Posts

Pandanglah Yesus!

Minggu, 29 April 2018

Pandanglah Yesus!

Baca: Ibrani 3:1-6

3:1 Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus,

3:2 yang setia kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagaimana Musapun setia dalam segenap rumah-Nya.

3:3 Sebab Ia dipandang layak mendapat kemuliaan lebih besar dari pada Musa, sama seperti ahli bangunan lebih dihormati dari pada rumah yang dibangunnya.

3:4 Sebab setiap rumah dibangun oleh seorang ahli bangunan, tetapi ahli bangunan segala sesuatu ialah Allah.

3:5 Dan Musa memang setia dalam segenap rumah Allah sebagai pelayan untuk memberi kesaksian tentang apa yang akan diberitakan kemudian,

3:6 tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan.

Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang bertanggung jawab atas Rumah Allah. Dan kita inilah Rumah Allah, kalau kita tetap bersemangat dan tetap yakin untuk mendapat apa yang kita harapkan. —Ibrani 3:6 BIS

Pandanglah Yesus!

Salah seorang yang saya kagumi kesetiaannya adalah Brother Justice. Ia setia dalam pernikahannya, berdedikasi dalam pekerjaannya sebagai karyawan kantor pos, dan setiap hari Minggu melayani sebagai pemimpin di gereja lokal kami. Baru-baru ini saya mengunjungi kembali gereja di masa kecil saya. Di atas piano gereja, masih ada satu lonceng yang biasa dibunyikan Brother Justice untuk memberitahukan kepada kami bahwa waktu pendalaman Alkitab akan segera berakhir. Ketahanan lonceng itu telah teruji oleh waktu. Meski Brother Justice telah lama berpulang kepada Tuhan, kesetiaannya masih dikenang oleh banyak orang.

Ibrani 3 menegaskan tentang seorang hamba yang setia dan seorang Anak yang setia. Kesetiaan Musa sebagai “pelayan” Allah memang tak terbantahkan, tetapi Yesus harus menjadi satu-satunya fokus bagi orang percaya. “Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus . . . pandanglah kepada . . . Yesus” (ay.1). Dorongan itu akan menguatkan siapa saja yang sedang menghadapi pencobaan (2:18). Kesetiaan itu hanya bisa mereka peroleh dengan mengikut Yesus, Anak Allah yang setia.

Apa yang akan kamu lakukan saat pencobaan menerpamu? Pernahkah kamu merasa kelelahan, tidak berdaya, dan ingin menyerah? Mari, “amat-amatilah . . . Yesus” (3:1 Alkitab Terjemahan Lama). Dengan kata lain, pandanglah Yesus berulang kali, terus-menerus. Ketika kita tekun merenungkan Yesus, kita akan bertemu dengan Anak Allah yang layak kita percayai, yang memberikan keberanian kepada kita untuk menjalani hidup sebagai umat dan anggota keluarga-Nya. —Arthur Jackson

Bapa, lewat Roh-Mu yang kudus, mampukan kami untuk dengan berani mengasihi, menghormati, dan mengikut Tuhan Yesus Kristus.

Memandang Yesus akan memberi kita keberanian untuk menghadapi beragam tantangan dalam hidup kita.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 6-7; Lukas 20:27-47

Siapakah Orang Ini?

Minggu, 25 Maret 2018

Siapakah Orang Ini?

Baca: Lukas 19:28-40

19:28 Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.

19:29 Ketika Ia telah dekat Betfage dan Betania, yang terletak di gunung yang bernama Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya

19:30 dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari.

19:31 Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya.”

19:32 Lalu pergilah mereka yang disuruh itu, dan mereka mendapati segala sesuatu seperti yang telah dikatakan Yesus.

19:33 Ketika mereka melepaskan keledai itu, berkatalah orang yang empunya keledai itu: “Mengapa kamu melepaskan keledai itu?”

19:34 Kata mereka: “Tuhan memerlukannya.”

19:35 Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya.

19:36 Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan.

19:37 Ketika Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat.

19:38 Kata mereka: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!”

19:39 Beberapa orang Farisi yang turut dengan orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, tegorlah murid-murid-Mu itu.”

19:40 Jawab-Nya: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak.”

Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan! —Lukas 19:38

Siapakah Orang Ini?

Bayangkan kamu berdiri berdesak-desakan dengan orang-orang di tepi jalan yang masih tanah. Wanita di belakangmu sedang berjinjit, sambil mencoba untuk melihat siapa yang datang. Di kejauhan, kamu sekilas melihat seorang pria menunggang keledai. Saat Dia semakin mendekat, orang-orang pun menghamparkan jubah mereka di jalan. Tiba-tiba, kamu mendengar suara ranting patah di belakangmu. Seseorang sedang memotong ranting-ranting pohon palem dan orang-orang menebarkannya di jalan yang akan dilalui keledai itu.

Dengan penuh semangat, para pengikut Yesus memuja-Nya saat Dia memasuki Yerusalem beberapa hari sebelum penyaliban-Nya. Orang banyak bergembira dan memuji Allah “oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat” (Luk. 19:37). Di sekeliling Yesus, para pemuja-Nya berseru, “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan!” (ay.38). Penghormatan yang diberikan dengan berapi-api itu mempengaruhi para penduduk Yerusalem. Ketika Yesus akhirnya tiba, “Gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata: ‘Siapakah orang ini?’” (Mat. 21:10).

Pada masa kini, masih ada orang yang bertanya-tanya tentang Yesus. Meskipun sekarang kita tidak dapat menyambut-Nya dengan menebarkan ranting-ranting pohon palem atau memberi-Nya puji-pujian secara langsung, kita tetap dapat menghormati-Nya. Kita dapat menceritakan perbuatan-perbuatan-Nya yang luar biasa, menolong orang yang membutuhkan bantuan, sabar menanggung penghinaan, dan mengasihi satu sama lain dengan tulus. Ketika orang-orang melihat kita, kita harus siap sedia menjawab pertanyaan mereka, “Siapakah Yesus itu?” —Jennifer Benson Schuldt

Tuhan, kiranya hidup dan perkataanku menunjukkan apa yang kuketahui tentang diri-Mu. Aku ingin orang lain melihat-Mu di dalamku dan mau mengenal-Mu juga.

Kita menghormati nama Allah ketika kita hidup layaknya anak-anak Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 19-21; Lukas 2:25-52

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Septianto Nugroho

Ular dan Sepeda Roda Tiga

Sabtu, 26 Agustus 2017

Ular dan Sepeda Roda Tiga

Baca: Lukas 1:1-4

1:1 Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita,

1:2 seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.

1:3 Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu,

1:4 supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.

Aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya. —Lukas 1:3

Ular dan Sepeda Roda Tiga

Selama bertahun-tahun, saya masih menceritakan kisah tentang pengalaman saya dan kakak laki-laki saya ketika masih balita di Ghana. Seingat saya, kakak memarkir sepeda roda tiganya, yang terbuat dari besi tua, tepat di atas seekor ular kobra kecil. Sepeda itu terlalu berat bagi si ular yang mati terlindas oleh roda depan.

Namun setelah bibi dan ibu meninggal, kami menemukan surat dari ibu yang lama terhilang dan yang menceritakan peristiwa itu. Faktanya, pada saat itu, sayalah yang telah memarkir sepeda roda tiga di atas si ular. Kakak berlari untuk menceritakannya kepada ibu. Catatan ibu sebagai saksi mata, yang ditulis tak lama setelah terjadinya peristiwa tersebut, mengungkapkan realitas yang sebenarnya.

Sejarawan Lukas memahami pentingnya catatan yang akurat. Ia menjelaskan bagaimana kisah Yesus “disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman” (Luk. 1:2). Ia menulis kepada Teofilus, “Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar” (ay.3-4). Hasilnya adalah Injil Lukas. Kemudian, dalam pengantar kitab Kisah Para Rasul, Lukas mengatakan tentang Yesus, “Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup” (Kis. 1:3).

Iman kita tidak didasarkan pada kabar angin atau angan-angan. Iman kita berakar pada kehidupan Yesus yang terdokumentasi dengan baik. Yesus datang untuk mendamaikan kita dengan Allah. Kisah-Nya tak lekang oleh waktu. —Tim Gustafson

Bapa, pengharapan kami adalah di dalam Tuhan Yesus, Anak-Mu. Terima kasih karena telah menjaga kisah-Nya bagi kami di setiap halaman Alkitab.

Iman yang sejati berakar pada kebenaran.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 119:89-176 dan 1 Korintus 8