Tidak Akan Tenggelam Lagi
Penulis: Fushen Ong
Ilustrator: Armitze Ghazali
Setiap kali mendengar kata “tenggelam”, aku selalu teringat pelajaran yang diberikan oleh salah seorang dosen forensik ternama di Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “tenggelam” berarti:
1. Masuk terbenam ke dalam air.
2. Karam (tentang perahu, kapal).
3. Terbenam (tentang matahari).
4. Jatuh ke dalam kesengsaraan (kesusahan dan sebagainya).
5. Hilang; lenyap.
6. Asyik.
Sebagian besar definisi tersebut cenderung menunjukkan hal yang negatif, namun definisi yang diberikan dosen ilmu forensik itu lebih menyentak hati. Menurut beliau, “tenggelam” berarti mati akibat menghirup air. Satu kata yang jelas memberikan perbedaan bermakna dalam definisi ini adalah “mati”. Bila mengingat beberapa peristiwa seperti bencana tsunami atau kecelakaan transportasi yang menenggelamkan kapal maupun pesawat, hatiku selalu teriris, karena hampir tidak pernah ada yang selamat dari peristiwa tenggelam. Kenyataan tersebut makin meyakinkanku bahwa tenggelam sama halnya dengan mati.
Orang yang tenggelam tidak mampu menyelamatkan dirinya, tidak berdaya melawan kondisi di sekitarnya, karena pada dasarnya mereka telah mati.
Alkitab memberitahu kita bahwa setiap manusia sesungguhnya telah mati oleh dosa (Roma 3:23; 6:23). Sama seperti orang yang tenggelam, kita tidak berdaya melawan arus dunia di sekitar kita. Tidak ada lagi harapan bagi kita. Namun, syukur kepada Allah atas kasih-Nya yang begitu besar dan ajaib. Dia berkenan menyelamatkan kita. Dia menghidupkan kita kembali di dalam Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita (Efesus 2:5).
Meski demikian, tidak berarti setelah diselamatkan, hidup kita lantas bebas dari masalah. Di tengah dunia ini, tidak jarang kita berada dalam kondisi yang tidak dapat kita kendalikan. Tugas yang menumpuk, penyakit berbahaya, kehilangan anggota keluarga, patah hati, sakit hati, dan kesepian adalah beberapa hal dalam kehidupan sehari-hari yang sepertinya siap menenggelamkan kita.
Satu hal yang sangat penting untuk kita ingat, di dalam Kristus, kasih karunia Tuhan akan selalu tersedia bagi kita (2 Korintus 12:9). Mungkin kita merasa tidak berdaya, tetapi bukan berarti kita tidak punya pengharapan. Aku sendiri pernah berkali-kali berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Aku berseru kepada Tuhan, namun situasi tak kunjung membaik, seolah-olah Tuhan menelantarkan aku. Akan tetapi, firman Tuhan selalu menghiburkan aku, “Sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar” (Yesaya 59:1). Mungkin langkah kita goyah, dan adakalanya kita jatuh, tetapi kita tidak akan sampai tergeletak, karena Tuhan menopang tangan kita (Mazmur 37:24). Adakalanya arus dunia begitu kuat hendak menenggelamkan kita, namun jika kita berpegang pada Kristus, kita tidak akan tenggelam lagi.