Posts

Apa Yang Hendak Kuberikan?

Jumat, 9 Desember 2011

Baca: 1 Raja-Raja 3:1-9

Berfirmanlah Allah: “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu.” —1 Raja-Raja 3:5

Saya diberitahu bahwa cerita tentang “tiga permintaan” ditemukan hampir di setiap budaya, dimana semuanya mempunyai tema yang serupa: Seorang penolong muncul dan menawarkan untuk memenuhi tiga permintaan kepada seorang yang tidak mencurigai maksud di balik penawaran itu. Kenyataan bahwa cerita tersebut sering muncul menyiratkan bahwa kita semua menginginkan sesuatu yang tidak dapat kita peroleh dengan usaha sendiri.

Di dalam Alkitab pun ada “cerita permintaan”. Ini terjadi pada suatu malam ketika Tuhan menampakkan diri kepada Salomo dalam mimpinya dan berkata padanya, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu” (1 Raj. 3:5). Salomo bisa saja meminta apa pun—kekayaan, kehormatan, kemashyuran, atau kekuasaan. Namun, ia tidak meminta satu pun dari hal-hal tersebut. Ia meminta “hati yang faham menimbang perkara” (ay.9) atau “hati yang mampu mendengar”, suatu kerendahan hati untuk mendengar dan belajar dari firman Allah. Dibebani oleh tanggung jawab untuk memimpin suatu bangsa yang besar, raja muda yang belum berpengalaman ini memerlukan hikmat Tuhan untuk dapat memerintah dengan baik.

Sebijaksana itukah saya? Jika Allah berbicara langsung kepada saya dan bertanya apa yang dapat dilakukan-Nya untuk saya, apakah yang akan saya minta? Apakah saya akan meminta kesehatan, kemakmuran, awet muda, kekuasaan, atau wibawa? Ataukah saya akan meminta diberikan hikmat, kesucian, dan kasih? Apakah saya akan bersikap bijaksana atau bertindak bodoh?

Seandainya Allah menanyakan apa yang dapat diberikan-Nya kepada Anda, hal apakah yang akan Anda minta? —DHR

Hikmat sejati diterima dengan bersandar
Kepada Yesus Kristus, Tuhan kita;
Hikmat sejati ditemukan dengan percaya
Pada firman-Nya yang memberi hidup. —NN.

Hikmat Allah diberikan kepada mereka yang dengan rendah hati memintanya kepada-Nya.

Berbicara atau Diam

Kamis, 1 April 2010

Baca: Markus 14:53-65

[Yesus] tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. —Markus 14:61

Terkadang diam merupakan respons terbaik untuk menghadapi tuduhan palsu. Namun, di saat lain, kita harus berani angkat bicara. Ketika para saksi palsu menuduh Yesus saat Dia berdiri di hadapan Imam Besar, Dia “tetap diam” (Mrk. 14:53-61). Berusaha membela diri-Nya sendiri hanya kesia-siaan. Lagipula, Dia sedang menggenapi nubuat Yesaya 53:7. Namun, di dalam pelayanan Yesus sebelumnya, Dia memarahi orang-orang Farisi, menantang mereka untuk membuktikan bahwa Dia pernah berdosa (Yoh. 8:13-59).

Seorang pendeta mengundurkan diri dari gerejanya karena ada beberapa jemaat yang melontarkan pernyataan-pernyataan yang tidak benar terhadap dirinya. Pendeta ini berpikir membela dirinya tidak sesuai dengan ajaran Kristen, dan dalam sejumlah perkara memang demikian adanya. Namun dalam hal ini, para pembuat masalah seharusnya dihadapi secara langsung untuk membuktikan kesalahan dari tuduhan-tuduhan palsu mereka. Pendeta ini seharusnya mendesak mereka untuk bertobat atau menerima disiplin gereja.

Bersikap diam dapat membuat para pembuat kesalahan merasa menang dengan tindakan jahat mereka. Namun, bila Roh Allah memimpin kita untuk tetap diam, atau jika kita hanya semata-mata ingin mencoba untuk menyelamatkan harga diri kita yang terluka, sebaiknya kita menahan lidah kita.

Apakah Anda sedang menerima tuduhan palsu? Jika menurut Anda adalah sia-sia untuk berargumentasi, atau jika harga diri Anda terluka, mintalah anugerah dari Allah supaya Anda tidak mengatakan apa pun. Namun, bila Anda merasa prihatin terhadap para pembuat masalah dan ingin melihat keadilan ditegakkan, berbicaralah! —HVL

Tuhan, berikan kepada kami hikmat untuk membedakan
Kapan ketika kepalsuan harus diungkapkan
Atau saat kami membutuhkan anugerah-Mu dan kekuatan-Mu
Untuk menutup mulut kami rapat-rapat. D. De Haan

Diam itu berharga; jangan merusaknya kecuali jika Anda dapat memanfaatkannya.