Posts

Ketika Orang Menjulukiku Gendut

Oleh: Chrisanty L, Indonesia
(Artikel asli dalam Bahasa Inggris: When Others Called Me Fat)

ketika-aku-dijuluki-gendut

Saat aku kuliah di China dan melihat-lihat pakaian di toko-toko sekitar kampus, kerap aku tidak dihiraukan para penjaga toko. Bila melayani, biasanya mereka akan berkata, “Maaf, kami hanya punya ukuran kecil.”

Kebanyakan dari 15.000 mahasiswa di kampusku memang bertubuh kecil. Para pendatang yang posturnya lebih tinggi dan besar biasanya akan tampak menonjol. Aku sendiri adalah orang Indonesia keturunan Tionghoa, namun posturku lebih besar dari rata-rata mahasiswi Tionghoa. Sebab itu, lambat laun aku mulai takut untuk memasuki toko-toko di sekitar kampus. Aku merasa orang memperhatikan dan memberi penilaian minus terhadap penampilanku.

Aku selalu merasa tidak nyaman dengan posturku yang besar dan bahuku yang lebar. Mungkin perasaan itu muncul karena aku selalu merasa orang melihat dan menilaiku sebagai “cewek gendut”. Aku sangat tidak suka bila ada orang yang meraih lenganku dan mulai memberi komentar tentang betapa besarnya lenganku itu. Aku juga kesal setiap kali teman atau anggota keluargaku bercanda tentang berat badanku, menasihatiku untuk mulai diet, atau membanding-bandingkan aku dengan gadis-gadis lain seusiaku. Parahnya lagi, setiap kali aku berusaha menguruskan badan, biasanya aku akan jatuh sakit. Dan, orang tetap saja menjulukiku “gendut”.

Pada akhirnya, menjadi “gendut” membuat aku membenci diriku sendiri. Makin lama, makin tertanam di benakku bahwa aku memang gendut dan jelek, dan hal itu tidak akan pernah berubah.

Aku mulai menjadi orang yang sangat sensitif. Sangat mudah aku tersinggung oleh kata-kata orang lain, bahkan saat mereka sebenarnya berniat baik dan komentar mereka tidak berkaitan dengan postur tubuhku. Aku merasa semua orang mengejekku. Aku kecewa dengan diriku sendiri. Aku tidak suka berkenalan dengan orang baru dan kehilangan rasa percaya diri. Aku tidak ingin berteman dengan orang lain atau melakukan apapun. Aku jengkel kepada orang-orang di sekitarku. Ketika kita tidak menyukai diri sendiri, hampir mustahil kita bisa bersikap baik dan murah hati kepada orang lain, karena kita sendiri tidak punya pikiran dan sikap yang positif untuk dibagikan.

Pemikiranku mulai berubah ketika kemudian aku bertemu dengan seorang mahasiswi lain di China. Ia juga kesulitan menemukan pakaian yang pas dengan ukuran tubuhnya di toko-toko sekitar kampus. Ia juga menghadapi orang-orang yang menganggapnya gendut. Tetapi, bukan kesamaan itu yang mengesankan aku. Mahasiswi tersebut datang ke China penuh kerinduan melayani Tuhan melalui panti-panti asuhan. Ia bertekad untuk membagikan kasih yang telah ia terima kepada anak-anak yang sangat sedikit merasakan kasih sayang. Selepas pembicaraan kami pada suatu sore, aku sempat berpikir: “Tuhan pasti melihatnya sebagai seorang yang cantik dan menyayanginya, meskipun orang lain atau bahkan ia sendiri tidak melihat dirinya demikian.”

Aku pun mulai memikirkan situasiku sendiri. Bagaimana Tuhan melihatku? Bagaimana Sang Pencipta melihat ciptaan-Nya?

1 Samuel 16:7 berkata, “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” Selama ini aku tidak bisa menerima diriku sendiri. Aku hanya bisa melihat diriku sebagai seorang yang gendut. Aku lupa bahwa yang dilihat Tuhan, Sang Pencipta, melampaui penampilanku di depan orang lain. Tuhan melihat hati dan hidup kita. Dia melihat bahwa semua ciptaan-Nya itu baik. Kebenaran ini mengubahkan hidupku.

Ketika kita mulai memikirkan betapa besar Tuhan kita dan betapa luar biasa kasih-Nya, kita akan mulai mengobarkan kembali kasih kita kepada diri sendiri, orang lain, bahkan mereka yang mungkin telah menyakiti kita. Harus kuakui prosesnya tidak mudah, apalagi karena aku sendiri telah banyak mendengar dan percaya dengan komentar-komentar orang lain tentang tubuhku. Aku mengawali perubahan sikapku dengan bersyukur atas tubuh yang dianugerahkan Tuhan kepadaku, lalu menjaganya agar selalu sehat. Aku tidak lagi terobsesi dengan bentuk dan ukuran tubuh yang menurut orang baik untukku.

Kupikir wajar saja jika kadang-kadang kita merasa tidak percaya diri dengan penampilan kita—namun jangan biarkan perasaan itu merusak hidupmu. Ada Bapa di surga yang tidak menilaimu berdasarkan penampilan belaka, dan yang mengasihimu bagaimanapun keadaanmu. Aku juga menyadari bahwa sekalipun sebagai manusia kita selalu mendambakan penampilan yang baik, tak seharusnya pengejaran itu menghalangi kita untuk membangun persahabatan dan mengerjakan hal-hal yang memuliakan Tuhan.

Kemampuan Super yang Dulu Selalu Aku Inginkan

Oleh: Ami Ji
(Artikel asli dalam Bahasa Inggris: The Superpower I Always Wanted To Have)

Kemampuan Super

Ketika ditanya kemampuan super apa yang ingin aku miliki saat masih remaja, aku selalu menjawab, “Kemampuan untuk menghilang”. Memang saat berusia belasan tahun, ada banyak momen memalukan yang membuatku sungguh ingin menghilang seketika dari pandangan orang. Misalnya, saat aku terlambat bangun, saat rambutku sulit diatur, atau saat ada teman yang “ngerjain” aku di depan orang yang aku sukai. Aku bahkan pernah malu sekali jatuh dari sepeda di jalanan karena melamun.

Adakah momen-momen yang membuatmu berharap bisa menghilang seketika dari pandangan orang? Mungkin kamu berpikir tidak ada yang akan memperhatikanmu. Tidak akan ada orang yang peduli jika kamu tiba-tiba menghilang. Dunia bahkan mungkin akan menjadi lebih baik jika kamu tidak ada di dalamnya. Akan tetapi, Alkitab mengatakan bahwa setiap kita unik dan istimewa; kita diciptakan Allah secara dahsyat dan ajaib (Mazmur 139:13-14). Allah sangat memperhatikan kita, Dia bahkan tahu jumlah rambut di kepala kita (Matius 10:30).

Tidak mudah menerima kebenaran tersebut sebagai seorang remaja. Setiap kali melihat cermin, aku melihat sosok yang begitu jelek dan tidak menarik. Cara pandangku ini berakar dari apa yang kualami di masa kecil. Meski mungkin maksudnya bercanda, aku suka diberitahu untuk sering-sering menarik hidungku yang pesek supaya lebih mancung. Ada juga yang menyarankan aku pergi ke Korea selepas SMA untuk operasi kelopak mata. Makin aku beranjak dewasa, makin aku menyadari bahwa banyak pikiran negatif itu datang dari dalam diriku sendiri, bukan dari orang lain. Ketika orang memuji penampilanku, aku akan cepat-cepat menyanggahnya. Aku sendirilah yang punya masalah dalam menerima diriku sendiri.

Bagaimana kemudian aku mengatasi hal ini? Bisa dibilang aku belum selesai berproses, tetapi setahap demi setahap aku mengalami perubahan pola pikir seiring bertambahnya pemahamanku akan kebenaran-kebenaran dalam Alkitab. Alkitab berkata bahwa Allah mengasihiku (1 Yohanes 4:10), rencana-Nya adalah untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8:28), dan setiap pemberian yang baik datang dari Allah (Yakobus 1:17). Semua itu adalah gambaran yang indah tentang betapa Bapa surgawi kita yang luar biasa begitu mempedulikan kita. Masalah penampilan dan penilaian orang lain terhadap diriku menjadi begitu sepele ketika aku memahami gambaran yang lebih besar ini.

Alkitab bahkan menjelaskan lebih jauh tentang betapa dalamnya Bapa surgawi mengenal kita. Mazmur 139:16 berkata, “mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.” Bahkan sebelum aku lahir, Dia telah mempersiapkan hari-hari hidupku. Betapa aku terhibur sekaligus terkesan mengetahui bahwa keberadaanku ternyata dirancang oleh Allah sendiri.

Hari ini, oleh anugerah Allah, aku tidak lagi merasa perlu “menghilang seketika”. Sebaliknya, aku belajar menerima pujian dengan sikap yang manis, dan berusaha memberikan pujian yang tulus bagi orang-orang di sekitarku. Setiap kali aku bertemu dengan teman-temanku, aku berusaha memperhatikan perubahan positif atau upaya mereka untuk tampil lebih baik. Makin hari, aku makin dapat menghargai keragaman dan keindahan yang telah dijadikan Allah secara dahsyat dan ajaib dalam diri tiap-tiap individu, bukan hanya di dalam diri orang lain, tetapi juga di dalam diriku sendiri.