Posts

Gempa Bumi: Realita yang Mengikat Kita

Oleh Agustinus Ryanto

2 September 2009 adalah kali pertama aku mengalami gempa dengan durasi yang panjang. Kala itu aku masih duduk di kelas X SMA. Satu jam setelah pulang ke rumah, tiba-tiba lantai bergetar. Sedetik dua detik aku masih bingung ini kejadian apa. Barulah setelah tetangga berteriak “Gempaa!” aku lari keluar rumah, menghambur bersama ratusan orang lainnya.

Gempa tektonik berkekuatan 7,2 skala richter itu berpusat di laut selatan. Dengan durasi sekitar 50 detik, guncangannya cukup kuat untuk menghancurkan rumah-rumah di kawasan Bandung selatan dan Cianjur. Tercatat ada puluhan korban meninggal dan ribuan rumah rata dengan tanah. Kondisi rumahku masih cukup aman meskipun muncul banyak retakan, tetapi gedung sekolahku terdampak cukup parah hingga kami pun diliburkan selama dua hari.

Gempa bumi bukanlah hal baru bagi kita yang tinggal di Indonesia, terkhusus jika kita bermukim di sekitaran sabuk gunung berapi dan pertemuan lempeng seperti pulau Jawa, pesisir barat Sumatra, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Papua. Posisi negeri kita yang kaya akan sumber daya alam berdampingan pula dengan bahaya nyata berupa bencana. Lempeng-lempeng tektonis yang saling bertemu dan bertumpuk pasti akan mengakibatkan gempa. Meskipun teknologi telah memungkinkan untuk kita mendeteksi, tetapi memastikan waktu spesifik kapan dan bagaimana gempa itu akan terjadi masihlah sulit.

Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita perlu takut, atau abai saja terhadap bencana yang sedang mengintai?

Jujur, hatiku sendiri takut menghadapi bencana. Getaran yang diakibatkan gempa selalu membuat kaki lemas dan kepala pusing. Seketika terbayang segala kengerian yang bisa terjadi pasca bumi bergoncang. Namun, aku pun belajar bahwa gempa dan bencana alam adalah bukti bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk kerdil yang tak mampu mengendalikan bumi di bawah pijakan kaki kita. Kita butuh tempat yang lebih kokoh untuk berpijak, dan kabar baiknya, tempat itu dapat kita temukan dalam Allah yang bersabda, “Biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu” (Yesaya 54:10).

Kepada umat-Nya, Allah memanggil kita semua untuk datang pada-Nya. Bencana alam meskipun terjadi atas seizin-Nya, bukanlah niatan hati Allah untuk mencelakakan kita. Dunia dipenuhi bencana adalah akibat dari dosa (Kej. 3:17, Rm 8:20-22) dan Allah memanggil kita untuk menemukan perlindungan sejati hanya di dalam Dia saja.

Hari ini ketika kita berduka karena gempa bumi yang baru mengguncang Kabupaten Cianjur pada 21 November, marilah berdoa agar Tuhan memberkati dan menolong setiap proses evakuasi yang masih berlangsung, memberi penghiburan dan pemulihan bagi setiap korban.

Bagi kita yang tidak terdampak secara langsung, momen gempa bumi adalah momen yang baik untuk kita memikirkan ulang bagaimana kita seharusnya bertindak menghadapi gempa. Berdoa dan berserah pada Tuhan sudah tentu jadi yang pertama dan utama, tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana kita belajar melakukan mitigasi yang tepat seperti yang sudah dipraktikkan oleh saudara-saudara kita dari negara yang lebih maju seperti di Jepang.

Ada banyak instansi kredibel yang memberikan informasi mitigasi yang tepat dan mudah kita akses dari internet. Memahami cara mitigasi dengan benar dari sebelum bencana terjadi akan sangat bermanfaat untuk membuat kita siap sedia menghadapi bencana kapan pun. Dan… sambil kita waspada, kita pun berdoa memohon perlindungan dan pemeliharaan Allah sebab pertolongan kita “ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi” (Mazmur 121:2).


Baca lebih lanjut atau bagikan materi tentang musibah dan bencana pada Seri Pengharapan Hidup di bawah ini:

Kala Musibah Melanda

Apa yang kita pikirkan dan rasakan ketika musibah, bencana, atau sesuatu yang buruk melanda hidup kita? Mungkinkah kita tidak sekadar bertahan, tetapi masih berharap dan bahkan bertumbuh? Bagaimana kita masih dapat hidup dengan keyakinan di tengah dunia yang rawan dengan bahaya?

Pasca Bencana

Ketika bencana telah terjadi dan kerusakan yang ditimbulkannya masih terlihat nyata, apa yang perlu orang Kristen perbuat untuk menanggapi peristiwa buruk tersebut secara alkitabiah? Apa saja yang dapat kita lakukan dengan kasih Kristus untuk menolong mereka yang menderita?

Baca lebih lanjut atau bagikan materi tentang musibah dan bencana pada Seri Pengharapan Hidup di bawah ini:

Kala Musibah Melanda

Apa yang kita pikirkan dan rasakan ketika musibah, bencana, atau sesuatu yang buruk melanda hidup kita? Mungkinkah kita tidak sekadar bertahan, tetapi masih berharap dan bahkan bertumbuh? Bagaimana kita masih dapat hidup dengan keyakinan di tengah dunia yang rawan dengan bahaya?

Pasca Bencana

Ketika bencana telah terjadi dan kerusakan yang ditimbulkannya masih terlihat nyata, apa yang perlu orang Kristen perbuat untuk menanggapi peristiwa buruk tersebut secara alkitabiah? Apa saja yang dapat kita lakukan dengan kasih Kristus untuk menolong mereka yang menderita?