Posts

Para Pencari Hikmat

Jumat, 22 Mei 2015

KomikStrip-WarungSaTeKaMu-20150522-Para-Pencari-Hikmat

Baca: Amsal 3:1-18

3:1 Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku,

3:2 karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu.

3:3 Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu,

3:4 maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia.

3:5 Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

3:6 Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.

3:7 Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;

3:8 itulah yang akan menyembuhkan tubuhmu dan menyegarkan tulang-tulangmu.

3:9 Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,

3:10 maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.

3:11 Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya.

3:12 Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.

3:13 Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian,

3:14 karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas.

3:15 Ia lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya.

3:16 Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan.

3:17 Jalannya adalah jalan penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata.

3:18 Ia menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia.

Berbahagialah orang yang mendapat hikmat. —Amsal 3:13

Para Pencari Hikmat

Pada setiap musim semi, berbagai perguruan tinggi dan universitas mengadakan upacara wisuda untuk merayakan keberhasilan para mahasiswa yang telah menyelesaikan studi dan memperoleh gelar mereka. Setelah menjalani wisuda mereka, para lulusan ini akan memasuki dunia yang menantang mereka. Memiliki pengetahuan akademis saja tidaklah cukup. Kunci meraih keberhasilan dalam hidup adalah dengan menerapkan segala sesuatu yang telah mereka pelajari dengan berhikmat.

Di sepanjang Kitab Suci, hikmat dijunjung sebagai sebuah harta yang layak dicari. Hikmat itu lebih baik ketimbang kekayaan (Ams. 3:13-18). Hikmat bersumber dari Allah, dan Dialah satu-satunya yang penuh hikmat (Rm. 16:27). Hikmat ditemukan dalam perbuatan dan perilaku Yesus, sebab di dalam diri-Nya “tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan” (KOL. 2:3). Hikmat diperoleh dari membaca dan menerapkan Kitab Suci. Kita mempunyai teladan akan hal ini dengan melihat cara Yesus menerapkan pengetahuan-Nya ketika Dia dicobai (Luk. 4:1-13). Dengan kata lain, seseorang yang sungguh berhikmat berusaha melihat kehidupan dari sudut pandang Allah dan memilih untuk menjalani hidup berdasarkan hikmat-Nya.

Apakah imbalannya untuk hidup dalam hikmat? Kitab Amsal menyatakan kepada kita bahwa hikmat itu bagaikan manisnya madu di langit-langit mulut (Ams. 24:13-14). “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat” (3:13). Jadi carilah hikmat, karena hikmat lebih menguntungkan ketimbang perak atau emas! —Joe Stowell

Tuhan, kuatkan tekadku untuk hidup dengan hikmat yang hanya berasal dari-Mu. Beriku pemahaman untuk menjalani hidup dari sudut pandang-Mu sehingga aku menikmati berkat dari hidup yang dijalani dengan bijaksana.

Berkat datang dari mencari hikmat dan hidup menurut hikmat tersebut.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 16-18; Yohanes 7:28-53

Hikmat Dari Atas

Rabu, 25 Juni 2014

Hikmat Dari Atas

Baca: 1 Samuel 24:1-10

24:1 Daud pergi dari sana, lalu tinggal di kubu-kubu gunung di En-Gedi.

24:2 Ketika Saul pulang sesudah memburu orang Filistin itu, diberitahukanlah kepadanya, demikian: "Ketahuilah, Daud ada di padang gurun En-Gedi."

24:3 Kemudian Saul mengambil tiga ribu orang yang terpilih dari seluruh orang Israel, lalu pergi mencari Daud dan orang-orangnya di gunung batu Kambing Hutan.

24:4 Ia sampai ke kandang-kandang domba di tepi jalan. Di sana ada gua dan Saul masuk ke dalamnya untuk membuang hajat, tetapi Daud dan orang-orangnya duduk di bagian belakang gua itu.

24:5 Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: "Telah tiba hari yang dikatakan TUHAN kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik." Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam.

24:6 Kemudian berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul;

24:7 lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN."

24:8 Dan Daud mencegah orang-orangnya dengan perkataan itu; ia tidak mengizinkan mereka bangkit menyerang Saul. Sementara itu Saul telah bangun meninggalkan gua itu hendak melanjutkan perjalanannya.

24:9 Kemudian bangunlah Daud, ia keluar dari dalam gua itu dan berseru kepada Saul dari belakang, katanya: "Tuanku raja!" Saul menoleh ke belakang, lalu Daud berlutut dengan mukanya ke tanah dan sujud menyembah.

24:10 Lalu berkatalah Daud kepada Saul: "Mengapa engkau mendengarkan perkataan orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya Daud mengikhtiarkan celakamu?

Hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai. —Yakobus 3:17

Hikmat Dari Atas

Andai saja Kiera Wilmot melakukan proyek percobaannya di dalam ruang kelas sains di SMA-nya, mungkin ia akan mendapatkan nilai A. Namun ia justru dituntut karena telah menyebabkan sebuah ledakan. Meskipun ia telah berharap agar gurunya menyetujui percobaan itu, teman-teman sekelasnya berhasil membujuknya untuk melakukan percobaan tersebut di luar ruang kelas. Saat ia mencampur zat-zat kimia ke dalam sebuah botol plastik, botol itu meledak dan secara tidak sengaja ia telah membuat panik siswa-siswi yang lain.

Tekanan dari sesama juga diceritakan dalam Perjanjian Lama. Ketika itu, Daud dan anak buahnya sedang bersembunyi dari Saul di dalam sebuah gua yang kemudian dimasuki oleh Saul (1Sam. 24). Para pengikut Daud menganggap bahwa Allah telah menyerahkan Saul ke dalam tangan mereka, dan mereka mendesak Daud untuk membunuhnya (ay.5, 11). Mereka berharap, jika Daud membunuh Saul, mereka tidak perlu lagi bersembunyi dan Daud dapat menjadi raja. Namun Daud menolak menyakiti Saul karena Saul adalah “orang yang diurapi Tuhan” (ay.7).

Ada kalanya orang-orang di sekitar kita mungkin mendorong kita untuk berbuat sesuatu yang kelihatannya memberi kepuasan atau kemudahan kepada kita saat itu juga. Namun ada perbedaan antara hikmat duniawi dengan hikmat surgawi (1Kor. 2:6-7). Hikmat yang dari atas “adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan” (Yak. 3:17). Ketika orang lain mendesak kita untuk mengambil tindakan tertentu, kita dapat mengundang Allah untuk menuntun kita dalam memberi tanggapan yang tepat. —JBS

Jadilah, Tuhan, kehendak-Mu!
S’luruh hidupku kuasailah.
Berilah Roh-Mu kepadaku,
Agar t’rang Kristus pun nyatalah. —Pollard
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 14)

Orang yang sungguh-sungguh berhikmat menerima hikmatnya dari Allah.

Hikmat Orang Banyak

Minggu, 28 Juli 2013

Hikmat Orang Banyak

Baca: 1 Korintus 1:18-25

Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada. —Amsal 11:14

Deskripsi online tentang buku The Wisdom of Crowds (Hikmat Orang Banyak) menyatakan, “Dalam buku yang memukau ini, kolumnis bisnis dari mingguan New Yorker, James Surowiecki, membedah ide sederhana yang sering terabaikan: Sekelompok besar orang terbukti lebih cerdas daripada sekelompok kecil kaum elit, sehebat apa pun kelompok elit ini—kelompok besar ini lebih baik dalam memecahkan masalah, mendorong inovasi, mengambil keputusan yang bijak, bahkan memprediksi masa depan.”

Si penulis memakai beragam hal, mulai dari budaya populer sampai ranah politik, untuk menyajikan satu pemikiran dasar: Sering terjadi, kebenaran ditentukan oleh suara terbanyak. Ini adalah suatu teori menarik, yang bisa saja diperdebatkan selama masa-masa pemilu atau pada saat kontestan favorit kita tersingkir dari suatu kontes di televisi.

Meski Alkitab menegaskan bahwa hikmat orang banyak belum tentu bisa diandalkan dan bahkan bisa saja membahayakan (Mat. 7:13-14), ada cara lain dimana hikmat bersama bisa juga bermanfaat. Di Amsal 11:14 tertulis, “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.” Salah satu keuntungan berada di dalam tubuh Kristus adalah kita bisa saling menolong—salah satunya adalah bekerja sama untuk mencari hikmat Allah. Dengan bergandengan tangan demi mencapai tujuan yang Allah kehendaki, kita memperoleh keyakinan dalam kebersamaan yang diberikan-Nya dan menerima hikmat-Nya yang memampukan kita dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. —WEC

Abadi, tak nampak, Yang Maha Esa,
Yang tak terhampiri terang takhta-Nya,
Yang dalam Putra-Nya telah dikenal,
Bagi-Nyalah hormat dan kuasa kekal. —Smith
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 1)

Cara terbaik untuk mencari hikmat Allah adalah dengan mencarinya bersama-sama.

Dari Mana Hikmat Berasal?

Kamis, 25 Juli 2013

Dari Mana Hikmat Berasal?

Baca: Yakobus 3:13-17

Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah. —Yakobus 1:5

Hikmat merupakan keindahan dari kekudusan. Yakobus berkata bahwa hikmat itu masuk akal, fleksibel, penuh pengampunan, pendamai, penuh perhatian, suka mengunjungi, bersikap sopan, dan ramah. Hikmat itu rendah hati, terbuka, sederhana, lembut, dan murah hati (Yak. 3:17).

Dari mana hikmat berasal? Hikmat berasal dari surga (1:5). Charles Spurgeon menulis, “Hikmat adalah keindahan hidup yang hanya bisa dihasilkan karya Allah dalam diri kita.”

Kita perlu berulang kali bertanya pada diri kita: “Apa saya bertumbuh dalam hikmat?” Lagipula, kehidupan kita berjalan dinamis dan mau tidak mau kita pasti berubah. Kita bisa bertumbuh semakin bijak dan baik setiap harinya atau kita menjadi semakin bodoh dan bebal. Ke arah mana kita bertumbuh?

Tak ada kata terlambat untuk mulai bertumbuh dalam hikmat. Allah begitu mengasihi kita dengan kasih yang kuat dan dahsyat—kasih yang bisa melepaskan kita dari kebodohan diri sendiri jika kita rela berserah kepada-Nya. Kasih-Nya bisa mengubah manusia dengan watak yang tersulit menjadi satu pribadi yang luar biasa indahnya. Mungkin perubahan itu agak menyakitkan dan butuh waktu. Namun Allah tak pernah berhenti mengusahakan perubahan kita. Ketika kita meminta kepada Allah, hikmat-Nya akan bertumbuh di dalam diri kita dan mengalir keluar dengan sendirinya kepada mereka di sekitar kita.

Janji ini yang kita pegang, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah,—yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit,—maka hal itu akan diberikan kepada-[mu]” (1:5). —DHR

Tuhan, tolong hapuskan kebodohan kami dan
arahkan hati kami pada hikmat yang hanya berasal
dari-Mu. Kini kami meminta-Mu untuk memakai dan
mengubah hidup kami menjadi serupa dengan-Mu.

Hikmat sejati berujung pangkal di dalam Allah.

Perkataan Yang Bijak

Senin, 3 Juni 2013

Perkataan Yang Bijak

Baca: Pengkhotbah 12:6-14

Kumpulan amsal dan nasihat, seperti paku yang tertancap kuat. Semua itu pemberian Allah juga, gembala kita yang satu-satunya. —Pengkhotbah 12:11 BIS

Kini saat saya berusia 60-an, saya mengenang kembali para pemimpin rohani saya yang bijak, yaitu mereka yang telah memberi dampak positif dalam hidup saya. Di sekolah Alkitab, Allah memakai seorang dosen pengajar Perjanjian Lama untuk membuat saya mengerti firman Tuhan. Seorang dosen bahasa Yunani tidak jemu-jemunya mendorong saya agar tekun mempelajari Perjanjian Baru. Gembala senior dalam pelayanan gerejawi pertama saya menolong saya dalam mengembangkan pelayanan penting yang mendorong pertumbuhan rohani jemaat. Para pemimpin ini telah menguatkan saya dengan cara mereka.

Raja Salomo dengan bijaksana menunjukkan beragam peran dari para pemimpin rohani yang dapat menolong kita bertumbuh: “Perkataan orang arif itu seperti tongkat tajam seorang gembala, tongkat yang dipakainya untuk melindungi dombanya. Kumpulan amsal dan nasihat, seperti paku yang tertancap kuat. Semua itu pemberian Allah juga, gembala kita yang satu-satunya” (Pkh. 12:11 BIS). Ada pemimpin yang mendorong kita; ada yang menopang kerohanian kita. Ada pula yang seperti gembala yang peduli, dengan hadir sebagai pendengar pada saat kita sedang terluka.

Allah, Sang Gembala yang Baik, menganugerahkan berbagai karunia kepada para pemimpin: karunia untuk memberi nasihat, mengembangkan dan menggembalakan. Baik sebagai seorang pemimpin atau seorang yang dipimpin, Dia menginginkan kita tetap rendah hati dan mengasihi sesama. Betapa istimewanya ketika kita dipimpin dan dipakai oleh Gembala kita untuk menguatkan orang lain dalam perjalanan hidup mereka bersama-Nya. —HDF

Beri kami hikmat-Mu, ya Tuhan, dalam usaha kami menguatkan
orang lain. Aku ingin hidup berkelimpahan yang telah
kutemukan di dalam Dia dapat tersebar
dan menjangkau orang-orang di sekelilingku.

Kiranya perkataan kita mencerminkan isi hati Tuhan dan hikmat-Nya.

Pengejaran

Selasa, 3 Januari 2012

Baca: Amsal 2:1-9

Jikalau engkau mencari [hikmat] seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam. —Amsal 2:4

Ketika suami saya, Carl, berusaha untuk mengenal saya ketika kami dalam masa pacaran, ia sangat serius melakukannya. Ia menelepon saya. Ia menulis surat. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang penuh perhatian. Ia membelikan saya bunga, permen, buku, makan malam dan hadiah-hadiah lainnya. Ia menggunakan banyak waktu dan tenaga dalam usahanya untuk mengenal saya.

Jauh pada abad ke-10 SM, Salomo mendorong adanya suatu komitmen serius semacam itu untuk mengejar suatu hal yang lain, yaitu hikmat. Definisi hikmat menurut kamus, yakni “memahami apa yang benar, tepat, atau bernilai abadi”, terdengar sangat penting, jika kita menginginkan suatu hidup yang memuliakan Allah kita yang kudus.

Mungkin inilah alasan mengapa Salomo menggunakan begitu banyak kata kerja aktif dalam Amsal 2 untuk menjelaskan usahausaha yang perlu kita lakukan untuk memperoleh hikmat. Ia berkata supaya kita “memperhatikan hikmat,” “mencenderungkan hati,” “berseru,” “menujukan suara”, “mencarinya,” dan “mengejarnya” (ay.2-4).

Mencari hikmat memang membutuhkan usaha, dan Kitab Suci memberitahu di mana kita dapat menemukannya: “Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.” Tuhan tidak menyimpan hikmat untuk diri-Nya sendiri;

“Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur” (ay.6-7). Carilah Tuhan dengan segenap hati Anda. Dialah sumber dari segala hikmat bagi hidup Anda. —AMC

Apa untungnya ketika hidup di bumi berakhir,
Meski banyak hikmat dunia kuraih,
Jika aku gagal mencari pengetahuan
Untuk memperoleh hikmat Allah?—Nelson

Anda dapat memperoleh banyak pengetahuan, tetapi hikmat sejati hanya berasal dari Tuhan.

Apa Yang Hendak Kuberikan?

Jumat, 9 Desember 2011

Baca: 1 Raja-Raja 3:1-9

Berfirmanlah Allah: “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu.” —1 Raja-Raja 3:5

Saya diberitahu bahwa cerita tentang “tiga permintaan” ditemukan hampir di setiap budaya, dimana semuanya mempunyai tema yang serupa: Seorang penolong muncul dan menawarkan untuk memenuhi tiga permintaan kepada seorang yang tidak mencurigai maksud di balik penawaran itu. Kenyataan bahwa cerita tersebut sering muncul menyiratkan bahwa kita semua menginginkan sesuatu yang tidak dapat kita peroleh dengan usaha sendiri.

Di dalam Alkitab pun ada “cerita permintaan”. Ini terjadi pada suatu malam ketika Tuhan menampakkan diri kepada Salomo dalam mimpinya dan berkata padanya, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu” (1 Raj. 3:5). Salomo bisa saja meminta apa pun—kekayaan, kehormatan, kemashyuran, atau kekuasaan. Namun, ia tidak meminta satu pun dari hal-hal tersebut. Ia meminta “hati yang faham menimbang perkara” (ay.9) atau “hati yang mampu mendengar”, suatu kerendahan hati untuk mendengar dan belajar dari firman Allah. Dibebani oleh tanggung jawab untuk memimpin suatu bangsa yang besar, raja muda yang belum berpengalaman ini memerlukan hikmat Tuhan untuk dapat memerintah dengan baik.

Sebijaksana itukah saya? Jika Allah berbicara langsung kepada saya dan bertanya apa yang dapat dilakukan-Nya untuk saya, apakah yang akan saya minta? Apakah saya akan meminta kesehatan, kemakmuran, awet muda, kekuasaan, atau wibawa? Ataukah saya akan meminta diberikan hikmat, kesucian, dan kasih? Apakah saya akan bersikap bijaksana atau bertindak bodoh?

Seandainya Allah menanyakan apa yang dapat diberikan-Nya kepada Anda, hal apakah yang akan Anda minta? —DHR

Hikmat sejati diterima dengan bersandar
Kepada Yesus Kristus, Tuhan kita;
Hikmat sejati ditemukan dengan percaya
Pada firman-Nya yang memberi hidup. —NN.

Hikmat Allah diberikan kepada mereka yang dengan rendah hati memintanya kepada-Nya.

Berbicara atau Diam

Kamis, 1 April 2010

Baca: Markus 14:53-65

[Yesus] tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. —Markus 14:61

Terkadang diam merupakan respons terbaik untuk menghadapi tuduhan palsu. Namun, di saat lain, kita harus berani angkat bicara. Ketika para saksi palsu menuduh Yesus saat Dia berdiri di hadapan Imam Besar, Dia “tetap diam” (Mrk. 14:53-61). Berusaha membela diri-Nya sendiri hanya kesia-siaan. Lagipula, Dia sedang menggenapi nubuat Yesaya 53:7. Namun, di dalam pelayanan Yesus sebelumnya, Dia memarahi orang-orang Farisi, menantang mereka untuk membuktikan bahwa Dia pernah berdosa (Yoh. 8:13-59).

Seorang pendeta mengundurkan diri dari gerejanya karena ada beberapa jemaat yang melontarkan pernyataan-pernyataan yang tidak benar terhadap dirinya. Pendeta ini berpikir membela dirinya tidak sesuai dengan ajaran Kristen, dan dalam sejumlah perkara memang demikian adanya. Namun dalam hal ini, para pembuat masalah seharusnya dihadapi secara langsung untuk membuktikan kesalahan dari tuduhan-tuduhan palsu mereka. Pendeta ini seharusnya mendesak mereka untuk bertobat atau menerima disiplin gereja.

Bersikap diam dapat membuat para pembuat kesalahan merasa menang dengan tindakan jahat mereka. Namun, bila Roh Allah memimpin kita untuk tetap diam, atau jika kita hanya semata-mata ingin mencoba untuk menyelamatkan harga diri kita yang terluka, sebaiknya kita menahan lidah kita.

Apakah Anda sedang menerima tuduhan palsu? Jika menurut Anda adalah sia-sia untuk berargumentasi, atau jika harga diri Anda terluka, mintalah anugerah dari Allah supaya Anda tidak mengatakan apa pun. Namun, bila Anda merasa prihatin terhadap para pembuat masalah dan ingin melihat keadilan ditegakkan, berbicaralah! —HVL

Tuhan, berikan kepada kami hikmat untuk membedakan
Kapan ketika kepalsuan harus diungkapkan
Atau saat kami membutuhkan anugerah-Mu dan kekuatan-Mu
Untuk menutup mulut kami rapat-rapat. D. De Haan

Diam itu berharga; jangan merusaknya kecuali jika Anda dapat memanfaatkannya.