Posts

Kita Tak Bisa Memilih untuk Lahir di Keluarga Mana, Tapi Kita Bisa Memilih Berjalan Bersama-Nya

Oleh Gabriel Angelia, Malang

Hari ulang tahun bisa dimaknai beragam. Bagi yang diberkati dengan relasi yang erat, mungkin hari ulang tahun adalah momen berbahagia ketika kerabat dan sahabat saling memberi semangat. Tapi, bagi yang mungkin berasal dari keluarga broken home dan tak memiliki kawan karib, mungkin hari ulang tahun tak ubahnya hari biasa.

Tanggal 16 Juni lalu, usiaku tepat 20 tahun. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana aku merayakan hari jadiku bersama teman satu kelas di sekolah dulu, tahun ini terasa berbeda.

Empat tahun belakangan hubungan dalam keluargaku tidak baik. Tidak ada komunikasi di antara kami karena sifat ayahku yang semakin menjadi-jadi. Ayahku adalah seorang yang ringan tangan dan buruk dalam berkata-kata. Masalah-masalah sepele sering menjadi besar dan tak jarang ibuku yang malah disalahkan. Aku merasa berat tinggal di keluarga seperti ini. Meskipun keluargaku mengajakku makan bersama untuk merayakan ulang tahunku, tapi hatiku tak merasa senang. Aku kecewa lahir di keluarga seperti ini. Ucapan selamat dari teman-teman dan sahabat-sahabat pun rasanya hambar. Berat bagiku untuk mengatakan “terima kasih” pada mereka.

Karena kondisi keluargaku yang dirundung konflik, hampir setiap malam aku menangis. Aku merasa tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. Aku pun merasa tak ada gunanya berbahagia di hari ulang tahunku. Tak ada gunanya orang lain datang ke rumahku dan mengucapkanku selamat. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak memberi tahu teman-temanku bahwa tanggal 16 Juni adalah hari ulang tahunku. Aku mengunggah foto di media sosial tapi aku tidak menunjukkan kalau aku berulang tahun, padahal biasanya sejak aku berumur 17 tahun aku selalu mengupload foto ulang tahun dengan tagar #17AndBlessed, #18AndBlessed, #19AndBlessed.

Namun, di tengah kesedihan itu, ada hal yang membuatku tersentak. Upayaku untuk menyembunyikan hari ulang tahunku ternyata tidak berhasil. Tahun ini adalah tahun keduaku berada di sekolah Teologi. Hari ulang tahun tiap mahasiswa dipajang di dinding kampus, bersamaan dengan informasi-informasi studi lainnya. Teman-temanku mengetahui hari ulang tahunku. Ucapan selamat pun berdatangan. Aku yang tadinya merasa getir akan hidupku, terkhusus hari ulang tahunku, menjadi terharu. Tuhan memberiku kejutan!

Memasuki usia yang baru dengan angka yang berbeda adalah penanda akan perjalanan hidup yang menarik, yang Tuhan persiapkan bagiku. Aku mungkin pernah merasa hari lahirku sebagai sebuah kekecewaan, hari yang tak berguna, tapi di hari itulah sejatinya Tuhan berkarya. Tuhan mengirimku untuk lahir di dunia ini, di keluarga yang dirundung konflik. Mungkin sekarang aku belum tahu apa maksud Tuhan dari semua ini, namun sekelumit kesan di hari ulang tahun ini mengingatkanku bahwa dalam perjalanan hidupku, aku disertai-Nya. Aku memang tak dapat memilih untuk dilahirkan di mana, tapi aku dapat memilih untuk menjalani hidupku bersama Tuhan.

Tahun demi tahun ada banyak naik turun yang kualami. Tak mudah tumbuh besar di keluarga yang tak baik, ditambah lagi dengan keadaan pandemi yang kita semua hadapi di tahun ini. Namun syukur kepada Tuhan, berjalan bersama-Nya membuat hari-hari yang sulit bisa dilalui.

Tahun ini, another new milestone telah Tuhan berikan untukku.

Teruntuk kamu yang mungkin merasakan hal yang sama denganku, kiranya Tuhan meneguhkan hatimu.

Baca Juga:

Luka Karena Patah Hati Adalah Sebuah Perjalanan yang Mendewasakanku

Setelah lahir baru aku merasa mudah untuk mengampuni orang lain. Selalu kukatakan pada diriku sendiri bahwa pengampunan yang Tuhan berikan memampukanku untuk mengampuni orang lain. Namun, sepertinya itu hanya teori yang memenuhi kepalaku saja, tidak hatiku.