Posts

Hidup untuk Rumah Kita yang Sejati

Hari ke-19 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 3:20–4:1

3:20 Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat,

3:21 yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.

4:1 Karena itu, saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!

Beberapa bulan lalu, aku membaca surat Filipi sampai selesai beberapa kali. Ada sebuah pesan yang menarik perhatianku. Paulus berulang kali mengingatkan bahwa kita diciptakan untuk kehidupan yang lain dan jangan sampai kita terperangkap dalam cara hidup dunia ini. Pesan tersebut tampak jelas dalam nas hari ini.

Lalu, bila kita ditentukan untuk sebuah kehidupan yang lain, bagaimana kita harus menjalani hidup? Paulus memberikan gambaran menarik.

Pertama, Paulus mengingatkan bahwa karena kewarganegaraan kita berada di surga, kita harus menganut nilai hidup yang berbeda. Sebelumnya, ia telah mengatakan bahwa kita tidak dihakimi berdasarkan perbuatan manusia, melainkan hanya berdasarkan Kristus dan karya-Nya di kayu salib bagi kita (3:3-9). Karena itu, kita tak lagi terbeban oleh masa lalu, tetapi mampu meraih apa yang ada di depan—garis akhir setelah menyelesaikan pertandingan iman dengan baik, dan bersatu dengan Dia suatu hari nanti (ayat 13-14).

Selanjutnya, Paulus juga mengatakan bahwa tubuh kita saat ini akan diubahkan menjadi tubuh kebangkitan yang mulia seperti Yesus (ayat 21). Tubuh duniawi kita bisa terserang penyakit, nyeri, dan terluka. Namun, mengingat bahwa Yesus telah mengalahkan maut, kita memiliki pengharapan bahwa kelak tubuh kita akan dikuduskan dan tak lagi menanggung dampak dosa (Filipi 3:18-29). Seperti Yesus mengalahkan kejahatan dan kerusakan dunia ini, demikian pula Dia akan memusnahkan segala yang buruk dalam diri kita.

Bagaimana kita bisa yakin akan hal itu? Paulus mengatakan bahwa Kristus akan mengubah tubuh jasmani kita menjadi tubuh kemuliaan dengan kuasa yang sama yang dipakai-Nya untuk menaklukkan segala sesuatu. Hidup dengan pola pikir surgawi berarti kita tidak membiarkan diri kita dikendalikan oleh cara pandang dan hawa nafsu dunia yang bobrok dan penuh keegoisan ini (Filipi 3:19). Sebaliknya, kita dapat berdiri dengan teguh dalam Tuhan (4:1) karena tahu bahwa Dia mengaruniakan kehendak untuk hidup kudus dan berkenan kepada-Nya (2:13).

Pesan itu tentu sangat menguatkan bagi jemaat Filipi yang tahu persis seperti apa rasanya hidup di dunia yang berdosa. Bagiku, sulit sekali menjaga fokus yang benar setiap saat. Sering kali, setelah makan malam aku bekerja sampai larut. Produktivitas memang baik, tetapi hal itu telah menjadi berhala bagiku. Aku pun sadar bahwa pikiranku terarah pada “perkara duniawi” (3:19), bukannya menerapkan cara pandang surgawi dalam setiap perbuatan. Jadi, pada minggu-minggu ini, aku akan mengganti kerja malam dengan lebih banyak berdoa.

Dengan berdoa tanpa terburu-buru dan ala kadarnya di tengah kesibukan, aku merasakan suasana doa baru yang sabar, tenang, dan “produktif”! Gaya doa seperti ini memengaruhi cara hidupku. Kalau sebelumnya aku lebih banyak dikendalikan oleh pencapaian, sekarang aku belajar untuk tinggal dalam hadirat-Nya dan mengizinkan firman-Nya berbicara serta mengarahkan hidupku. Mungkin itu hanya satu langkah kecil, tetapi perlahan aku mulai hidup dengan kewargaan surga.

Bila kamu juga merasa kesulitan melepaskan diri dari cara hidup dunia dan berfokus pada rumah yang sejati, pandanglah pengharapan surgawi yang telah Yesus janjikan. Saat kita menatap Dia, Dia akan menolong kita mengarahkan pandangan dan hidup untuk rumah kita yang sejati, selangkah demi selangkah.—Ross Boone, Amerika Serikat

Handlettering oleh Tora Tobing

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Ambillah waktu untuk memeriksa kehidupanmu. Sudahkah tindakan dan perilakumu membuktikan kewargaan surgawi?

2. Kristus akan menaklukkan segala sesuatu kelak. Bagaimana hal itu menguatkanmu untuk berdiri teguh dalam Tuhan (Filipi 4:1) dan mengharapkan-Nya mengubah tindakan dan perilakumu?

3. Dalam hal apa saja kamu bisa mewujudkan pengharapan surgawi dalam kehidupan sehari-hari?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Ross Boone, Amerika Serikat | Ross Boone menolong orang-orang Kristen yang sedang bergumul melalui kata-kata dan seni. Ross telah menulis 5 buku dan menjual hasil karya seninya secara online. Temukan Ross di RawSpoon.com

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Sudah Tahu Siapa Pemenangnya

Senin, 9 September 2019

Sudah Tahu Siapa Pemenangnya

Baca: Wahyu 21:1-5

21:1 Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

21:3 Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”

21:5 Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Dan firman-Nya: “Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.”

Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka. —Wahyu 21:4

Sudah Tahu Siapa Pemenangnya

Atasan saya adalah penggemar berat tim bola basket sebuah kampus. Tim tersebut berhasil menjadi juara nasional tahun ini, maka salah seorang rekan kerja mengirimkan pesan ucapan selamat kepadanya. Masalahnya, atasan saya belum sempat menonton tayangan pertandingan final itu! Ia pun kesal karena sudah mengetahui hasilnya. Namun, ia mengakui, ketika menonton rekaman pertandingan itu, ia tidak lagi gugup ketika skor kedua tim begitu ketat hingga akhir pertandingan. Itu karena ia sudah tahu siapa pemenangnya!

Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang akan terjadi esok hari. Terkadang hidup terasa monoton dan membosankan, sementara hari lain penuh dengan kegembiraan. Di lain waktu, hidup dapat terasa melelahkan, bahkan menyakitkan, untuk jangka waktu yang lama.

Namun, meskipun kita mengalami pasang surut kehidupan yang tidak terduga, kita masih dapat merasa aman dalam damai sejahtera Allah. Itu karena, seperti penyelia saya, kita sudah mengetahui akhir ceritanya. Kita sudah tahu siapa “pemenangnya”.

Wahyu, kitab terakhir dalam Alkitab, menyingkapkan kepada kita peristiwa spektakuler yang terjadi pada akhir zaman. Setelah kekalahan terakhir dari maut dan kejahatan (why. 20:10,14), Yohanes menggambarkan sebuah kemenangan yang indah (21:1-3) ketika Allah diam bersama umat-Nya (ay.3), menghapus “segala air mata dari mata mereka” dan “maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita” (ay.4).

Di tengah masa yang sulit, kita dapat berpegang pada janji ini. Kelak, tidak ada lagi kekalahan atau tangisan. Tidak ada lagi penyesalan atau sakit hati. Kita akan hidup bersama Juruselamat kita selamanya. Alangkah luar biasa perayaan itu nantinya! —Adam Holz

WAWASAN
Bila tidak berhati-hati, gambaran kita mengenai surga bisa dipengaruhi oleh pandangan yang tidak Alkitabiah, misalnya awan dan malaikat kecil bersayap memegang kecapi. Itu bukan gambaran dalam kitab Wahyu. Awan yang digambarkan Yohanes berhubungan dengan penghakiman dan kesusahan besar (10:1; 14:14-16). “Musik” bagai kecapi yang terdapat di dalam pasal 14 adalah seperti suara “desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat” (ay.2). Malaikat yang muncul pun benar-benar mengerikan (14:6-20). Namun, dalam pasal 21, terdapat salah satu perikop yang paling menguatkan. Penghiburan terbesar kita adalah bahwa “kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka” (ay.3). Kita tidak tahu pasti bagaimana hal ini akan terjadi, tetapi ketika Yesus sendiri berkata, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!“ (ay.5), kita tahu itu sesuatu yang dahsyat. Dunia yang sekarang pun “sungguh amat baik” (Kejadian 1:31). Tentunya langit dan bumi yang baru pun tidak kalah baiknya. —Tim Gustafson

Bagaimana harapan akan surga menguatkanmu di saat-saat sulit? Adakah kisah yang “berakhir bahagia” yang kamu sukai? Bagaimana kisah itu mencerminkan apa yang kita baca dalam Wahyu 21?

Suatu hari nanti, Allah akan menghibur setiap hati yang sedih, menyembuhkan setiap luka, dan menghapus setiap tetes air mata.

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 6-7; 2 Korintus 2

Kita akan Melihat Yesus

Jumat, 24 Agustus 2018

Kita akan Melihat Yesus

Baca: Yohanes 12:20-26

12:20 Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani.

12:21 Orang-orang itu pergi kepada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya: “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.”

12:22 Filipus pergi memberitahukannya kepada Andreas; Andreas dan Filipus menyampaikannya pula kepada Yesus.

12:23 Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.

12:24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.

12:25 Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.

12:26 Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.

Orang-orang itu pergi kepada Filipus, . . . lalu berkata kepadanya: “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” —Yohanes 12:21

Kita akan Melihat Yesus

Saat memandang dari atas mimbar, tempat saya membawakan doa di suatu acara pemakaman, saya melihat sekilas plakat berbahan kuningan yang mencantumkan kata-kata dari Yohanes 12:21: “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Saya pun berpikir, alangkah tepat ayat itu ketika dengan air mata dan senyuman kami sedang mengenang seseorang yang hidupnya memancarkan Yesus. Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan kekecewaan dalam hidupnya, almarhum tidak pernah melepaskan imannya kepada Kristus. Karena Roh Allah juga hidup dalam dirinya, kami dapat melihat Yesus melalui hidupnya.

Injil Yohanes mencatat bahwa setelah Yesus memasuki Yerusalem (lihat Yoh. 12:12-16), sejumlah orang Yunani mendekati Filipus, salah satu murid Yesus, dan meminta, “Tuan, kami ingin bertemu Yesus” (ay.21). Bisa jadi mereka penasaran dengan penyembuhan dan mukjizat yang diperbuat Yesus. Namun, karena bukan orang Yahudi, mereka tidak diizinkan memasuki pelataran Bait Allah. Ketika permintaan mereka diteruskan kepada Yesus, Dia menyatakan bahwa saatnya telah tiba bagi diri-Nya untuk dimuliakan (ay.23). Perkataan Yesus itu menyatakan bahwa Dia akan segera mati menanggung dosa banyak orang. Yesus akan memenuhi misi-Nya untuk menjangkau tidak saja orang Yahudi, tetapi juga orang non-Yahudi (“orang Yunani” di ayat 20), dan sekarang mereka hendak bertemu dengan Yesus.

Setelah Yesus Kristus mati, Dia mengutus Roh Kudus untuk berdiam dalam diri pengikut-pengikut-Nya (14:16-17). Jadi, saat kita mengasihi dan melayani Yesus, kita melihat bahwa Dia aktif berkarya dalam diri kita. Yang luar biasa, orang-orang di sekitar kita juga bisa melihat Yesus melalui kehidupan kita! —Amy Boucher Pye

Tuhan Yesus Kristus, aku begitu terhormat dan takjub karena Engkau mau datang dan hidup di dalamku. Tolonglah aku untuk membagikan anugerah yang ajaib ini dengan orang-orang yang kutemui hari ini.

Kita bisa melihat Yesus lewat kehidupan pengikut-pengikut-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 116-118; 1 Korintus 7:1-19

Harta di Surga

Minggu, 13 Mei 2018

Harta di Surga

Baca: Matius 6:19-21

6:19 “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.

6:20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.

6:21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. —Matius 6:21

Harta di Surga

Saat beranjak dewasa, saya dan kedua saudari saya suka duduk berdampingan di atas kotak kayu besar milik ibu saya. Ibu saya menyimpan baju-baju hangat dari bahan wol yang disulam atau dibordir oleh nenek saya di dalam kotak kayu itu. Ibu sangat menghargai isi kotak tersebut dan dan menggunakan bau wewangian kayu cemara untuk mengusir ngengat agar tidak merusak apa yang disimpan di dalam kotak itu.

Sebagian besar harta duniawi dapat dengan mudah dirusak oleh ngengat atau berkarat, atau bahkan dapat hilang dicuri. Matius 6 mendorong kita untuk memusatkan perhatian khusus, bukan pada benda-benda yang tidak akan bertahan lama, melainkan pada hal-hal yang bernilai kekal. Ketika ibu saya meninggal dunia pada usia 57 tahun, beliau tidak mengumpulkan banyak harta di dunia, tetapi saya membayangkan bahwa ia tentu telah mengumpulkan harta baginya di surga (ay.19-20).

Saya ingat betapa ibu saya sangat mengasihi Allah dan melayani-Nya lewat perbuatan-perbuatan yang tidak menonjol, seperti merawat keluarganya dengan setia, mengajar anak-anak di sekolah Minggu, berteman dengan seorang wanita yang ditinggalkan oleh suaminya, menghibur seorang ibu muda yang kehilangan bayinya. Dan ibu saya tekun berdoa . . . bahkan setelah kehilangan penglihatannya dan gerak-geriknya dibatasi oleh kursi roda, ibu saya terus mengasihi dan mendoakan orang lain.

Harta kita yang sesungguhnya tidaklah diukur dengan seberapa banyak benda yang kita kumpulkan, melainkan apa dan siapa yang menerima investasi waktu dan perhatian kita. Apa saja “harta” yang sedang kita kumpulkan di surga lewat pelayanan dan ketaatan kita kepada Tuhan Yesus? —Cindy Hess Kasper

Bapa, tolong aku untuk memilih menginvestasikan hidupku pada hal-hal yang bersifat kekal.

Apa yang kita investasikan untuk kekekalan adalah kekayaan kita yang sesungguhnya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 17-18; Yohanes 3:19-36

Janji Kedamaian

Kamis, 17 Agustus 2017

Janji Kedamaian

Baca: Mikha 4:1-5

4:1 Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung rumah TUHAN akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana,

4:2 dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran, dan firman TUHAN dari Yerusalem.”

4:3 Ia akan menjadi hakim antara banyak bangsa, dan akan menjadi wasit bagi suku-suku bangsa yang besar sampai ke tempat yang jauh; mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak, dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.

4:4 Tetapi mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan, sebab mulut TUHAN semesta alam yang mengatakannya.

4:5 Biarpun segala bangsa berjalan masing-masing demi nama allahnya, tetapi kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah kita untuk selamanya dan seterusnya.

Mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan. —Mikha 4:4

Janji Kedamaian

Enam puluh lima juta jiwa. Itulah jumlah pengungsi di dunia kita saat ini—orang yang harus meninggalkan tempat tinggal mereka karena konflik dan penganiayaan—dan itu jumlah tertinggi yang pernah ada dalam sejarah. PBB telah mengajukan permohonan kepada pemimpin negara-negara di dunia untuk bekerja sama dalam menerima para pengungsi itu sehingga setiap anak akan mendapatkan pendidikan, setiap orang dewasa akan mendapatkan pekerjaan yang bermanfaat, dan setiap keluarga akan memiliki tempat tinggal.

Mimpi untuk memberikan tempat tinggal bagi para pengungsi di masa krisis mengingatkan saya tentang janji Allah bagi bangsa Yehuda ketika pasukan Asyur yang kejam mengancam negara mereka. Tuhan mengutus Nabi Mikha untuk memperingatkan bangsa Yehuda bahwa mereka akan kehilangan bait suci dan kota tercinta mereka, Yerusalem. Namun, Allah juga menjanjikan masa depan yang indah, melebihi kehilangan yang mereka alami.

Harinya akan tiba, kata Mikha, ketika Allah akan memanggil orang-orang dari dunia untuk datang kepada-Nya. Kekerasan akan berakhir. Senjata perang akan menjadi alat pertanian, dan setiap orang yang menjawab panggilan Allah akan menemukan kedamaian dan kehidupan yang produktif dalam kerajaan-Nya (4:3-4).

Bagi banyak orang di dunia saat ini, dan mungkin bagi kamu, tempat tinggal yang aman tak lebih dari sekadar mimpi dan belum menjadi kenyataan. Namun, kita dapat mengandalkan janji yang Allah berikan di masa lalu tentang kedamaian bagi setiap orang dari segala bangsa, sementara kita menanti, bekerja, dan mendoakan terwujudnya kedamaian itu. —Amy Peterson

Allah, terima kasih untuk janji yang indah tentang kedamaian. Berilah kedamaian bagi dunia kami, dan sediakanlah kebutuhan semua anak-Mu.

Allah menjanjikan kepada anak-anak-Nya kedamaian dalam kerajaan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 97-99 dan Roma 16

Artikel Terkait:

5 Mitos Tentang Surga

Apa yang Kita Inginkan?

Senin, 5 Juni 2017

Apa yang Kita Inginkan?

Baca: Roma 8:1-11

8:1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.

8:2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.

8:3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,

8:4 supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.

8:5 Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.

8:6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.

8:7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.

8:8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

8:9 Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.

8:10 Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran.

8:11 Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.

Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu. —Roma 8:11

Apa yang Kita Inginkan?

“Aku telah hidup dari zaman kereta kuda sampai zaman manusia berjalan di bulan,” kata seorang kakek kepada cucunya. Namun, ia merenung, “Aku tak pernah mengira hidup begitu singkat.” Hidup memang singkat, dan banyak dari kita percaya kepada Yesus karena ingin memiliki hidup kekal. Itu tidak salah, tetapi mungkin kita tidak paham betul apa arti hidup kekal itu. Kita cenderung menginginkan hal-hal yang salah. Kita merindukan yang lebih baik, tetapi hanya sampai pada angan-angan. Andai saja aku lulus sekolah. Andai saja aku dapat pekerjaan. Andai saja aku menikah. Andai saja aku pensiun. Andai saja . . . Lalu suatu hari kita bertanya-tanya ke mana saja waktu telah berlalu.

Kenyataannya, hidup kekal itu kita miliki saat ini juga. Rasul Paulus menulis, “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut” (Rm. 8:2). Lalu ia berkata, “Orang-orang yang hidup menurut Roh Allah, terus memikirkan apa yang diinginkan oleh Roh Allah” (ay.5 BIS). Dengan kata lain, keinginan kita berubah pada saat kita percaya kepada Kristus. Kita akan menerima apa yang paling kita inginkan. “Kalau pikiranmu dikuasai oleh Roh Allah, maka akibatnya ialah hidup dan kedamaian dengan Allah” (ay.6 BIS).

Tidak benar jika kita membayangkan bahwa kita baru akan mengalami hidup yang sejati ketika kita berada di tempat lain, melakukan sesuatu yang lain, atau bersama dengan orang lain. Justru ketika kita menemukan arti hidup kita di dalam Yesus Kristus, penyesalan akan singkatnya hidup ini pun tergantikan dengan sukacita hidup yang berlimpah bersama-Nya, sekarang dan selama-lamanya. —Tim Gustafson

Tuhan, Engkau berkata bahwa Engkau datang untuk memberi kami hidup yang berlimpah, tetapi kami sering memiliki rencana dan tujuan kami sendiri. Ampunilah kami, dan tolonglah kami mengingini apa yang Engkau kehendaki.

Hidup kekal dialami ketika kita mengizinkan Yesus hidup di dalam kita saat ini juga.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 23-24 dan Yohanes 15

Ketika Peristiwa Nyaris Celaka Mengubahkan Pandanganku Tentang Kehidupan

Ketika-Peristiwa-Nyaris-Celaka-Mengubahkan-Pandanganku-tentang-Kehidupan

Oleh Lydia Tan, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: How (A Close Encounter With) Death Shaped My Perspective On Life

Pernahkah terpikir olehmu kapan kamu akan menghembuskan nafasmu yang terakhir?

Beberapa minggu yang lalu, aku hampir saja harus menghembuskan nafas terakhirku. Waktu itu aku sedang berdiri di atas trotoar di pinggir jalan ketika seseorang mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan dan nyaris menabrakku. Mobil itu hampir menaiki pembatas jalan dan hanya berjarak beberapa inci dariku.

Peristiwa yang hampir saja merenggut nyawaku itu sungguh membuatku kaget—namun di saat yang sama aku juga bersukacita karena aku masih hidup dan aku bersyukur kepada Tuhan atas perlindungan-Nya. Sepanjang malam itu aku tidak bisa tidur, aku merenung tentang hidup dan apa yang benar-benar berarti bagiku. Manusia itu lucu, biasanya kita baru akan menghargai dan berpikir lebih mendalam tentang hidup ini ketika kematian mendekat.

Kematian.

Apa yang membuat kematian menakutkan bagi kita? Apakah karena itu sebuah akhir? Apakah karena itu tak terelakkan? Apakah karena itu tak terprediksi? Kematian adalah sebuah interupsi yang kasar, menghalangi kita mencapai berbagai mimpi, harapan, dan ambisi kita. Kematian adalah ibarat tamu yang tak diinginkan.

Bagi banyak orang, kematian adalah sesuatu yang tabu dan jarang dibicarakan atau dipikirkan, seolah-olah menyebutkan kata itu dapat mengundangnya untuk datang. Tapi, menghindari bicara tentang kematian itu bukanlah jawaban; kematian itu tak terelakkan.

Aku teringat kembali akan kenyataan akan kematian ketika aku bercakap-cakap dengan ibuku beberapa waktu lalu. Ibuku bercerita tentang apa yang terjadi kepada bibinya. Ketika aku mengunjungi bibi ibuku yang tinggal di luar negeri ini, aku kagum melihat suaminya yang begitu memperhatikan dia dengan luar biasa dan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. “Betapa terberkati hidupnya, memiliki seorang suami yang penuh kasih, begitu lemah lembut dan manis!” begitu pikirku. Namun, sebuah tragedi terjadi seminggu sebelum hari pernikahan anak mereka—suami bibi ibuku meninggal secara mendadak karena serangan jantung.

Dapatkah kamu bayangkan mereka harus mempersiapkan acara pernikahan dan pemakaman dalam waktu yang bersamaan? Aku tidak dapat membayangkan rasa duka dan kekalutan yang harus dihadapi oleh bibi ibuku dan keluarganya. Tapi, kenyataannya setiap hari banyak orang di seluruh dunia harus menghadapi kematian seperti ini.

Tragedi itu membuatku berpikir: Ketika kematian datang mendekat, kepada siapakah kita dapat berpaling? Bagaimana caranya kita menemukan harapan di tengah rasa takut dan duka? Alkitab memberi kita jawabannya: berpalinglah kepada Allah, penolong kita dan satu-satunya sumber keselamatan kita (Mazmur 42:6). Di tengah ketidakpastian hidup dan marabahaya, Allah adalah satu-satunya Jangkar kita yang teguh, Gunung Batu kita yang kuat, tempat kita berlindung (Mazmur 18:3).

Tapi, bagaimana itu mempengaruhi cara kita hidup? Sebagai orang Kristen, bagaimana seharusnya kita memandang kehidupan dari kacamata kekekalan? Lagi, Alkitab memberi kita beberapa jawabannya. Di satu sisi, Alkitab berkata bahwa hidup ini sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yakobus 4:14). Di sisi lain, Alkitab juga mengingatkan kita bahwa meskipun hidup ini hanya sementara, hidup kita sangat berharga karena Tuhan yang menjadikan kita berharga. Dalam Matius 16:26, Yesus memberitahu kita bahwa nyawa kita jauh lebih berharga daripada seluruh dunia.

Ketika kita mengetahui betapa berharganya hidup kita, kita dapat menghargai hidup ini dan hidup seperti apa yang Pencipta kita inginkan—“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). Itu berarti kita harus menggunakan waktu yang telah Tuhan berikan kepada kita sebaik mungkin bagi-Nya.

Apakah kamu pernah berpikir untuk menulis sebuah surat untuk menguatkan temanmu? Tulislah sekarang. Apakah kamu pernah berpikir untuk memperhatikan temanmu dan bertemu dengan mereka? Buatlah janji temu itu. Apakah kamu ingin orang yang kamu kasihi tahu bahwa kamu benar-benar mengasihi mereka? Jangan tunda lagi: beritahu mereka sekarang betapa kamu mengasihi mereka. Apakah kamu pernah mengabaikan apa yang Tuhan telah letakkan di dalam hatimu? Kejarlah itu dan mintalah kekuatan dari Tuhan agar kamu dapat melakukannya hingga selesai. Kamu tak pernah tahu apakah kesempatan itu akan datang lagi nanti.

Bagiku, pengalamanku selamat dari tabrakan sebuah mobil adalah sebuah pengingat bahwa tugasku di bumi ini belumlah selesai. Dalam beberapa bulan mendatang, aku akan bergabung dalam sebuah pekerjaan misi di luar negeriku, dan aku pun diyakinkan bahwa tiada sesuatu pun yang akan terjadi padaku kecuali Tuhan mengizinkannya (Roma 14:8).

Marilah kita hidup dengan melihat dari sudut pandang kekekalan, jadikan semua momen menjadi berarti untuk kekekalan. Mari belajar untuk mengucap syukur setiap hari kepada Tuhan atas anugerah-Nya yang menopang kita (yang seringkali tanpa kita sadari) dan hidupi hidup kita untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan yang layak menerima segala kemuliaan.

Seperti doa Musa, marilah kita juga meminta Tuhan untuk mengajari kita menghitung hari-hari kita sedemikian, hingga kita beroleh hati yang bijaksana (Mazmur 90:12).

Baca Juga:

Mengapa Aku Mengampuni Ayahku yang Adalah Seorang Penjudi

Aku pernah begitu membenci ayahku. Bagiku dia hanyalah seorang penjudi, munafik, dan sangat tidak layak disebut sebagai seorang ayah. Tetapi, karena suatu peristiwa yang tidak kusangka, aku belajar tentang apa arti mengampuni yang sesungguhnya.

Undangan Paling Istimewa

Jumat, 31 Maret 2017

Undangan Paling Istimewa

Baca: Yesaya 55:1-7

55:1 Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!

55:2 Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat.

55:3 Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud.

55:4 Sesungguhnya, Aku telah menetapkan dia menjadi saksi bagi bangsa-bangsa, menjadi seorang raja dan pemerintah bagi suku-suku bangsa;

55:5 sesungguhnya, engkau akan memanggil bangsa yang tidak kaukenal, dan bangsa yang tidak mengenal engkau akan berlari kepadamu, oleh karena TUHAN, Allahmu, dan karena Yang Mahakudus, Allah Israel, yang mengagungkan engkau.

55:6 Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!

55:7 Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya.

Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! —Yesaya 55:1

Undangan Paling Istimewa

Sepanjang Minggu yang baru lalu, saya menerima beberapa undangan lewat pos. Semua undangan untuk menghadiri seminar “gratis” tentang masa pensiun, perumahan, dan asuransi jiwa, langsung saya buang. Namun, undangan untuk menghadiri sebuah acara yang diadakan dalam rangka menghormati seorang teman lama membuat saya langsung membalas, “Ya! Aku akan hadir.” Saya akan menjawab “Ya” pada undangan yang sesuai dengan kerinduan saya.

Yesaya 55:1 adalah salah satu undangan paling istimewa di Alkitab. Tuhan berfirman kepada umat-Nya yang sedang mengalami keadaan yang sulit, “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran!” Itulah penawaran luar biasa dari Allah yang mau memberikan santapan rohani, kepuasan jiwa, dan hidup yang kekal (ay.2-3).

Undangan Tuhan itu diulangi di pasal terakhir dari Alkitab: “Roh dan pengantin perempuan itu berkata: ‘Marilah!’ Dan barangsiapa yang mendengarnya, hendaklah ia berkata: ‘Marilah!’ Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma!” (Why. 22:17).

Kita sering membayangkan hidup kekal itu baru dimulai ketika kita meninggal dunia. Sebenarnya, hidup kekal itu dimulai ketika kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan kita.

Undangan Allah untuk memperoleh hidup kekal di dalam Dia merupakan undangan paling istimewa! Saya akan menjawab “Ya” pada undangan yang sesuai dengan kerinduan saya. —David McCasland

Tuhan Yesus, terima kasih atas janji-Mu untuk memberikan belas kasihan, pengampunan, dan hidup kekal kepadaku. Aku mengakui semua kegagalanku dan mau menerima Yesus sebagai Juruselamatku hari ini.

Ketika kita menerima undangan Yesus untuk mengikut-Nya, seluruh hidup kita pun berubah haluan.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-Hakim 11-12; Lukas 6:1-26

Artikel Terkait:

Bagaimana Jika Orang yang Kukasihi Tidak Diselamatkan?

Sebagai seorang yang belum mengenal Kristus, Joawen Ho dari Singapura bertanya-tanya, bagaimana mungkin seseorang yang seperti pamannya, seorang ayah yang baik dan pengusaha yang sukses, bisa kehilangan nyawanya dalam sekejap. Jika hidup ini begitu sementara, apa sebenarnya arti dan tujuan hidup manusia? Pertanyaan itu mengawali perjalanan Joawen untuk menemukan tujuan hidupnya.

Juruselamat yang Kekal

Minggu, 29 Januari 2017

Juruselamat yang Kekal

Baca: Yohanes 8:48-59

8:48 Orang-orang Yahudi menjawab Yesus: “Bukankah benar kalau kami katakan bahwa Engkau orang Samaria dan kerasukan setan?”

8:49 Jawab Yesus: “Aku tidak kerasukan setan, tetapi Aku menghormati Bapa-Ku dan kamu tidak menghormati Aku.

8:50 Tetapi Aku tidak mencari hormat bagi-Ku: ada Satu yang mencarinya dan Dia juga yang menghakimi.

8:51 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.”

8:52 Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya: “Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.

8:53 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diri-Mu?”

8:54 Jawab Yesus: “Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami,

8:55 padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya.

8:56 Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.”

8:57 Maka kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya: “Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?”

8:58 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.”

8:59 Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah.

Kata Yesus . . . “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” —Yohanes 8:58

Juruselamat yang Kekal

Jeralean Talley meninggal dunia pada bulan Juni 2015 sebagai orang tertua di dunia pada usia 116 tahun. Pada tahun 1995, kota Yerusalem merayakan ulang tahunnya yang ke-3.000. Bagi seseorang, 116 tahun adalah usia lanjut, dan 3.000 tahun merupakan usia yang tua untuk sebuah kota. Namun, masih ada pepohonan yang jauh lebih tua dari semua itu. Sebuah pohon cemara di White Mountains, California, ditetapkan telah berusia lebih dari 4.800 tahun. Itu berarti lebih tua 800 tahun dari Abraham!

Ketika ditantang oleh para pemuka agama Yahudi tentang identitas-Nya, Yesus juga mengklaim telah ada sebelum Abraham lahir. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada,” kata Yesus (Yoh. 8:58). Penegasan Yesus itu mengejutkan orang-orang yang melawan Dia, sehingga mereka berusaha melempari Yesus dengan batu. Mereka tahu bahwa Yesus tidak mengacu pada usia secara kronologis, tetapi benar-benar menyatakan diri-Nya bersifat kekal dengan memakai nama kuno dari Allah, “akulah aku” (lihat Kel. 3:14). Namun klaim Yesus itu sah karena Dia memang bagian dari Allah Tritunggal.

Dalam Yohanes 17:3, Tuhan Yesus berdoa, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Pribadi yang tak dibatasi waktu itu masuk ke dalam ruang dan waktu supaya kita dapat hidup selamanya. Dia menuntaskan misi tersebut dengan mati menggantikan kita dan bangkit kembali dari kematian. Karena pengorbanan-Nya itu, kita menantikan masa depan yang tidak terikat oleh waktu, ketika kelak kita akan menjalani kekekalan bersama-Nya. Dialah Pribadi yang kekal dan tak terbatas oleh waktu. —Bill Crowder

Bumi akan lenyap seperti salju, matahari tak lagi bersinar; tetapi Allah, yang panggilku di dunia, akan selamanya jadi milikku. John Newton

Segala sesuatu ada di dalam [Kristus]. Kolose 1:17

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 21-22; Matius 19

Artikel Terkait:

3 Prinsip yang Kupelajari dalam Mempersiapkan Masa Depan

Apa yang terlintas di benakmu saat memikirkan masa depan? Banyak yang percaya bahwa masa depan yang cerah bisa dicapai jika kita memiliki sarana yang tepat—uang, kualifikasi akademik, kemampuan pribadi, dan sebagainya. Berikut ini beberapa prinsip yang dipelajari Jie-Ying Wu dari Taiwan saat berusaha menemukan dan membangun masa depannya.