503 tahun yang lalu, seorang biarawan mengirimkan setumpuk dokumen tebal kepada kepala-kepala gereja di kota Wittenberg, Jerman. Isinya adalah 95 tesis yang ditulis si biarawan untuk mengkritisi penjualan surat penebusan dosa oleh gereja saat itu untuk membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus dan Kapel Sistina di Vatikan.
Jika dilihat dari segi kuantitas, gerejaku tergolong cukup besar. Ada sekitar 400 jemaat aktif yang rajin beribadah setiap minggunya. Tapi, jika dilihat dari kategori usia, golongan pemuda dan remaja jadi yang paling sedikit. Dalam persekutuan pemuda atau remaja yang digelar tiap Sabtu, yang hadir hanya tiga orang: aku, temanku, dan satu temanku lagi yang merangkap menjadi pembicara sekaligus pemain musik.
Kamu aktif melayani di gereja. Kamu hadir setiap Minggu pagi, datang lebih awal untuk menata bangku dan menyiapkan peralatan kebaktian, atau kamu menjemput jemaat-jemaat yang renta dari rumah mereka, lalu mengantarnya hingga mereka duduk di tempat biasa mereka di ruang ibadah.
#WSKSaTeFilipi: Beberapa waktu lalu, seorang temanku mengirimiku beberapa chat yang panjang, ia sedang merasa frustrasi. Aku tidak nyaman dengan konflik—terutama ketika kondisinya tidak melibatkanku. Maka meskipun aku tahu aku harus menolong temanku itu, aku tidak tahu bagaimana caranya.
#WSKSaTeFilipi: Apa yang muncul di pikiranmu ketika kamu mendengar kata “persekutuan”? Seringkali kita membayangkannya sebagai sekadar acara “kumpul-kumpul”, bermain bersama di komunitas pemuda, atau berbincang-bincang tentang topik-topik yang santai.
Aku pernah merasa tidak layak untuk melayani Tuhan karena dosa-dosaku. Namun, aku bersyukur karena Yesus telah mati untuk menebus dosa-dosaku dan bangkit untuk memberiku jaminan akan hidup kekal. Ketika segala dosaku telah diampuni-Nya, aku rindu untuk memberikan yang terbaik sebagai ungkapan syukurku.
Beberapa tahun lalu, aku dan Jarrid Wilson diundang ke acara yang sama dan setelah acara itu usai, kami jadi berteman. Kami mengobrol lewat chat dan saling mendukung satu sama lain. Karena kami sama-sama melayani sebagai pendeta, kami punya banyak kesamaan. Setiap interaksi dengannya selalu membangkitkan semangat.
Buat kita yang mungkin pernah melihat atau mengikuti akun satire seperti @gerejapalsu @pastorinstyle atau @jemaat_gerejapalsu, kita akan merasa geregetan dengan pembahasan para mimin tentang para pastor atau pendeta masa kini.