Posts

Pengaruh yang Lemah Lembut

Selasa, 30 Agustus 2016

Pengaruh yang Lemah Lembut

Baca: Kolose 3:12-17

3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.

3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. —Kolose 3:12

Pengaruh yang Lemah Lembut

Beberapa tahun sebelum menjadi presiden Amerika Serikat ke-26 (1901-1909), Theodore Roosevelt mendapat kabar bahwa putra sulungnya, Theodore Jr. (Ted), sedang sakit. Walaupun anaknya kembali pulih, penyebab dari penyakit Ted membuat Roosevelt terpukul. Dokter memberitahukan kepada Roosevelt bahwa dirinyalah penyebab sakitnya sang anak. Ted menderita “kelelahan mental” karena ditekan begitu keras oleh sang ayah untuk menjadi tipe “jagoan” yang tak bisa dicapai Roosevelt sendiri di masa kecilnya yang sakit-sakitan dahulu. Setelah mendengar hal itu, Roosevelt pun berjanji: “Mulai sekarang, aku takkan pernah lagi menekan Ted, baik secara jasmani maupun rohani.”

Sang ayah menepati janjinya. Sejak Kejadian itu, ia sangat berhati-hati dalam memperlakukan putranya. Kelak sang putra akan menjadi pahlawan yang dengan gagah berani memimpin penerjunan tentara sekutu di Pantai Utah dalam Perang Dunia II.

Allah telah mempercayakan kepada setiap dari kita kemampuan untuk mempengaruhi hidup orang lain. Kita memiliki tanggung jawab besar dalam setiap hubungan kita dengan sesama, tidak hanya kepada pasangan dan anak-anak kita, tetapi juga kepada teman, karyawan, dan pelanggan kita. Godaan untuk menekan mereka dengan keras, menuntut terlalu banyak, memaksakan diri untuk maju, atau mengakali cara-cara mencapai sukses dapat membuat kita tanpa sadar menyakiti orang lain. Karena itulah, pengikut Kristus dinasihati untuk bersabar dan saling bersikap lemah lembut (Kol. 3:12). Karena Yesus, Anak Allah, datang dalam kerendahan hati, bagaimana mungkin kita tidak bersikap sedemikian rupa kepada satu sama lain? —Randy Kilgore

Apakah yang kamu harapkan untuk orang-orang yang ada dalam hidupmu—di tempat kerja dan di rumah? Pikirkanlah pengaruh yang bisa kamu berikan kepada mereka. Bagaimana kamu bisa lebih mencerminkan karakter Yesus?

Yang Allah lakukan bagi kita sepatutnya kita lakukan juga bagi sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 129-131; 1 Korintus 11:1-16

Artikel Terkait:

Saat Aku Merasa Tidak Dicintai

Semua manusia haus akan perhatian, cinta dan kasih sayang. Tidak terkecuali dengan Kelty. Sejak kecil hingga SMA, Kelty sangat sering merasa tidak dicintai, terutama oleh mamanya. Hal ini membuat dia sering membandingkan mamanya dengan mama orang lain. Bagaimana kisah lengkapnya? Baca kesaksiannya di dalam artikel ini.

Hidup Terhormat

Jumat, 26 Agustus 2016

Hidup Terhormat

Baca: 1 Petrus 2:9-12

2:9 Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:

2:10 kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.

2:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.

2:12 Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.

Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri. —1 Petrus 2:9

Hidup Terhormat

Dalam pidato yang disiarkan secara luas, seorang pemimpin dan negarawan yang terpandang menarik perhatian warganya saat ia menyatakan bahwa banyak dari anggota parlemen (DPR) yang terhormat di negaranya ternyata bersikap kurang terhormat. Dengan menyebutkan keburukan-keburukan para anggota parlemen, seperti gaya hidup korupsi, sikap yang angkuh, ucapan yang tidak patut, ia mengecam dan mendesak mereka untuk memperbaiki diri. Tidak mengherankan, komentarnya itu tidak diterima baik oleh para anggota parlemen yang membalas dengan mengkritik balik kelakuan sang pemimpin itu.

Tidak setiap dari kita adalah pejabat atau pemimpin di jajaran pemerintahan, tetapi kita semua yang mengikut Kristus adalah “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (1Ptr. 2:9). Karena itu, Tuhan kita memanggil kita untuk memiliki gaya hidup yang menghormati-Nya.

Petrus, sang murid, memberikan beberapa nasihat praktis tentang bagaimana menjalani hidup yang terhorMat. Ia mendorong kita untuk “menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa” (ay.11). Meski tidak menggunakan kata terhormat, Petrus mengajak kita untuk memiliki tingkah laku yang berkenan pada Kristus.

Rasul Paulus menuliskan dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Flp. 4:8). Sungguh, semua itu adalah ciri-ciri dari perilaku yang menghormati Tuhan kita. —Lawrence Darmani

Tuhan, bila kami jujur, kami sadar betapa sering kami berperilaku kurang terhormat. Kami tahu kami sangat memerlukan Engkau. Dengan Roh-Mu, tolonglah kami untuk mengganti pikiran, perkataan, dan tindakan yang egois dengan hal-hal yang menyenangkan-Mu dan membawa orang kepada-Mu.

Kita menghormati nama Allah bila kita memanggil-Nya sebagai Bapa dan menjalani hidup layaknya anak-anak-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 119:89-176; 1 Korintus 8

Artikel Terkait:

Ketika Hubunganku Menentukan Identitasku

Hampir enam tahun lamanya Larissa membiarkan sebuah hubungan menentukan identitasnya. Dia merasa hidupnya tidak utuh tanpa seorang pria. Dia pun tak ragu menjalin hubungan dengan seorang yang tidak seiman. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Baca kesaksian selengkapnya di dalam artikel ini.

Warisan Kehidupan

Senin, 15 Agustus 2016

Warisan Kehidupan

Baca: Amsal 22:1-16

22:1 Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.

22:2 Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN.

22:3 Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.

22:4 Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.

22:5 Duri dan perangkap ada di jalan orang yang serong hatinya; siapa ingin memelihara diri menjauhi orang itu.

22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.

22:7 Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi.

22:8 Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan habis binasa.

22:9 Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin.

22:10 Usirlah si pencemooh, maka lenyaplah pertengkaran, dan akan berhentilah perbantahan dan cemooh.

22:11 Orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja.

22:12 Mata TUHAN menjaga pengetahuan, tetapi Ia membatalkan perkataan si pengkhianat.

22:13 Si pemalas berkata: “Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.”

22:14 Mulut perempuan jalang adalah lobang yang dalam; orang yang dimurkai TUHAN akan terperosok ke dalamnya.

22:15 Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya.

22:16 Orang yang menindas orang lemah untuk menguntungkan diri atau memberi hadiah kepada orang kaya, hanya merugikan diri saja.

Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar. —Amsal 22:1

Warisan Kehidupan

Ketika menginap di sebuah hotel di suatu kota kecil, saya melihat gereja di seberang jalan sedang mengadakan kebaktian. Gereja sudah begitu penuh tetapi masih ada sekerumunan orang dari muda sampai tua berdiri di luar gereja sampai ke trotoar. Setelah melihat sebuah mobil jenazah diparkir di pinggir jalan, barulah saya menyadari bahwa itu adalah kebaktian penghiburan. Melihat banyaknya orang di situ, saya mengira kebaktian tersebut diadakan untuk mengenang hidup dari seorang tokoh yang berjasa besar di daerah itu—mungkin seorang pengusaha kaya atau orang terkenal. Karena penasaran, saya bertanya kepada petugas hotel, “Banyak sekali orang yang datang ke kebaktian itu; pastilah yang meninggal itu orang terkenal di kota ini.”

“Bukan,” jawabnya. “Mendiang bukan orang kaya dan juga tidak terkenal, tetapi ia seorang pria yang sangat baik.”

Peristiwa itu mengingatkan saya tentang hikmat amsal yang mengatakan, “Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar” (Ams. 22:1). Ada baiknya kita memikirkan tentang warisan yang akan kita tinggalkan bagi keluarga, teman, dan sesama kita. Dari perspektif Allah, yang terpenting bukanlah riwayat hidup atau jumlah uang yang kita kumpulkan, melainkan hidup seperti apa yang telah kita lewati.

Ketika seorang teman meninggal dunia, putrinya menulis, “Dunia telah kehilangan seorang pria yang sangat baik, dan di dunia seperti ini, itu adalah kehilangan yang sangat besar!” Warisan semacam itulah yang sepatutnya kita usahakan untuk kemuliaan Allah. —Joe Stowell

Ya Tuhan, tolonglah aku untuk menjalani hidup yang berkenan kepada-Mu dan yang meninggikan nama-Mu.

Jalanilah hidup yang meninggalkan warisan untuk kemuliaan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 91-93; Roma 15:1-13

Artikel Terkait:

Jangan Berusaha Jadi “Orang Baik”!

“Aku bingung, padahal aku selalu berusaha menjadi anak Tuhan yang baik di mata keluarga dan orang lain. Tapi benar-benar berat menjadi orang baik,” keluh seorang teman. Pergumulan khas banyak anak muda. Pernah merasakan hal tersebut? Jika seorang rekan kita mengalami hal demikian, apa yang harus kita katakan?

Sepatu Kuda yang Salah

Minggu, 24 Juli 2016

Sepatu Kuda yang Salah

Baca: Mazmur 34:12-19

34:12 Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!

34:13 Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?

34:14 Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;

34:15 jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!

34:16 Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong;

34:17 wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.

34:18 Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.

34:19 TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.

Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat. —Mazmur 34:13-14

Sepatu Kuda yang Salah

Kekalahan pasukan Napoleon di Rusia 200 tahun lalu dikaitkan dengan kerasnya kondisi musim dingin di sana. Ternyata salah satu masalah spesifik yang ditemui adalah kuda-kuda yang dikerahkannya masih memakai sepatu untuk musim panas. Saat musim dingin tiba, kuda-kuda yang menarik kereta perbekalan itu mati terpeleset di atas jalan yang licin oleh es. Terputusnya perbekalan membuat pasukan Napoleon berkurang drastis dari 400.000 menjadi 10.000 tentara. Kekeliruan kecil yang membawa bencana besar!

Yakobus menjelaskan bagaimana ucapan yang sembrono dapat mengakibatkan kerusakan besar. Satu kata yang salah diucapkan dapat menghancurkan karier atau hidup seseorang. Begitu mematikannya lidah sehingga Yakobus menulis, “Tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan” (Yak. 3:8). Di zaman modern ini, masalahnya semakin meningkat karena kecerobohan dalam menulis e-mail atau pesan di media sosial dapat menimbulkan masalah besar. Pesan itu dapat tersebar luas dengan begitu cepat dan tidak selalu bisa ditarik kembali.

Raja Daud mengaitkan penghormatan kepada Tuhan dengan cara kita berkata-kata. Ia menulis, “Takut akan Tuhan akan kuajarkan kepadamu! . . . Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu” (Mzm. 34:12,14). Ia pun bertekad, “Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang”(Mzm. 39:2). Ya Tuhan, tolonglah kami berbuat demikian juga. —C. P. Hia

Apa yang diajarkan Yakobus 3:1-12 dan Amsal 18:1-8 tentang ucapan yang sembrono?

Perkataan kita dapat membangun atau justru menghancurkan orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 35-36; Kisah Para Rasul 25

Artikel Terkait:

Belajar Mengendalikan Lidah

Salah satu cara orang dapat melihat iman kita adalah dengan melihat tutur kata kita. Menyandang status Kristen tidak serta-merta membuat kita bisa bertutur kata dengan sempurna. Kita harus belajar mengendalikan lidah agar apa yang keluar dari mulut kita dapat memberkati orang lain. Bagaimana perspektif Alkitab mengenai hal ini?

Tak Terduga

Jumat, 15 Juli 2016

Tak Terduga

Baca: Matius 10:35-42

10:35 Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya,

10:36 dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.

10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.

10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

10:40 Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.

10:41 Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.

10:42 Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.”

Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. —Matius 10:39

Tak Terduga

Pada suatu siang yang terik di musim panas, dalam perjalanan ke wilayah selatan Amerika Serikat, saya dan istri berhenti sejenak untuk membeli es krim. Pada dinding di belakang kedai itu terpasang sebuah papan yang bertuliskan, “Dilarang Berseluncur Es”. Saya pun tertawa karena sama sekali tidak menduga akan melihat larangan itu di musim panas.

Terkadang suatu pernyataan yang tak terduga punya pengaruh yang luar biasa. Coba lihat kembali kalimat yang diucapkan Yesus ini: ”Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:39). Dalam Kerajaan Allah di mana Sang Raja juga adalah pelayan (Mrk. 10:45), kehilangan nyawa menjadi satu-satunya cara untuk memperolehnya. Itu pesan tidak terduga yang ditujukan bagi dunia yang mendorong manusia untuk meninggikan dan melindungi diri sendiri.

Namun apakah bentuk nyata dari “kehilangan nyawa”? Jawabannya dapat dirangkum dalam satu kata: Berkorban. Ketika kita berkorban, kita sedang menerapkan gaya hidup Yesus. Dengan berkorban, kita mengesampingkan keinginan dan kebutuhan kita sendiri dan lebih mengutamakan kebutuhan dan kesejahteraan orang lain.

Yesus tidak hanya mengajar tentang pengorbanan, tetapi Dia juga menerapkannya dengan mengorbankan diri-Nya bagi kita. Kematian-Nya di atas kayu salib merupakan perwujudan paling nyata dari hati Sang Raja yang berbuat sesuai dengan perkataan-Nya sendiri, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). —Bill Crowder

Bapa yang penuh kasih, ajarku memiliki hati seperti hati Kristus, agar aku lebih menghargai pengorbanan-Nya bagiku dan aku pun bersedia berkorban bagi orang lain.

Hidup berkorban tidak akan pernah membuat kita rugi. —Henry Liddon

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 13-15; Kisah Para Rasul 19:21-41

Artikel Terkait:

Bagaimana Jika Orang yang Kukasihi Tidak Diselamatkan?

Imanku tergoncang hebat saat harus kehilangan kedua pamanku. Mereka adalah orang yang sangat baik, namun mereka belum percaya kepada Kristus. Aku tahu itu berarti kami akan terpisah selama-lamanya. Aku mulai bertanya: Mengapa Allah membiarkan seorang yang begitu baik meninggal seperti ini?

Bahasa Kasih

Minggu, 10 Juli 2016

Bahasa Kasih

Baca: Yakobus 3:1-12

3:1 Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.

3:2 Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

3:3 Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

3:4 Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi.

3:5 Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar.

3:6 Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.

3:7 Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia,

3:8 tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.

3:9 Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah,

3:10 dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.

3:11 Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?

3:12 Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah. —Yakobus 3:9

Bahasa Kasih

Ketika nenek saya tiba di Meksiko sebagai misionaris, ia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa Spanyol. Suatu hari saat pergi ke pasar, ia menunjukkan daftar belanjaannya kepada seorang wanita yang membantunya. Ia berkata, “Daftar ini tertulis dalam dua lidah (lenguas).” Sebenarnya ia bermaksud mengatakan bahwa daftar itu ditulisnya dalam dua bahasa (idiomas). Penjual daging yang mendengar percakapan mereka mengira bahwa nenek ingin membeli dua buah lidah sapi. Lucunya, nenek tidak menyadari kesalahannya sampai ia tiba di rumah. Alhasil, ia membawa pulang lidah sapi yang tidak tahu harus ia apakan!

Dalam usaha mempelajari bahasa baru, pastilah kita pernah menemui kesalahan dan kegagalan. Demikian juga ketika kita mempelajari bahasa kasih dari Allah. Adakalanya ucapan kita masih bertentangan, karena di satu saat kita bisa memuji Tuhan tetapi di lain waktu kita mengucapkan hal-hal buruk tentang orang lain. Natur lama kita yang berdosa sangat bertentangan dengan hidup baru kita dalam Kristus. Perkataan yang keluar dari mulut kita menunjukkan betapa kita sangat memerlukan pertolongan Allah.

“Lidah” lama kita harus disingkirkan. Satu-satunya cara mempelajari bahasa kasih adalah dengan menempatkan Yesus sebagai Tuhan atas perkataan kita. Ketika Roh Kudus bekerja dalam diri kita, Dia memberikan pengendalian diri sehingga kita sanggup mengucapkan kata-kata yang menyenangkan Allah Bapa. Marilah kita serahkan setiap perkataan kita kepada-Nya! “Awasilah mulutku, ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku!” (Mzm. 141:3). —Keila Ochoa

Tuhan Yesus, kendalikanlah lidahku hari ini. Ampunilah perkataanku yang ceroboh, yang kuucapkan tanpa pikir panjang dan disulut oleh kemarahan. Kiranya kata-kataku memuliakan Engkau dan memberkati sesamaku.

Kiranya kata-kata yang kita ucapkan mengarahkan orang lain kepada Yesus.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 41-42; Kisah Para Rasul 16:22-40

Artikel Terkait:

Catatan Seorang Korban Bully

Pernahkah kamu di-bully atau mem-bully? Sobat kita Lau Jue Hua pernah mengalami keduanya. Yuk baca apa yang dipelajarinya dari pengalaman itu di dalam artikel ini.

Memperkuat Hati

Rabu, 6 Juli 2016

Memperkuat Hati

Baca: 1 Timotius 4:6-11

4:6 Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini.

4:7 Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.

4:8 Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.

4:9 Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya.

4:10 Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya.

4:11 Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu.

 

Sebab yang baik ialah, bahwa hati kamu diperkuat dengan kasih karunia. —Ibrani 13:9

Memperkuat Hati

Pusat kebugaran di lingkungan tempat saya berolahraga selama bertahun-tahun baru saja ditutup bulan lalu, sehingga saya harus bergabung dengan pusat kebugaran baru. Tempat sebelumnya itu memberikan kehangatan tersendiri, dengan fasilitas yang nyaman dan para pengunjung yang gemar bersosialisasi sambil berolahraga. Rasanya kami tak pernah sampai berkeringat. Sebaliknya, pusat kebugaran yang baru berisi fasilitas canggih dan dipenuhi dengan para pria dan wanita yang serius berolahraga dan sungguh-sungguh berupaya membentuk tubuh yang lebih sehat. Saya mengamati mereka berusaha keras dan bersusah payah melakukannya. Tubuh mereka terlihat kuat, tetapi saya tidak tahu apakah organ jantung di dalam tubuh mereka juga diperkuat.

Jantung adalah sebuah otot yang memampukan otot-otot lain untuk bekerja. Memang baik untuk membentuk dan mengencangkan otot-otot kita lainnya, tetapi yang paling penting adalah melakukan apa saja agar membuat jantung tetap kuat.

Begitu pula dengan hati rohani kita. Kita membentuk dan memperkuat hati kita dengan menerima kebenaran firman Tuhan yang menyatakan tentang kebaikan dan kasih karunia Allah. Menjaga hati rohani kita tetap kuat dan sehat haruslah menjadi prioritas pertama dan hal utama yang kita upayakan.

Paulus pun setuju: “Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang” (1Tim. 4:7-8). —David Roper

Kiranya aku hidup dari menikmati kebaikan-Mu setiap hari, ya Tuhan, supaya hatiku semakin diperkuat oleh Roh Kudus-Mu.

Latihan dari Allah bertujuan agar kita bertumbuh dalam iman.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 32-33; Kisah Para Rasul 14

Artikel Terkait:

5 Hal yang Menolongku Mengatasi Kebiasaan Menunda

Aku orang yang suka menunda. Ini adalah pergumulanku sejak lahir. Berikut ini ada lima strategi yang kugunakan hingga saat ini untuk melawan kebiasaan menunda.

Ulangi Perkataan Saya

Senin, 13 Juni 2016

Ulangi Perkataan Saya

Baca: Mazmur 141

141:1 Mazmur Daud. Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku, berilah telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu!

141:2 Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.

141:3 Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!

141:4 Jangan condongkan hatiku kepada yang jahat, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang fasik bersama-sama dengan orang-orang yang melakukan kejahatan; dan jangan aku mengecap sedap-sedapan mereka.

141:5 Biarlah orang benar memalu dan menghukum aku, itulah kasih; tetapi janganlah minyak orang fasik menghiasi kepalaku! Sungguh aku terus berdoa menentang kejahatan-kejahatan mereka.

141:6 Apabila mereka diserahkan kepada hakim-hakimnya, maka mereka akan mendengar, bahwa perkataan-perkataanku menyenangkan.

141:7 Seperti batu yang dibelah dan dihancurkan di tanah, demikianlah akan berhamburan tulang-tulang mereka di mulut dunia orang mati.

141:8 Tetapi kepada-Mulah, ya ALLAH, Tuhanku, mataku tertuju; pada-Mulah aku berlindung, jangan campakkan aku!

141:9 Lindungilah aku terhadap katupan jerat yang mereka pasang terhadap aku, dan dari perangkap orang-orang yang melakukan kejahatan.

141:10 Orang-orang fasik akan jatuh serentak ke dalam jala mereka, tetapi aku melangkah lalu.

Ya Tuhan, jagalah mulutku dan awasilah bibirku! —Mazmur 141:3 BIS

Ulangi Perkataan Saya

Ketika Rebecca berdiri di atas panggung untuk berbicara dalam sebuah konferensi, kalimat pertama yang diucapkannya melalui mikrofon bergema ke seluruh ruangan. Ia merasa kurang nyaman saat mendengar kembali ucapannya sendiri, tetapi ia harus menyesuaikan diri dengan kelemahan perangkat suara yang ada dan mencoba untuk tidak menghiraukan gema yang terdengar setiap kali ia mengucapkan sesuatu.

Bayangkan jika kita harus mendengar ulang setiap kata yang kita ucapkan! Alangkah indahnya kalau ucapan yang kita dengar kembali adalah kata-kata seperti “Aku mengasihimu” atau “Maafkan kesalahanku” atau “Terima kasih, Tuhan” atau “Aku mendoakanmu”. Akan tetapi, tidak semua kata-kata yang kita ucapkan seindah, selembut, atau sebaik itu. Bagaimana dengan kemarahan meluap-luap atau komentar merendahkan yang pernah kita ucapkan? Tentu tidak seorang pun ingin mendengar kata-kata yang amat kita sesalkan itu.

Seperti Daud sang pemazmur, kita rindu ucapan kita dikendalikan oleh Tuhan. Ia berdoa, “Ya Tuhan, jagalah mulutku dan awasilah bibirku.” (Mzm. 141:3 BIS). Syukurlah, Tuhan mau melakukannya. Dia dapat menolong kita untuk mengendalikan ucapan kita. Ia sanggup menjaga mulut dan bibir kita.

Sementara kita belajar untuk memperhatikan dengan cermat segala ucapan yang keluar dari mulut kita dan mendoakan perkataan yang hendak kita ucapkan, Tuhan akan mengajar kita dengan sabar dan memampukan kita untuk mempunyai pengendalian diri. Lebih dari semua itu, Dia mengampuni ketika kita gagal dan Dia senang ketika melihat kita mau bergantung kepada-Nya. —Anne Cetas

Cobalah mengingat-ingat perkataan yang baru-baru ini pernah kamu ucapkan tetapi yang kemudian kamu sesali. Mintalah kepada Tuhan agar Dia menolongmu untuk menjauhi kata-kata yang tidak pantas.

Penguasaan lidah adalah bagian dari pengendalian diri.

Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 6-8; Yohanes 21

Artikel Terkait:

5 Tips Menghentikan Kebiasaan Bergosip

Bergosip mungkin adalah hal yang sangat menyenangkan bagi kita. Namun, tentunya kita tahu bahwa kebiasaan bergosip ini tidaklah baik. Masalahnya kadang kita sulit untuk melepaskan kebiasaan buruk ini. Gracea membagikan 5 tips yang telah menolongnya untuk menghentikan kebiasan bergosip. Yuk temukan 5 tips tersebut dalam artikel ini.

Meneruskan Pancaran Terang

Senin, 2 Mei 2016

Meneruskan Pancaran Terang

Baca: Matius 5:13-16

5:13 “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.

5:14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.

5:15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.

5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”

Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang. —Matius 5:16

Meneruskan Pancaran Terang

Seorang gadis kecil merasa penasaran dengan rupa orang kudus. Suatu hari mamanya membawanya ke sebuah katedral megah untuk melihat-lihat jendela-jendela kaca patri yang indah dan dihiasi dengan kisah-kisah Alkitab. Ketika melihat indahnya semua jendela itu, gadis kecil itu berseru dengan lantang, “Sekarang aku tahu seperti apakah rupa orang kudus itu. Mereka adalah orang-orang yang meneruskan pancaran terang!”

Mungkin ada dari kita yang berpikir bahwa orang-orang kudus adalah mereka yang pada zaman dahulu hidup dengan sempurna dan melakukan berbagai mukjizat seperti yang telah Yesus perbuat. Namun ketika Alkitab menggunakan kata “orang-orang kudus”, sesungguhnya hal itu mengacu kepada siapa saja yang menjadi milik Allah melalui iman kepada Kristus. Dengan kata lain, orang kudus merupakan manusia biasa seperti kita yang dipanggil khusus untuk melayani Allah dan mencerminkan relasi kita dengan-Nya di mana pun kita berada dan apa pun yang kita kerjakan. Itulah alasan Rasul Paulus berdoa agar mata hati dan pemahaman para pembacanya dibukakan, agar mereka dapat menghayati keberadaan mereka sebagai harta mulia milik Kristus dan orang-orang kudus kepunyaan Allah (Ef. 1:18).

Jadi, apakah yang sebenarnya kita lihat ketika melihat cermin? Mungkin kita tidak terlihat seperti gambaran orang kudus di jendela-jendela kaca patri. Namun jika kita bersedia menjawab panggilan Allah, lambat laun kita akan menjadi orang yang meneruskan pancaran kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kebaikan, kelemahlembutan, kesetiaan, dan penguasaan diri yang berasal dari Allah. —Keila Ochoa

Ya Tuhan, Engkaulah terang dunia. Terima kasih karena Engkau telah bersedia memancarkan terang itu dalam hidup kami. Bersihkan aku pada hari ini ya Tuhan, sehingga aku dapat terus meneruskan pancaran terang-Mu.

Orang-orang kudus adalah siapa saja yang hidupnya meneruskan pancaran terang Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 12-13; Lukas 22:1-20