Posts

Perkataan dan Perbuatan

Hari ke-9 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Berbahagia dalam Pencobaan

Baca: Yakobus 1:26-27

1:26 Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.

1:27 Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.

Perkataan dan Perbuatan

Kita semua tentu pernah mengucapkan sesuatu yang kemudian kita sesali. Mungkin kita pernah keliru bicara di depan banyak orang, atau mengucapkan sesuatu yang menyakiti seorang teman atau orang yang kita kasihi. Mungkin kita pernah melontarkan guyonan kasar, ungkapan kemarahan, atau komentar tanpa pikir panjang di akun media sosial kita.

Dalam lingkungan yang makin hari makin kurang bersahabat dengan kekristenan, instruksi yang diberikan Yakobus kepada umat percaya untuk mengekang lidah mereka (ayat 26) menjadi kian relevan dan diperlukan. Sangat penting bagi kita untuk menyatakan kasih Kristus dalam cara kita berbicara kepada orang lain—termasuk dalam media sosial.

Tidak berhenti di sana, Yakobus berkata lebih lanjut bahwa jika kita menganggap diri kita beribadah—mungkin kita rajin ke gereja, berdoa, berpuasa, melayani—tetapi gagal mengendalikan perkataan kita, sebenarnya kita sedang menipu diri sendiri dan ibadah kita “sia-sia” (ayat 26).

Ibadah yang dianggap Tuhan murni dan tak bercacat melibatkan baik perkataan maupun perbuatan kita. Dalam ayat 27, Yakobus memberitahu kita—selain untuk mengekang lidah—kita juga harus memperhatikan para “yatim piatu dan janda-janda”, serta menjaga agar diri kita sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.

Para yatim piatu dan janda-janda di zaman Yakobus adalah kelompok yang paling rendah statusnya dalam masyarakat. Jika instruksi itu diberikan pada zaman sekarang, Yakobus mungkin akan menyebutkan kelompok-kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat seperti para tuna wisma, para penyandang cacat mental, dan orang-orang miskin. Kita dipanggil untuk memperhatikan dan melayani orang-orang yang membutuhkan, tidak hanya kerabat dan teman-teman kita semata. Poin ini berkaitan dengan tema yang terus berulang dalam kitab Yakobus, yaitu bagaimana iman dan perbuatan harus seiring sejalan dalam kehidupan seorang Kristen.

Di akhir pesannya, Yakobus menambahkan sebuah instruksi lagi: jaga agar perilaku dunia yang berdosa tidak merusak perilaku kita (ayat 27). Dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat kita berusaha berbuat baik dalam nama Tuhan Yesus, kita harus secara konsisten menjaga diri kita dari berbagai godaan dan pengaruh. Bila kita membiarkan dosa menyelinap dalam perbuatan baik kita (misalnya ketidakjujuran atau motivasi yang tidak murni), kita merusak perbuatan baik kita sendiri dan menodai nama baik Tuhan Yesus.

Perintah ini tidak mudah dilakukan. Namun, ketika kita mengendalikan lidah kita, memperhatikan kaum yang terpinggirkan, menjaga sikap dan perilaku kita dari kecemaran, dunia akan melihatnya dan terheran-heran mengapa orang-orang Kristen hidup demikian. Kita pun akan mendapat kesempatan untuk membagikan kebaikan kasih Kristus yang sudah kita alami dan mengundang mereka untuk menjadi bagian dari keluarga Allah. —Caleb Young, Australia

Handlettering oleh Catherine Tedjasaputra
Background image oleh Aryanto Wijaya

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Dalam hal-hal apa kamu gagal “mengekang” lidah?

2. Langkah-langkah nyata apa saja yang bisa kamu ambil untuk mulai menolong mereka yang tak berdaya di lingkungan sekitarmu?

3. Bagaimana kamu dapat menjaga diri agar tidak “dicemarkan oleh dunia” (ayat 27), terutama dalam perbuatan baikmu?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Caleb Young, Australia | Caleb adalah seorang pecinta film, makanan, dan juga hiburan. Caleb lahir di Selandia Baru, dibesarkan di Kepulauan fiji, dan sekarang tinggal di Australia. Dia punya tiga buah paspor! Caleb suka bercerita, dia menuangkan ceritanya dalam bentuk video yang berkisah tentang pekerjaan Tuhan dalam kehidupan seseorang, ataupun menuliskannya dalam sebuah artikel. Terlebih dari segalanya, Caleb adalah seorang dewasa muda yang berjuang untuk menjadi serupa dengan Kristus, dan amat bersyukur memiliki Juruselamat yang begitu mengasihinya meskipun dia memiliki banyak kelemahan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Jeritan Bisu Aylan

Penulis: Joanna Hor
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Aylan’s Silent Scream

Aylan-Silent-Scream

Sebuah foto yang melukiskan seribu kata: foto seorang bocah laki-laki Suriah berusia 3 tahun, tertelungkup di pinggir sebuah pantai di Turki. Bocah itu bernama Aylan Kurdi.

Minggu lalu, dunia digemparkan oleh gambar jasad Aylan yang tersapu ombak dan terdampar di pantai Bodrum. Ia tewas tenggelam—bersama dengan kakak laki-lakinya yang berusia 5 tahun dan ibunya yang berusia 35 tahun—setelah perahu karet kecil mereka terbalik dihempas ombak laut Mediterania. Hari itu tanggal 2 September, dan mereka sedang dalam perjalanan mengungsi dari Turki menuju Yunani. Ayah Aylan adalah satu-satunya anggota keluarga yang masih bertahan hidup.

Potret jasad mungil yang membuat hati miris itu membuat krisis pengungsi Suriah yang telah terjadi selama bertahun-tahun menjadi begitu dekat dan nyata bagi semua orang. Fotografer dari kantor berita Dogan di Turki yang memotret jasad Aylan menggambarkan bagaimana darahnya terasa “beku” saat melihat bocah itu tertelungkup di pantai, dan satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah “menyuarakan jeritannya kepada dunia”.

Kematian Aylan jelas bukan sekadar sebuah tragedi yang kebetulan terjadi. Sebagaimana yang dikemukakan banyak pengamat, peristiwa ini menunjukkan dampak dari sikap yang pasif dan tidak peduli dari banyak negara yang lebih kaya, namun enggan membantu jutaan pengungsi yang keluar dari tanah air mereka di Timur Tengah dan Afrika karena perang untuk menemukan kehidupan baru di tempat lain.

Sejumlah negara di wilayah sekitar Suriah dikritik habis-habisan karena memberikan sangat sedikit bantuan—seperti menyediakan tempat penampungan—bagi para pengungsi. Beberapa negara beralasan bahwa arus besar pengungsi akan mengacaukan keseimbangan ras dan agama dalam populasi mereka. Seorang pemimpin gereja bahkan dikabarkan sempat menolak untuk menampung pengungsi dengan alasan tidak ingin dianggap terlibat dalam “perdagangan manusia”.

Namun, kematian Aylan tampaknya telah mengubah hati banyak orang. Foto-foto Aylan telah meningkatkan kesadaran publik tentang situasi di Suriah dan menggalang banyak dukungan untuk para pengungsi dari berbagai wilayah Eropa. Inggris Raya, misalnya, telah mengatakan bahwa mereka akan menerima lebih banyak pengungsi Suriah, sementara Paus Francis mendorong institusi-institusi Katolik di seluruh Eropa untuk memberikan tempat penampungan bagi para pengungsi itu. Di dunia maya, perhatian masyarakat banyak tampak jelas dengan membanjirnya tagar #refugeeswelcome di Twitter.

Tanggapan luas yang diberikan terhadap krisis kemanusiaan yang memilukan hati tersebut sungguh menggugah semangat. Kita diingatkan bahwa masalah yang ada hanya bisa dituntaskan bila ada kerjasama dari berbagai pihak—dan bahwa gereja seharusnya berada di garis depan dalam perjuangan ini.

Yakobus 1:27 memberitahu kita, “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”

Jika kamu adalah seorang Kristen yang tinggal di salah satu negara Eropa yang telah berkomitmen untuk menerima para pengungsi, maukah kamu ikut ambil bagian memberikan bantuan sesuai dengan kapasitasmu?

Bagaimana bila kamu tinggal puluhan ribu kilometer jauhnya dari lokasi para pengungsi, apa yang dapat kamu lakukan? Mungkin ini pertama kalinya kamu mendengar bahwa ada krisis di Suriah. Ambillah waktu beberapa menit untuk membaca berita tentang apa yang terjadi di sana. Mungkin kamu akan tergerak mendoakan agar ada perdamaian di Suriah, mendoakan agar penganiayaan yang terjadi di sana dapat berakhir, dan agar Tuhan memberi kekuatan bagi orang-orang yang tengah bekerja keras memberikan bantuan bagi para korban.

Atau, mungkin kamu akan tergugah untuk mencari tahu apa saja upaya penanganan masalah pengungsi yang sedang dilakukan di sekitar tempat tinggalmu dan bagaimana kamu dapat mendukung pekerjaan kemanusiaan itu dengan berbagai cara, misalnya dengan menyumbangkan uang, menggalang dana, menjadi sukarelawan, menyebarluaskan informasi, dan sebagainya.

Semoga jeritan bisu Aylan tidak menjadi sia-sia.

Sumber Foto: Reporter ABC News, Muhammad Lila

 
Krisis Pengungsi di Suriah
Jutaan orang telah meninggalkan kampung halaman mereka karena perang saudara di Suriah dan munculnya ISIS. Jumlah pengungsi yang mencapai sekitar 12 juta jiwa ini disebut-sebut sebagai bencana kemanusiaan terburuk dalam generasi kita.

Perang saudara Suriah dimulai pada awal 2011, setelah kekerasan yang dilakukan rezim pemerintah menuai berbagai aksi protes dari masyarakat yang menentang pemerintah. Separuh dari 12 juta orang yang harus mengungsi akibat perang itu diyakini adalah anak-anak.

Selama beberapa tahun terakhir, ratusan ribu pengungsi telah berusaha menyeberangi Timur Tengah menuju wilayah barat, dengan harapan dapat memulai kehidupan yang baru di Eropa.