Posts

Berkelip-kelip

Sabtu, 6 Oktober 2018

Berkelip-kelip

Baca: Filipi 2:14-16

2:14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,

2:15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,

2:16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.

[Bercahayalah] di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan. —Filipi 2:15-16

Berkelip-kelip

“Twinkle, Twinkle, Little Star” adalah lagu pengantar tidur berbahasa lnggris yang terkenal. Liriknya yang berasal dari puisi karya Jane Taylor mengungkapkan keajaiban alam semesta ciptaan Allah dengan bintang-bintang yang tergantung “tinggi di langit”. Bait berikutnya yang jarang dinyanyikan menyatakan bahwa bintang-bintang itu memberikan panduan: “Kerlipmu yang terang menyinari jalan pengembara dalam gelapnya malam.”

Dalam suratnya, Paulus menantang jemaat di Filipi untuk hidup benar dan suci sehingga mereka “bercahaya . . . seperti bintang-bintang di dunia” ketika memberitakan kabar baik kepada orang-orang di sekitar mereka (2:15-16). Mungkin kita bingung bagaimana kita dapat bercahaya seperti bintang. Kita sering merasa tak layak dan tidak yakin apakah “cahaya” kita cukup memberikan pengaruh. Namun, bintang hanya perlu memancarkan terang. Terang mengubah dunia kita, dan juga mengubah kita. Allah menciptakan terang ke dalam dunia kita (Kej. 1:3); dan melalui Yesus, Allah membawa terang rohani ke dalam hidup kita (Yoh. 1:1-4).

Kita yang memiliki terang Allah dalam diri kita harus bercahaya sedemikian rupa sehingga orang-orang di sekitar kita melihat cahaya itu dan tertarik untuk mengenal sumbernya. Seperti bintang-bintang yang tergantung di langit malam, terang kita memberikan pengaruh karena natur dari terang itu sendiri: ia bercahaya! Saat kita bersinar, kita mengikuti perintah Paulus untuk “berpegang pada firman kehidupan” di tengah dunia yang kelam, dan kita menarik orang lain untuk datang kepada sumber pengharapan kita: Tuhan Yesus Kristus. —Elisa Morgan

Allah yang baik, kiranya sinar-Mu terpancar dari kerapuhan diri kami di saat kami terus memegang firman kehidupan dan dan memberitakannya kepada sesama.

Yesus membawa terang ke dalam hidup kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 26-27; Filipi 2

Ada Wi-Fi?

Rabu, 12 September 2018

Ada Wi-Fi?

Baca: Amsal 15:9-21

15:9 Jalan orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi siapa mengejar kebenaran, dikasihi-Nya.

15:10 Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar, dan siapa benci kepada teguran akan mati.

15:11 Dunia orang mati dan kebinasaan terbuka di hadapan TUHAN, lebih-lebih hati anak manusia!

15:12 Si pencemooh tidak suka ditegur orang; ia tidak mau pergi kepada orang bijak.

15:13 Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat.

15:14 Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan.

15:15 Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta.

15:16 Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan.

15:17 Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian.

15:18 Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan.

15:19 Jalan si pemalas seperti pagar duri, tetapi jalan orang jujur adalah rata.

15:20 Anak yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya.

15:21 Kebodohan adalah kesukaan bagi yang tidak berakal budi, tetapi orang yang pandai berjalan lurus.

Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan. —Amsal 15:14

Ada Wi-Fi?

Ketika saya sedang mempersiapkan perjalanan misi bersama sejumlah anak muda, pertanyaan yang paling sering diajukan adalah, “Apakah di sana ada Wi-Fi?” Saya meyakinkan mereka bahwa ada Wi-Fi di sana. Bayangkanlah seperti apa keluh kesah mereka ketika pada suatu malam Wi-Fi itu mati!

Banyak dari kita menjadi cemas ketika harus terpisah dari ponsel kita. Dan ketika tangan kita memegang ponsel, perhatian kita pun tidak bisa lepas dari layar ponsel itu.

Seperti banyak hal lainnya, internet dan segala sesuatu yang bisa kita akses dengannya dapat menjadi gangguan atau sebaliknya menjadi berkat, tergantung pada cara kita memperlakukannya. Dalam kitab Amsal, kita membaca, “Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan” (15:14).

Untuk menerapkan hikmat Alkitab tersebut dalam hidup ini, kita dapat bertanya kepada diri sendiri: Apakah kita terus-menerus terdesak untuk mengecek akun media sosial kita sepanjang hari? Apakah sikap kita memberikan petunjuk tentang apa yang sebenarnya didambakan hati kita? Lalu, apakah hal-hal yang kita baca atau tonton di dunia maya mendorong kita untuk hidup lebih bijak (ay.16-21) ataukah kita lebih suka menikmati sampah, yakni gosip, fitnah, materialisme, atau percabulan?

Di saat kita berserah pada karya Roh Kudus, kita dapat memenuhi pikiran kita dengan semua “yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik” (Flp. 4:8 bis). Dengan hikmat Allah, kita dapat membuat pilihan-pilihan baik yang memuliakan-Nya. —Poh Fang Chia

Allah, tolong aku untuk menggunakan waktuku dengan baik dan mengisi pikiranku dengan hal-hal yang suci.

Apa yang diserap pikiran kita akan membentuk jiwa kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 13-15; 2 Korintus 5

Bau Harum dari Kristus

Minggu, 9 September 2018

Bau Harum dari Kristus

Baca: 2 Korintus 2:14-17

2:14 Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana.

2:15 Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa.

2:16 Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?

2:17 Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.

Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. —2 Korintus 2:15

Bau Harum dari Kristus

Dalam kondisi kepanasan dan lusuh, Bob turun dari bus yang ditumpanginya untuk tiba di kota yang jauh dari rumahnya. Ia begitu kelelahan karena perjalanan panjang itu sekaligus bersyukur karena akan menikmati makan malam bersama para sahabat yang tinggal di daerah itu. Bob disambut dengan hangat dan ia pun langsung merasakan damai. Ia merasa disambut sebagai keluarga—nyaman, aman, dan dihargai.

Beberapa waktu kemudian, saat bertanya-tanya mengapa ia merasa begitu damai di tempat yang asing baginya itu, Bob menemukan jawabannya dalam surat 2 Korintus. Di sana, Rasul Paulus menggambarkan para pengikut Allah sebagai orang-orang yang mempunyai “bau yang harum dari Kristus”. “Itu dia!” kata Bob pada dirinya sendiri. Orang-orang yang telah menyambutnya itu memiliki “bau yang harum” dari Kristus.

Ketika mengatakan bahwa Allah memimpin umat-Nya di “jalan kemenangan” dalam Kristus dengan menyebarkan bau harum dari kebenaran-Nya, Paulus mengacu pada suatu tradisi pada zaman kuno. Pasukan yang telah meraih kemenangan akan membakar dupa sembari berbaris di jalanan. Bagi para pendukung mereka, bau dupa yang wangi itu membawa sukacita. Demikian juga, kata Paulus, umat Allah memiliki bau yang harum bagi orang-orang yang percaya. Itu bukanlah aroma yang kita ciptakan sendiri, tetapi sesuatu yang Allah berikan ketika Dia memimpin kita menyebarkan pengenalan tentang diri-Nya.

Bob adalah ayah saya, dan perjalanannya ke kota yang jauh itu sudah terjadi lebih dari 40 tahun lalu. Namun, ia tidak pernah melupakannya. Ia sangat senang bercerita tentang sahabat-sahabatnya di sana—orang-orang yang berbau harum dari Kristus. —Amy Peterson

Bapa Surgawi, terima kasih Engkau sudah membawa umat-Mu pada kemenangan dan menyebarkan bau harum dari kebenaran-Mu melalui diri kami.

Siapa orang yang berbau harum dari Kristus bagi kamu?

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 6-7; 2 Korintus 2

Senyum Seorang Pria

Sabtu, 11 Agustus 2018

Senyum Seorang Pria

Baca: Kolose 3:18-23

3:18 Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.

3:19 Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.

3:20 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.

3:21 Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.

3:22 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan.

3:23 Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. —Kolose 3:23

Senyum Seorang Pria

Pergi ke supermarket bukanlah suatu aktivitas yang saya sukai. Bagi saya, itu salah satu bagian paling menjemukan dalam hidup ini—sesuatu yang mau tidak mau harus dilakukan.

Namun, ada satu bagian dari aktivitas itu yang secara tak sengaja saya nanti-nantikan, yakni membayar di jalur seorang kasir bernama Fred. Fred dapat membuat proses pembayaran menjadi sebuah pertunjukan. Ia bekerja luar biasa cepat, selalu tersenyum lebar, bahkan menari (dan kadang-kadang menyanyi!) sembari berakrobat dengan melempar barang-barang belanjaan (yang tahan pecah) masuk ke dalam kantong plastik. Jelas terlihat bahwa Fred sangat menikmati pekerjaan yang bisa jadi dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang paling membosankan. Walau hanya sebentar, keceriaannya dapat mencerahkan hati orang-orang yang membayar di jalur kasirnya.

Saya sangat menghargai dan mengagumi cara Fred melakukan pekerjaannya. Sikapnya yang ceria, kerelaannya untuk melayani, dan perhatiannya terhadap hal-hal detail sungguh selaras dengan deskripsi Rasul Paulus dalam Kolose 3:23 tentang cara bekerja yang sepatutnya kita miliki, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”

Ketika kita bersekutu dengan Yesus, pekerjaan apa pun yang kita lakukan memberi kita kesempatan untuk memancarkan kehadiran-Nya dalam kehidupan kita. Tidak ada tugas yang terlalu kecil . . . atau terlalu besar! Menunaikan tanggung jawab kita—apa pun itu—dengan penuh sukacita, kreativitas, dan kesungguhan menjadi kesempatan kita untuk mempengaruhi orang-orang di sekitar kita. —Adam Holz

Tuhan, tolonglah aku untuk menunaikan tanggung jawabku hari ini dengan kasih, semangat, dan sukacita, karena sikapku dapat mempengaruhi orang lain dengan cara-cara yang tidak selalu kusadari.

Cara terbaik untuk melakukan pekerjaan yang memuaskan hati adalah dengan melakukannya bagi Tuhan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 81-83; Roma 11:19-36

Mempergunakan Waktu

Kamis, 21 Juni 2018

Mempergunakan Waktu

Baca: Mazmur 90:9-17

90:9 Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh.

90:10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.

90:11 Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu?

90:12 Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.

90:13 Kembalilah, ya TUHAN—berapa lama lagi? —dan sayangilah hamba-hamba-Mu!

90:14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami.

90:15 Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka.

90:16 Biarlah kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-Mu kepada anak-anak mereka.

90:17 Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.

Pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. —Efesus 5:16

Mempergunakan Waktu

“Orang Barat punya jam. Orang Afrika punya waktu.” Demikianlah peribahasa Afrika yang dikutip Os Guinness dalam bukunya Impossible People. Perkataan itu membuat saya merenungkan saat-saat ketika saya menanggapi permintaan seseorang dengan jawaban, “Maaf, aku tak punya waktu.” Saya terpikir tentang bagaimana saya ditindas oleh hal-hal yang terasa mendesak dan bagaimana jadwal serta tenggat mendominasi hidup saya.

Musa berdoa dalam Mazmur 90, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay.12). Dan Paulus menulis, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5:15-16).

Saya pikir, Paulus dan Musa tentu setuju bahwa mempergunakan waktu yang ada secara bijak bukanlah soal mengatur jadwal dengan bermacam-macam kegiatan. Keadaan bisa saja mengharuskan kita untuk mempunyai jadwal yang padat—atau sebaliknya, kita mungkin didorong untuk menyisihkan lebih banyak waktu bagi seseorang.

Kita hanya punya waktu sesaat saja untuk mempengaruhi dunia ini bagi Kristus dan kita perlu memaksimalkan kesempatan itu. Hal itu mungkin berarti kita perlu mengesampingkan jadwal atau rencana kita untuk sementara waktu dan menunjukkan belas kasihan Kristus kepada orang-orang yang dibawa-Nya masuk dalam hidup kita.

Kita mempengaruhi zaman ini dengan dampak yang kekal ketika kita mengisi waktu yang ada dengan kekuatan dan anugerah dari Kristus yang hidup selama-lamanya. —Bill Crowder

Ya Bapa, Engkau telah memberi kami waktu yang kami butuhkan untuk menggenapi apa yang Engkau kehendaki untuk kami lakukan. Kiranya kami mempergunakan waktu yang ada itu dengan cara-cara yang memuliakan-Mu.

Manajemen waktu bukanlah soal mengisi jadwal, tetapi soal mempergunakan waktu yang kita miliki dengan sebaik-baiknya.

Bacaan Alkitab Setahun: Ester 3-5; Kisah Para Rasul 5:22-42

Artikel Terkait:

Pegangan Kita Setiap Waktu

Sang Tabib Agung

Selasa, 20 Februari 2018

Sang Tabib Agung

Baca: Matius 4:23-5:12

4:23 Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu.

4:24 Maka tersiarlah berita tentang Dia di seluruh Siria dan dibawalah kepada-Nya semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita pelbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan, yang sakit ayan dan yang lumpuh, lalu Yesus menyembuhkan mereka.

4:25 Maka orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Mereka datang dari Galilea dan dari Dekapolis, dari Yerusalem dan dari Yudea dan dari seberang Yordan.

5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.

5:2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:

5:3 “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.”

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. —Yohanes 15:4

Sang Tabib Agung

Ketika Dr. Rishi Manchanda bertanya kepada pasien-pasiennya, “Di mana Anda tinggal?”, ia tidak sekadar menanyakan alamat. Ia telah melihat sebuah pola. Pasien-pasien yang ditolongnya pada umumnya tinggal di lingkungan yang bermasalah. Jamur, hama, dan racun membuat mereka sakit. Dr. Manchanda lalu menjadi pendukung dari sebuah pelayanan medis yang bernama Upstream Doctors. Selain memberikan perawatan medis yang mendesak, para petugas layanan kesehatan itu bekerja sama dengan para pasien dan komunitas mereka untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tercapainya kesehatan yang lebih baik.

Ketika Yesus menyembuhkan orang-orang yang datang kepada-Nya (Mat. 4:23-24), Dia membuka mata mereka untuk melihat lebih jauh dari sekadar kesembuhan fisik dan materi yang mereka cari. Dalam Khotbah di Bukit, Yesus memberikan sesuatu yang melebihi mukjizat secara medis (5:1-12). Tujuh kali Yesus menyebut tentang sikap hati dan pikiran yang mencerminkan suatu kesehatan yang dimulai dengan memiliki pandangan dan janji yang baru tentang kesehatan rohani (ay.3-9). Dua kali Dia menyebutkan bahwa mereka yang mengalami penganiayaan, tetapi yang tetap berharap kepada-Nya dan tinggal di dalam Dia, adalah orang-orang yang berbahagia (ay.10-12).

Perkataan Yesus membuat saya bertanya-tanya. Di manakah saya tinggal? Seberapa sadarkah saya bahwa kebutuhan saya akan kesehatan rohani lebih besar daripada kesembuhan fisik dan pemulihan materi yang saya cari? Dalam kerinduan saya untuk menerima mukjizat, apakah saya rindu menjadi orang yang miskin, berduka, lapar, berbelaskasihan, cinta damai—mereka yang disebut Yesus berbahagia? —Mart DeHaan

Bapa di surga, memang sulit untuk melihat hal-hal lain ketika kami menderita. Izinkan kami mengalami belas kasihan-Mu sekarang. Arahkan mata kami untuk tidak hanya melihat kebutuhan kami sendiri. Kiranya kami memiliki pandangan yang baru dan pemulihan kesehatan rohani dalam Kristus, Pemelihara dan Penyembuh kami.

Ketika kita tinggal di dalam Allah, Dia menjadi satu-satunya pengharapan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 26-27; Markus 2

Mempengaruhi Hidup

Sabtu, 3 Februari 2018

Mempengaruhi Hidup

Baca: Amsal 15:4; 16:24; 18:21

15:4 Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati.

16:24 Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.

18:21 Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.

Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang. —Amsal 16:24

Mempengaruhi Hidup

Adakalanya hidup kita dapat berubah dalam sekejap oleh kuatnya pengaruh yang diberikan orang lain. Bruce Springsteen, legenda musik rock ‘n‘ roll, meyakini bahwa karya para musisilah yang telah menolongnya melewati masa kanak-kanak yang keras dan menang atas depresi. Ia berkata, “Anda dapat mengubah hidup seseorang dalam tiga menit dengan lagu yang tepat,” dan ia mengalami sendiri kebenaran ucapan itu.

Seperti lagu yang berpengaruh, perkataan yang diucapkan dengan cermat juga dapat memberikan pengharapan kepada kita, bahkan mengubah perjalanan hidup kita. Saya yakin banyak dari kita dapat mengingat percakapan-percakapan yang mempengaruhi hidup kita selamanya. Bisa jadi itu berupa perkataan seorang guru yang mengubah cara kita memandang dunia, dorongan yang memulihkan keyakinan kita, atau perkataan lembut dari seorang teman yang telah menghibur kita dalam masa-masa yang sulit.

Mungkin itulah alasan kitab Amsal berulang-ulang menekankan tanggung jawab kita untuk menjaga perkataan dan memakainya dengan bijak. Alkitab tidak pernah memperlakukan ucapan sebagai hal yang remeh. Sebaliknya, kita diajarkan bahwa ucapan kita mempengaruhi hidup dan mati seseorang (18:21). Sepenggal perkataan kita dapat merusak semangat, atau justru menguatkan dan menyemangati seseorang (15:4).

Tidak semua orang mampu menciptakan musik yang berpengaruh. Namun, setiap dari kita dapat memohon hikmat dari Allah untuk melayani sesama melalui perkataan kita (Mzm. 141:3). Lewat sepenggal perkataan yang kita ucapkan dengan cermat, Allah dapat memakai kita untuk mengubah hidup seseorang. —Monica Brands

Tuhan, tolonglah kami agar tidak meremehkan pengaruh dari perkataan kami. Kiranya kami bijak memakai kata-kata untuk memulihkan dan menguatkan sesama serta mengarahkan mereka pada pengharapan yang sejati di dalam Engkau.

Allah telah memberi kita kuasa untuk mempengaruhi hidup orang lain melalui perkataan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 31-33; Matius 22:1-22

Menang Berargumen

Sabtu, 27 Januari 2018

Menang Berargumen

Baca: Pengkotbah 4:17–5:6

4:17 Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.

5:1 Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.

5:2 Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.

5:3 Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu.

5:4 Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya.

5:5 Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu?

5:6 Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah.

Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah. —Pengkhotbah 5:1

Menang Berargumen

Suatu hari dalam kelas filsafat di sebuah universitas, seorang mahasiswa memberikan komentar yang lumayan kasar terhadap pandangan-pandangan dosennya. Mahasiswa-mahasiswa lain di kelas itu terkejut ketika sang dosen hanya mengucapkan terima kasih dan melanjutkan dengan membahas komentar berikutnya. Ketika ditanya mengapa ia tidak menanggapi mahasiswa yang agresif itu, dosen itu berkata, “Saya sedang melatih diri untuk tidak perlu menang berargumen.”

Pengajar itu mengasihi dan menghormati Allah, dan ia ingin menunjukkan sikap rendah hati di hadapan orang lain sebagai wujud dari kasihnya kepada Allah. Kata-katanya mengingatkan saya pada seorang pengajar lain dari zaman lampau—sang penulis kitab Pengkhotbah. Meskipun tidak sedang membahas cara menghadapi orang yang marah, ia mengatakan bahwa ketika hendak beribadah kepada Tuhan, kita harus menjaga langkah kita dan “menghampiri untuk mendengar” daripada terburu-buru dengan mulut kita dan hati kita terlalu cepat mengeluarkan perkataan. Dengan demikian, kita mengakui bahwa Allah adalah Tuhan dan kita adalah manusia ciptaan-Nya (Pkh. 4:17–5:1).

Bagaimana cara Anda menghampiri Allah? Jika Anda merasa bahwa sikap Anda masih perlu dibenahi, cobalah meluangkan waktu untuk memikirkan tentang keagungan dan kebesaran Tuhan. Saat kita merenungkan hikmat, kuasa, dan kehadiran-Nya yang tidak pernah berakhir, kita akan dibuat kagum oleh kasih-Nya yang melimpah ruah bagi kita. Dengan sikap rendah hati di hadapan Allah seperti itu, keinginan untuk menang berargumen pun sirna. —Amy Boucher Pye

Ya Tuhan Allah, aku ingin menghormati-Mu dan sekarang aku bersujud di hadapan-Mu dalam keheningan. Ajarilah aku berdoa dan mendengarkan-Mu.

Kita menghormati Allah dengan menjaga ucapan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 16–18; Matius 18:1-20

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Claudia Rachel

Artikel Terkait:

Bebas dari Kebiasaan Buruk

Menumbuhkan Sikap Bersyukur

Rabu, 17 Januari 2018

Menumbuhkan Sikap Bersyukur

Baca: Roma 11:33-36

11:33 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!

11:34 Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?

11:35 Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya?

11:36 Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!

Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. —Roma 11:36

Menumbuhkan Sikap Bersyukur

Apakah Anda ingin makin memiliki sikap hati yang bersyukur? George Herbert, penyair Inggris dari abad ke-17, mendorong para pembacanya untuk mencapai tujuan itu melalui puisinya “Gratefulness” (Ucapan Syukur): “Walau begitu banyak yang telah Engkau berikan padaku, berilah satu hal lagi: hati yang bersyukur.”

Herbert menyadari bahwa satu-satunya hal yang ia perlukan agar dapat bersyukur hanyalah kesadaran akan berkat-berkat Allah yang telah diterimanya.

Roma 11:36 menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah sumber segala berkat: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia.” “Segala sesuatu” mencakup semua pemberian, baik pemberian yang luar biasa maupun yang biasa kita terima dalam hidup kita sehari-hari. Setiap hal yang kita terima dalam hidup ini berasal langsung dari Bapa Surgawi (Yak. 1:17), dan Allah rela memberikan semua itu karena kasih-Nya kepada kita.

Untuk menumbuhkan kesadaran saya akan berkat-berkat Allah di dalam hidup saya, saya belajar untuk mengembangkan sikap hati yang menyadari sumber dari seluruh sukacita yang saya alami setiap hari, khususnya berkat-berkat yang sering saya pandang enteng atau yang saya anggap biasa-biasa saja. Berkat-berkat seperti itu termasuk, misalnya, cuaca yang cerah untuk lari pagi, pertemuan yang santai dengan teman-teman, persediaan makanan yang cukup untuk keluarga saya, keindahan alam yang terlihat dari jendela rumah, bahkan hingga aroma kopi yang baru diseduh.

Apa saja berkat yang telah dilimpahkan Allah bagi Anda? Buka mata Anda untuk melihat berkat-berkat tersebut dan Anda akan dimampukan untuk menumbuhkan sikap hati yang bersyukur. —lisa samra

Sediakan waktu beberapa menit untuk bersyukur kepada Allah atas apa pun yang muncul di benak Anda saat ini. Cobalah melakukan hal itu sepanjang hari ini.

Ketika Anda memikirkan segala hal yang baik, bersyukurlah kepada Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 41–42; Matius 12:1-23

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Grace Syiariel