Posts

Membakar yang Tak Berguna

Selasa, 25 Juni 2019

Membakar yang Tak Berguna

Baca: Matius 5:21-30

5:21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.

5:22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

5:23 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,

5:24 tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

5:25 Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.

5:26 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.

5:27 Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.

5:28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.

5:29 Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.

5:30 Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.

Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah. —Mazmur 51:12

Membakar yang Tak Berguna

Pada Februari 1497, seorang biarawan bernama Girolama Savonarola menyalakan api unggun. Sejak berbulan-bulan sebelumnya, Savonarola dan para pengikutnya telah mengumpulkan benda-benda yang mereka anggap bisa menarik orang jatuh ke dalam dosa atau melalaikan kewajiban agama mereka—termasuk karya seni, kosmetik, alat musik, dan pakaian. Di hari yang telah ditentukan, ribuan barang “sia-sia” dikumpulkan di alun-alun kota Firenze, Italia, dan dibakar dengan api. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Api Unggun Pembakar Kesia-siaan.

Tampaknya, inspirasi untuk melakukan tindakan ekstrem itu didapat Savonarola dari sejumlah pernyataan mengejutkan dari Khotbah di Bukit yang disampaikan Yesus. “Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu,” kata Yesus, “Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu” (Mat. 5:29-30). Namun, jika kita menafsirkan kata-kata Yesus itu secara harafiah, kita justru kehilangan makna sejati dari pesan tersebut. Seluruh khotbah Yesus mengajarkan kita untuk menyelam lebih dalam, bukan hanya di permukaan, agar kita lebih memperhatikan keadaan hati kita sendiri daripada menyalahkan gangguan dan godaan luar sebagai penyebab perilaku kita yang berdosa.

Api Unggun Pembakar Kesia-siaan memang telah menjadi pertunjukan yang dramatis, tetapi kecil kemungkinan hati mereka yang terlibat dalam peristiwa itu mengalami perubahan. Hanya Allah yang sanggup mengubah hati manusia. Itulah sebabnya pemazmur berdoa, “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah” (Mzm. 51:12). Hati kitalah yang berarti bagi Allah. —Remi Oyedele

WAWASAN
Dalam pemikiran kuno, “hati” dianggap sebagai pusat dari diri manusia—sumber segala pikiran, perkataan, dan perbuatan. Dalam Matius 5, Yesus menekankan bahwa hidup dalam Kerajaan Allah membutuhkan perubahan radikal dan pembentukan hati yang terus-menerus sehingga kita menanamkan cara hidup yang sangat berbeda—hidup yang menarik dan berguna bagi dunia (ay.14-16). —Monica Brands

Perilaku atau gangguan apa saja yang termasuk dalam daftar “kesia-siaan” kamu? Bagaimana cara kamu mengendalikannya?

Ya Tuhan, mampukan aku menyerahkan hatiku kepada-Mu dan menyerahkan kesia-siaan hidupku kepada api Roh Kudus yang menyucikan.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 3-4; Kisah Para Rasul 7:44-60

Handlettering oleh Tora Tobing

Pengembalian Investasi

Rabu, 6 Maret 2019

Pengembalian Investasi

Baca: Markus 10:17-31

10:17 Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

10:18 Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.

10:19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!”

10:20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”

10:21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”

10:22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.

10:23 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

10:24 Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.

10:25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

10:26 Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?”

10:27 Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.”

10:28 Berkatalah Petrus kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!”

10:29 Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya,

10:30 orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.

10:31 Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau! —Markus 10:28

Daily Quotes ODB

Pada tahun 1995, para investor pasar modal AS menerima rekor pengembalian tertinggi—rata-rata mendapatkan keuntungan sebesar 37,6 persen atas investasi mereka. Kemudian, di tahun 2008, para investor mengalami kerugian dalam jumlah yang hampir sama besarnya: negatif 37,0 persen. Tingkat keuntungan pada tahun-tahun di antaranya bervariasi besarnya, sehingga mereka yang menginvestasikan uangnya di pasar modal bertanya-tanya—terkadang dengan perasaan takut—bagaimana nasib investasi mereka.

Yesus meyakinkan para pengikut-Nya bahwa mereka akan mendapatkan hasil yang luar biasa apabila mereka menginvestasikan hidup mereka dalam Dia. Mereka “telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut [Dia]”—rumah, pekerjaan, status, dan keluarga untuk mempertaruhkan hidup mereka kepada Yesus (ay.28). Namun, para murid mulai merasa khawatir kalau-kalau investasi mereka akan sia-sia setelah melihat bagaimana seorang yang kaya raya tidak sanggup melepaskan diri dari hartanya yang sangat banyak. Namun, jawab Yesus, setiap orang yang rela berkorban bagi Dia “pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat . . . dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal” (ay.30). Itu hasil yang sungguh jauh lebih baik daripada hasil investasi mana pun.

Kita tidak perlu mengkhawatirkan “tingkat suku bunga” dalam investasi spiritual kita—kepastian yang kita dapatkan dari Allah sungguh tidak terbandingkan. Tujuan investasi keuangan adalah untuk memperoleh keuntungan finansial sebesar-besarnya. Namun hasil investasi dalam Allah bukanlah berupa rupiah, melainkan sukacita yang datang dari pengenalan akan Dia, sekarang dan selamanya—dan dari membagikan sukacita itu kepada sesama! —Kirsten Holmberg

Apa yang dapat kamu “investasikan” dalam Tuhan hari ini—waktu, bakat, atau hartamu? Sukacita apa saja yang pernah kamu alami dalam hubungan dengan Yesus?

Hidup bagi Tuhan adalah investasi yang tidak pernah gagal.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 1-2; Markus 10:1-31

Bebas Mengikut

Rabu, 16 Mei 2018

Bebas Mengikut

Baca: Matius 11:25-30

11:25 Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.

11:26 Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.

11:27 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.

11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.

11:30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.”

Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. —Matius 11:29

Bebas Mengikut

Pelatih lari lintas alam di SMA saya dahulu pernah menasihati saya sebelum lomba, “Jangan berusaha untuk memimpin. Mereka yang berada di depan biasanya akan cepat kelelahan.” Ia menyarankan agar saya berlari dekat dengan para pelari yang tercepat. Dengan membiarkan mereka mengatur kecepatan, saya dapat menjaga kekuatan mental dan fisik yang saya butuhkan untuk menyelesaikan perlombaan dengan baik.

Memimpin bisa membuat lelah, tetapi menjadi pengikut bisa memberikan kelegaan. Memahami prinsip itu telah meningkatkan kemampuan lari saya, tetapi butuh waktu lebih lama bagi saya untuk menyadari bahwa itu juga berlaku dalam pemuridan orang Kristen. Saya sendiri tergoda untuk berpikir bahwa hidup sebagai murid Yesus mengharuskan saya untuk berusaha keras. Ketika saya berusaha mengejar bayangan murid Kristus yang ada dalam pikiran saya sendiri, ternyata saya telah kehilangan sukacita dan kemerdekaan yang sesungguhnya hanya ditemukan dengan mengikut Dia (Yoh. 8:32,36)

Kita tidak ditentukan untuk mengatur sendiri arah hidup kita, dan Yesus tidak datang untuk memperbaiki kualitas hidup kita. Sebaliknya, Dia berjanji bahwa saat kita mencari-Nya, kita akan mendapatkan kelegaan yang kita rindukan (Mat. 11:25-28). Kebanyakan guru agama pada masa itu menekankan penggalian Kitab Suci yang ketat atau kepatuhan pada serangkaian hukum sebagai syarat untuk mengenal Allah. Namun, Yesus mengajarkan bahwa untuk dapat mengenal Allah, kita hanya perlu mengenal Dia (ay.27). Dengan mencari Dia, beban berat kita pun terangkat (ay.28-30) dan hidup kita diperbarui.

Mengikut Yesus, Pemimpin kita yang lemah lembut dan rendah hati (ay.29), bukanlah beban, melainkan sumber pengharapan dan pemulihan. Bersandar pada kasih-Nya akan memerdekakan kita. —Monica Brands

Tuhan, aku sangat bersyukur karena tak harus menanggung beban hidupku sendiri. Tolong aku agar selalu bersandar kepada-Mu.

Kemerdekaan sejati dialami ketika kita mengikut Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 24-25; Yohanes 5:1-24

Harta di Surga

Minggu, 13 Mei 2018

Harta di Surga

Baca: Matius 6:19-21

6:19 “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.

6:20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.

6:21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. —Matius 6:21

Harta di Surga

Saat beranjak dewasa, saya dan kedua saudari saya suka duduk berdampingan di atas kotak kayu besar milik ibu saya. Ibu saya menyimpan baju-baju hangat dari bahan wol yang disulam atau dibordir oleh nenek saya di dalam kotak kayu itu. Ibu sangat menghargai isi kotak tersebut dan dan menggunakan bau wewangian kayu cemara untuk mengusir ngengat agar tidak merusak apa yang disimpan di dalam kotak itu.

Sebagian besar harta duniawi dapat dengan mudah dirusak oleh ngengat atau berkarat, atau bahkan dapat hilang dicuri. Matius 6 mendorong kita untuk memusatkan perhatian khusus, bukan pada benda-benda yang tidak akan bertahan lama, melainkan pada hal-hal yang bernilai kekal. Ketika ibu saya meninggal dunia pada usia 57 tahun, beliau tidak mengumpulkan banyak harta di dunia, tetapi saya membayangkan bahwa ia tentu telah mengumpulkan harta baginya di surga (ay.19-20).

Saya ingat betapa ibu saya sangat mengasihi Allah dan melayani-Nya lewat perbuatan-perbuatan yang tidak menonjol, seperti merawat keluarganya dengan setia, mengajar anak-anak di sekolah Minggu, berteman dengan seorang wanita yang ditinggalkan oleh suaminya, menghibur seorang ibu muda yang kehilangan bayinya. Dan ibu saya tekun berdoa . . . bahkan setelah kehilangan penglihatannya dan gerak-geriknya dibatasi oleh kursi roda, ibu saya terus mengasihi dan mendoakan orang lain.

Harta kita yang sesungguhnya tidaklah diukur dengan seberapa banyak benda yang kita kumpulkan, melainkan apa dan siapa yang menerima investasi waktu dan perhatian kita. Apa saja “harta” yang sedang kita kumpulkan di surga lewat pelayanan dan ketaatan kita kepada Tuhan Yesus? —Cindy Hess Kasper

Bapa, tolong aku untuk memilih menginvestasikan hidupku pada hal-hal yang bersifat kekal.

Apa yang kita investasikan untuk kekekalan adalah kekayaan kita yang sesungguhnya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 17-18; Yohanes 3:19-36

Ke Mana Saja

Sabtu, 21 April 2018

Ke Mana Saja

Baca: Yeremia 2:1-8; 3:14-15

2:1 Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya:

2:2 “Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya.

2:3 Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai buah bungaran dari hasil tanah-Nya. Semua orang yang memakannya menjadi bersalah, malapetaka menimpa mereka, demikianlah firman TUHAN.

2:4 Dengarlah firman TUHAN, hai kaum keturunan Yakub, hai segala kaum keluarga keturunan Israel.

2:5 Beginilah firman TUHAN: Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu pada-Ku, sehingga mereka menjauh dari pada-Ku, mengikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka menjadi sia-sia?

2:6 Dan mereka tidak lagi bertanya: Di manakah TUHAN, yang menuntun kita keluar dari tanah Mesir; yang memimpin kita di padang gurun, di tanah yang tandus dan yang lekak-lekuk, di tanah yang sangat kering dan gelap, di tanah yang tidak dilintasi orang dan yang tidak didiami manusia?

2:7 Aku telah membawa kamu ke tanah yang subur untuk menikmati buahnya dan segala yang baik dari padanya. Tetapi segera setelah kamu masuk, kamu menajiskan tanah-Ku; tanah milik-Ku telah kamu buat menjadi kekejian.

2:8 Para imam tidak lagi bertanya: Di manakah TUHAN? Orang-orang yang melaksanakan hukum tidak mengenal Aku lagi, dan para gembala mendurhaka terhadap Aku. Para nabi bernubuat demi Baal, mereka mengikuti apa yang tidak berguna.

3:14 Kembalilah, hai anak-anak yang murtad, demikianlah firman TUHAN, karena Aku telah menjadi tuan atas kamu! Aku akan mengambil kamu, seorang dari setiap kota dan dua orang dari setiap keluarga, dan akan membawa kamu ke Sion.

3:15 Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian.

Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun. —Yeremia 2:2

Ke Mana Saja

Saat membuka foto-foto lama dari hari pernikahan saya, saya berhenti di selembar foto saya bersama suami ketika kami baru resmi menjadi suami-istri. Kesetiaan saya kepadanya terlihat jelas dari ekspresi wajah saya. Rasanya saat itu saya siap pergi ke mana saja bersamanya.

Hampir empat dekade berlalu, pernikahan kami diteguhkan oleh ikatan cinta dan komitmen yang telah memampukan kami melewati suka dan duka. Tahun demi tahun, saya memperbarui kesetiaan saya untuk pergi ke mana saja bersamanya.

Di Yeremia 2:2, Allah merindukan umat Israel yang dikasihi-Nya, meski mereka telah menyeleweng, “Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku.” Kata kasih dalam bahasa Ibrani mengandung makna kesetiaan dan komitmen yang tertinggi. Awalnya, Israel pernah menunjukkan kesetiaan yang tak tergoyahkan seperti itu kepada Allah, tetapi lama-kelamaan mereka berpaling dari Allah.

Meski ada perasaan yang menggebu-gebu di awal komitmen, sikap berpuas diri bisa menumpulkan kasih kita. Berkurangnya semangat juga bisa menyeret kita kepada penyelewengan. Kita sadar pentingnya berjuang melawan kemunduran seperti itu dalam pernikahan. Namun, bagaimana dengan bara api kasih kita kepada Allah? Apakah kesetiaan kita masih sama seperti saat pertama kali kita beriman kepada-Nya?

Dengan setia, Allah memperkenankan umat-Nya untuk kembali kepada-Nya (3:14-15). Hari ini kita dapat memperbarui janji kita untuk setia mengikut-Nya—ke mana saja. —Elisa Morgan

Ya Tuhanku, tolonglah aku menepati janji-janji yang telah kubuat di hadapan-Mu. Aku rela mengikut-Mu ke mana saja.

Kamu tidak perlu tahu ke mana kamu akan pergi jika kamu tahu Allah yang memimpinmu.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 12-13; Lukas 16

Hanya Sedetik

Senin, 16 April 2018

Hanya Sedetik

Baca: Mazmur 39:5-7

39:5 “Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!

39:6 Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela

39:7 Ia hanyalah bayangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti.

Tuhan, . . . betapa pendek hidupku. —Mazmur 39:5 BIS

Hanya Sedetik

Para ilmuwan cukup cerewet jika menyangkut soal waktu. Pada akhir 2016, para ilmuwan di Goddard Space Flight Center di Maryland, Amerika Serikat, menambahkan satu detik pada tahun itu. Jadi, jika kamu merasa tahun itu berjalan sedikit lebih lama dari biasanya, kamu tidak salah.

Mengapa mereka melakukan penambahan waktu itu? Karena rotasi bumi melambat dari waktu ke waktu, tahun demi tahun pun berjalan sedikit lebih lama. Ketika para ilmuwan melacak keberadaan benda-benda buatan manusia yang diluncurkan ke luar angkasa, mereka harus memastikan pengukurannya sangat akurat hingga hitungan milidetik. Itu dilakukan “untuk memastikan bahwa program yang kami buat untuk menghindari terjadinya tabrakan benar-benar akurat,” tutur salah seorang ilmuwan.

Tambahan atau pengurangan sedetik seperti itu rasanya tidak terlalu berpengaruh bagi sebagian besar dari kita. Namun, menurut Kitab Suci, waktu yang kita miliki dan bagaimana kita menggunakannya sangatlah penting. Misalnya, Paulus mengingatkan kita di 1 Korintus 7:29 bahwa waktu itu singkat. Waktu yang kita miliki untuk melakukan pekerjaan Allah sangat terbatas, karena itu kita harus memanfaatkannya dengan bijak. Paulus mendorong kita untuk menggunakan “sebaik-baiknya setiap kesempatan yang ada . . . , karena masa ini adalah masa yang jahat” (Ef. 5:16 bis).

Itu tidak berarti bahwa kita harus menghitung detik demi detik yang berlalu seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan itu. Namun jika kita menyadari betapa pendeknya masa hidup kita (Mzm. 39:5 bis), kita dapat diingatkan kembali tentang pentingnya menggunakan waktu yang ada dengan bijaksana. —Dave Branon

Tuhan, terima kasih atas setiap waktu yang Engkau berikan kepada kami. Kiranya kami senantiasa menghormati-Mu dengan menggunakan waktu-waktu pemberian-Mu secara bijaksana untuk menghormati dan memuliakan-Mu.

Jangan sekadar menghabiskan waktu, tetapi manfaatkan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 30-31; Lukas 13:23-35

Sportivitas

Sabtu, 7 April 2018

Sportivitas

Baca: Titus 2:7-8,11-14

2:7 dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu,

2:8 sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.

2:11 Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata.

2:12 Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini

2:13 dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,

2:14 yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

Jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. —Titus 2:7

Sportivitas

Saat pelari asal Singapura, Ashley Liew, menyadari bahwa ia berlari paling depan dalam perlombaan maraton di Pesta Olahraga Asia Tenggara, ia langsung tahu ada yang salah. Ia melihat bahwa para pelari lain yang tadinya memimpin perlombaan itu telah berbelok ke jalan yang salah dan sekarang mereka tertinggal di belakangnya. Ashley bisa saja memanfaatkan kesalahan mereka, tetapi semangat sportivitas yang dipegangnya teguh mengajarkan bahwa cara itu tidak akan menjadikannya pemenang sejati. Ia ingin menang karena berlari lebih cepat, bukan karena para pelari lainnya salah jalan. Karena keyakinan itulah Ashley memperlambat larinya agar mereka dapat menyusul.

Pada akhirnya, Ashley kalah dalam perlombaan itu dan tidak memperoleh medali. Namun, ia mendapat penghormatan dari warga sebangsanya serta penghargaan internasional atas sikapnya yang sportif. Sikap Ashley juga memberikan kesaksian iman yang baik, sehingga tentu ada yang tergerak untuk bertanya, “Apa yang mendorongnya berbuat demikian?”

Sikap Ashley menantang saya untuk membagikan iman saya melalui perbuatan nyata. Perbuatan kita yang sederhana—seperti menunjukkan perhatian, membagikan kebaikan, atau membawa pengampunan—dapat memuliakan Allah. Itu seperti yang dikatakan Paulus, “Kalau engkau mengajar, engkau harus jujur dan bersungguh-sungguh. Pakailah kata-kata yang bijaksana, yang tidak dapat dicela orang” (TiT. 2:7-8 bis).

Sikap kita yang positif terhadap orang lain dapat menunjukkan kepada dunia bahwa kita mampu tampil beda dalam hidup ini karena Roh Kudus berkarya di dalam kita. Dia akan memberi kita kesanggupan untuk menjauhi dosa dan keinginan duniawi, serta untuk menjalani hidup benar yang mengarahkan orang kepada Allah (ay.11-12). —Leslie Koh

Bapa Surgawi, kiranya perilaku kami membuat orang lain ingin tahu mengapa kami mampu tampil beda. Tolonglah kami untuk mengikuti pimpinan Roh-Mu yang kudus saat kami menjelaskan kepada mereka tentang pengharapan yang kami miliki.

Jalanilah hidup sedemikian rupa sehingga orang lain ingin mengenal Yesus.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 7-9; Lukas 9:18-36

Bertumbuh di Tempat yang Tepat

Sabtu, 24 Februari 2018

Bertumbuh di Tempat yang Tepat

Baca: 1 Samuel 20:30-34

20:30 Lalu bangkitlah amarah Saul kepada Yonatan, katanya kepadanya: “Anak sundal yang kurang ajar! Bukankah aku tahu, bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu?

20:31 Sebab sesungguhnya selama anak Isai itu hidup di muka bumi, engkau dan kerajaanmu tidak akan kokoh. Dan sekarang suruhlah orang memanggil dan membawa dia kepadaku, sebab ia harus mati.”

20:32 Tetapi Yonatan menjawab Saul, ayahnya itu, katanya kepadanya: “Mengapa ia harus dibunuh? Apa yang dilakukannya?”

20:33 Lalu Saul melemparkan tombaknya kepada Yonatan untuk membunuhnya. Maka tahulah Yonatan, bahwa ayahnya telah mengambil keputusan untuk membunuh Daud.

20:34 Sebab itu Yonatan bangkit dan meninggalkan perjamuan itu dengan kemarahan yang bernyala-nyala. Pada hari yang kedua bulan baru itu ia tidak makan apa-apa, sebab ia bersusah hati karena Daud, sebab ayahnya telah menghina Daud.

Lalu Yonatan membuat perjanjian dengan keluarga Daud. —1 Samuel 20:16 FAYH

Bertumbuh di Tempat yang Tepat

“Gulma adalah tanaman apa saja yang tumbuh di tempat yang tidak kamu inginkan,” kata ayah saya saat memberikan cangkul kepada saya. Tadinya saya ingin membiarkan saja tanaman jagung yang tumbuh di antara tanaman kacang polong. Namun, ayah yang telah berpengalaman dalam urusan bertani menyuruh saya mencabut tanaman jagung itu. Batang jagung yang tumbuh sendiri itu tidak berguna sama sekali dan hanya menghambat pertumbuhan tanaman kacang polong dan merampas nutrisi yang dibutuhkannya.

Manusia bukanlah tanaman—kita memiliki pemikiran sendiri dan kehendak bebas yang diberikan Allah. Namun, adakalanya kita berusaha untuk bertumbuh di tempat yang tidak dimaksudkan Allah.

Putra Raja Saul, Yonatan, bisa saja melakukan hal tersebut. Ia sangat berhak jika ia mau menjadi raja. Namun, ia melihat berkat Allah atas Daud sekaligus mengenali sikap iri hati dan kesombongan Saul, ayahnya (1Sam. 18:12-15). Jadi daripada merebut takhta yang tidak akan pernah menjadi miliknya, Yonatan memilih untuk menjadi sahabat dekat bagi Daud, bahkan pernah menyelamatkan hidup Daud (19:1-6; 20:1-4).

Mungkin ada yang mengatakan bahwa pengorbanan Yonatan terlalu besar. Namun pertanyaannya, bagaimana kita ingin dikenang? Sebagai orang yang ambisius seperti Saul, yang berusaha mempertahankan kerajaannya tetapi akhirnya lepas juga? Atau seperti Yonatan, yang melindungi hidup seseorang yang kelak menjadi nenek moyang Yesus?

Rencana Allah selalu lebih baik daripada rencana kita sendiri. Kita bisa menolak rencana Allah itu dan meniru tanaman jagung yang salah tempat tadi. Atau kita dapat menerima arahan Allah dan menjadi tanaman yang bertumbuh dan berbuah di tanah yang diusahakan-Nya. Pilihannya ada di tangan kita. —Tim Gustafson

Tuhan, ampuni kami saat bertindak seolah-olah Engkau telah salah menempatkan kami. Tolonglah kami melakukan kehendak-Mu yang benar hari ini.

Allah mengundang kita untuk bekerja bersama-Nya dalam menyebarkan Injil di mana pun kita ditempatkan.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 9-11; Markus 5:1-20

Mengikuti Pimpinan-Nya

Kamis, 15 Februari 2018

Mengikuti Pimpinan-Nya

Baca: 1 Raja-Raja 19:19-21

19:19 Setelah Elia pergi dari sana, ia bertemu dengan Elisa bin Safat yang sedang membajak dengan dua belas pasang lembu, sedang ia sendiri mengemudikan yang kedua belas. Ketika Elia lalu dari dekatnya, ia melemparkan jubahnya kepadanya.

19:20 Lalu Elisa meninggalkan lembu itu dan berlari mengikuti Elia, katanya: “Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau.” Jawabnya kepadanya: “Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu.”

19:21 Lalu berbaliklah ia dari pada Elia, ia mengambil pasangan lembu itu, menyembelihnya dan memasak dagingnya dengan bajak lembu itu sebagai kayu api; ia memberikan daging itu kepada orang-orangnya, kemudian makanlah mereka. Sesudah itu bersiaplah ia, lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya.

Sesudah itu bersiaplah [Elisa], lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya. —1 Raja-Raja 19:21

Mengikuti Pimpinan-Nya

Saat masih anak-anak, saya selalu menantikan kebaktian hari Minggu sore di gereja kami. Ibadah Minggu sore terasa sangat menyenangkan, karena mimbar gereja kami sering diisi oleh para misionaris dan pembicara tamu lainnya. Isi khotbah mereka menggugah iman saya karena kerelaan mereka untuk meninggalkan keluarga dan sahabat—dan ada juga yang meninggalkan rumah, harta, dan karier—untuk pergi ke tempat-tempat yang asing dan terkadang berbahaya demi melayani Allah.

Seperti para misionaris tersebut, Elisa meninggalkan banyak hal demi mengikuti Allah (1Raj. 19:19-21). Sebelum Allah memanggil Elisa ke dalam pelayanan melalui Nabi Elia, tidak banyak yang kita ketahui tentang Elisa kecuali bahwa ia adalah seorang petani. Ketika menemui Elisa yang sedang membajak di ladang, Nabi Elia memakaikan jubahnya ke bahu Elisa (lambang dari peran Elia sebagai nabi) dan memanggil Elisa untuk mengikutnya. Setelah mengajukan satu permintaan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada ayah dan ibunya, Elisa pun mengorbankan lembunya dan membakar bajaknya, pamit kepada orangtuanya, lalu mengikut Elia.

Meskipun tidak banyak dari kita yang dipanggil untuk meninggalkan keluarga dan sahabat untuk melayani Allah sebagai misionaris penuh waktu, Allah menghendaki kita semua untuk mengikut Dia dan “tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan bagi [kita] dan dalam keadaan seperti waktu [kita] dipanggil Allah” (1Kor. 7:17). Seperti yang sering saya alami, melayani Allah bisa terasa menyenangkan sekaligus menantang, di mana pun kita berada—sekalipun kita tidak pergi ke tempat-tempat yang jauh. —Alyson Kieda

Ya Tuhan, perlengkapi kami untuk menjadi utusan-Mu di mana pun Engkau menempatkan kami—dekat ataupun jauh, di negeri kami atau di negara lain.

Allah akan menunjukkan kepada kita cara yang terbaik untuk melayani-Nya di mana pun kita berada.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 17-18; Matius 27:27-50