Posts

“A Man Called Otto”, Film yang Mengajak Kita untuk Memperhatikan Sekitar Kita

Oleh Cynthia Sentosa, Surabaya
Sumber gambar: IMDB

A Man Called Otto adalah sebuah film yang dibintangi oleh aktor papan atas Tom Hanks. Film ini bercerita tentang seorang kakek bernama Otto yang merasa kehilangan warna dalam hidupnya setelah istrinya meninggal. Dia berubah menjadi seorang yang pemarah dan tertutup pada orang sekitarnya karena dia merasa tidak ada orang yang sebaik istrinya. Bergulat dengan kesepian dan rasa kosong, dia pun berniat mengakhiri hidup. Namun, takdir malah membawanya bertemu dengan tetangga baru yang cerewet dan peduli padanya. Melalui tetangga barunya itu, perlahan Otto kembali melihat warna dalam hidupnya.

Kesepian dan merasa hampa seperti yang dialami Otto, mungkin juga pernah kita alami. Ketika kita kehilangan seseorang, harta benda yang kita punya, kemampuan yang kita andalkan, atau hal-hal lain yang kita pegang erat akan membuat kita merasa kecewa dengan dunia. Rasanya seakan tak ada lagi yang bisa mengisi rasa kesepian dan kekosongan di hati kita.

Nilai-nilai dunia seringkali mengajar kita bahwa nilai diri dan kebahagiaan kita terletak pada sesuatu atau seseorang yang kita pegang erat. Namun, tak ada yang abadi di dunia ini. Apa yang kita kagumi dan pegang erat, bisa saja mengecewakan, menyakiti, bahkan meninggalkan kita. Namun, satu hal yang aku sendiri telah merasakannya, bahwa yang kekal, kasih yang dapat mengisi kekosongan, yang tidak pernah mengecewakan, dan yang dapat mengusir kesepian hatiku adalah TUHAN. Mazmur 147:3 mengatakan, “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka”, dan Mazmur 34:19 juga mengatakan, “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”

Perasaan frustrasi yang dialami oleh Otto memang belum pernah aku rasakan, namun aku pernah merasakan kekecewaan, kekosongan, dan kesepian ketika aku memegang erat hal yang aku pikir bisa andalkan dan bukan mengandalkan Tuhan. Namun, ketika Tuhan menegur aku yang tidak mengandalkan Dia, aku menjadi sadar bahwa apa yang aku andalkan selama ini tidak benar. Setelah aku memutuskan untuk bertobat dan mengandalkan Dia, aku menemukan kepuasan di dalam-Nya. Perasaan negatif itu memang terkadang masih muncul, namun ketika aku berlari kembali kepada Tuhan, kepuasan di dalam Tuhan itu selalu dapat aku temukan dan dapat aku rasakan.

Salah satu di antara para tokoh Alkitab yang juga pernah mengalami perasaan ini adalah Ayub. Bayangkan betapa kecewanya Ayub melihat apa yang dia punya habis dengan cepat. Betapa kesepiannya dia tidak dihibur oleh istrinya dan teman-temannya. Dia tidak punya apa-apa lagi yang bisa diandalkannya, namun akhir kisah Ayub seperti yang kita tahu, dia tetap percaya kepada Tuhan dan tetap mengandalkan-Nya, hingga pada akhirnya Tuhan memulihkan keadaannya.

Teman-teman, mungkin sekarang kita sama seperti Otto yang menutup diri dari dunia karena takut dikecewakan dan disakiti. Dalam kesempatan ini, aku mau mengajak kita untuk kembali datang dan mengandalkan Tuhan, Sang Kasih Sejati dan Penyembuh patah hati kita yang sesungguhnya dekat dengan kita (Mazmur 34:19). Mari kita perhatikan sekitar, siapa tahu tanpa kita sadari selama ini ada orang-orang yang benar-benar tulus mengasihi kita dan mengajak kita untuk melihat dan merasakan kasih Tuhan sehingga kita dapat dengan yakin menyerukan “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka dan TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”

Kemudian, tidak berhenti di titik ini, setelah kita sadar dan merasakan kasih-Nya yang begitu besar, aku mau mengajak kita untuk melakukan perintah-Nya yang tertulis dalam Yohanes 15:12: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”

Seperti tetangga Otto, mari kita mengasihi dan memperhatikan orang-orang sekitar kita, terlebih untuk orang-orang seperti Otto yang rindu merasakan kasih sejati dari Tuhan yang sedang mencari hal yang dapat memberikan warna dalam hidupnya. Agar seseorang yang tadinya sudah menyerah terhadap dunia, dapat menemukan pengharapan baru di dalam Tuhan, sehingga ia dapat bergantung pada Sang Kasih Sejati yang tidak pernah mengecewakan.

Mengenang Stan Lee: Seorang di Balik Segudang Tokoh Superhero

Oleh Tim YMI
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Stan Lee: The Man Behind The Marvel-Ous Superheroes

Tokoh-tokoh superhero itu unik. Mereka berbicara, menginspirasi, juga memotivasi kita. Dari banyak tokoh superhero yang kita kagumi, ada satu orang yang banyak berperan di baliknya. Dia adalah Stan Lee.

Stan Lee adalah seorang penulis komik dan pencipta tokoh Marvel. Ketika berita bahwa dia meninggal dunia pada 12 November diumumkan, penghormatan dan penghargaan untuknya membanjiri Internet. Ini tidaklah mengejutkan, mengingat Stan Lee telah mendapat penghargaan karena menciptakan banyak superhero terkenal di seluruh dunia, yang di dalamnya termasuk X-Men, kisah-kisah Avengers, Daredevil, dan juga buku favoritku: Spiderman. Tokoh-tokoh ciptaannya telah memberi dampak besar dalam industri hiburan, dari komik Marvel hingga film-film dan serial TV tentang Marvel Cinematic Universe. Bahkan, film terbaru Avengers: Infinity War merupakan film terlaris di tahun 2018.

Jadi, apakah yang menyebabkan karya-karya Stan Lee itu menghibur dan menginspirasi jutaan fans di seluruh dunia?

Salah satu talenta Stan Lee yang paling menonjol adalah dia mampu membaca keinginan kita yang dalam untuk menyaksikan tindakan-tindakan heroik yang penuh pengorbanan. Dalam sebuah wawancara pada tahun 2016 dengan The Big Issue, Stan Lee mengatakan, “Dunia selalu membutuhkan pahlawan, entah mereka superhero ataupun bukan. Sejak dulu kala sudah ada cerita dan legenda tentang kuasa jahat yang punya kekuatan super, dan manusia harus menemukan cara untuk mengalahkan mereka. Hal ini sepertinya telah menjadi bagian dalam kehidupan manusia.”

Kita ikut senang ketika Spiderman menyelamatkan Mary Jane dari penjahat. Kita turut merasa terharu ketika Iron Man mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kota New York pada bagian akhir film Avengers. Kita terinspirasi ketika melihat Wolverine menyelamatkan manusia, meskipun manusia-manusia itu berusaha membasmi teman-teman mutannya. Kita suka melihat Thor menggunakan kekuatan supernaturalnya untuk melawan kekuatan jahat yang mengancam untuk mengambil alih Nine Realms.

Tapi, mungkin kontribusi Stan Lee yang paling besar adalah ketika dia menciptakan tokoh-tokoh superhero yang juga memiliki kekurangan dan kepribadian yang mirip seperti kita.

Seperti yang dia katakan, “Kupikir akan sangat baik untuk menciptakan tokoh superhero yang memiliki permasalahan hidup yang juga dialami oleh para pembaca, juga setiap manusia.”

Dalam berita kematian Stan Lee yang diberitakan The New York Times, para penulis mencatat demikian: “Melalui Tuan Lee, Marvel mentransformasi komik di dunia. Di dalam tiap tokoh komik itu, Lee menambahkan keragu-raguan, masalah mental layaknya manusia pada umumnya, kesadaran akan tren dan masalah-masalah sosial, dan sering juga diselingi dengan rasa humor.”

Tokoh Hulk memiliki masalah dengan amarahnya. Daredevil bergumul dengan kecenderungan sifatnya yang kasar dan jahat. Iron Man memiliki ego yang sangat besar. Tahun-tahun penuh kekerasan dan dendam membentuk kebencian yang merusak dalam diri Wolverine. Bahkan Spiderman pun punya kecenderungan untuk membuat keputusan yang terburu-buru. Meski begitu, terlepas dari kekurangan mereka, para superhero itu pada akhirnya selalu menang atas kekuatan jahat.

Tokoh-tokoh yang diciptakan Stan Lee memberi kita harapan bahwa kita semua dapat menjadi superhero dengan cara kita sendiri. Seperti yang dia katakan, seorang pahlawan adalah:

Seseorang yang prihatin dengan kesejahteraan orang lain. Seorang yang akan pergi keluar dari zona nyaman mereka untuk menolong orang-orang tersebut—sekalipun tindakan itu tidak akan mendapat pamrih. Seseorang yang membantu orang lain hanya karena hal itu adalah hal yang harus dia lakukan. Dan, karena dia tahu bahwa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan, orang itu tanpa perlu diragukan lagi adalah pahlawan yang sebenarnya.

Inilah yang mengingatkanku tentang apa yang dikatakan Alkitab dalam Filipi 2:3-4. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menaruh kepentingan orang lain di atas kepentingan kita, dengan tidak mengejar ambisi yang egois ataupun kesombongan yang sia-sia.

Kita bisa menjadi “superhero”, namun di sinilah letak perbedaannya: kita tidak mendapatkan kekuatan superhero itu dari dalam diri kita. Alasan bahwa kita sekarang bisa mengasihi dan melayani satu sama lain—tanpa menghiraukan kekurangan, keterbatasan, dan keadaan kita—adalah karena kita merupakan pembawa dan penerima kasih Allah (1 Yohanes 4:7).

Kristus telah memberikan contoh terbaik untuk kita. Kristus “mengosongkan diri-Nya” (Filipi 2:7) dan memilih turun ke bumi sebagai manusia supaya menjadi sama seperti kita. Dia mengizinkan diri-Nya dicobai dalam banyak cara supaya Dia dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita (Ibrani 4:15) dan menunjukkan pada kita sebuah jalan yang berbeda untuk kita menjalani hidup.

Stan Lee mungkin sudah berada dekat dengan kebenaran, bahkan lebih daripada yang dia sadari ketika dia berkata: “Hanya ada satu sosok yang Mahakuasa, dan senjata terkuatnya adalah kasih.”

Baca Juga:

3 Alasan Mengapa Kita Perlu Berhenti Berpindah-pindah Gereja

Berpindah-pindah gereja biasanya terjadi ketika seseorang pindah ke suatu tempat yang baru. Ketika kita berada di masa-masa transisi atau perpindahan, berkomitmen untuk tertanam di satu gereja adalah sesuatu yang menantang, dan berpindah-pindah gereja seringkali tidak terhindarkan.

Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Film “Finding Dory”?

Finding-Dory

Oleh Joanna Hor
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Finding Dory: A Fishy Tale of Getting Lost and Found

Tentunya kita masih mengingat seekor ikan biru yang menawan itu: Dory. Meskipun 13 tahun telah berlalu sejak ikan biru yang pelupa dan sering meminta maaf itu diperkenalkan oleh Pixar, masih banyak orang yang memenuhi bioskop untuk menonton Finding Dory—sekuel dari film Finding Nemo, film Disney-Pixar di tahun 2003 yang memenangkan penghargaan Academy Award. Hasilnya? Finding Dory tercatat menghasilkan $136,2 juta di hari penayangan pertamanya, mengalahkan semua film animasi lain di AS. Rekor sebelumnya dipegang oleh film Shrek the Third yang menghasilkan $121,6 juta di hari penayangan pertamanya di tahun 2007.

Ini adalah pencapaian yang sangat besar, mengingat tidak ada hal yang baru tentang petualangan bahari ini. Kita mungkin sudah pernah mengarungi samudera di dalam Finding Nemo, tertawa dan menangis bersama dengan trio Marlin, Nemo, dan Dory, dan belajar tentang pentingnya keluarga dan persahabatan sepanjang menonton film tersebut. Jadi, mengapa sebuah sekuel yang mengulang tema yang sama bisa begitu suksesnya sampai memecahkan rekor dunia animasi?

Jawabannya mungkin karena kita terpana dengan Dory yang amnesia, salah satu karakter pembantu terbaik sepanjang masa yang pernah dibuat oleh Pixar. Dalam petualangan ini—yang terjadi setahun setelah Nemo ditemukan—ikan biru yang begitu menggemaskan ini menjadi karakter utamanya. Setelah dia terseret oleh kumpulan besar ikan pari yang sedang bermigrasi, secuplik ingatannya tiba-tiba terbuka dan itu membuatnya memulai sebuah petualangan untuk mencari orangtuanya. Masalahnya, dia tidak dapat mengingat apa-apa tentang mereka, selain daripada mereka tinggal di “the Jewel of Morro Bay, California”. Yang terjadi selanjutnya adalah sebuah petualangan bahari yang menggetarkan hati bersama dengan sahabatnya, Marlin dan Nemo.

Dalam film ini, kita akan jatuh cinta dengan Dory kecil dengan mata yang besar (yang sering kita lihat dalam ingatan-ingatan masa lalu Dory) dan kita juga akan mengenal karakter-karakter baru seperti Hank, seekor gurita berkaki tujuh yang tangkas, seekor hiu-paus yang lamur dan baik hati bernama Destiny, dan seekor paus labil bernama Bailey. Ketiga karakter ini akan dengan begitu rupa membantu Dory yang menderita ingatan-jangka-pendek untuk menemukan orangtuanya, dan akan membuat kita begitu terpukau.

Namun seperti film-film bagus Pixar lainnya, film Finding Dory bukan hanya tentang humor dan dialog yang jenaka—film itu juga akan menyentuh hati kita. Tema-tema tentang kasih yang tak bersyarat, persahabatan, dan penerimaan akan kelemahan (yang paling jelas, ingatan-jangka-pendek yang diderita Dory) akan memenuhi film yang berdurasi 1 jam dan 45 menit ini, dan akan meninggalkan kesan yang hangat di dalam hati kita.

Apa yang mungkin berhubungan dengan iman kita dari film Finding Dory adalah pesannya yang sederhana namun sangat penting, tentang menemukan jalan pulang. Sebagai orang percaya, kita mengetahui betapa tidak berdayanya kita karena terpisah dari Allah—juga betapa sukacitanya kita ketika ditemukan dan diperdamaikan dengan Allah. Ini membuat kita dapat memahami perasaan Dory ketika dia berpetualang dan berharap untuk dipersatukan kembali dengan mereka yang dia kasihi. Ini juga membuat kita turut bersukacita ketika menyaksikan bagaimana akhirnya dia dipersatukan kembali dengan orangtuanya. Itu adalah sebuah gambaran yang indah tentang kasih yang tak bersyarat—di dalam lautan yang lepas dan juga di dalam hidup kita.

Untuk direnungkan lebih lanjut

1. Pelajaran apa saja yang kamu dapatkan dari film Finding Dory yang membuat hubunganmu dengan Tuhan menjadi lebih erat?

2. Seperti Dory yang begitu rindu untuk bertemu orangtuanya, seberapa besar kerinduan kita untuk bertemu dengan Bapa kita yang di sorga?

3. Seperti Dory yang menderita ingatan-jangka-pendek, apakah kita juga mengalaminya ketika kita melupakan kasih dan kebaikan Tuhan di dalam hidup kita? Apa yang dapat kita lakukan untuk senantiasa mengingat kasih dan kebaikan Tuhan bagi kita?

Yuk bagikan pengalamanmu di dalam kolom komentar di bawah ini!