#Blessed, Berkat yang Lebih Dari Sekadar Hashtag
Oleh Eudora Chuah, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Are We Really Blessed?
Belakangan ini, aku tertarik untuk menyelidiki salah satu hashtag yang populer di media sosial. Sebenarnya, hashtag ini bukanlah sesuatu yang baru, bukan juga sebuah istilah yang baru. Hashtag itu adalah #blessed atau dalam bahasa Indonesia adalah #diberkati.
Jika kamu coba mencari hashtag ini di Instagram, ada sekitar 72 juta konten yang diberi hashtag #blessed. Masing-masing orang mengungkapkan beragam hal yang menurut mereka itu berkat. Ada yang mengunggah benda-benda hadiah, liburan mewah, dan foto-foto kebersamaan bersama teman dan keluarga. Dalam tiap konten itu, tak jarang ada pula yang menyertakan kutipan kata-kata bijak, salah satunya dari ayat-ayat Alkitab.
Aku sendiri jarang menggunakan hashtag dalam media sosial. Tapi, seringkali aku mengucapkan kata “diberkati”, baik itu sengaja ataupun tidak sengaja terucap dalam percakapan. Sebagai contoh, aku mengatakan, “Aku sungguh diberkati karena bisa mengenal orang-orang ini, hal-hal ini, ataupun karena mendapatkan kesempatan-kesempatan ini.”
Mungkin kamu bertanya-tanya, inilah masalahnya: seringkali kita lupa apa makna sesungguhnya dari kata “diberkati”.
Sebagai orang Kristen, tentu kita sering menggunakan kata “berkat”. Berkat yang kita sebutkan itu tidak hanya bicara mengenai apa yang kita miliki ataupun tentang harta kekayaan. Jika kita menilik sejenak makna dari kata “berkat” dalam konteks sekuler, “berkat” itu tidak bicara tentang kecukupan materi semata. Kamus bahasa Inggris Oxford mendefinisikan kata “berkat” sebagai “sesuatu yang dikuduskan”, atau “dianugerahkan perkenanan dari yang Ilahi”. Kamus lainnya mendefinisikan kata “berkat” sebagai “sesuatu yang mendatangkan sukacita dan rasa syukur”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata “berkat” sebagai “karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam hidup manusia”.
Penggunaan hashtag #blessed ini juga pernah menjadi kontroversi. Beberapa orang kolumnis berita mengungkapkan ketidaksetujuan mereka akan penggunaan hashtag ini. Menurut mereka, menggunakan hashtag secara berlebihan dapat menghilangkan makna sesungguhnya. Alih-alih ingin mengungkapkan rasa syukur, hashtag #blessed malah menjadi ajang untuk memegahkan diri sendiri.
Lalu, apa yang Alkitab katakan tentang berkat yang sesungguhnya? Efesus 1:3 mengatakan pada kita demikian, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.” Mungkin seseorang akan berpikir bahwa lewat ayat ini, Tuhan menjanjikan kita kelimpahan hal-hal materi seperti liburan dan hadiah-hadiah, atau jaminan untuk mendapatkan teman-teman dan keluarga yang saling mengasihi. Namun, sekalipun hal-hal itu merupakan bagian dari berkat dari Tuhan (Matius 7:11, Yakobus 1:17, Lukas 11:13), hal-hal itu bukanlah “segala berkat rohani” yang dimaksud Alkitab.
Jadi, apakah segala berkat rohani itu? Dalam Efesus 1:4-13, Paulus menjelaskan bahwa kita diberkati karena Tuhan telah memilih kita sebelum dunia ini dijadikan (ayat 4). Di dalam-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa (ayat 7). Setelah Tuhan menebus kita dari dosa, Dia menyatukan kita dalam Kristus (ayat 10). Terakhir, kita diberkati karena kita dimeteraikan dalam janji Roh Kudus (ayat 13). Sesungguhnya, kita telah diberkat ikarena kita telah diselamatkan oleh Tuhan.
Jadi, bagaimana seharusnya tanggapan kita? Buatku sendiri, #blessed adalah sebuah status yang Allah Bapa berikan kepada kita atas apa yang sudah dilakukan-Nya dalam Yesus. Fokus kita bukan lagi kepada keuntungan apa yang dapat kita terima, melainkan kita harus menyadari bahwa hanya kepada Tuhanlah iman kita bertumpu. Setiap respons kita harus memuliakan keagungan-Nya. Kita bergembira karena Tuhan, bukan karena pemberian-pemberian-Nya.
Secara pribadi, pemahaman ini memberiku penghiburan dan harapan karena aku tahu bahwa aku sungguh diberkati terlepas dari situasi dan hal-hal apa yang sudah aku perbuat.
Kerinduanku adalah supaya Tuhan dapat mengajariku untuk terus mengingat kebenaran ini supaya aku bisa tetap mengucap syukur atas apa yang kumiliki. “Diberkati” itu sesungguhnya tidak hanya bicara kekayaan material semata, tapi tentang menerima karunia terbesar dari Tuhan, yaitu diri-Nya sendiri.
Baca Juga:
Apakah Orang Kristen Tidak Boleh Kaya?
Komisi pemuda di gereja kami baru saja memulai pendalaman Alkitab tentang khotbah di bukit. Ketika kami sedang mencoba memahami maksud dari perkataan Yesus dalam Lukas 6:20, salah seorang pemuda bertanya, “Apakah ayat ini hendak mengatakan bahwa orang Kristen tidak boleh kaya?”