungguh diperlukan dalam usaha membangun bangsa ini. Kekuatan manusia belaka tidak bisa mengubah keadaan Indonesia. Aku yakin bahwa doa tidak pernah sia-sia. Ketika orang percaya berdoa, Bapa di surga mendengarkan. Tuhan memahami perasaan hati kita, pikiran kita, dan kesungguhan niat kita dalam berdoa. Dia juga akan memberi hikmat dan memampukan kita menjadi garam dan terang di mana pun kita ditempatkan-Nya.

Seiring doa-doa kita kepada Tuhan, mari kita juga “dalam satu tubuh … bersatu, menjadi duta kerajaan-Nya”. Memberikan yang terbaik dalam bidang kita masing-masing. Mengusahakan kesejahteraan bangsa ini dengan keahlian-keahlian yang Tuhan berikan. Menolong sesama yang membutuhkan. Memberi sumbangsih pemikiran dan karya untuk mendukung pemerintah. Menggunakan hak-hak kita sebagai warganegara untuk kemajuan bersama. Menyuarakan kebenaran melalui saran dan kritik yang bertanggung jawab. Memberi teladan dalam perkataan maupun perbuatan kita. Menghormati dan mengasihi satu sama lain, baik dengan saudara seiman maupun mereka yang berbeda keyakinan. Bukan kebetulan kita lahir dan besar di Indonesia. Aku yakin Tuhan menempatkan kita di negeri ini, dan bukan di negeri lain, karena Dia ingin menggenapkan rencana-Nya di Indonesia di dalam dan melalui hidup kita.

Menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-69, yuk kita pikirkan cara-cara kreatif untuk memberkati negeri ini. Orang-orang yang merdeka dapat dengan bebas berkreasi dalam kebenaran. Tidak didikte oleh tren dunia yang banyak mengekspos kejahatan sebagai hiburan dan kenikmatan. Orang-orang yang merdeka dapat dengan bebas berbuat baik dan mengasihi sesama. Tidak dipengaruhi hasutan orang yang mengumbar kebencian dan penghakiman. Orang-orang yang merdeka dapat dengan tanpa beban melakukan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Kita menyadari bahwa Tuhan sendirilah yang menetapkan keberadaan negara ini dan pemerintahannya, Tuhan jugalah yang menempatkan kita di dalamnya. Setiap hal yang kita lakukan bagi kebaikan negara ini adalah wujud penghormatan dan kasih kita kepada Tuhan. Seperti lagu di atas, kita rindu melihat pemerintah dan segenap rakyat negeri ini hidup dalam jalan kebenaran, kita rindu melihat Indonesia memancarkan terang kemuliaan Tuhan. Mari terus berdoa dan berjuang untuk itu. Never give up! Dirgahayu Indonesiaku!

 

Hiduplah sebagai orang merdeka
dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu
untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.
Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!
1 Petrus 2:16-17