Posts

Untukmu yang Sedang Melewati Lorong Gelap

Oleh Yessica Anggi, Surabaya

Lorong gelap.

Itulah istilah yang kusematkan pada suatu masa ketika jalan hidupku terasa kelam. Aku pernah mengalami depresi, hilang tujuan hidup, dan kesepian. Aku tahu aku tidak bisa menyimpan semuanya sendirian, jadi kucoba untuk bercerita ke orang lain. Namun, saat itu bukannya dukungan yang kurasakan, malah penghakiman.

Kementrian Kesehatan mendefinisikan depresi sebagai sebuah penyakit yang ditandai dengan rasa sedih berkepanjangan dan kehilangan minat terhadap kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan dengan senang hati. Secara sederhana, depresi dapat dikatakan gangguan kesehatan mental yang mempengaruhi perasaan, cara pikir, dan cara bertindak.

Pengalamanku dengan depresi terjadi sebagai dampak dari mengalami penolakan yang berujung kekecewaan, kegagalan dalam karier yang memaksaku memulai perjalananku dari awal lagi, juga kesepian. Aku pernah memiliki ekspektasi yang sangat tinggi buat hidupku. Aku harus jadi seperti teman-temanku yang pekerjaannya sudah lebih stabil. Soal hubungan pun aku mengatur diriku dengan ketat tanpa melihat sejauh mana kesiapan diriku. Ketika akhirnya aku terjatuh, mencari pertolongan dari orang lain terasa menakutkan karena aku takut respons mereka malah menambah rasa sakit di hati.

Sejak tahun 2022 aku bergumul dengan perasaan depresi ini, namun pelan-pelan Tuhan memberikan kedamaian hati. Dalam pekerjaanku sehari-hari di klinik perawatan pasien kanker, aku ditegur melalui cerita-cerita dari banyak pasien yang berobat. Mereka bertutur tentang beratnya perjuangan untuk bertahan dan tetap hidup. Ada seorang pasien yang bilang begini, “Aku tidak boleh nyerah, karena kehidupan yang diberikan kepadaku bukanlah kehidupan yang murah. Aku punya misi dan tugas yang belum selesai. Hidupku berharga.” Bukan hanya kata-kata itu saja yang membuatku tertegur, namun pasien itu juga mendonorkan kornea matanya! Salah satu tujuan hidupnya adalah dia ingin orang lain yang tidak bisa melihat dapat melihat indahnya dunia ini. Dengan mendonorkan korneanya, dia berharap walaupun nanti dia telah tiada, dia masih bisa menjadi berkat buat orang lain.

Cerita dan pertemuan dari orang-orang yang berjuang begitu hebat, yang tak cuma merasakan sakit di perasaannya, tapi juga di seluruh tubuh fisiknya menjadi cara Tuhan untuk membalut luka hatiku dan membuka pandanganku lebih luas. Adalah betul jika segala kepahitan hidup memaksaku masuk ke dalam lorong gelap yang panjang, tetapi imanku menolongku untuk tahu dan percaya bahwa lorong gelap itu tidak abadi. Di ujungnya, ada satu Sosok yang dalam terang-Nya menantiku untuk menikmati persekutuan erat dengan-Nya. Tuhan memberiku pemulihan meskipun semua masalah belum selesai. Saat ini aku telah bekerja kembali dan sesuai dengan janji-Nya, bila kemarin Tuhan menolongku, hari ini pun Dia akan menolong. 

Ada satu lagu yang liriknya menguatkanku.

Tuhan, Engkau memilihku
Sebelum ‘ku ada
Jemari-Mu yang menenunku
Serupa gambaran-Mu

Di saat “depresi”, pasti jalan yang kita lalui akan terasa seperti lorong gelap, namun lirik lagu itu mengajak kita untuk menyadari bahwa di balik kelamnya hidup, Tuhan merencanakan hidup yang indah dan baik buat kita. Tuhanlah yang memilihku untuk tujuan yang mulia sebelumku lahir.

Sekarang aku tahu bahwa ketika setiap orang dapat jatuh dalam depresi, kita dapat menyerahkan hidup kepada Sang Pemilik Hidup. Inilah keputusanku di tahun ini. Aku belajar untuk melepaskan kehendakku dan belajar bahwa kecewa, kesepian, dan sakit hati mungkin akan kembali kurasakan di masa depan, namun Tuhanlah yang pasti mengobatinya. Kadang kita dihancurkan untuk dibentuk kembali oleh-Nya.

Apabila hari ini ada di antara kamu yang sedang bersusah hati, aku berdoa agar Tuhan menolongmu dan memberimu damai sejahtera sebagaimana dulu Dia menolongku. Tuhanlah tempat yang tepat untuk kita datang dan menyerahkan semua beban kita.

God bless you!

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Ketika Kenyamanan Justru Menghancurkanmu

Oleh Fandri Entiman Nae, Kotamobagu

Ada kutipan berbahasa Inggris yang berkata demikian: “Hard times create strong men, strong men create good times, good times create weak men, and weak men create hard times.” 

Beribu-ribu tahun sejarah mencatat, manusia selalu berupaya menjadikan kondisi hidupnya lebih baik. Tetapi, sejarah mencatat pula bahwa kondisi baik yang bisa kita sejajarkan dengan kenyamanan tak pernah jadi tujuan akhir yang tetap. Meraih kenyamanan tak berarti masalah hilang, justru malah melahirkan masalah-masalah baru. Nah, kalau begitu, apakah itu artinya kita tidak boleh mengupayakan kenyamanan? Untuk menjawabnya aku mau mengajakmu menjelajah lebih dalam tentang bagaimana kenyamanan membentuk hidup dan dunia kita. 

Hidup dalam kondisi nyamanan bukanlah hal buruk. Tetapi, dari apa yang kuperhatikan dan kualami, kenyamanan yang salah tempat membuat banyak orang menjadi hancur. Kenyamanan dapat perlahan berubah menjadi candu, dan jika itu terlepas dari kebenaran, maka bersiaplah untuk menjumpai kehancuran. Tentu ini bukan artinya kita malah mencari-cari masalah lalu menolak keindahan dan kenikmatan secara mutlak. Itu jelas konyol. Namun, seperti yang Timothy Keller katakan, “Hal-hal baik dari dunia ini yang dianggap sebagai berkat (keindahan, kuasa, kenyamanan, kesuksesan, pengakuan), yang diterima di luar Allah adalah kutuk. Semua itu akan menggoda dan menghabisi kita.” 

Jika sampai di sini kamu merasa tulisan ini terlalu keras, ambillah sedikit waktu untuk berdoa karena Dia mengizinkan momen ini untuk mengingatkanmu. Tapi, jangan lupa, lanjutkan membaca sampai akhir.

Mari mengingat kembali satu kisah tentang seorang wanita yang ditulis ribuan tahun sebelum Kristus lahir di Betlehem. Alkitab tidak menyebutkan namanya, apalagi zodiaknya! Kita hanya diberi informasi bahwa sosok ini ialah istri Lot, keponakan Abraham. Memang ada tradisi Yahudi yang mengatakan namanya adalah Ado atau Edith, tapi kita tidak dapat memastikan. 

Meskipun kita tidak terlalu mengenal orang ini, tetapi apa yang terjadi dalam hidupnya adalah kisah tragis yang populer dan dapat menjadi pengingat bagi kita. Aku bahkan sangat yakin “soal” tentang istri Lot selalu muncul dalam lomba cerdas cermat Alkitab untuk anak-anak di gereja. “Siapa tokoh dalam Alkitab yang menjadi tiang garam?”

Tuhan yang penuh kasih sekaligus Tuhan yang amat membenci dosa, menghancurkan Sodom dan Gomora, dua kota yang terkenal karena kebejatannya. Memang Lot dan keluarganya tinggal di sana, namun mereka mendapatkan peringatan dan kesempatan dari Tuhan untuk meninggalkan tempat itu. Sayang sekali, istri Lot tidak mengindahkan peringatan yang berasal dari Tuhan untuk melarikan diri dan tidak menoleh ke belakang. Dia (istri Lot), terlalu nyaman di sana dan dengan demikian mencelakai dirinya sendiri. 

Dari sini kita dapat melihat bahwa sebenarnya persoalan terbesar istri Lot bukan hanya karena dia tinggal di Sodom, melainkan karena Sodom yang telah tinggal di dalam dirinya. Sodom telah memberinya banyak hal. Mungkin rumah mewah dan usaha yang lancar. Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita agar kita sadar penuh bahwa meskipun kita tinggal di dalam dunia, jangan membiarkan dunia tinggal di dalam kita.

Dunia selalu menawarkan kenyamanan dan membuatmu sejenak lupa dengan berbagai bahaya yang menanti. Berapa banyak dari kita yang telah merasa hancur karena jatuh dalam hubungan yang salah dimulai dengan alasan kenyamanan? Berapa banyak orang yang telah melalaikan pekerjaan, keluarga, termasuk pelayanan karena minuman keras, obat terlarang, hingga game online? Berapa banyak orang telah menyesal karena sadar akan banyak hal yang telah dia rusak pada waktu yang lampau? Semua dimulai dengan mencoba, lalu mengulanginya karena nyaman, dan akhirnya kecanduan. Istri Lot menjadi tiang garam karena dia menoleh ke belakang, melawan apa yang sudah diperingatkan Tuhan kepadanya, sekaligus sebuah petunjuk jelas bahwa ada sesuatu yang tidak mau dia lepaskan dari Sodom. Istri Lot lupa ada yang jauh lebih berharga dari semua itu, nyawanya.

Sekali lagi, ini bukan berarti kita tidak boleh menikmati semua hal di dalam dunia ini. Kamu tentu boleh mengunduh game online di gawaimu dan memainkannya. Jika kamu punya uang yang cukup, kamu bahkan boleh membeli Playstation 6 dan memberikan Playstation 5 punyamu padaku. Namun, meminjam dan sedikit memodifikasi perkataan Tim Keller, segala macam kenyamanan yang kamu terima dan nikmati di luar Allah dan Firman-Nya, yang kamu gunakan hanya untuk memuaskan dirimu sendiri, adalah berhala yang akan membuatmu menyesal. Jangan lupa berhala bukan hanya sekadar patung, melainkan segala sesuatu yang menyita perhatianmu melebihi perhatianmu pada Tuhan.

Untuk kamu yang mengenal baik kelemahanmu sendiri, jangan merasa sangat hebat. Jangan biarkan dirimu memulai sesuatu yang kamu tahu tidak mampu kamu tangani, dapat mencelakaimu, dan terutama yang berseberangan dengan Firman Tuhan. Ingat, kamu tidak sendiri. Kamu ditunggu oleh orang-orang yang mencintaimu di rumah. Ada juga saudara-saudara seimanmu yang menunggumu di gereja. Minta Tuhan untuk memberimu hikmat dalam memilih, juga keberanian untuk menolak.

Untuk kamu yang telah terlanjur jatuh dalam kesalahan, dan kini sedang berjuang meninggalkan kebiasaan buruk yang lama, ingat, kamu juga tidak sendiri! Ada jutaan orang di panti rehabilitasi, ruang konseling, dan di berbagai tempat yang sedang berjuang melawan diri sendiri, demi orang-orang yang dicintainya dan yang mencintainya. Minta Tuhan agar memberimu kekuatan untuk bertahan dalam perjuangan ini.

Dan untuk kita semua, ingatlah kita tidak sendiri, ada Tuhan Yesus, Sang Juruselamat yang telah mengambil rupa sebagai hamba, yang telah mati di Kalvari untuk menebus dosa kita, yang bangkit dari kematian mengalahkan maut, yang naik ke surga, memberikan jaminan keselamatan, dan yang memateraikan Roh Kudus pada setiap orang percaya. 

Hiduplah menurut keinginan Roh itu karena di dalamnya ada hidup dan damai sejahtera (Roma 8:6).

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

4 Pelajaran dari Tanah Liat

Oleh Shenny Sutanto, Surabaya

Sepanjang perjalanan hidupku aku telah belajar bagaimana proses menjadi sebuah bejana Tuhan yang selalu siap dibentuk, khususnya pada tahun 2022 ini. Saat fase hidupku berada di bawah, hal yang selalu kutayanyakan adalah, “Tuhan, Engkau ingin Shenny jadi apa? Apa tujuan hidup Shenny? Apa pun tujuan-Mu, bentuklah Shenny.” Aku rindu dibentuk Tuhan seperti tanah liat di tangan penjunannya.

Namun, kadang aku penasaran mengapa seringkali Alkitab menggunakan tanah liat sebagai perumpamaan. Setelah kuikuti kelas membuat tembikar, barulah aku paham bahwa perumpamaan manusia bagaikan tanah liat punya makna yang dalam.

1. Tanah liat tidak dibentuk asal-asalan, tetapi untuk suatu tujuan

Tanah liat adalah jenis tanah yang terbentuk dari proses pelapukan kerak bumi dan kita bisa menemukannya di sungai, danau, dan tempat lembab sejenisnya. Pada dasarnya tanah liat tidak berguna jika tidak ada orang yang memakainya untuk suatu tujuan. Umumnya tanah liat dipakai sebagai bahan baku pembuatan tembikar atau kerajinan, misal untuk membuat pot, piring, gelas, dan lain lain.

Begitu pula hidup kita sebagai tanah liat-Nya tentu memiliki tujuan yang spesifik, tapi kita sebagai manusia memiliki keterbatasan untuk memahami rencana-Nya. Namun, bukan hal yang mustahil juga bahwa kelak kita dapat memahami tujuan hidup kita seiring berjalannya waktu.

Kemarin, saat di kelas aku dan teman-temanku sudah punya tujuan mau dibentuk apa tanah liat yang kami pegang. Kami mau membuat gelas. Tujuan akhir kami sama, namun hasilnya beda-beda karena kami membuatnya manual menggunakan tangan, bukan mesin 3D modelling yang bisa menghasilkan bentuk yang sama. Allah memanggil kita untuk suatu tujuan: hidup di dalam-Nya dan memuliakan nama-Nya, namun dalam prosesnya kita semua diberikan karunia dan keunikan masing-masing.

Setelah selesai membuat gelas, kami membuat mangkok. Tapi, tak semua berhasil. Lucunya malah ada temanku yang hasil akhir kerajinannya lebih mirip tempat sambal daripada mangkok. Meski terkesan gagal, namun hal seperti itu ternyata wajar bagi para pengrajin tanah liat. Kadang bentuk akhirnya tidak sesuai dengan rencana awal, tetapi sang penjunan tidak kehabisan cara. Mereka dengan kreatif bisa menjadikan hasil kerajinannya tetap bermanfaat. Aku pun jadi teringat ayat dari Yeremia 18:4 yang berkata:

“Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya.”

Arti dari ayat ini bukan berarti ada dari kita yang rusak ketika dibentuk Allah, bukan begitu. Melalui ayat ini Yeremia sedang mewartakan bahwa kita ibarat tanah liat yang rusak dikarekan dosa. Tetapi, Allah berusaha memenuhi tujuan-Nya, bahkan setelah manusia jatuh dalam dosa. Allah tidak membuat kita yang telah rusak, tetapi membentuknya kembali agar sempurna.

2. Tanah liat membutuhkan air

Tanah liat berbeda dengan mainan plastisin atau malam yang bisa langsung kita bentuk. Tanah liat membutuhkan air. Di tahap awal aku membuat kerajinan, aku harus meneteskan beberapa tetes air ke atas tanah liat. Begitupun di tengah-tengah proses pembuatan. Kita harus menjaga agar tangan dan tanah liat kita basah namun tanah liatnya tidak boleh terlalu basah.

Ada kalanya hidup kita membuat kita meneteskan air mata. Tetapi, cobalah kita pandang dari sudut pandang tanah liat. Air mata dibutuhkan sebagai cara agar hati kita menjadi lunak, agar dapat dibentuk sesuai tujuan-Nya.

3. Tanah liat membutuhkan tekanan

Saat membuat kerajinan, aku menggunakan tanganku untuk menekan tanah liat dengan teknik-teknik yang diajarkan di kelas. Caraku menekan menentukan apakah hasil tanah liatku sesuai dengan tujuanku atau tidak.

Kata kakak yang mengajarkanku, tanah liat bisa ‘kaget’ kalau kita salah menekan atau berlebihan memberikan tekanan. Tanah liat akan penyok jika tekanannya cuma di satu sisi saja. Dibutuhkan tekanan dan teknik yang pas supaya hasil akhirnya baik.

Dalam hidup pun kita tak asing dengan tekanan. Kadang kita merasa tekanan yang diberikan itu berlebihan karena kita tak punya kekuatan yang cukup. Namun, jika kita percaya dan menyerahkan hidup kita di tangan-Nya maka kita pun perlu percaya bahwa Dia adalah seorang penjunan yang andal dalam mengerjakan tanah liatnya. Tuhan tahu tekanan yang pas untuk hidup kita, tidak kurang dan tidak lebih karena Dia tahu tujuan kita untuk apa.

4. Tanah liat membutuhkan waktu hingga menjadi berbentuk

Proses mengolah tanah liat jadi kerajinan itu kurang lebih butuh waktu selama dua jam, namun ternyata proses ini belum berakhir. Tanah liat yang telah aku bentuk masih harus aku diamkan selama satu bulan untuk proses pengeringan dan laminasi food-grade karena aku membuat alat makan.

Kurasa hidup kita pun seperti itu, tidak selesai setelah mendapatkan tekanan dan masalah. Setelah melewati fase tekanan dalam hidup, kita juga memerlukan waktu “pengeringan” atau tahap akhir. Entah itu waktu untuk kita memahami maksud dan tujuan dari tekanan yang ada atau waktu untuk makin mendekatkan diri kepada Tuhan.

Jika tanah liat membutuhkan satu bulan agar dapat dibilang prosesnya telah selesai, kita mungkin tidak tahu kapan fase terakhir ini akan selesai. Namun, yang pasti kita harus terus memperjuangkan iman kita sampai akhir hidup kita. Mungkin kita melakukan kesalahan, dan hidup kita pun menjadi seperti tanah liat yang rusak, tapi ingatlah selalu bahwa Tuhan adalah seorang penjunan handal. Dia selalu dapat membuat pecahan hidup kita menjadi berharga seperti seniman kinstugi, seniman yang khusus membuat karya dari keramik-keramik yang pecah.

Dari kelas kerajinan ini aku bersyukur Tuhan memberikan aku kesempatan untuk belajar membuat tanah liat, untukku melihat sisi kehidupan dari perspektif yang lain. Bukan suatu kebetulan manusia diibaratkan sebagai tanah liat. Memiliki hati yang mau dibentuk oleh Tuhan juga berarti perlu kesiapan hati untuk melewati semua proses pembentukannya hingga akhir hidup kita.

Tuhan Yesus memberkati.