Posts

Apakah Ini Penting?

Jumat, 7 Februari 2020

Apakah Ini Penting?

Baca: Kolose 3:12-17

3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.

3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. —1 Korintus 10:31

Apakah Ini Penting?

Saya tertunduk lunglai dan menghela napas, “Entah bagaimana aku bisa menyelesaikan semua ini.” Suara teman saya terdengar di ujung telepon: “Beri apresiasi untuk dirimu sendiri. Sudah banyak yang kaulakukan.” Kemudian ia menyebutkan hal-hal yang telah saya coba lakukan—menjaga gaya hidup sehat, bekerja, mengambil kuliah pascasarjana, menulis, dan menghadiri kelas pendalaman Alkitab. Saya ingin melakukan semuanya itu untuk Allah, tetapi sebaliknya saya lebih berfokus pada apa yang saya lakukan daripada cara saya melakukannya—atau mungkin saja ada terlalu banyak hal yang coba saya lakukan sehingga saya pun kewalahan.

Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Kolose bahwa mereka harus hidup dengan cara yang memuliakan Allah. Pada akhirnya, apa yang mereka lakukan sehari-hari tidaklah sepenting cara mereka melakukannya. Mereka patut melakukan pekerjaan mereka dengan “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol. 3:12), rela mengampuni orang lain, dan yang terutama saling mengasihi (ay.13-14) dan melakukan “semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus ”(ay.17). Pekerjaan mereka tidak dapat dipisahkan dari kehidupan yang menyerupai Kristus.

Apa yang kita lakukan itu memang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana, mengapa dan untuk siapa kita melakukannya. Setiap hari kita bisa memilih untuk bekerja mati-matian atau dengan cara yang memuliakan Allah dan mencari makna yang diberikan Tuhan Yesus dalam pekerjaan kita. Melakukan hal yang kedua akan membawa kita kepada kepuasan.—Julie Schwab

WAWASAN
Sepertinya komunitas orang percaya di Kolose adalah gereja yang terkait erat dengan gereja di Laodikia—yang ditegur dengan sangat keras oleh Yesus dalam Wahyu 3:14-22. Paulus menulis kepada jemaat di Kolose: “Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara kamu, usahakanlah, supaya dibacakan juga di jemaat Laodikia dan supaya surat yang untuk Laodikia dibacakan juga kepadamu” (Kolose 4:16). Kedua kota ini tidak hanya dekat secara geografis, tetapi juga memiliki hubungan yang erat, hingga mereka saling bertukar surat. Selain itu, gereja di Kolose juga menerima surat yang ditujukan untuk salah seorang pemimpinnya, Filemon. Jemaat di Kolose menerima setidaknya tiga surat dari rasul Paulus.—Bill Crowder

Dalam hal apa saja kamu melakukan sesuatu karena kebutuhan atau kewajiban, dan bukan untuk kemuliaan Allah? Menurutmu, bagaimana makna sejati dapat ditemukan dalam Kristus dan bukan dalam keberhasilan kita?

Tuhan Yesus, ampuni aku ketika adakalanya aku terlalu berusaha mengejar pencapaianku. Tolonglah aku lebih rindu mencapai hal-hal yang membawa kemuliaan bagi nama-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 1-3; Matius 24:1-28

Handlettering oleh Novia Jonatan

Yesus yang Menyamar

Selasa, 13 Agustus 2019

Yesus yang Menyamar

Baca: Matius 25:31-40

25:31 “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya.

25:32 Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing,

25:33 dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.

25:34 Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.

25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;

25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.

25:37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?

25:38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?

25:39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?

25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu. —Amsal 19:17

Yesus yang Menyamar

Baru-baru ini, anak saya, Geoff, ikut dalam kegiatan yang disebut “simulasi tunawisma.” Ia menggelandang di jalan-jalan kota selama 3 hari 2 malam, tidur di alam terbuka dengan suhu di bawah titik beku. Tanpa makanan, uang, maupun tempat berlindung, ia bergantung pada kebaikan orang yang tidak dikenal untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ia pernah hanya makan sepotong roti lapis yang dibelikan oleh seorang pria yang mendengarnya meminta roti basi dari sebuah restoran cepat saji.

Geoff mengatakan kepada saya bahwa pengalaman itu merupakan salah satu hal terberat dalam hidupnya, tetapi yang juga sangat mempengaruhi cara pandangnya terhadap orang lain. Sehari setelah melakukan simulasi itu, ia pergi mencari para tunawisma yang pernah begitu baik kepadanya selama ia menggelandang di jalanan dan berusaha semampunya membantu mereka dengan cara-cara yang sederhana. Para tunawisma itu terkejut saat mengetahui bahwa ternyata Geoff bukan tunawisma sungguhan dan bersyukur atas kepeduliannya untuk mau memahami kehidupan mereka secara langsung.

Pengalaman Geoff mengingatkan saya pada perkataan Yesus: “Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. . . . Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (mat. 25:36,40). Baik dengan kata-kata penyemangat ataupun sekantong belanjaan, kita dipanggil Allah untuk memperhatikan kebutuhan orang lain dalam kasih. Kebaikan kita kepada sesama adalah kebaikan yang kita lakukan untuk-Nya. —James Banks

WAWASAN
Dalam bacaan hari ini, Yesus mengundang mereka yang diberkati oleh Bapa untuk menerima warisan. Apakah warisan adalah berkat itu sendiri? Warisan tersebut adalah sesuatu yang baik, tetapi mungkin yang disebut berkat adalah sesuatu yang memampukan mereka untuk menerima warisan itu. Ketika Yesus menjelaskan mengapa warisan itu menjadi milik mereka, Dia menyebutkan daftar perbuatan baik mereka kepada orang-orang yang berkekurangan. Berkat itu bukanlah upah atau warisannya, melainkan suatu karunia yang memampukan mereka berbelas kasihan kepada orang yang membutuhkan. Lain halnya dengan kelompok yang diusir pergi (ay.41-43), mereka kurang berbelas kasih. Berkat dari Allah—yakni keselamatan dan karunia Roh Kudus—itulah yang membuat kita menyadari berbagai kebutuhan orang-orang lain. —J.R. Hudberg

Adakah kebaikan sederhana yang dapat kamu lakukan bagi orang lain? Pernahkah kamu menerima kebaikan orang lain baru-baru ini?

Tuhan Yesus, tolonglah diriku agar mampu melihat-Mu dalam kebutuhan sesamaku hari ini dan mengasihi-Mu dengan cara mengasihi mereka.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 87-88; Roma 13

Handlettering oleh Novia Jonatan

Perbuatan yang Sesuai Perkataan

Jumat, 5 Juli 2019

Perbuatan yang Sesuai Perkataan

Baca: 1 Yohanes 2:7-11

2:7 Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar.

2:8 Namun perintah baru juga yang kutuliskan kepada kamu, telah ternyata benar di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya.

2:9 Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang.

2:10 Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan.

2:11 Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya.

Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. —1 Yohanes 2:9

Perbuatan yang Sesuai Perkataan

Pendeta dan penulis Eugene Peterson pernah berkesempatan mendengarkan kuliah dari Paul Tournier, seorang dokter dan konselor pastoral asal Swiss yang sangat dihormati. Peterson telah membaca tulisan sang dokter dan mengagumi caranya membimbing orang kepada kesembuhan. Kuliah tersebut meninggalkan kesan mendalam pada diri Peterson. Sepanjang kuliah, ia merasa Tournier benar-benar menerapkan apa yang ia bicarakan, dan berbicara tentang apa yang ia terapkan. Peterson memilih kata congruence (kesesuaian) untuk menggambarkan pengalamannya.

Kesesuaian yang dimaksud adalah “perbuatan yang sejalan dengan perkataan”. Rasul Yohanes menekankan bahwa apabila seseorang mengaku “berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang” (1Yoh. 2:9). Dengan kata lain, perbuatan dan perkataannya tidak sesuai. Lebih dari itu, Yohanes menyebut orang seperti itu “tidak tahu ke mana ia pergi” (ay.11). Kata yang dipilih Yohanes untuk menggambarkan keadaan orang yang perkataan dan perbuatannya tidak sesuai? Buta.

Hidup menuruti kehendak Allah dengan mengizinkan terang firman-Nya menyinari jalan kita akan mencegah kita untuk dibutakan oleh kegelapan. Kita akan mempunyai penglihatan yang dikuduskan sehingga kita menjalani hari-hari yang ada dengan fokus yang jernih—perkataan dan perbuatan kita menjadi sejalan. Ketika orang lain memperhatikan hidup kita, mereka akan melihat bahwa kita tahu dengan jelas Siapa yang kita ikuti. —John Blase

WAWASAN
Salah satu tujuan Yohanes dalam menulis suratnya yang pertama adalah untuk mengatasi perpecahan dalam komunitas Kristen. Tidak terlalu jelas bagaimana situasi sebenarnya, tetapi Yohanes menghadapinya dengan mendorong gereja untuk menilai apakah seseorang mengakui kebenaran Kristus dalam perkataan sekaligus mewujudkannya dalam kehidupan (3:7-9). Cara utama untuk mengetahui nilai hidup seseorang adalah dengan melihat apakah mereka dipenuhi dengan kasih Kristus (ay.10). Dalam Alkitab, “kebencian” dan “kasih” bukan semata diartikan sebagai perasaan terhadap seseorang atau suatu hal, melainkan sikap hati yang tercermin dalam tindakan. Yohanes mengajarkan bahwa kasih yang sejati adalah kasih yang penuh pengorbanan seperti kasih Kristus (ay. 16-18). Mewujudkan kasih Kristus tidaklah mustahil karena kita hidup “dalam Dia” (2:5-6). Melalui Roh Kudus, kuasa dan cahaya Kristus akan bersinar dalam diri orang percaya, memenuhi mereka dengan kasih-Nya yang rela berkorban (ay. 8-10). —Monica Brands

Dalam aspek apa saja istilah kesesuaian menggambarkan dirimu? Bagaimana kamu dapat bertumbuh semakin konsisten dalam hidup kamu?

Tuhan Yesus, kuingin perkataanku sesuai dengan perbuatanku. Adakalanya aku gagal, tetapi aku rindu bertumbuh semakin konsisten setiap hari. Tolonglah aku agar setiap orang yang menyaksikan kehidupanku menjadi semakin rindu untuk mengenal-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 30-31; Kisah Para Rasul 13:26-52

Kata-kata Yang Melukai

Sabtu, 15 Juni 2019

Kata-kata Yang Melukai

Baca: 1 Samuel 1:1-8

1:1 Ada seorang laki-laki dari Ramataim-Zofim, dari pegunungan Efraim, namanya Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf, seorang Efraim.

1:2 Orang ini mempunyai dua isteri: yang seorang bernama Hana dan yang lain bernama Penina; Penina mempunyai anak, tetapi Hana tidak.

1:3 Orang itu dari tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo. Di sana yang menjadi imam TUHAN ialah kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas.

1:4 Pada hari Elkana mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina, isterinya, dan kepada semua anaknya yang laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian.

1:5 Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah menutup kandungannya.

1:6 Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup kandungannya.

1:7 Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan.

1:8 Lalu Elkana, suaminya, berkata kepadanya: “Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?”

Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan. —Amsal 12:18

Kata-kata Yang Melukai

“Tulang belulang,” ejek seorang anak. “Kerempeng,” yang lain menimpali. Saya bisa saja membalas mereka dengan mengatakan bahwa kata-kata tidak akan bisa menyakiti saya. Namun, walaupun waktu itu saya masih kecil, saya tahu itu tidak benar. Kata-kata kasar yang dilontarkan dengan seenaknya memang menyakitkan—bahkan meninggalkan luka yang lebih dalam dan membekas lebih lama daripada rasa pedih akibat kekerasan fisik.

Hana mengalami sendiri bagaimana kata-kata kasar dapat begitu menyakitkan hati. Suaminya, Elkana, mencintainya, tetapi Hana tidak memiliki anak, sementara Penina, si istri kedua, memiliki banyak anak. Dalam budaya yang sering menilai wanita dari kesanggupannya memberi keturunan, Penina terus “menyakiti hati” Hana karena kemandulannya. Hana pun menangis dan tidak mau makan (1Sam. 1:6-7).

Meskipun bermaksud baik, Elkana menunjukkan respons yang kurang peka dengan bertanya, “Hana, mengapa engkau menangis? . . . Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?” (ay.8). Tanggapan Elkana tidak juga meringankan kepedihan hati Hana.

Seperti Hana, banyak dari kita pernah disakiti oleh kata-kata yang menyakitkan. Ada di antara kita yang menanggapi perasaan sakit hati itu dengan melontarkan kata-kata kasar yang juga menyakiti orang lain. Akan tetapi, kita semua boleh datang kepada Allah untuk memohon kekuatan dan pemulihan dari-Nya. Karena Allah sayang dan berbelaskasihan atas kita (Mzm. 27:5,12-14), Dia senang mengucapkan kata-kata yang penuh dengan kasih dan berkat kepada kita. —Alyson Kieda

WAWASAN
Latar belakang sejarah di balik 1 Samuel pasal 1 sangatlah penting untuk memahami kejadian-kejadian yang dicatat dalam kitab ini. Peristiwa 1 Samuel terjadi pada akhir masa hakim-hakim, tetapi belum memasuki zaman raja-raja. Menjembatani celah antara kedua zaman tersebut adalah Samuel, putra yang dilahirkan oleh Hana doa-doanya di kemah suci di Silo (1:9-20). Peran Samuel dalam masa peralihan dari hakim-hakim sampai raja-raja menjadikannya hakim yang terakhir sekaligus nabi yang pertama. Sebagai nabi, ia kelak bertanggungjawab mengurapi dua raja Israel yang pertama: Saul, raja yang dikehendaki rakyat (10:17-24); dan Daud, seseorang yang berkenan di hati Allah (13:14). —Bill Crowder

Kapan kamu pernah dilukai oleh kata-kata kasar? Bagaimana kamu mengatasinya? Adakah seseorang yang saat ini perlu mendengar kata-kata kamu yang penuh kasih?

Tuhan, terima kasih untuk pemulihan dan pengharapan dari-Mu! Tolonglah kami membawa luka hati kami kepada-Mu—dan selalu menjaga perkataan kami. Berilah kami hikmat dan kesabaran untuk berpikir sebelum berbicara.

Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 1-3; Kisah para rasul 2:1-21

Handlettering oleh Novia Jonatan

Kesadaran pada Situasi

Rabu, 3 April 2019

Kesadaran pada Situasi

Baca: Filipi 1:3-11

1:3 Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.

1:4 Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.

1:5 Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.

1:6 Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

1:7 Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil.

1:8 Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.

1:9 Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,

1:10 sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,

1:11 penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.

Inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian. —Filipi 1:9

Kesadaran pada Situasi

Kami sekeluarga pernah berada di kota Roma untuk liburan Natal. Belum pernah saya melihat suasana seramai itu. Saat kami berdesak-desakan menembus kerumunan orang untuk melihat-lihat tempat wisata seperti Vatikan dan Koloseum, berulang kali saya menekankan kepada anak-anak saya untuk memiliki “kesadaran pada situasi”—yaitu memperhatikan di mana mereka berada, siapa yang ada di sekitar mereka, dan apa yang sedang terjadi. Kita hidup di tengah dunia yang tidak lagi aman, baik di dalam maupun di luar negeri. Ketika anak-anak (dan juga orang dewasa) selalu sibuk dengan telepon genggam dan alat dengar, mereka tidak selalu menyadari situasi di sekeliling mereka.

Kesadaran pada situasi juga menjadi aspek doa Paulus untuk jemaat di Filipi, seperti yang tertulis dalam Filipi 1:9-11. Ia berdoa agar mereka semakin memiliki kearifan untuk mengenali siapa/apa/di mana situasi mereka. Namun, bukan demi keamanan diri Paulus berdoa demikian. Ia berdoa dengan maksud yang lebih besar, yaitu agar orang-orang pilihan Allah menjadi pengelola yang baik dari kasih Kristus yang telah mereka terima, sehingga mereka “memilih apa yang baik”, hidup “suci dan tak bercacat”, dan dipenuhi “dengan buah kebenaran” yang hanya dapat dihasilkan oleh Yesus Kristus.

Hidup semacam itu bersumber dari kesadaran tentang siapa Allah dalam hidup kita dan apa yang menyukakan hati-Nya (yaitu sikap kita yang semakin mengandalkan Dia sebagai Tuhan kita). Lebih dari itu, kita pun menyadari di mana kita dapat membagikan kelimpahan kasih-Nya, yaitu dalam situasi apa pun yang Tuhan izinkan kita alami. —John Blase

WAWASAN

Kota Filipi dinamai berdasarkan nama ayah Aleksander Agung, yaitu Filipus dari Makedonia. Ia merebut kota tersebut pada tahun 360 SM. Filipi merupakan kota utama di provinsi Makedonia, yang sekarang meliputi bagian utara dan tengah negara Yunani serta sebagian Albania. Filipi diperhitungkan sebagai wilayah koloni Romawi sehingga penduduknya memperoleh hak-hak warga negara Romawi.
Paulus pertama kali datang ke Filipi setelah mendapat penglihatan tentang seseorang yang berkata, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami.” Paulus pun menyimpulkan bahwa Allah menghendaki agar ia memberitakan Injil di sana, maka ia segera bersiap untuk berangkat (Kisah Para Rasul 16:9-10). Di luar gerbang kota, Paulus mengajar sekelompok perempuan yang berkumpul di tepi sungai. Di antara mereka terdapat Lidia. Wanita ini dianggap orang pertama yang dimenangkan Paulus di Eropa (ay.13-15). —Alyson Kieda

Bagaimana Anda dapat makin bersemangat membawa kasih Allah ke dalam berbagai situasi yang Anda hadapi?

Bapa, sadarkanlah kami agar kasih-Mu makin melimpah untuk kami bagikan.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 19–21; Lukas 7:31-50

Cahaya Terang

Jumat, 29 Maret 2019

Cahaya Terang

Baca: Filipi 2:12-18

2:12 Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,

2:13 karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.

2:14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,

2:15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,

2:16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.

2:17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.

2:18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.

Kamu adalah terang dunia. —Matius 5:14

Daily Quotes ODB

Di musim panas tahun 2015, rombongan tim misi dari gereja kami merasa iba melihat keadaan di Mathare, salah satu kawasan kumuh di Nairobi, Kenya. Kami mengunjungi sekolah dengan lantai tanah, dinding dari lembaran seng berkarat, dan bangku-bangku kayu. Namun, di tengah lingkungan yang sedemikian sederhana, ada satu orang yang terlihat sangat menonjol.

Nama wanita itu Brilliant, yang berarti Cemerlang. Sungguh nama yang sangat cocok untuknya. Sebagai guru di sekolah dasar itu, pembawaannya yang riang dan penuh semangat sangat cocok dengan misinya. Dengan baju berwarna-warni, penampilan dan keceriaannya dalam mengajar serta menyemangati anak-anak sangatlah menakjubkan.

Cahaya terang yang dibawa oleh Brilliant ke tengah lingkungannya menyerupai cara hidup yang patut dijalani oleh orang-orang Kristen di Filipi yang menerima surat Paulus pada abad pertama. Di tengah dunia yang haus rohani, orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus harus bersinar “seperti bintang-bintang di dunia” (flp. 2:15). Sampai sekarang pun, tugas kita masih sama. Cahaya terang dibutuhkan di mana-mana!

Sungguh kita terhibur saat menyadari bahwa melalui Dia “yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (ay.13), orang-orang percaya di dalam Yesus dapat bersinar seperti yang dikatakan Yesus tentang mereka yang menjadi pengikut-Nya. Kepada kita juga Dia berkata, “Kamu adalah terang dunia. . . . Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Mat. 5:14-16). —Arthur Jackson

Bagaimana cara kamu memancarkan terang Kristus kepada orang lain? Apa yang dapat kamu lakukan untuk membawa sukacita Kristus kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya?

Terangi dunia kamu dengan memantulkan terang Yesus.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 7-8; Lukas 5:1-16

Hidup dalam Kisah Allah

Sabtu, 23 Februari 2019

Hidup dalam Kisah Allah

Baca: Roma 13:8-14

13:8 Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.

13:9 Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!

13:10 Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.

13:11 Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya.

13:12 Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!

13:13 Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.

13:14 Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.

Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. —Roma 13:12

Hidup dalam Kisah Allah

Ernest Hemingway pernah ditanya apakah ia bisa menulis sebuah kisah yang menyentuh hanya dengan enam kata. Tanggapannya: “Dijual: Sepatu Bayi. Belum pernah dipakai.” Kisah Hemingway itu sangat luar biasa karena kita didorong untuk memikirkan isi ceritanya. Kita pun bertanya-tanya, apakah sang bayi itu sehat sehingga ia tidak memerlukan sepatu itu? Ataukah ada kematian yang tragis—suatu peristiwa yang memerlukan kehadiran kasih dan penghiburan dari Allah?

Kisah-kisah yang terbaik adalah cerita yang memicu imajinasi kita. Jadi, tidaklah mengejutkan apabila kisah terbaik sepanjang sejarah—kisah Allah—akan membangkitkan kreativitas kita. Kisah Allah memiliki alur cerita utama: Dia menciptakan segala sesuatu; kita (manusia) jatuh ke dalam dosa; Yesus datang ke dunia, lalu mati dan bangkit kembali untuk menyelamatkan kita dari dosa; sekarang kita menantikan kedatangan-Nya kembali dan pemulihan atas segala sesuatu.

Setelah mengetahui apa yang telah terjadi di masa silam dan apa yang menanti di masa depan, bagaimana seharusnya kita menjalani hidup saat ini? Jika Yesus sedang memulihkan seluruh ciptaan-Nya dari cengkeraman Iblis yang jahat, maka kita harus “menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang” (Rm. 13:12). Hal itu mencakup tindakan kita untuk berpaling dari dosa dengan kuasa Allah dan memilih untuk sungguh-sungguh mengasihi Dia dan sesama (ay.8-10).

Cara kita berjuang bersama Yesus dalam melawan kejahatan tergantung pada karunia kita masing-masing dan kebutuhan yang ada di sekitar kita. Pakailah imajinasi dan lihatlah sekelilingmu. Carilah mereka yang terluka dan menderita, kemudian jadilah saluran kasih, keadilan, dan penghiburan Allah, dengan taat mengikuti tuntunan-Nya. —Mike Wittmer

Bapa, datanglah kerajaan-Mu di bumi dan dalam hidupku.

Jalani peranmu dalam kisah Allah dengan taat mengikuti tuntunan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 7-8; Markus 4:21-41

Hidup dalam Terang

Minggu, 10 Februari 2019

Hidup dalam Terang

Baca: Mazmur 119:9-16, 97-105

119:9 Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.

119:10 Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu.

119:11 Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.

119:12 Terpujilah Engkau, ya TUHAN; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.

119:13 Dengan bibirku aku menceritakan segala hukum yang Kauucapkan.

119:14 Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta.

119:15 Aku hendak merenungkan titah-titah-Mu dan mengamat-amati jalan-jalan-Mu.

119:16 Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan.

119:97 Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.

119:98 Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku.

119:99 Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan.

119:100 Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu.

119:101 Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu.

119:102 Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku.

119:103 Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku.

119:105 Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.

Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. —Mazmur 119:105

Hidup dalam Terang

Saya dan seorang rekan pernah ditugaskan untuk melakukan perjalanan dinas ke suatu tempat sejauh 400 km. Malam telah larut ketika kami mulai berjalan pulang. Tubuh dan mata saya yang renta membuat saya kesulitan mengemudi di malam hari. Meski demikian, saya memilih giliran pertama untuk menyetir. Dengan tangan mencengkeram kemudi, mata saya pun memelototi jalan yang temaram. Saya bisa melihat jalanan dengan lebih jelas ketika mobil-mobil di belakang kami menyalakan lampu sorotnya. Betapa leganya saya ketika akhirnya tiba giliran teman saya untuk mengemudi. Saat itulah ia mendapati bahwa sejak tadi saya menyetir dengan lampu kabut, bukan lampu utama!

Mazmur 119 adalah mahakarya pemazmur yang tahu bahwa firman Allah merupakan sumber terang untuk kehidupan kita sehari-hari (ay.105). Namun, seberapa sering kita berada dalam situasi remang yang mengganggu seperti pengalaman saya tadi? Dengan susah payah kita berusaha melihat, bahkan kadang menyimpang dari jalur yang terbaik karena lupa menggunakan terang firman Allah. Mazmur 119 mendorong kita untuk tidak lupa “menyalakan lampu yang benar”. Apa yang terjadi ketika kita melakukannya? Kita akan mendapat hikmat untuk hidup suci (ay.9-11); kita menemukan motivasi dan semangat baru untuk menjauhi jalan kejahatan (ay.101-102). Ketika hidup dalam terang, kita pun menjiwai pujian sang pemazmur, “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari” (ay.97). —Arthur Jackson

Bapa, penuhi hatiku dengan firman-Mu agar aku memiliki terang yang kuperlukan untuk hari ini.

Berjalan dalam terang firman Allah membuat kamu tidak akan tersandung dalam kegelapan.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 8-10; Matius 25:31-46

Berbagi Segalanya

Rabu, 16 Januari 2019

Berbagi Segalanya

Baca: Rut 1:11-18

1:11 Tetapi Naomi berkata: “Pulanglah, anak-anakku, mengapakah kamu turut dengan aku? Bukankah tidak akan ada lagi anak laki-laki yang kulahirkan untuk dijadikan suamimu nanti?

1:12 Pulanglah, anak-anakku, pergilah, sebab sudah terlalu tua aku untuk bersuami. Seandainya pikirku: Ada harapan bagiku, dan sekalipun malam ini aku bersuami, bahkan sekalipun aku masih melahirkan anak laki-laki,

1:13 masakan kamu menanti sampai mereka dewasa? Masakan karena itu kamu harus menahan diri dan tidak bersuami? Janganlah kiranya demikian, anak-anakku, bukankah jauh lebih pahit yang aku alami dari pada kamu, sebab tangan TUHAN teracung terhadap aku?”

1:14 Menangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri, tetapi Rut tetap berpaut padanya.

1:15 Berkatalah Naomi: “Telah pulang iparmu kepada bangsanya dan kepada para allahnya; pulanglah mengikuti iparmu itu.”

1:16 Tetapi kata Rut: “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;

1:17 di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!”

1:18 Ketika Naomi melihat, bahwa Rut berkeras untuk ikut bersama-sama dengan dia, berhentilah ia berkata-kata kepadanya.

Bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku. —Rut 1:16

Berbagi Segalanya

“Aku tak mau berbagi!” jerit anak bungsu saya. Ia tidak rela melepaskan satu saja dari sekian banyak keping LEGO miliknya. Saya tidak habis pikir melihat sikapnya itu. Namun, sejujurnya, sikap kekanak-kanakan itu tak hanya dimiliki oleh anak-anak. Seberapa sering kita sebagai orang dewasa menunjukkan sikap keras kepala lewat keengganan kita untuk memberi dengan tulus dan murah hati kepada orang lain?

Sebagai pengikut Yesus, kita dipanggil untuk berbagi hidup satu sama lain. Rut telah melakukan itu kepada Naomi, mertuanya. Naomi adalah janda miskin yang hampir tak punya apa-apa untuk diberikan kepada Rut. Namun, Rut tetap mengabdikan hidupnya kepada sang ibu mertua, dengan bersumpah bahwa mereka akan selalu bersama dan dalam kematian pun mereka tidak akan terpisahkan. Ia berkata kepada Naomi, ”Bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku” (Rut 1:16). Dengan tulus dan murah hati, Rut berbagi hidup dengan mertuanya—ia menunjukkan cinta dan belas kasihnya.

Berbagi hidup seperti itu memang tidak mudah, tetapi ingatlah ada buah dari kemurahan hati. Rut berbagi hidup dengan Naomi, dan kemudian ia melahirkan seorang putra yang menjadi kakek dari Raja Daud. Yesus memberikan nyawa-Nya bagi kita, lalu Dia dimuliakan dan sekarang memerintah di sebelah kanan Allah Bapa di surga. Ketika kita saling berbagi, yakinlah bahwa kita akan mengalami hidup yang jauh lebih indah. —Peter Chin

Tuhan Yesus, kiranya hati-Mu yang penuh kasih terpancar saat kami berbagi hidup dengan sesama.

Membagikan kasih Allah dinyatakan lewat kerelaan memperhatikan sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 39-40; Matius 11